Nasura2101 Profile picture
Jun 24, 2022 123 tweets 19 min read Read on X
Bismilah...
"Kau lancing mengambil tumbalku, maka bersiaplah menjadi pengganti!"

A Tread horror
#semburatnangeknendunyo

-TUMBAL PENGGANTI 2-

#bacahorror @bacahorror @IMatsirat #ceritaht @ceritaht
@karyakarsa_id @SpesialHoror
@ArifKakung @RafikaBayu @IDN_Horor @bagihorror Image
Assalamualaikum,
Apa kabar semua? Maaf ya baru selesai makan siang. Biasa jumat kan libur, jadi ngenak-ngenakne tidur.
Yang belum baca Tumbal Pengganti 1 linknya ini ya: karyakarsa.com/Karenina/tumba….
Yang berkenan follow dan dukung aku thanks ya. I ❤ U
BAB-01 MAMAN.

Seorang lelaki, bersimpuh di depan jasad seorang perempuan muda, dan anak laki-laki yang usianya kira-kira baru sepuluh tahun.

Matanya merah penuh amarah bercampur duka. Dadanya sesak seolah ditindih batu besar.
Dialah Maman, kedua jasat tersebut adalah jasad istri dan anaknya.

"Kenapa kalian tidak memberiku sedikit waktu? Hanya sedikit lagi, tujuanku akan tercapai. Aku melakukan semuanya untuk kalian! Hanya untuk membahagiakan kalian berdua, tidak lenbih." ratapnya.
Jelas sekali penyesalan di setiap kata yang terucap.
"Kau berjanji akan menungguku, lalu kenapa kau malah pergi meninggalkanku?" Maman masih meratap, "kepapa? JAWAB! JANGAN DIAM SAJA!" Maman mulai berteriak sambil memukuli dada.
Para pelayat menatap trenyuh pada laki-laki malang yang sedang meratapi kepergian istri dan anaknya.

Kematian istri dan anaknya secara tiba-tiba, benar-benar mengguncang jiwanya.
Sebagian ibu-ibu mulai berbisik-bisik.

"Apa penyebab kematian Bu Surti dan si ujang bu, bu er te?" tanya seorang ibu kepada perempuan disampingnya, dia istri dari pak er te.

"Saya kurang bu, bu Aida."

"Bu er te kan rumahnya paling dekat, gimana ibu bisa tidak tahu ya?"
"Meninggalnya secara tiba-tiba, bu. Saya juga tidak mendengar bu Surti atau si ujang sakit.

Tadi pagi bu Surti masih beraktifitas seperti biasa, terlihat menimba air di sumur belakang rumah habis subuh. Beberapa saat kemudian, dapur juga terlihat mengepul."
"Itu artinya bu Surti masih memasak pagi ini, bu er te."

"Iya benar bu, saya yakin itu. Setelah agak siang, pas repet-repet, beliau juga menyapu halaman.

Kami masih saling sapa bu, karena saya juga menyapu halaman di saat yang sama."
Tampak-tampak ibu-ibu yang lain berusaha menajamkan pendengaran, karena bu er te dan perempuan di sampingnya berbicara setengah berbisik.

"Bagaimana dengan si Ujang, bu er te?" tanya ibu-ibu yang lain, penasaran.

"Ujang terlihat pergi ke sekolah bateng pak Maman."
"Mereka tampak bahagia, bu Surti mencium tangan pak Maman seperti biasa, begitu juga si Ujang.

Siangnya, si Ujang di jemput oleh bu Surti. Setelah itu saya tidak melihat mereka keluar dari rumah.

Saya juga tidak curiga apa-apa bu, karena itu kebiasaan si Ujang.
Si Ujang jarang keluar rumah setelah sekolah. Biasanya sorenya sekitar jam tiga, baru si Ujang ke masjid untuk sekolah diniyah. Pulang dari diniyah biasanya baru dia ke lapangan buat main bola sekaligus ngumpul sama teman-teman nya."
Bisik-bisik itu terputus, karena tiba-tiba para ibu-ibu yang lain pada berdiri, secara tiba-tiba.

"Mari silahkan ibu-ibu yang mau ikut membantu merawat almathumah," ucap Mudin mayit, "begitu juga bapak-bapak yang ingin ikut merawat almarhum dipersilahkan."
Rupanya ibu-ibu itu berdiri, karena kedua jenazah akan segera dimandikan.

Tenda tempat memandikan mayat ada dua, satu untuk bu Surti dan satu lagi untuk si Ujang.

Ibu-ibu berkerumun mengutari tenda tempat bu Surti dimandikan.
Sedang bapak-bapak melingkari tenda tempat jenazah si Ujang dimandikan.

