Sebagian saudara kita memang gemar sekali mengutip riwayat seolah Nabi itu suka emosian, pemarah dan gemar melaknat. Mereka hendak mencari pembenaran terhadap kelakuan buruk mereka lantas dinisbatkan kepada Nabi. Na’udzubillah.
Nabi Muhammad Saw itu ma’shum dan dijaga Allah. Itu sebabnya Allah mendidik Nabi langsung dengan pengajaranNya berupa ayat al-Quran. Maka akan berbahaya kalau kita memotong riwayat hadits dan tidak menjelaskan pandangan ulama tentang hadits itu, dan langsung menyimpulkan sendiri.
... jika ingin mendoakan kecelakaan kepada seseorang atau berdoa keselamatan kepada seseorang beliau selalu qunut setelah rukuk." Kemudian ia berkata; "Jika beliau mengucapkan: "SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH, " beliau berdoa: "Wahai Rabb kami bagi-Mu segala pujian, ...
... Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, salamah bin Hisyam, dan 'Ayyasy bin Abu Rabi'ah. Ya Allah keraskanlah hukuman-Mu atas Mudlar, dan timpakanlah kepada mereka tahun-tahun paceklik sebagaimana tahun-tahun pada masa Yusuf." -beliau mengeraskan bacaan tersebut, ...
... - beliau juga membaca pada sebagian shalat yang lainnya, beliau membaca pada shalat subuh: "Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan dari penduduk arab." Sampai akhirnya Allah Azza Wa Jalla mewahyukan kepada beliau: ...
........
... "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim (Ali Imran: 128)."
Ada beberapa riwayat berbeda ttg turunnya QS. Ali Imran:128 ini. Ada yg bilang turun pada peristiwa perang uhud. Ada pula riwayat spt di atas yg turun dalam peristiwa bi’r ma’unah. Ibn Hajar dalam Fathul Bari dan Tafsir as-Sa’di menjelaskan mengenai perbedaan asbabun nuzul ini...
... bahwa ayat di atas bisa turun berkenaan dengan semua kisah itu karena mungkin turunnya tidak segera, dan antara masing-masing kisah tidak berjauhan terjadinya sehingga mencakup semua itu.
Intinya ayat di atas menjelaskan bahwa kewajiban Nabi Muhammad hanyalah menyampaikan, membimbing manusia dan memberitahukan hal yang bermaslahat bagi mereka. Adapun masalah nasib mereka kelak itu adalah urusan Allah, oleh karena itu, bersabarlah.
Jika hikmah (kebijaksanaan) Allah dan rahmat-Nya menghendaki, bisa saja Dia menerima tobat mereka dan menjadikan mereka masuk Islam, dan jika hikmah-Nya menghendaki, bisa saja membiarkan mereka di atas kekafiran sehingga mereka akan mendapat siksa.
Hal ini menunjukkan keadilan Allah dan kebijaksanaan-Nya, di mana Dia meletakkan hukuman pada tempatnya, Dia tidak menzalimi hamba-Nya, tetapi hamba itulah yang menzalimi dirinya sendiri.
Setelah turunnya ayat ini, menurut para ulama tafsir, Nabi tidak sekalipun mengutuk seseorang dan tidak pula mendoakan yang buruk.
Bahkan ketika ada yang mengusulkan agar beliau mendoakan kebinasaan seseorang atau sekelompok, beliau menjawab: “Saya tidak diutus untuk menjadi pengutuk, tetapi saya diutus mengajak dan membawa rahmat.” (Sahih Muslim)
Demikian penjelasan singkat soal hadits dan ayat di atas. Sekali lagi, berbahaya kalau kita memotong riwayat Hadits dan tidak memahami konteksnya secara utuh.
Tabik,
GNH
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Habib Ahmad bin Novel bin Salim Bin Jindan dlm salah satu ceramahnya di Istana Negara, menegaskan keharusan seorang muslim u/ menampilkan akhlak yg baik dgn bertutur kata sopan, tidak mengandung unsur cacian atau makian kepada sesama umat muslim maupun umat agama lain.
Cara santun seperti itu merupakan ciri seorang muslim sebagaimana telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam setiap dakwahnya.
