gil Profile picture
Oct 27, 2022 99 tweets 19 min read Read on X
MULIH - (Bagian 3)

"Nalarku terkoyak, karena sosok yang menyerupai Bapak itu terus saja datang dengan berbagai 'gelagat' janggalnya, akankah semua bisa berakhir?". ~ Sukirman

@bacahorror_id @IDN_Horor @ceritaht @menghorror #bacahorror #idnhorror #ceritaht #menghorror Image
Cerita MULIH sudah tamat di karyakarsa, buat temen-temen yang pengen buru-buru baca, bisa langsung aja ya :))

MULIH - Bagian 3 - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

MULIH - Bagian 4 (Tamat) - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Bagian 1 dan 2 udah up ditwitter ya, buat yang belum baca, bisa baca terlebih dahulu biar nyambung.

Bagian 1 -

Bagian 2 -

Kalau sudah, mari Up secara bertahap ya :))
MULIH - Bagian 3

Hari ke 14 sepeninggal Bapak,

Hari pun berlalu dengan biasa saja, Kabar tentang pulangnya Bapak setelah meninggal & mengobati wanita itu segera cepat tersebar, begitu juga dengan insidenku dirumah tempo hari mendadak menjadi perbincangan seluruh warga desa.
Apakah sudah tak ada gangguan yg aku alami? Sebenarnya tidak juga, hanya saja kini gangguannya tak semenyeramkan dulu ketika aku belum setuju untuk menerima keris itu.

Kini banyak suara tak wajar yg sering ku dengar, seperti langkah kaki, suara nafas, & aroma--
--wangi khas bapak, untungnya sekarang tak ada lagi wujud yg menampakiku.

Hanya saja jujur dari dalam hati sebenarnya aku masih tidak ‘Sreg’ dengan semua ini, masa’ sih aku lulusan terbaik SMA negeri yang ingin kuliah dan jadi sarjana harus jadi ‘Paranormal’?. Salahku--
--juga sih yg dulu memilih untuk menunda kuliahku karena bapak sakit.
“ah jalani saja!!”. Pikirku kala itu. Mungkin ini memang kemauan Bapak.

Pagi itu cuaca sangat dingin. Ibu yg sedang agak tidak enak badan memintaku untuk menghadang tukang sayur yg biasa lewat didepan rumah.
“Iki Nang, mengko nek pak Wignya lewat, tulung tukokno jipang, gleyor karo terong, ibuk pengen njangan lodeh”.

(Ini nak, nanti kalau Pak Wignya lewat, tolong belikan sayur jipang, kacang panjang & terong, ibu pengen masak sayur lodeh). Ucap ibu seraya memberikan uang Rp.1000
.
Sambil membawa secangkir kopi & sebatang rokok yg menyala aku keluar rumah, & duduk diteras menunggu Pak Wignya, Tukang sayur yg akan lewat pukul 06.30 pagi ini.

“Nganggur ngene, soyo suwe bosen yo!!”.

(Nganggur gini, lama-lama bosan ya!!). Batinku diantara hisapan rokokku.
“YORRRR...SAYOOOORR!!!”. Suara Pak Wignya berapa saat kemudian terdengar. Kutengok gerobak dorongnya yg tampak berjalan kearah jalan depan rumahku.

Aku menunggunya hingga sampai depan rumah, kubeli sayur sesuai perintah ibu, hingga ketika aku ingin berbalik masuk kerumahku,--
--seseorang menepuk bahuku.

“Lur...”. Ternyata Naryo, dengan muka lesu seperti semalaman tak tidur.

“Woyy.. Opo? Ndengaren isuk-isuk? Arek tuku gerih?”.

(Woy.. Kenapa? Tumben pagi-pagi? Mau beli ikan asin?”. Tanyaku acak.
“Ora kir!!!, mumet aku mumet!!! Bingung meh crito karo sopo!!”.