Di daerah tempat Maman tinggal prosesi memandikan jenazah masih lumrah disaksikan oleh para pelayat.

Malah bisa dibilang wajib, menurut para tetua desa untuk menghindari final.
Kedua, diyakini bahwa jika ikut terkena air yang dipakai untuk memandikan jenazah, maka akan terbebas dari hal hal buruk.

Jadi umumnya orang akan ikut nimbrung berbasah-basah, atau sekedar mencuci kaki dengan mengambil air dari tempat air yang dipakai untuk memandikan jenazah.
Untuk bayi dan anak-anak, jika ada keluarga, kerabat atau tetangga yang meninggal mesti disingguli. Keningnya dipakaikan bawang dicampur dengan dedaunan khusus sambil dibacakan do'a-do'a.

Untuk yang sedang sakit dilarang melayat. Jika memaksa, dipercayai akan ikut meninggal.
Acara memandikan sudah selesai, Madin mayit sibuk mengkafani jenazah dibantu beberapa orang.

Sementara ibu-ibu, mulai sibuk membuat beras kuning dan merangkai bunga untuk dibawa ke pemakaman.

Prosesi mengkafani berjalan dengan lancar. Acara selanjutnya adalah menyolatkan.
Selesai di salatkan, adalah acara pidato. Yang melakukan pidato adalah Mudin Mayit.

Intinya mewakili keluarga, untuk memohonkan maaf, jika sekiranya di masa hidupnya ada kesalahan dari almarhum dan almarhumah.

Acara ini diakhiri dengan acara do'a yang juga dipimpin oleh Mudin.
Selanjutnya adalah acata brobosan, tapi Maman menolak melakukannya.

Acara brobosan ditujukan untuk menghormati yang meninggal sekaligus untuk mengambil tuah dari meninggal. Agar diberi umur panjang, jika yang meninggal memiliki ilmu maka diharap akan diturunkan kepada yang-
keluarga yang melakukan brobosan.
Jika yang meninggal anak-anak seperti anak Maman, si Ujang, hal ini tidak diperlukan.

Acara brobosan diperuntukkan untuk semua anggota keluarga, tapi sayangnya Maman memang sudah tidak memiliki siapa-siapa selain istri dan anaknya.
Orang tua Maman telah lama meninggal, sedang dia tidak memiliki saudara. Begitu juga bu Surti, juga sebatang kara.

Maman tampak tepekur di dekat Mudin mayit, saat jenazah hendak diberangkatkan ke pamakaman.

Sementara ubo rampe untuk prosesi pemakaman juga sudah siap dibawa -
oleh para pengiring---orang-orang yang ikut ke pamakaman.

Dia tidak tau, siapq yang menyiapkan ubo rampe karena Maman tenggelam dalam duka.
Beruntung masyarakat sekitar tempat tinggalnya masih kental tali persaudaraan, budaya gotong rowing masih terjaga dengan baik.

Apalagi jika ada tetangga yang meninggal.
Selesai pemakaman, Mudin mayit menyerahkan uang dari pelayat.

"Le, Man, sedih oleh Le, susah yo rapopo. Ning ojo jeru-jeru! Kabeh kui pancen wis ditoto karo sing nggawe urip. Awakku kudu sumeleh, Le."
(Le, Mam, sedih boleh saja, susah juga ndak pa pa. Tapi jangan terlalu dalam!
Semua sudah diatur oleh pemilik hidup. Kamu harus bersetah, Le)

"Inggih, Pak. Matur suwun."

Pak Mudin Mayit lalu menyerahkan sebuah toples yang dibungkus kain. Saat Maman membukanya, dia sangat terkejut.

"Pak?"

"Kui pancen rizqine almarhumah kato almarhum, Le."
"Inggih Pak, matur nembah nuwun."

"Uo wis, aku pamit disik yo, Le. Acara tahlilannya setelah isya' ya."

"Inggih, Pak."

