Restu Wiraatmadja Profile picture
Oct 16, 2022 119 tweets 13 min read Read on X
Update santai ya, hehe.
Ramein dulu yok😁🙏
Part 1 bakal di awali oleh kematian korban pertama, ya. Sabar ... Image
Jam brp nih?
Bismillah ...
Saya awali thread baru ini dengan memohon perlindungan dari Tuhan. Semoga segala sesuatunya dilindungi oleh-Nya. Aamiin.
''KEMATIAN BAGAIKAN BERNAFAS DALAM KEHIDUPAN NAMUN TERIKAT DALAM PENDERITAAN.''
Berawal dari kisah seorang wanita yang hidup di salah satu desa di daerah Pekalongan, jawa tengah.
Dia merupakan seorang pedagang jalanan yang memiliki warung di pinggiran tempat di jalanan pantai utara (Pantura)
Namanya Bi Darsih. Dia adalah seorang wanita yang hidup bersama dengan dua anaknya dan mertua laki-lakinya. Suami dari Bi Darsih meninggal dunia karena sakit jantung
Kini, mereka berempat hidup di sebuah rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan jalanan di Pantura (Pantai Utara).
Bi Darsih biasa berangkat menuju ke warungnya pada pagi hari. Setelah memasak makanan untuk kedua anaknya dan juga mertuanya, bi darsih akan pergi ke warungnya lewat pintu depan rumahnya.
‘’Dik! Dika! Mengko janganan dinget, yo?’’
(Dik! Dika! Nanti sayuran dipanasin, ya?) Ucap Bi Darsih kepada Dika

‘’Nggeh, mae.’’
Dika adalah anak laki-laki satu-satunya. Dia juga anak yang paling bungsu dan dipercaya oleh Bi Darsih untuk menjaga rumah jika dirinya harus pergi ke warung.
Semenjak kematian Ayahnya, dika menjadi sosok anak yang sangat penurut. Dia juga kadang membantu ibunya untuk menjaga warung jika Bi Darsih sedang tidak enak badan.
Anak pertama dari Bi Darsih bernama Nanda. Dia sudah bekerja di salah satu pabrik yang ada di Pekalongan. Setiap pagi, nanda harus pergi ke pabrik. Namun, itu juga tergantung dengan shift yang ia dapatkan.
Kebetulan, hari ini Mbak Nanda akan berangkat pagi. Jadi, dia juga akan meninggalkan Dika di rumah sendirian.
‘’Dik! Jogo simbah, yo? Aku manjing esuk.’’
(Dik! Jaga kakek, ya? Aku masuk pagi.) Ucap Mbak Nanda kepada Dika

‘’Loh, mbak? Ora arep mangan ndisit?’’
(Loh, mbak? Gak mau makan dulu?) Tanya Dika
‘’Mengko awakku mangan nang kantin wae. Ojo klalen, jangane dinget. Mben ora mambu.’’
(Nanti aku makan di kantin aja. Jangan lupa, sayurnya dipanasin. Supaya gak bau.)
Dika hanya mengangguk paham. Ia pun menyalami tangan Mbaknya.
‘’Hati-hati yo, mbak.’’
‘’Iyo. Jogo umah yo?’’
‘’Iyo, mbak.’’
Bi Darsih dan juga Mbak Nanda sudah pergi. Kini, hanya tersisa Dika dan juga kakeknya yang berada di rumah. Biasanya, dika akan mengajak Kakeknya untuk makan bersama setelah dirinya memanasi sayur buatan ibunya.
Dika pun melangkahkan kakinya menuju kamar Kakeknya. Namun, saat dirinya sudah tiba di kamar Kakeknya, dika mendengar suara aneh yang berasal dari dalam kamar Kakeknya.

‘’DAAAAA-RRR-SIHHHHHH.’’
Dika merasa heran, mengapa Kakeknya ini memanggil nama Ibunya dengan suara dan nada yang begitu mengerikan. Tidak seperti biasanya, kakeknya ini memanggil nama Ibunya dengan suara yang aneh seperti orang marah.
‘’Mbah? Arep mangan, po?’’
(Kek? Mau makan, tah?) Tanya Dika

Tidak berselang lama, kakeknya tertawa terbahak-bahak seperti orang yang sedang kesurupan. Dika pun langsung membuka pintunya dan ingin mengetahui, apa yang sebenarnya terjadi kepada Kakeknya itu.
‘’Mbah? Nang opo?’’
(Mbah? Ada apa?)