(Tidak Kir!!!, pusing aku pusing!!! Bingung mau cerita dengan siapa!!). Katanya sambil merangkul dan agak menyeretku menjauh dari gerombolan ibu-ibu yang tengah memenuhi gerobak Pak Wignya.
“Opo sih!!, njo mlebu wae ning omah karo ngopi!!”.

(Apa sih, ayo masuk aja kedalam sambil ngopi!!). Jawabku yg kini menyeret Naryo berjalan masuk ke dlm rumahku.

“Sek, tak nyelehke iki ning buri, karo tak gawekno kopi!!”.
(sebentar, aku letakkan ini dulu di belakang,--
--sama aku bikinin kopi). Ucapku sambil berjalan ke dapur memberikan sayur itu kepada ibu.

Singkat cerita setelah membuat kopi, aku kembali ke ruang tamu, menemui Naryo yg tampak resah itu.

“Pie Mbel? Ono opo?”.

(Gimana Mbel? Ada apa?). Tanyaku seraya meletakkan--
--segelas kopi panas didepan kawanku itu.

“Leleku Mati kabeh!! Koyone ono sing motas!!”.

(Leleku Mati semua!! Kayaknya ada yg ngasih racun!!). Kata Naryo lemas.

“Lho!!! Tenane? Opo mau bengi ra mbok tunggoni?”.

(Lho, beneran? Apa tidak kamu jaga semalam?). Ucapku.--
--
“Ora!!, aku keturon, lagi tak tiliki mau isuk, iwake wes kemambang kabeh!!, bingung aku, iki nek aku crito ro mbokku, mesti nangis!!, piye iki, wes modalku wae yo isih utang!!”.

(tidak!! Aku ketiduran, baru aku periksa tadi pagi, ikannya sudah mengambang semua,--
--bingung aku, ini kalau ibuku tahu pasti nangis, gimana ini!! Mana modalku masih hutang!!). Kata Naryo memelas.

“Terus, piye iki, kiro-kiro menurutmu sopo iki sing ngracun?”.

(Terus bagaimana ini? Kira-kira menurutmu ulah siapa ini?). Tanyaku. Naryo terdiam sejenak menghela--
--nafasnya & berkata.

“Jelas Solikin iki!!! Kelakuane Solikin!!”.

(Jelas Solikin ini!!! Kelakuannya Solikin!!). Katanya dengan amarah.

“Pak Solikin???Hussshh!!! Ojo ngarani sek kowe!!”.

(Pak Solikin??? Hussshh!!! Jangan menuduh dulu kamu!!). Kataku.
“Sopo meneh? Mung deknen sing ndue blumbang sakliyane aku ning deso iki, terus winginane yo sempet rodo geseh karo aku, perkoro bakul sing meh nebas iwak, mergo ning aku regone luwih murah”.

(Siapa lagi? Cuma dia orang yang punya kolam dikampung ini selain aku, terus kemarin--
--juga sempat “Slek” denganku perkara pedagang yang ingin borong ikan, karena punyaku lebih murah). Ucap Naryo yg semakin yakin.

“Tapi kan, awak dewe durung duwe bukti to, mending saiki kowe omong apik-apik sek wae karo ibumu, mesti ibumu iso ngerti”.--
--
(Tapi kan, kita tidak punya bukti?, mending sekarang kamu bicara saja baik-baik dengan ibumu, pasti ibumu bisa ngerti). Kataku seraya memegang pundaknya.

Tanpa kita berdua tau, ternyata semua pembicaraan antara aku & Naryo didengar oleh ibu yg sedari tadi menguping dibalik--
--buffet ruang tengah.

Tanpa aba2, ibu pun keluar & langsung berkata.

“Husshhhh!!! Ojo seru2 nek ngondo Solikin!! Jam semene de’e sok wara-wiri ning ngarep omah”.