Maman mengatar Mudin mayit hjngga ke halaman rumah. Kesuanya bersalaman, lalu Mudin meninggalkan rumah Maman.
Setelah itu ia masuk ke dalam rumah. Ia merogoh sesutu dari saku bajunya. Dia mengamati dengan seksama benda di telapak tangan.
Sebuah alat bantu pernafasan untuk penderita asma.
"Aku yakin istri dan anakku dibunuh!" batinnya geram. Tangannya mengepal menahan amatah,
giginya gemeretak.
Sore itu, Maman pulang lebih awal dari biasanya. Karena ingin mengajak bu Surti dan Ujang jalan-jalan.
Maman mapir ke masjid dulu, takut Ujang sudah berabgkat ke masjid, tapi Ujang tidak ada disana.
Lalu Maman menuju lapangan bola di ujung kampung, mengira Ujang tidak ke masjid
karena sibuk bermain bola. Namun lagi-lagi Maman tidak menemukan Ujang.
"Jangan-jangan mereka berdua masih tidur?" Maman mengira-ngira, "tapi biarlah! anak istriku itu terlalu disiplin. Sekali-kali tidak sesuai jadwal juga nggak papa."
Maman memacu motor bututnya menuju rumah. Memarkir motor itu di halaman lalu masuk rumah. Langsung menuju ruang tengah.
Ada sebuah dipan besar di ruang tengah yang berfungsi sebagai tempat duduk sekaligus tempat seluruh keluarga ngruntel kalau pas mereka ingin tidur bersama.
Dipan itu kosong, Maman agak kecewa. Karena biasanya bu Surti dan Ujang tidur siang di dipan itu.
Meski Ujang sudah besar, bu Surti sangat memanjakan Ujang. Ujang masih dikeloni bu Surti setiap mau tidur. Kadang bu Surti ikut tertidur.
Pas musim penghujan, kadang Ujang tidak ke masjid. Dia ngruntel di dipan itu bersama bu Surti.
Maman sering menemukan mereka sedang gojek didipan itu. Maman senyum-senyum sendiri mengingat masa-masa indah itu.

Dari sana, Maman mulai memeriksa kamar Ujang, tapi kosong.
Pas musim penghujan, kadang Ujang tidak ke masjid. Dia ngruntel di dipan itu bersama bu Surti.
Maman sering menemukan mereka sedang gojek didipan itu. Maman senyum-senyum sendiri mengingat masa-masa indah itu.

Dari sana, Maman mulai memeriksa kamar Ujang, tapi kosong.
Maman mulai memanggil nama bu Surti dan Ujang, "SURTI! UJANG! DIMANA KALIAN?" Lengang. Tidak ada jawaban, "kemana mereka? tidak biasanya pergi tanpa pamit?" Apa mereka sudah jalan duluan? Ah, nggak mungkin."
Hari itu adalah hari ulang tahun Ujang. Maman dan Surti bermaksud memberi kejutan pada Ujang, dengan cara membawa Ujang keluar jalan-jalan.
Maman bergegas menuju dapur, kaki Maman langsung lemas bagai tak bertulang, saat kakinya berada diambang pintu dapur, bagai tak berlulang. Istrinya dan anaknya, terkapar di lantai dapur.
Tuhuh Surti semampir di atas tungku, sepertinya Surti nggeblak lalu semampir di sana.
Sementara alat bantu pernafasan miliknya tergeletak tak jauh dari tubuhnya.

Ujang terkapar di tepi tembok dapur juga tak jauh dari tubuh bu Surti, bersimbah darah. Darah menggenang di sekitar kepala. Sepertinya darah itu leluar dari bagian kepala yang terluka.
Maman merangkak mendekai Surti, direngkuhnya tubuh Surti. Setengah diseret dia turunkan dari tungku. Lalu baringkan di lantai, kemudia dia mendekati Ujang dan memelukku. Tangishya pecah, ia meraung-raung seperti anak kecil.
Suara tangisnyq terdengar oleh bu er te yang sedang
Suara tangisnya terdengar oleh bu er te yang sedang memungut pakaian dari jemuran. Posisi jemuran milik bu er te memang berdekatan dengan dapur milik Maman.
Bu er te menajamkan pendengaran, saat yakin itu suara seseorang yang sedang menangis, beliau cincing berlari ke arah suara
Kaki bu er te juga langsung lemas saat sampai di ambang pintu dapur.
Seolah tak bertulang, gemetaran merogoh saku daster. Mencari sesuatu.
"Hallo, Pak. Ke..., kemarilah ke rumah Maman!" Setelah menyelesaikan kalimatnya, bu er te jatuh terlkulai, pungsan.
To be continue.
Bismilah...
"Kau lancang mengambil tumbalku, maka bersiaplah menjadi pengganti!"