Akan tetapi, saat Dika membuka kamar Kakeknya, ia terkejut saat melihat Kakeknya sedang tertidur di kasur. Melihat cucunya membukakan pintu kamarnya sembari berteriak, sang kakek pun merasa terkejut.
‘’Ono opo, nang?’’
(Ada apa, nak?) Tanya Kakek Dika

‘’Mbah? Aku wau ngrungu suara aneh. Simbah nimbali Mak-e?’’
(Kek? Aku tadi ngedenger suara aneh. Kakek manggil Ibu?) Tanya Dika
Sang kakek langsung bangkit dari tempat tidurnya. Ia pun kemudian berjalan ke arah Dika dan hanya melewatinya saja. Akan tetapi, hal yang aneh pun dirasakan oleh Dika saat itu. Ia merasa, jika yang baru saja lewat bukanlah seperti Kakeknya yang ia kenal.
‘’Mbah? Kok aku nakon ora dijawab?’’
(Kek? Kok aku tanya tidak dijawab?)
Sang kakek berhenti. Ia kemudian membalikkan tubuhnya ke arah Dika sembari mengatakan sesuatu kepadanya,
‘’Aku arep mangan, nang.’’
(Aku mau makan, nak.)
Dika bernafas lega. Ternyata, itu hanya pikiran buruknya saja yang menghampiri pikiran dan hatinya. Dika kira, kakeknya benar-benar kesurupan karena memiliki nada suara dan sifat yang sangat berbeda seperti Kakeknya yang dulu ia kenal.
Dika pun langsung mengantarkan Kakeknya ke tempat meja makan. Ia kemudian makan bersama dengan Kakeknya sembari bercerita banyak hal. Dan nyatanya, kakek dari Dika ini masih normal seutuhnya karena masih bisa menanggapi apa yang Dika ceritakan saat itu.
Sore harinya, bi darsih pulang ke rumah. Seperti biasa, ia pulang melewati sebuah pabrik tua yang berada di pinggiran jalan pantura.
Sawah-sawah yang membentang luas dan jalanan yang sudah berlubang membuat Bi Darsih harus berhati-hati saat membawakan barang-barang dagangannya menggunakan sepeda miliknya.
Biasanya, di jam segini, jalanan menuju rumahnya sudah sangat sepi. Banyak warga yang memilih untuk tidak keluar ketika waktu maghrib ingin tiba. Ia juga merasa, jika hari itu jalanan benar-benar sepi.
Tidak ada satu pun warga desa yang keluar, baik menggunakan motor ataupun berjalan kaki.
Sembari menengok ke arah kanan kiri jalanan, bi darsih melihat ada sesuatu yang bergerak-gerak dari atas pohon mangga. Karena saat itu penerangan belum terlalu jelas, ketika Bi Darsih melewati pohon mangga itu, ia hanya berpikiran,
bahwa di pohon tersebut terdapat hewan yang sedang bertengger di sana. Bi Darsih tidak memikirkan apapun terkait hal tersebut.
Sesampainya di rumah, bi darsih melihat pintu depan rumahnya masih terbuka. Ia merasa sangat kesal dengan Dika karena tidak menutup pintu saat waktu sudah ingin memasuki maghrib.
‘’Dik! Dika! Nang opo pintu arep ora ditutup?’’
(Dik! Dika! Kenapa pintu depan tidak ditutup?)
Tidak ada jawaban sama sekali dari Dika. Bahkan, rumahnya tampak sepi seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan yang berada di dalamnya. Bi Darsih pun langsung memasukkan sepedanya ke dalam rumah dan segera menutup pintu depannya.
Tidak ada jawaban sama sekali dari Dika. Bahkan, rumahnya tampak sepi seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan yang berada di dalamnya. Bi Darsih pun langsung memasukkan sepedanya ke dalam rumah dan segera menutup pintu depannya.
Langkah Bi Darsih pun terhenti di sana. Ia kemudian membalikkan badannya dan menempelkan telinganya ke daun pintu seraya berucap,
‘’Pak? Bapak sehat?’’
Tidak ada jawaban sama sekali. Bi Darsih pikir, mertuanya ini memang sedang tidak enak badan sehingga suaranya menjadi seperti itu. Ia pun kemudian meninggalkan kamar mertuanya dan bertolak kembali menuju kamarnya.
Akan tetapi, baru beberapa langkah kakinya berjalan menuju kamarnya, tiba-tiba, suara mengerikan itu terdengar kembali,