(Husshhh!!! Jangan keras2 kalau ngomongin Solikin, jam segini, dia suka wara-wiri di depan rumah lho). Kata ibu.
Aku dan Naryo terlihat celingak-celinguk yang langsung disuruh masuk oleh ibu untuk sarapan.

“Wes rene, diomongke ning njero karo sarapan!!”.

(Sudah sini!! Dibicarakan didalam sambil sarapan). Kata ibu yang juga mengajak Naryo untuk masuk ke ruang makan.
Kami pun makan bersama, tampak Naryo yg seperti tak selera. & ibu pun mulai membuka percakapan.

“Pak Solikin ki pancen rodo antik kok wonge, iso wae lho, deknen sing nglakoni kui”.

(Pak Solikin itu memang agak antik kok orangnya, bisa juga lho kalau dia yg melakukan itu).
--
--Kata ibu tiba2 membuatku seketika menghentikan makanku.

“Kok iso ngomong ngono sih buk?”.

(Kok bisa bicara seperti itu sih buk?). Tanyaku mengrenyitkan dahi.

“Mosok kowe lali sih sopo sing mbiyen nembak kucing-kucinge awake dewe?”.

Bersambung - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
(Masa’ kamu lupa sih, siapa yang dulu menembak kucing-kucing kita). Kata ibuku.

Disini aku jadi ingat, dulu mungkin sekira 10tahunan yang lalu, aku punya 3 kucing ditembak oleh Pak Solikin gegara dituduh sering mencuri ikan di kolamnya, kebetulan rumahnya hanya selisih satu--
rumah dengan rumahku. Aku ingat betul dulu suatu pagi 3 kucingku terkapar didepan rumah dalam keadaan mati, saat aku hendak berangkat sekolah dan menurut ibu satu-satunya orang yang pernah mengancam dengan senapan angin kepada kucingku adalah beliau,--
--“Pak Solikin”. “Nek nyolongi iwakku tak tembak!!!”.

(Kalau mencuri ikanku akan ku tembak!!). Kata-kata itu yg katanya pernah didengar oleh ibu beberapa hari sebelum kucing2ku mati.

“apa benar Pak Solikin ya, yg meracuni kolam temanku Naryo”. Batinku yg masih mengira-ngira.
Tak lama kemudian ibuku bertanya kepada Naryo, berapa modal ikan untuk menutup kerugiannya, dan setelah Naryo menjawabnya, tanpa diduga ibuku langsung masuk ke kamarnya, mengambil uang dan memberikannya kepada Naryo.
“Iki, gawe tuku bibit!! Tenang wae rausah diganti, Pakmu nek karo Pak Parman kui wes koyo sedulur!!”.

(Ini, untuk beli bibit!! Tenang saja, tak usah diganti, Bapakmu dan Pak Parman (Bapakku) itu sudah seperti saudara). Kata ibuku.
Naryo yang sempat menolak akhirnya menerima pemberian ibu itu setelah sedikit aku bujuk. “Santai!!”. Ucapku kepada Naryo.

Ibu pun memberikan pesan agar Naryo melakukan pengintaian dikolamnya, beliau juga mengijinkan aku untuk ikut, untuk membuktikan siapa pelakunya.
“Wes to!! Mesti Solikin”. Kata ibu yg sepertinya sedikit mempunyai dendam dgn orang itu.

Obrolan dimeja makan itu pun selesai, Naryo pulang dgn penuh kelegaan.

Dan setelah beberes dan sejenak bersantai. Pakde Karjo dan Lik Minto pun datang. “Hah!! Orang ini lagi”. Batinku--
--malas saat mendengar suara mereka memasuki ruang tamu.

“Pie Kir!! Sehat to?”.

(Gimana Kir? Sehat kan?). Sapa Lik Minto ketika masuk diruang tengah.

“Sehat Lik, sarapan Lik”.

(Sehat Paman, sarapan paman?). Jawabku basa-basi.
Sementara Pakde langsung masuk menuju dapur untuk membuat kopi, seperti biasa, akan ada obrolan serius jika Pakde sudah membuat kopi.