A Tread horror

-TUMBAL PENGGANTI 2-

@bacahorror @IMatsirat @ceritaht @karyakarsa_id
@SpesialHoror @IDN_Horor @bagihorror @RafikaBayu
karyakarsa.com/Karenina/secre…
BAB-13 MISTERY KECELAKAAN YANG MENIMPA MAMAN
Hi semua, masih ada yang melek nggak? Maaf ya, Nay bisanya update jam segini. Dari pada kayak kemaren sampai hampir sebulan nggak update karena nunggu bisa ngepasin timing, agak malem nggak papa ya.
Maman mulai mengingat-ingat, siapa saja yang memiliki keluhan Asma. Para tetangganya tidak ada yang memiliki keluhan Asma. Lagi pula jarang sekali ada tetangga yang datang ke rumah kecuali untuk keperluan yang sangat penting. Atau Surti menyembunyikan sesuatu dariku?
Maman tidak dapat menemukan titik terang dari penyebab kematian Surti dan Ujang. Karena dia tidak memiliki petunjuk apa pun, selain alat bantu pernafasan.
Acara empat puluh hari Surti dan Ujang telah selesai. Sore itu, Ujang berkunjung ke rumah pak er-te untuk berpamitan.
“Pak er-te, saya berencana untuk menginap di tempat kerja selama seminggu, karena saya akan kerja lembur.”

“Oh gitu, ya sudah hati-hati di jalan, jaga kesehatan. Kamu masih muda, masa depanmu masih terbuka lebar. Apa pun yang sudah terjadi, hidup mesti terus berjalan.”
‘’Inggih, pak er-te. Pangestunipun.” (Iya pak er-te. Mohon do’anya. Red-) Keduanya bersalaman, sebelum pergi Maman berucap.
“Oh ya, Pak, ibu mana, kok ngak kelihatan?”
“Bu er-te sedang ndak enak badan, Le. Biasa, asmanya kambuh.”

DEEEEERRRR!
Ucapan pak er-te yang lembut, terdengar bagai petir di telingan Maman.
“Bagaimana aku tidak tahu kalau bu er-te memiliki keluhan asma?!” ucap Maman di dalam hati.
“Ada apa, Le? kok malah bengong?” pertanyaan pak er-te menyadarkan Maman dari lamunan
“Ah, eh, ndak ada apa-apa, Pak. Cuma kaget aja, saya tidak tahu kalau bu er-te memiliki keluhan asma.” Jawab Maman gugup.
“Itu sudah lama, Le. Sejak kecil bu er-te sudah memiliki keluhan asma. Biasanya kalau kecapekan atau berfikir terlalu keras pasti kambuh. Sejak Surti dan Ujang meninggal, bu er-te sering kambuh asmanya, Le. Mungkin bu er-te juga merasa sangat kehilangan.”
Mendengar penuturan pak er-te yang panjang lebar, Maman tersenyum kecut, sorot matanya susah diartikan.
Beberapa saat kemudian, Maman berpamitan.
“Baiklah, pak er-te. Saya berangkat dulu, salam buat bu er-te. Semoga lekas membaik.” Ucap Maman, datar. Pak er-te hanya menggangguk, sesungguhnya beliau menyadari perubahan sikap Maman.
“Ada apa dengannya?!” bathin pak er-te bingung, beliau menatap punggung Maman pebuh tanya.

Maman mengepalkan tangannya, giginya gemeretak menahan emosi.

“Mungkinkah bu er-te orangnya?!” bathinya geram.
“Jika benar bu er-te orangnya, pandai sekali bu er-te menutupinya. Bagaimana dia bisa terlihat begitu tulus pada kami?” Maman langsung masuk rumah dan menutup pintu dengan kasar. Kemudian mondar-madir di ruang tamu, jelas sekali Maman gusar.
Beberapa saat kemudian, Maman menghantam meja di ruang tamu dengan kepalan tinjunya.

BRAAAKKK!

Meja pecah seketika, terbelah jadi dua. Wajah Maman masih penuh amarah, tubuhnya masih gemetaran saking marahnya.
Keringat dingin sebesar biji jagung jatuh berhamburan bagai hujan deras, membasahi tubuhnya.
Beberapa saat kemudian, Maman terlihat memacu motor bututnya meninggalkan halaman rumah dengan kecepatan tinggi. Kenalpot motor meraung-raung memecah kesunyian pagi. Pak er-te terlihat mematung di depan rumah, menyaksikan ulah Maman dengan tatapan khawatir.
“Apa yang sedang mengganggunya?!” pak er-te terlihat bingung.