Seorang Habib yang dikenal karena keramahannya itu mengisahkan, ketika Nabi dalam keadaan berperang dan banyak sahabat yang terbunuh, ...
... banyak sahabat yang bersikeras untuk mencaci dan mengutuk kaum kafir yang telah memerangi umat Islam. Namun demikian, Nabi melarangnya, dan mengatakan bahwa tujuan Nabi diutus ke dunia bukan sebagai pencaci maki atau pelaknat, melainkan sebagai penebar kasih sayang.
Orang-orang yang sedang berangkat menuju Baitullah, tentu
menyadari bahwa ia sedang berjalan menuju akhiratnya.
Perumpamaannya seperti orang yang sedang mendekati
sakaratul maut, ia akan memanggil orang-orang yang dicintainya
dan mengucapkan salam perpisahan padanya.
Sebelum berangkat Haji, ia melakukan hal yang sama, berpamitan
dengan keluarga, meninggalkan pekerjaan dan harta benda, serta
pangkat dan jabatan. Ia hanya berbekal kain putih yang melilit
tubuhnya.
#JumatBerkah #Repost
✍Gus @na_dirs
Gestur santri ketika menghadap para Kiai itu lebih powerfull dari sekian kata-kata. Kepala ditundukkan, badan membungkuk, pandangan ke bawah tak berani mengangkat wajah dan diam menyimak nasehat, atau bahkan teguran, para Kiai.
Tak ada perdebatan. Tak ada suara meninggi. Tak ada kata-kata merendahkan apalagi mencemooh. Semuanya dilandasi kasih sayang. Para Kiai adalah guru dan sekaligus orang tua kita.
Anda boleh seorang penceramah terkenal, atau seorang guru besar sekalipun, atau pengusaha dan penguasa, namun saat sowan kepada para masyayikh, gestur anda menunjukkan siapa jati diri sebenarnya.
..."jika doamu belum di ijabah.." Amirul Mu'minin Imam Ali karamallahuwajhah bilang: "lantaran tiga hal yang terjadi, a.- terhapusnya dosa²mu,
dihindarkannya keburukan dan dicepatkan nya kebaikan kebaikan yang laen untuk mu.." (hikmah Nahjul Balagah).
Doa; juga tentang kesadaran yang sangat mendasar betapa rapuh dan tergantungnya kita s'bagai hamba kepada Tuhan yang Maha Kuasa itu, doa adalah tentang kebutuhan kita untuk sebuah komunikasi dan interaksi yang intensif dengan-Nya
Dan doa adalah suara suara pintu-Nya
yang kita ketuk dengan bersimpuh penuh harap dan tangisan,
....
"Kadang Aku tangguhkan doa dari hamba-hamba-Ku,...
Aku biarkan dia s'perti itu sebab, suka mendengar s'gala jerit pilu jiwanya..."
(Hadist Qudsi)
Umumnya "belum berhaji" dikesankan belum mapan atau tidak relijius. Akibatnya, bagi sebagian melaksanakan haji merupakan kebutuhan menghapus kesan itu demi kepentingan politik atau keleluasaan sosial.
Ketika menganggap haji sebagai kebutuhan, maka rela mengeluarkan dana besar, bahkan tanpa kecermatan dan kewaspadaan terhadap potensi pemerasan, penipuan dan eksploitasi.
Padahal haji bukan kebutuhan tapi kewajiban dengan sejumlah syarat, termasuk kesempatan. Bila tak dapat antrian, syarat kewajiban melaksanakan haji belum terpenuhi.
Bulan Desember lalu saya bertemu dengan Prof. Dr. H. Syahrin Harahap
di Sydney. Guru besar UIN Sumatera Utara itu langsung ngobrol akrab dengan saya begitu diberitahu oleh yang lain siapa Abah saya, Prof. Syahrin ...
....
... kemudian bercerita saat mengambil kuliah pasca di IAIN Jakarta (sebelum jadi UIN). Kebetulan rumah dinas Abah saya memang persis berada di depan gedung pasca sarjana.
Prof. Syahrin mengenang obrolan dengan Abah akan dua hal. Pertama, salah satu rahasia mengapa haji itu hanya wajib sekali, itu agar kita bisa belajar melaksanakan substansi ibadah haji dalam ibadah yang lainnya, saat shalat, zakat dan puasa.