Dan benar saja, setelah itu kita semua berkumpul diruang tamu, termasuk ibu yang kini sudah tampak santai menanggapi omongan Pakde dan Paman.
Seperti yang aku duga, topik pembicaraan akan berawal dari misteri kepulangan bapak tempo hari, mendatangi salah satu pasiennya.

“apa benar ya itu bapakku yang sudah meninggal!!”. Batinku diantara obrolan itu yang kini semakin tertuju kepadaku.
Tentang kabar wanita kesurupan itu!!, yang belakangan ini sempat ditengok oleh pakde dan sekarang dalam keadaan sembuh. Menurut Pakde akulah yang menyembuhkan, sementara tidak bagiku, karena memang waktu itu aku tidak melakukan apa-apa.
“Iki soyo jelas, pratondone, pancen kowe sing dipilih!!”.

(ini semakin jelas, pertandanya, kalau kamu yang dipilih). Ucap Pakde saat itu.

“Piye, kowe wes soyo mantep to saiki?”.

(Bagaimana? Kamu sudah semakin yakin kan sekarang?). Kata Pakde lagi.
“Nggih, dimantep-mantepke Pakde”.

(Ya, Mau tak mau harus yakin Pakde). Jwbku yg saat itu memang masih bimbang.

Pakde pun terdiam sejenak & berkata.
“Yowes rapopo, mengko soyo suwe kowe lak kulino”.

(Ya sudah, tidak apa-apa, nanti lama2 km pasti akan terbiasa). Katanya.
Singkat cerita, obrolan pun semakin lama berlanjut dengan topik-topik nostalgia tentang Bapak, kebanyakan adalah obrolan kosong namun terdengar cukup lucu dan menarik, hingga ketika menjelang dzuhur Pakde dan Paman pun pamit pulang.
Tak selang beberapa lama juga, ibu juga ijin pergi keluar, katanya ada dokumen yang harus ditanda tangani di kantor almarhum bapak.

“opo kudu saiki buk? Jare awake lagi ra penak?”.

(Apa harus sekarang buk? Katanya badannya lagi tidak enak?). Tanyaku ketika ibu hendak pergi.
“Wes penak kok, lagian ben lek rampung urusane”.

(Sudah enakkan kok, lagian biar semuanya lekas selesai). Jawab ibu seraya beranjak pergi keluar dari rumah.

Aku sempat mengantar ibu sampai jalan depan rumah, dan bersamaan dengan itu juga, Pak Solikin lewat dengan sepeda--
--motornya ‘Honda C70’ warna hijau, aku ingat betul, & aku yg waktu itu sudah terlanjut bertatap mata pun mencoba untuk menyapanya.

Ku sapa dengan senyuman dan anggukan kepala, dan di balas dengan dingin dan dongakkan kepalanya. Memang biasa, Pak Solikin selalu seperti itu.
Aku pun berjalan masuk setelah tukang ojek langganan ibu datang & membawa ibu pergi. Di dalam rumah entah mengapa aku kini memikirkan balasan sapaan dari Pak Solikin tadi. “Sombong!!”. Batinku singkat.

Aku yg suntuk pun memutuskan untuk menonton tivi, ku buka kain taplak yg--
--menutupi televisi bermerek ‘National Nenggala itu. Ku hidupkan & kucari saluran acak. Aku pun duduk santai memandang siaran televisi hitam putih itu.

Menit demi menit pun berlalu, mataku mulai merasa ngantuk. Aku yang merasa tidak nyaman bila tidur di situ pun memutuskan-- Image
--untuk pindah ke kamar, dgn tentu mematikan televisi itu terlebih dahulu.