Maman memacu motornya melintasi jalan desa yang terjal, terbanting kesana-kemari karena kondisi jalan yang tidak rata. Orang-orang menatap Maman dengan tatapan aneh---penuh tanya.
Maman yang biasanya santun berubah bar-bar.
Di sebuha sempalan jalan, sebelum Maman masuk aspal jalan utama kecamatan. Maman tetap memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Amarah benar-benar sudah menguasainya, hingga tidak sadar bahwa nyawanya dalam bahaya.
Jalan utama memang sedang sibuk, banyak kendaraan lalu lalang. Maman masuk ke badan jalan tanpa tengok kanan kiri, sebuah mobil jeep menghamtam motor Maman tanpa ampun. Motor Maman berguling-guling beberapa kali, sebelum akhirnya ringsek.
Sementara Maman sendiri terpelanting ke badan jalan.
Suasana menjadi kacau balau, bunyi derit rem dari mobil jeep dan beberapa mobil di bekalngnya melengking, membuat suasana bertambah kacau. Mobil jeep berhenti mendadak. Kecelakaan beruntun tidak dapat dihindarkan. Beberapa mobil di belakang mobil jeep menabrak mobil di depannya.
Pengemudi mobil jeep keluar dari mobilnya, berlari ke arah Maman. Maman masih siuman saat pemilik mobil jeep sampai. Terbata Maman memohon, “mo…mo...hon se...la...mat...kan is...tri, dan... a...nak sa...ya.” Ucapnya memelas. Laki-laki itu menatap bingung pada Maman.
“Istri dan anak?” lantas dia celingukan, matanya memindai ke segala arah.
“Tidak ada siapa-siapa? Meski aku tidak benar-benar yakin, sekilas aku tadi melihat dia berkendara sedirian?!”
“OIII! JANGAN BENGON CEPAT TOLONG DIA!” seseorang berteriak menyadarkan pemilik mobil jeep. Pengendara mobil jeep geragapan lalu segera mengangkat tubuh Maman. Beberapa orang mulai berdatangan membantunya. Setengah berlari membawanya masuk ke dalam mobil.
Beberapa menit kemudian, mobil jeep itu melaju membelah jalan. Beberapa pengendara motor membantunya membuka jalan.
Sesampainya di rumah sakit, Maman langsung digelandang ke ruang penanganan. Dia mengalami cedera serius di bagian kepala. Selain itu kaki kanannya juga mengalami patah serius. Darah merembes dari kepala membasahi kemeja,
sedang dari celananya juga terlihat rembesan darah yang semakin melebar.
Bebera saat kemudian, Dokter keluar dari ruang penanganan, “keluarga bapak Maman?” ucapnya setengah berteriak. Pemilik mobil jeep mendekat.

“Mohon selamatkan dia, Dok.” Ucapnya memohon.

“Bapak keluarganya?” tanya dokter.
“Bukan, Dok. Tapi saya yang bertanggung jawab atas insiden ini.” Dokter tampak berfikir sebentar.

“Dengan bapak siapa? Mohon maaf.” Tanya dokter kemudian.

"Ismail, Dok.”’
“Bapak Ismail, mohon tanda tangani berkas ini, kami akan segera melakukan tindakan operasi untuk cedera kaki dan kepala. Setelah itu silahkan bapak menyelesaikan administrasinya.”

“Baik, Dok.”
Ismail meraih berkas yang diberikan, menandatanginya tanpa berfikir dua kali.
“Terimakasih. Pak.” Dokter mengucapkan terimakasih saat Ismail kembali menyerahkan berkas di tanganya. Kemudian Ismail berpamitan untuk menyelesaikan admistrasi. Saat Ismail kembali,
seorang perawat keluar dari ruang operasi dan menyerahkan kantong plastik.
“Bapak Ismail?”

“Iya suster, saya Ismail.”

“Ini barang-barang bapak Maman ya, Pak.”
Ismail hanya mengangguk, sambil mengambil kantong plastik tersebut, Ismail tidak lupa mengucapkan terimakasih. Ismail mengamati tas kresek di tangan. Matanya fokus pada satu titik. Dompet dan hand phone. Ragu-ragu tangannya meraih dompet dan benda pipih tersebut.
Perlahan, Ismail membuka dompet, “rupanya ini yang membuat dokter mengetahui nama laki-laki itu.” Ucap Ismail, seolah berbicara kepada diri sendiri. Di dalam dompet itu ada KTP atas nama Maman Sudaja, dengan foto laki-laki yang tadi di tabraknya.
Kemudian, Ismail mengembalikan domet itu ke dalam kantong plastik. Sementara benda pipih itu masih dipegang. Memutar-mutar benda pipih itu, seolah sedang menimbang-nimbang. Antara membuka hand phone itu atau mengembalikan ke dalam kantong plastik.
“Ah, nggak sopan juga kalau aku membuka hand phone-nya. Pati banyak hal pribadi di dalamnya.”
Lagi-lagi Ismail berbicara sendiri, detik selanjutnya, dengan ringan tangan Ismail kembali memasukkan hand phone ke dalam kantong plastik.
Lalu meletakkan kantong plastik di samping kursi tunggu miliknya
Ismail menunggu di depan pintu ruang operasi hingga Maman keluar. Tampak gusar dan tidak tenang. Kadang dia berdiri, terkadang duduk, lalu mondar-mondir.
Saat Dokter keluar dari ruang operasi, Ismail menyambutnya.

