Perasaan baru aja sembuh batuk-pilek setelah 2 minggu. Kok udah sakit lagi? Udah gitu nular ke kakak/adiknya, dan nular ke ayah-ibunya pula. Wajarkah selesma tiap bulan pada anak? Sebuah utas
Saya mungkin harus bilang: 80-90% anak saat ini terkena batuk-pilek alias selesma (common cold). Ingat ya, common cold, berbeda dengan influenza (sudah pernah dibahas sebelumnya). Berhubung saya dokter anak, ketemunya tiap hari dengan pasien anak, mayoritas kena selesma. Kenapa?
Selamat datang di masa ketika pandemi COVID sudah melandai kasusnya. Alhamdulillah. Interaksi antar manusia kembali seperti sebelum pandemi. Bertemu satu sama lain, sudah jarang menggunakan masker. Satu anak batuk-pilek, segera menular ke yang lain dalam hitungan jam/hari.
Antar anak di rumah. Antar siswa di sekolah. Antar keluarga ketika berkunjung ke rumah yang lainnya. Di tempat publik seperti mal, dll. Orang dewasa pun ikut tertular, dan bisa KEMBALI menularkan ke orang-orang lain di sekitarnya. Sakitnya ringan. Akibat virus. Sembuh sendiri.
Tidak ada obat khusus yang harus dikonsumsi. Tidak perlu antivirus, obat so-called batuk pilek, suplemen khusus, apalagi terapi inhalasi (kalau tidak ada serangan asma). Sudah dibahas di sini
dan beberapa "resep" yang pernah saya share. Sakit berapa lama?
Satu orang batuk-pilek bisa sampai 14 hari, lalu sembuh sendiri. Diberikan yang namanya "obat batuk pilek" (yg sebenarnya kagak ngaruh dan nggak perlu) pun tidak mempercepat sembuh. Nah, anak balita bisa berulang kalau tertular bolak balik, dan bisa tiap bulan! Wajar ternyata.
Ada yang "protes": anak batpil tiap bulan "didiemin" aja? Bukankah ada yang bermasalah dengan sistem imunnya? Kembalikan saja ke fakta ilmiah. Inilah kenapa namanya COMMON cold. Memang common. Bisa tiap bulan, dan wajar, pada anak dengan sistem imun baik-baik saja. Tidak heran.
Berbeda dengan orang dewasa seperti kita. Lebih jarang. Meskipun orangtua yang punya anak balita lebih sering tertular dari putra-putrinya. Tidak ada suplemen khusus yang perlu diberikan untuk mencegahnya. Yang penting: hentikan penularan. Sama halnya dengan prokes Covid-19
Ketika pandemi tahun lalu, mayoritas orang berada di rumah, mengurangi interaksi dengan orang di luar, mengenakan masker di mana-mana, jarang sekali anak-anak mengalami batuk-pilek selesma. Kecil kesempatan bagi virus penyebab common cold untuk menyebar. Beda halnya sekarang.
Pastinya nggak pengen dong, masa tiap bulan kena batpil 🥲 Berat badan turun, muntah tiap batuk, susah tidur karena hidung tersumbat. Obatnya cuma #sabardangendong. Hehe. I've been there when my children were toddlers. Itulah kenapa saya bisa menulis ini.
Maka sebagai dokter spesialis anak yang tiap hari menghadapi anak-anak dengan common cold (selesma ngapain ke dokter? 😅 Di rumah aja), dan ayah dari 3 anak yang pernah menghadapi anak-anaknya batpil berulang ketika balita, bisa menyimpulkan dari dulu sampai sekarang sama saja.
Common cold tetaplah akibat virus yang tidak perlu antibiotik dan obat khusus. Yang penting paham kapan harus ke dokter, yaitu ketika terjadi kegawatdaruratan semacam pneumonia
Hampir tiap hari dapat kasus ini di rawat jalan. Nge-share di IG dan FB ternyata memang lagi wabah. Penyakit tangan-kaki-mulut alias HFMD pada anak, yang sering disebut flu Singapur (penamaan yg ada alasan historis, tapi TIDAK tepat, karena BUKAN flu virusnya). Apa itu? -a thread
HFMD kepanjangannya hand, foot, and mouth disease. Meskipun hanya tiga tempat yang disebutkan, kelainan kulit yang timbul bisa terlihat sampai ke selangkangan dan bagian tubuh lain (siku, lutut, bahkan sekitar tengkuk). Umumnya ringan dan sembuh sendiri. Nggak perlu obat.