‘’DAAARRRSSIHHHH!’’
Bi Darsih segera membalikkan badannya. Ia segera masuk ke kamar mertuanya,

‘’Astaghfirullah! Bapak!”
Wait. istirahat dulu, ya.
Ada tamu soalnya. hehe
Temen-temen kalo mau baca duluan, bisa kunjungi link di bawah ini.

karyakarsa.com/Restuwiraatmad…
Bi Darsih melihat mertuanya telah terjatuh dari tempat tidurnya dengan posisi tubuhnya terlentang di lantai.
Bukan hanya itu saja, kamar mertuanya tidak seperti biasanya. bi darsih seperti merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan kamarnya itu.

‘’Pak. Njoh metu.’’
(Pak. Ayo keluar.)
Bi Darsih membawa mertuanya menuju ke ruang depan. Ia tidak tahu, apa yang sebenarnya terjadi dengan mertuanya sendiri.
Tidak berselang lama, nanda pulang dari kerjanya. Diikuti oleh Dika, mereka pulang secara berbarengan.
‘’Loh, mak? Ono opo?’’
(Loh, mak? Ada apa?) Tanya Nanda
‘’Cepet panggil Kang Rusdi! Ono sing ora beres maring omah iki!’’
(Cepat panggil Kang Rusdi! Ada yang tidak beres dengan rumah ini!) Ucap Bi Darsih
Dika segera memanggil Kang Rusdi. Kang Rusdi adalah pegiat supranatural yang ada di desanya. Ia biasa menyelesaikan masalah-masalah yang di luar nalar seperti santet dan yang lainnya.
Kejadian malam itu memberikan pelajaran bagi Bi Darsih untuk menjaga mertuanya tersebut. Ia tidak habis pikir, mertuanya mengalami hal yang sangat aneh.
‘’Jadi bagaimana, kang? Rumah ini ada penunggunya?’’ Tanya Bi Darsih kepada Kan Rusdi.

Entah apa yang ada di dalam rumah Bi Darsih, namun, terlihat dari wajah Kang Rusdi, ia tampak ketakutan dan tidak sanggup dengan sesuatu yang sudah berada di dalam rumah Bi Darsih tersebut.
‘’Omah iki wes kepati.’’
(Rumah ini sudah diikat.) Jawabnya

‘’Kepati maring opo?’’
(Diikat dengan apa?)

‘’Kijing miring!’’
Bi Darsih tidak paham, apa yang dimaksud dengan Kijing miring tersebut. Dia juga tidak mengerti maksud dari perkataan orang pintar tersebut.
Namun, karena memang ingin tahu secara pasti, bi darsih pun terus menanyakan apa yang dimaksud dengan Kijing Miring kepada Kang Rusdi.