“Bagaimana, Dok?”

“Syukurlah, Pak. Operasi berjalan lancar. Saudara Maman kondisinya juga stabil.”

“Bagaimana dengan cedera di kepolanya, Dok?”
“Kaki sudah kami rapikan, sudah kami pasang pen. Waktu akan kembali menyatukan tulang-tulang yang patah.”

“Terimakasih. Dok.”

“Sama-sama, Pak.
Dokter berlalu setelah berpamitan, beberapa saat kemudian Maman keluar dari ruang operasi. Matanya masih terpejam, beberapa petugas medis mendorong tempat tidurnya menuju ruang perawatan. Ismail mengekor di belakangnya.
“Bapak tidak perlu khawatir, kondisi beliau stabil. Beliau akan sadar begitu pengaruh bius menghilang.” Ucap suster sebelum pergi. Ismail hanya mengangguk pelan dengan tatapan yang susah diartikan.
“Bagaimana aku tidak khawatir, pagi yang mestinya damai malah berakhir di tempat kayak gini. Menunggui orang yang sama sekali tidak kukenal. Kalau bukan karena rasa tanggung jawab, nggak sudi aku stuct di sini. Emang aku nggak punya kerjaan apa.” Ismail menggerutu di dalam hati.
“Harusnya aku bisa jadi orang jahat, aku biarin aja tadi dia mampus. Nyetir nggak hati-hati, sudah tau masuk jalan utama main nyelonong aja. Emang dia pikir, jalan milik nenek moyangnya. Seenakanya saja, jadinya gini aku yang kena getahnya.” Ismail masih terus menggeretu,
meluahkan kekesalannya.
Dia duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong. Ismail tersentak, saat merasakan tangannya disentuh. Ia hampir meloncat saking kagetnya.

“Maafkan saya, sudah mengagetkan anda.” Ucap Maman sopan.
“Sejak kapan kau siuman?” alih-alih menjawab permohonan maaf dari Maman, Ismail malah mengajukan pertanyaan. Tatapan matanya penuh selidik. Maman berusaha mengukir senyum, canggung.
“Maafkan saya, sudah merepotkan anda. Saya memang kurang hati-hati. Sekali lagi saya mohon maaf.” Ucap Maman, tulus. Ismail kikuk menjawab.
“Sama-sama, saya juga minta maaf. Kau pasti mendengar__,”
“Anda tidak perlu khawatir, semua yang anda katakan benar. Saya yang menyebabkan semua kekacauan ini. Anda juga tidak perlu lagi menunggui saya, saya sudah nggak papa kok.”
“Tapi__,”

“Percayalah, saya bisa sendiri. Toh ada dokter jaga dan perawat yang selalu stand by jika sewaktu-waktu saya butuh sesuatu.” Lagi-lagi Maman memotong kalimat Ismail sebelum Ismail sempat menyelesaikan kalimatnya.
Ismail menatap Maman dengan tatapan canggung, “baiklah,” ucap Ismail kemudian. Sebelum pergi Ismail menyerahkan dua buah kartu. Satu kartu nama dan satunya lagi kartu Atm. Tadinya Maman menolak tapi Ismail memaksa agar Maman menerimanya.
“Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungiku. Jika bosan di tempat tidur, minta suster untuk mengantarmu jalan-jalan. Jika kau tidak suka dengan makanan di rumah sakit ini mintalah suster mengantarmu untuk makan di kantin.
Sepertinya hari ini aku tidak bisa menemanimu, aku akan kembali besok sore sepulang kerja.” Ucap Ismail sebelum pergi. Maman hanya mengangguk, masih dengan tatapan canggung.
“Is...ma...il, C...E...O.” Maman mengeja nama di kartu nama yang diberikan Ismail.