Penyebabnya infeksi virus keluarga Enterovirus. Tersering Coxsackie virus. infeksi virus pastinya TIDAK butuh antibiotik. HFMD sembuh sendiri, TANPA perlu antivirus atau apapun itu namanya. Virus menyebar lewat bersin, percikan ludah, atau tangan yg menyentuh objek terkontaminasi
Kalo ini saya tidak bahas "hepatitis akut misterius" (acute hepatitis of unknown aetiology) karena sudah banyak dibahas oleh akun lainnya. Tapi saya melihat DAMPAK pemberitaan, khususnya bagi orangtua, yang menjadikan sebagian mereka panik. Padahal TIDAK PERLU panik. This is why:
Media memberitakannya. Berbagai akun edukasi informasi kesehatan juga. Laporan Kemenkes awal pekan lalu, untungnya belum bertambah kasusnya. Jangan sampai. WHO menetapkan kewaspadaan dini. Penyebabnya belum jelas. Kasusnya semoga tidak bertambah. Tapi sebagian keburu panik.
Pesan yang ingin disampaikan adalah kewaspadaan dini. Mengenali kapan harus membawa anak ke dokter, dan tetap MEMPRAKTIKKAN perilaku hidup sehat di manapun dan kapanpun, ada/tidak ada kasus ini. Tetap tenang, tetapi tidak abai! Konsisten dalam protokol kesehatan yang sudah biasa.
Di tengah kehebohan pemberitaan media tentang hepatitis akut, ada yang hampir tiap hari kami jumpai di depan mata selama musim liburan: anak-anak yang kambuh serangan asma sampai dibawa ke IGD. Apa yang harus dilakukan? Perlu punya alat nebulizer? Ternyata tidak. Pahami yuk -Utas
Asma pada anak kadang butuh waktu untuk dipastikan diagnosisnya: asma atau bukan? Anak yang hipersensitif saluran napas bawahnya (bronkus) sehingga mudah menyempit dan meradang, menimbulkan batuk-sesak-mengi/wheezing, itulah asma. Tidak overdiagnosis maupun underdiagnosis
Orangtua ragu anaknya asma/bukan, tetapi dokter belum pastikan diagnosis? Tegaskan saja. Tanya: Dok, anak saya asma atau bukan? TIDAK berhenti di sini. Kalau asma, lanjut: apakah asma intermiten atau persisten? Klasifikasi menentukan terapi. Supaya asma BISA dikendalikan.
Udah lama nggak nge-tweet. Mumpung April belum berakhir, sebagai "autism awareness month", saya mau share sedikit tentang #autism. Tepatnya autism spectrum disorder (ASD). Supaya semua orangtua paham, kapan curiga anaknya mengalami ASD?
Tidak jarang kami mendapatkan anak-anak dengan ASD datang pada usia > 2 tahun. Padahal orangtuanya sudah mulai mencurigai keterlambatan perkembangan bahasa dan interaksi sosial pada anaknya sebelum usia tersebut. Berikut 3 kriteria yang memudahkan seorang anak dicurigai ASD.
Kapan curiga seorang anak mengalami gangguan komunikasi? Gunakan BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) sebagai pedoman. Tidak hanya digunakan untuk memantau pertumbuhan dengan mengisi grafik pertumbuhan, buku ini lengkap memberikan panduan stimulasi perkembangan dan pemantauannya.
Berhubung masih musim batuk-pilek, kita bahas lagi ya.
Apa warna ingus? Awalnya bening dan encer, trus jadi kental kuning atau ijo. Rasanya? Asin kan.. 😋 Perlu antibiotik? No, no, no! Memangnya ingus kental kuning-hijau karena infeksi bakteri? Ini penjelasannya..
Sebuah utas.
Prinsipnya: antibiotik untuk infeksi bakteri. Antibiotik BUKAN untuk infeksi virus. Ketika anak mengalami selesma (common cold), atau mungkin flu (influenza) yang bergejala batuk, pilek, dengan/tanpa demam, maka penyebabnya adalah infeksi virus. Jadi, apa DIAGNOSISnya? Paham ya.
Ini penjelasannya. Kembali ke diagnosis. Meskipun ingus berubah warna dan mengental, tetap saja common cold atau mungkin influenza yang penyebabnya adalah virus. Ada memang keterlibatan bakteri. Tetapi BAKTERI BAIK penghuni saluran napas kita. Tidak buat sakit. Jangan dibunuh.
Berhubung udah musimnya, saya ucapkan "Selamat Datang!" Satu bocah kena, nular batuk-pileknya ke bocah lain, trus pindah ke emak-bapaknya, trus aja sampai semua akhirnya sembuh sendiri. Iya, sembuh sendiri! Selesma alias common cold akibat infeksi virus. Nggak perlu minum obat.
Ketika ingus keluar, alias pilek, bilangnya flu. Padahal flu singkatan dari influenza, penyakit akibat virus influenza A/B. Batuk pilek plus demam yang sering dialami anak dan menular ke dewasa, lebih tepat terminologinya adalah SELESMA (common cold). Sakit ringan, sembuh sendiri
Apa beda selesma dengan influenza? Virusnya beda, gejalanya mayoritas sama. Sama-sama infeksi VIRUS, NGGAK PERLU antibiotik, dan sebenarnya nggak perlu minum obat. Kalaupun ada demam, obat pereda gelala seperti parasetamol hanya diberikan ketika tubuh tidak terasa nyaman saja