‘’Kang, kijing miring itu apa?’’
Kang Rusdi hanya terdiam. Dia sebenarnya tidak enakan untuk mengatakan hal itu kepada Bi Darsih. Karena, itu akan menjadi tulah bagi dirinya sendiri.
Tulah yang dimaksud di sini adalah serangan boomerang yang bisa kapan saja menyerang orang-orang yang berkaitan dalam kejadian seperti ini.
Misalnya, jika ada seseorang yang berniat untuk membantu, pelaku dari penyerangan ini akan lebih dulu untuk memberikan penyerangan kepada orang tersebut.
Tujuannya sudah jelas. Pelaku dari pengiriman tersebut tidak ingin jika keinginannya untuk menembus ambisi yang diharapkannya telah diganggu dan dihancurkan oleh orang yang membantu targetnya.
Dengan begitu, kang rusdi memang tidak salah jika dirinya tidak memberitahu kepada Bi Darsih. Namun, akan lebih salah jika Kang Rusdi memberitahu hal tersebut namun tidak mampu untuk menyelesaikan kasus ini.
‘’Aku tidak bisa menjawabnya. Aku takut.’’
Jelas Kang Rusdi
‘’Kang. Tapi lihat mertua saya. Hampir tiap hari, dia sering berteriak memanggil nama saya dengan suara yang menyeramkan. Apa Kang Rusdi tidak kasihan dengan keluarga kami? Sebenarnya, apa kesalahan dari keluarga kami, kang?’’
Kang Rusdi menatap tiap kamar yang ada di rumah tersebut. Ia seperti mendapati sesuatu yang sedang memantaunya dari sana.
‘’Mereka yang berasal dari timur adalah perwujudan dari kejahatan yang menjadi satu. Aliran itu akan membawa udara kematian hingga ke tempat yang dilewatinya.
Namun, dalam dunia seperti ini, kebaikan tidak akan ternilai lagi karena tertutup dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mengirim hal seperti ini.’’
Kang Rusdi menutup pertemuan malam itu dengan memberikan beberapa wejangan. Di antara wejangan yang diberikan oleh Bi Darsih adalah:
1.Jangan melewati pintu depan sewaktu ingin berangkat ke warungnya
2.Tutup semua pintu, jendela atau apapun jika sudah memasuki waktu surup.
3.Menaburkan beras kuning tepat di waktu pagi setelah sholat subuh
4.Dan setiap pulang, jangan pernah menyahut sesuatu yang berada di sekitaran jalan.
Nasehat yang diberikan oleh Kang Rusdi pun dijalankan oleh Bi Darsih dan setiap aanak-anaknya.
Kini, mereka semua saling menjaga satu sama lain untuk menghindari hal-hal yang belum jelas terjadi pada keluarganya.
Namun anehnya, tiap menjelang tengah malam, atap rumah Bi Darsih selalu berisik dan mengeluarkan suara-suara aneh di tiap harinya.
Terkadang, bi darsih dan kedua anaknya mendengar suara seperti lemparan batu yang mengenai genteng rumahnya. Takutnya, lemparan batu itu berasal dari warga yang iseng dan memang tidak menyukai keluarga Bi Darsih.
Namun, sewaktu dicek, tidak ada satu pun genteng rumahnya yang bocor atau kedapatan benda asing yang berada di atap rumahnya.
Hari-hari berikutnya, suara yang terdengar dari atap rumah Bi Darsih kembali berubah. Kali ini, bi darsih dan kedua anaknya mendengar suara langkah kaki yang berjalan ke tiap sudut rumah.
Karena menginjak genteng, otomatis, suara tersebut terdengar jelas dan sangat berisik.
Dika diminta oleh Bi Darsih untuk mengecek lagi atap rumahnya. Akan tetapi, sama sekali tidak ada kejanggalan yang berasal dari atap rumah Bi Darsih.
Keanehan-keanehan tersebut semakin menjadi-jadi tatkala mertua dari Bi Darsih mengalami hal yang mengerikan.
Tepatnya saat itu adalah malam jum’at kliwon. Bi Darsih dan kedua anaknya biasa membaca surat yasin di masing-masing kamarnya.
Karena mertuanya sedang sakit, pikir Bi Darsih, mertuanya akan dalam keadaan baik-baik saja dan tidak ada kejanggalan yang terjadi.
Namun, tiba saatnya ketika pintu kamar dari Mertuanya terbuka dengan sendirinya. Suara dari pintu kamar mertuanya terdengar dari kamar Bi Darsih, dika dan juga Nanda.