“Beruntung sekali aku bertemu dengan orang sebaik beliau, meski ucapannya sedikit pedas tapi hatinya baik.” Ucap Maman di dalam hati.
“Kenapa aku melihat duka yang dalam dari sorot matanya?! Sepertinya dia baru saja kehilangan orang-orang yang dikasihinya.” Ismail mengibaskan telapak tangan kanannya di depan wajah, seolah berusaha menepis apa yang terlintas di fikiran.
Ismail bergegas menuju parkiran, tapi dia sangat terkejut saat sampai di dekat mobil jeep kesangannnya. Matanya membulat sempurna dengan tatapan tidak percaya.
“F*CK!” Ismail mengumpat keras. Ada bangkai kucing ditaruh diletakkan diatas cap mobil bagian depan. Kucing itu digorok lehernya, darah segar mengalir dari sana. Menetes membasahi cap mobil lalu mengalir jatuh ke lantai parkiran.
“Darah kucing ini masih segar, maknanya kucing ini baru saja diletakkan. Siapa yang sengaja meletakkan bangkai binatang ini?!” wajah Ismail, tegang bercampur bingung.
“Ini hanya orang iseng atau___,” Ismail tidak jadi melanjutkan kalimat saat matanya menatap kaca depan mobil. Ismail terlalu fokus pada bangkai kucing yang ada di atas cap mobil.
Di kaca depan mobilnya tertulis, ‘JANGAN IKUT CAMPUR DENGAN URUSANKU! ATAU KAU AKAN BERNASIB SAMA DENGAN KUCING INI!’ Tulisan itu berwarna merah darah.
Ismail mendekat lalu mencolek salah satu hurup dengan jari telunjuk. Diendusnya jari telunjuk, seolah sedang memastikan sesuatu.
“Seperti dugaanku, hurup-hurup ini ditulis dengan darah kucing ini. Misalnya ini hanya iseng, tapi ini sudah sangat keterlaluan. Membunuh hewan yang tidak bersalah hanya untuk iseng?!”
Ismail bergegas membuka bagasi mobil, mengambil kantong plastik warna hitam dari sana lalu membungkus bangkai kucing dengan kantong plastik tersebut. Kemudian memasukkannya ke dalam bagasi.
Selanjutnya bergegas membuka pintu mobill bagian depan, mengambil tissue lalu membersihkan kaca dan cap mobil. Setelah kaca dan cap mobil bersih, Ismail membuang tissue bekas ke tempat sampah.
Beberapa saat kemudian, Ismail meninggalkan parkiran dengan sejuta tanya. Meski Ismail menyimpulkan hanya ulah orang iseng, sisi hati yang lain menolak.
“Aku tidak merasa ikut campur dengan urusan siapapun. Lagian aku juga nggak suka berada di tengah-tengah urusan orang lain. Atau jangan-jangan mereka salah orang?!” Lagi-lagi Ismail mengibaskan telapak tangan di depan wajah. Berusaha menepis pikiran buruk tentang kejadian tadi.
“Untuk apa aku musingin hal yang nggak penting.” Ucapnya kemudian.

Ismail melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesampainya di bengkel, Ismail melihat asistennya sedang lari tunggag-langang. Dia terpaku menyaksikan tingkah asistenya.
Netranya menatap tak berkedip, penuh tanya.
“Apa yang terjadi dengan Reza?” beberapa detik kemudian,

BRUUUKK!

Reza menabrak tubuhnya, Ismail tetap berdiri tegak sedang Reza jatuh tersungkur. Ismail menatapnya tajam, penuh selidik. Lalu tangannya mengcengkeram krah kemeja milik Reza.
Reza semakin ketakutan menyadari Ismail yang mencengkeram kemejanya. Gemetaran jari telunjuknya menunjuk ke satu arah. Netra Ismail mengikuti arah jari telunjuk Reza.
Lagi-lagi Ismail menerima kejutan yang tak terduga. Kantornya telah hancur, tinggal lantai dan atap saja. Seluruh dindingnya telah hancur, meninggalkan kepingan yang berserakan di lantai.

Tanpa sadar Ismail melepaskan cengkraman.

BRUUUKK!
Tubub Reza jatuh ke tanah, dia meringis kesakitan. Sementara kaki Ismail melangkah perlahan mendekat ke arah kantor, kakinya langsung lemas bagai tak bertulang saat menyadari sesutu yang lebih buruk terpampang di hadapan.
Tiga orang pegawainya yang lain tergantung terbalik, kaki mereka terikat pada tali. Masing-masing tali itu di ikat di salah satu kayu penyangga atap.
Darah menetes dari tubuh mereka lalu jatuh perlahan membasahi lantai.
________________________

TO BE CONTINUE
saya akan usahakan up malam rabo ya, kalau nggak bisa berarti kita ketemu malam sabtu dan malam minggu.
yang nggak sabar nunggu lanjutan bisa baca duluan di karya karsa, ini linknya:
karyakarsa.com/Karenina/tumba…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Nasura2101

Nasura2101 Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @nasura2101

May 13
A TREAD
@bacahorror #bacahorror @ceritaht @IMatsirat
@C_P_Mistis @P_C_HORROR @IDN_Horor

KESURUPAN MASAL Image
Hi, sesuai janjiku kita bakal uploud tiap hari ya, doain idenya ngalir terus. Buat yang sudah ngedukung Nay di karya karsa makasih banyak, terimakasih juga tipsnya, tak dungakno rizqimu lancar terus. Amiiin...

maaf agak telat, biasa wong njenenge nyambi 😊🙏
Di sebuah kampung dekat hutan di lereng K*m*T*r 2011

Sore itu Kareen membawa ayahnya ke sebuah kampung di pinggir hutan, kampung itu memang berada di jalan protokol yang menghubungkan kota Surabaya dan Bali tapi kampung itu berada di pinggir hutan.
Read 153 tweets
Apr 26
A TREAD HORROR
@bacahorror #bacahorror @ceritaht #ceritahoror
@C_P_Mistis @P_C_HORROR

HILANG 3 TAHUN DI PANTAI SELATAN
@Kramat_satu Image
Kisah terjadi 27 tahun yang lalu.
"Lapor komandan! seorang pemuda hilang terseret ombak di pantai selatan," Dirjo yang menjadi anggota tim Sar di wilayahnya memberi laporan kepada komandannya.
"Siap meluncur dengan segenap pasukan!" balas Komandan tegas, tak berselang lama beberapa orang anggota tim SAR telah diterjunkan untuk mencari pemuda yang hilang tersebut.
________________
Read 167 tweets
Mar 17
A TREAD HORROR BASE ON TRUE STORY

BUNGA CALON PENGANTIN
ijin tag, @bacahorror @ceritaht @C_P_Mistis
@P_C_HORROR @IDN_Horor @bacahorror_id
@Penikmathorror @threadhororr #bacahorror #penikmathorror #ceritahorror #threadhorror
@Imatsirat @Wisanggeni2023 Image
"NGANTI ILUH GETIH AKU ORA SUDI NOMPO AWAKMU."

(Sampai Airmata darah aku tidak sudi menerima dirimu)
Kata-kata itu terlontar dari bibir lelaki yang berdiri di depan seorang gadis bergamis memakai jilbab yang sedang menangis histeris. Sebagian orang mendekat untuk sekedar penasaran ingin tahu permasalahannya.
Read 110 tweets
Mar 15
A TREAD HORROR BASE ON TRUE STORY

KISAH MENGERIKAN DIMBALIK HUJAN MANDANG
ijin tag, @bacahorror @ceritaht
@C_P_Mistis @P_C_HORROR @IDN_Horor
@bacahorror_id @Penikmathorror @threadhororr
#bacahorror #penikmathorror #ceritahorror #threadhorror @Imatsirat @Wisanggeni2023 Image
Barito 1960
Dapat penulis ceritakan bahwa Sindai merupakan seorang perempuan cantik yang akan segera menikah dengan seorang pria dari kampung lain, akan tetapi kebiasaan Sindai adalah setiap pagi berangkat menyadap karet di belakang rumahnya.
Pagi itu ibunya berkata, “Sindai kamu mau kemana, kamu tidak boleh berangkat menyadap getah hari ini, pantangan, besok kamu akan melangsungkan pernikahan!”ucap sang ibu, tapi Sindai bersikeras berangkat menyadap karet dan berkata kepada ibunya “perkawinannya kan besok bu,
Read 95 tweets
Jan 15
TITIAN RAPUH
Mengharap temu atas jiwa raga dan sukmamu dalam satu ruang waktu.

A TREAD BAB 01 PUPUS

Ijin tag,@IMatsirat @kruwik_1209 @ptriaprl84
@PuisiTerkini @hahahaditha @chikodunia @KeanuMam @NaraRara21 @erwinhartawan44
@wiwitpuji56 @peppychristian1 @NaraRara17
@ArifKakung Image
DISCLAIMER: Tempat kejadian dan nama tokoh kami samarkan, alur dan narasi cerita juga kami buat sesuai keperluan penulisan. Dengan ijin Gusti Pengeran dan ijin nara sumber akhirnya saya diberi keberanian serta keluasan hati dan fikiran untuk menulis kisah ini.
Mohon bijak menyikapi kisah ini, karena tujuan menulis hanya untuk menghibur, semoga ada pelajaran yang bisa dipetik. Selamat membaca!

ijin tag:@AiraNtieReal @benbela @iamjayasastra @Uswatun48203921 @creepylogy_ @RDjafis @Fatkhun_elf @karyakarsa_id @Rmurtianto80 @netrasandekala
Read 36 tweets
Dec 3, 2023
BISMILLAH...

A Tread Dark Romance

SERIBU KALI PATAH HATI BAB 12 BIMA

@bacahorror #bacahorror @ceritaht
@P_C_HORROR @C_P_Mistis @benbela
@IMatsirat @netrasandekala @Long77785509
@creepylogy_ Image
yang belum baca part sebelumnya berikut linknya,

BAB 01-09
Read 55 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(