Mereka bertiga tiba-tiba langsung terdiam dan menghentikan bacaan qur’annya.
Mula-mula, dika memanggil nama kakeknya tersebut dari dalam kamar.
‘’Mbah? Simbah metu karo sopo?’’
(Kek? Kakek keluar sama siapa?)
Namun, tidak ada jawaban sama sekali. Yang mereka dengar dari masing-masing kamar mereka adalah suara kaki yang diseret ke lantai.
‘’SREK! SREK! SREK!’’
‘’SREK! SREK! SREK!’’
Jantung Dika berdegup kencang. Ia merasa ada yang tidak beres dengan kakeknya itu. Pasalnya, kakeknya memang sulit berjalan atau bahkan untuk membuka pintu semenjak kejadian dirinya terjatuh dari ranjang.
Namun untuk sekarang, mengapa dia bisa keluar dari kamar dan berjalan menuju ke arah dapur. Dika mulai tidak tenang. Ia pun lebih dulu untuk segera keluar dari kamar.
Diikuti oleh Bi Darsih dan Nanda, mereka berdua segera meletakkan Al-qur’annya masing-masing ke tempat semula.
Bi Darsih dan juga Nanda melihat Dika yang sudah keluar terlebih dahulu,
‘’Simbah nang ndi, dik?’’
(Kakek dimana, dik?) Tanya Nanda
‘’Aku ra paham, mbak.’’
(Aku tidak paham, mbak) Jawab Dika
Bi Darsih melangkah perlahan meninggalkan keduanya. Ia mendengar sesuatu dari arah dapur. Pikirannya benar-benar tidak mengerti, mengapa perasaannya kali ini merasa tidak enak.
‘’Bu? Ono opo?’’
(Bu? Ada apa?)
‘’Meneng! Krungu pora?’’
(Diam! Denger, gak?) Tanya Bi Darsih
Dika dan Nanda mendengar sesuatu. Mereka seperti mendengar ada seseorang yang sedang menyeret kursi tempat mereka makan yang berada di dapur.
Bi Darsih, dika dan juga Nanda pun melangkah bersama-sama untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sekitaran dapur.
Langkah mereka semakin di percepat taktala dari kejauhan, mereka sudah melihat seseorangg sedang menaiki kursi dan mengaitkan tali ke lehernya.
‘’Mak! Kuwi simbah!’’
(Mak! Itu kakek!) Teriak Dika
Dika dan Nanda segera berlari menuju ke arah kakeknya, namun, belum saja mereka berdua menyentuh tubuh kakeknya, hal yang mengerikan pun terpampang di hadapan mereka.
‘’BRAK!!’’
Tubuh dari laki-laki tua itu sudah dulu mengambang di atas lantai. Lehernya terikat oleh tali tambang yang dibuatnya sendiri. Matanya langsung melotot ke atas. Lidahnya menjulur keluar dari mulutnya.
Masih bisa bergerak, namun tidak berselang lama, tubuhnya mematung dan nafasnya terhenti seketika.
‘’BAPAAKKKKKKKK!’’
‘’SIMBAHHHHHHH!’’
Lelaki tua itu meninggal dunia dengan cara yang mengenaskan. Malam itu, rumah mereka sempat heboh dan ramai dengan kejadian yang paling tragis yang ada di desa.
Para warga mulai berdatangan. Tangis dan haru menyelimuti rumah Bi Darsih. Satu persatu para warga yang ada di desa tersebut memberikan ketegaran kepada Bi Darsih dan juga kedua anaknya.
Mereka tidak menyangka, kejadian ini menimpa kepada keluarganya sendiri. Aksi bunuh diri yang dilakukan oleh mertua Bi Darsih sangat-sangat tidak wajar. Kematiannya seperti digerakkan oleh sesuatu.
Kang Rusdi berada di luaran rumah. Ia tidak ingin masuk ke dalam rumah hanya untuk melihat jasad dari mertua Bi Darsih.
Dia merasa gagal karena tidak bisa membantu warganya yang sedang ditimpa oleh kiriman santet yang sangat mengerikan itu.
Rasuk! Itu adalah rasuk. Sesuatu yang mampu menggerakkan tubuh seseorang tanpa sadar dan akan dilepaskan ketika sudah berhasil mengalami kecelakaan yang mengerikan.
Kasus mertua Bi Darsih ternyata bukanlah kasus yang pertama. Jauh dari sebelum kasus ini terjadi, ada beberapa kasus yang sama yang sering terjadi di desa ini.
Mereka menyebutnya sebagai serangan Kijing Miring. Serangan ini berdasarkan untuk membuat satu keluarga hancur dan mati dalam waktu yang berangsur-angsur.
Hanya saja, kiriman seperti ini belum diketahui pelakunya. Masih terlalu misterius untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat tabu.
Tepat di keesokan harinya, lantunan kalimat tarji’ terdengar di setiap langkah menuju ke area pemakaman.
‘’La ilaha illallah … ‘’
‘’La ilaha illlallah … ‘’
Warga yang memiliki anak yang masih kecil segera memasuki anaknya. Takutnya, mereka terkena sawang (ketempelan) begitu mayit melewati tempat mereka.
Suara tangis Bi Darsih masih terdengar selama perjalanan menuju ke area pemakaman. Dika ikut menggotong tubuh kakeknya yang sudah terbungkus kain kafan di dalam keranda.
Sedangkan Nanda, ia menenangkan Ibunya yang masih bersedih karena melihat kejadian yang membuatnya throma setengah mati.
Sesampainya di tempat pemakaman, warga segera menurunkan sang mayit untuk dimasukkan ke dalam liang lahat.
‘’Alon-alon … ‘’
Kang Rusdi yang kebetulan berada di kerumunan tersebut langsung meminta kepada tukang gali kuburan untuk jangan menguburnya terlebih dahulu.
‘’Ojo dipendem sek!’’
(Jangan dikubur dulu!) Ucap Kang Rusdi
‘’Ono opo, kang?’’
(Ada apa, kang?) Tanya tukang kali kubur
Tanpa basa-basi, kang rusdi segera turun ke liang lahat. Ia segera membacakan do’a khusus dan melepaskan ikat tali pocong yag belum dibuka oleh tukang gali kubur.
‘’Tali poconge urung kebuka.’’
(Tali pocongnya belum terbuka) Jelas Kang Rusdi
Tukang gali kubur itu hanya tersenyum. Kesalahan kecil bisa sangat berakibat fatal. Untungnya, kang rusdi segera turun ke liang lahat untuk melepaskan ikatan tali pocong tersebut.
Namun ternyata, ada satu hal lagi yang ingin dilakuan oleh Kang Rusdi. Ia meminta kepada tukang gali kubur tersebut agar dibuatkan bola-bola yang berasal dari tanah liat.
‘’Aku minta buatkan bola-bola dari tanah liat. Tiga biji saja.’’ Ucap Kang Rusdi
‘’Kangge opo, kang?’’
(Buat apa, kang?) Tanya tukang gali kubur itu
‘’Wes! Ojo kakean cangkem!’’
(Sudah! Jangan kebanyakan ngomong!)
Tukang gali kubur itu segera naik ke atas. Para warga penasaran, mengapa proses penguburan jenazah seperti diperlambat dan diulur-ulur.
Dengan cepat, tukang gali kubur itu segera membuat bola-bola yang berasal dari tanah liat dengan ukuran segenggaman kepalan tangan.
‘’Iki, kang.’’
(Ini, kang)
Kang Rusdi segera mengambil bola-bola dari tanah liat tersebut. Lalu, ia tempatkan ke bagian kaki agar tidak menyentuh langsung ke tanah kuburan.
Selepas melakukan hal tersebut, kang rusdi segera membisiki sesuatu kepada mayat yang sudah disandarkan di liang lahat.
‘’Aku ra weruh sopo sing nglakoni iki maring wargaku. Tapi, yen awakmu ora tobat, kowe bakal kena kirimanmu dewek. Kijing miring kuwi bakal mateni awakmu!’’
(Aku tidak tahu siapa yang melakukan hal ini kepada wargaku. Tapi, jika dirimu tidak tobat, kamu akan terkena kirimanmu sendiri. Kijing miring itu akan membunuhmu!)
Setelah membisiki kalimat tersebut ke mayat mertua Bi Darsih, kang rusdi segera menutup tubuh mayat itu dengan papan. Lalu, ia segera naik ke atas liang lahat dan menyuruh kepada tukang gali kubur tersebut untuk segera mengubur si mayit dengan cepat.
‘’Pendem saiki!’’
(Kubur sekarang!)
Kang Rusdi melihat wajah Bi Darsih, dika dan juga Nanda. Ia merasa kasihan tatkala ketiganya meminta bantuan kepadanya, namun, dia sendiri tidak mampu untuk mengabulkan permintaannya.
Namun kali ini, kang rusdi tidak akan diam. Dia tidak mau, warganya terus-terusan menjadi korban dari pengiriman kijing miring yang dilakukan oleh seseorang yang sama sekali belum diketahui oleh dirinya sendiri!
Part-2
''Pelakunya adalah ... ''
Akan dilanjutkan pada tanggal 25 Oktober 2022.
Bagi yang mau baca duluan, bisa klik link di bawah ini
karyakarsa.com/Restuwiraatmad…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Restu Wiraatmadja

Restu Wiraatmadja Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RestuPa71830152

May 8
KUTUKAN ANAK SETAN

A Thread

“Tiap malam hari, para orang tua melarang anak-anaknya untuk keluar rumah. Jika tidak… Mereka akan menghilang!”

@bacahorror #ceritaserem Image
Bagi yang mau baca selengkapnya, silahkan mampir ke sini

SUMALA menjadi momok menakutkan bagi salah satu desa terpencil di daerah Semarang, Jawa Tengah, semenjak tersebarnya banyak berita akan anak-anak yang menghilang secara misterius.
Read 26 tweets
Feb 24
Ganendra Ratri Part 2

“Kutukan 12 Ningrat”

@bacahorror #bacahorror Image
Read 151 tweets
Feb 16
MAQBAROH

“Tiap kali tangan menengadah ke atas, tetesan darah segar atau bahkan kepala pocong sudah berada di atas sela-sela jari.”

@bacahorror #ceritaserem #kuburan Image
“Wan! Jangan cepet-cepet jalannya!” Ujar Afif saat meminta kepada Ridwan, temannya, untuk tidak buru-buru dalam menjejaki tiap petak tanah kuburan yang di lewatinya
Malam itu, mereka berdua menyelinap ke sebuah pemakaman yang disebut-sebut sebagai makam terangker. Kabarnya, makam itu dijaga belasan pocong dan sosok-sosok lainnya.
Read 86 tweets
Dec 19, 2023
“Seorang wanita dengan rambut kusut dan kering ditemukan hampir
menggantung diri setelah
kedua orang tuanya menganggapnya gila. Padahal, wanita itu terkena… BUHUL RIKMO!”

Apa itu Buhul Rikmo?

@bacahorror #rambutpembawamaut Image
Kasusnya sama seperti yang ini, ya. Mari kita bahas… Image
Upload jam sabaraha nih gaes?
Read 76 tweets
Nov 29, 2023
GANENDRA RATRI (1)
(Babad Keluarga Ningrat)

''Perjalanan baru dimulai''
@bacahorror #bacahorror Image
Rules: PULAU INI MEMILIKI CIRI SIGNIFIKAN SEBAGAI PULAU TERPENCIL YANG DIHUNI BANYAK TAWANAN YANG BERHARGA.
Read 190 tweets
Nov 9, 2023
TUMBAL PERSEMBAHAN

Sebuah kisah tentang seorang anak yang menjadi tumbal persembahan
@bacahorror #bacahorror #malamjum’at
#sengkolo #malamsatusuro #satusuro #pemandimayat Image
Sengkolo diyakini merupakan sebuah energi negatif yang menyelimuti manusia, dan membuat manusia berada dalam kesialan. Orang-orang yang terlahir di weton Sengkolo sering terlibat dengan hal-hal yang tak masuk akal.
Kisah ini merupakan sebuah pengadaptasian sosial terkait dengan salah satu keluarga yang terkena tulah (musibah) akibat melanggar sebuah ketetapan yang sudah turun temurun dilakukan oleh leluhurnya.
Read 96 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(