Aku bangkit & beranjak mematikan televisi itu. Namun ketika aku sudah mematikannya & hendak menutupnya kembali dgn kain. Aku terhenti sejenak, karena samar2 aku seperti melihat seseorang yg--
--duduk di belakangku. Aku melihatnya dari pantulan layar kaca televisiku yg sudah mati. Tampak sangat jelas siluetnya, karena memang tersinari oleh matahari yg masuk dari jendela di belakangku.

Aku terpaku & sejenak mencermati pantulan bayangan itu, -- Image
--benar2 seperti orang yg tengah duduk di kursi di belakangku!!. Dengan tanpa aba, aku pun menoleh!! & setelah aku menoleh, tak ada siapapun yg duduk di kursi itu. Aku pun menghela nafas sejenak & kembali melihat ke arah kaca televisi itu.
Namun kini pantulan itu tak lagi ada, benar2 tak seperti pantulan yang baru beberapa detik lalu aku lihat. “Ah!!! Mungkin aku Cuma salah lihat!!”. Batinku seraya menarik kain yg biasanya menutupi televisi itu.

& bersamaan dengan itu, tiba-tiba bau wangi menusuk dan lewat di--
--penciumanku. “Minyak wangi Bapak!!”. Batinku seraya terdiam diposisiku. Ini adalah bau yg biasanya tercium saat malam akhir-akhir ini. Tapi meski aku sudah beberapa kali mengalaminya, tetap saja ada rasa takut dalam diriku.

Berharap ini hanyalah perasaanku saja, aku mulai--
--memeriksa bau itu, dengan memajukan hidungku. Aku periksa disekitarku, bau itu semakin samar & seperti menghilang. Namun ketika aku berjalan & penciumanku sampai didepan kursi itu. “Ssssskkk”. Bau itu muncul kembali, sangat kuat!!.

Bersambung - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Perlahan aku mulai memundurkan langkah, dan langsung berlari masuk ke kamarku. “Siang-siang begini!!??”. Tanyaku dalam hati sambil menutup pintu kamarku kuat-kuat.

Dengan agak sedikit gemetar aku naik keatas tempat tidurku. Kuposisikan tanganku memeluk lututku. Sambil terus--
--menguatkan hati. “Bisa gila aku, kalau terus2an begini!!”. Batinku.

Sangat menyedihkan sekali bila itu memang benar-benar bapak, yg ‘arwahnya’ harus pulang kerumah & menakuti anaknya ini. Disela pikiran itu aku juga mulai bertanya-tanya, apakah ini jalan yg benar? Apakah--
--aku harus ikhlas menerima semua ini.

“Sudahlah Pak, jika itu memang dirimu, tak usah repot-repot membayangiku!!, aku akan sanggup menerima mandat ini!!”. Batinku yang sebenarnya mulai merasa lelah dengan semua gangguan ini.
Sampai akhirnya hari itu pun terselamatkan oleh ibu yang sudah pulang. Walau sempat mengagetkanku karena tiba-tiba ia membuka pintu kamarku dan melihatku sedang merenung aneh diatas tempat tidur.
“Ngopo kowe ki!?, mangan sek, kae tak tukoke mie ayam”.

(Kenapa kamu itu!?, makan dulu, itu ibu belikan mie ayam). Kata ibu yang membuatku segera beranjak dan keluar dari kamar.
Aku pun makan dengan lahapnya tanpa bercerita tentang kejadian aneh yang baru saja ku alami itu kepada ibu. Selesai makan aku pun bersantai di ruang tamu, dengan lagi-lagi ku nikmati sebatang rokok sambil melamun menatap jendela.
Tak lama kemudian Naryo datang, seperti biasa ia menerobos masuk tanpa mengetuk pintu, kini dengan wajah yang sumringah.

“ Wes tuku bibit aku mbel, wes tak jog ning blumbang kabeh”.

(Aku sudah beli bibit Mbel, sudah aku tuangkan ke kolam semua).--
--Ucap Naryo kala itu disusul oleh ibu yg keluar, karena mungkin mendengar Naryo datang.

“Piye nang? Wes tuku?”.

(Gmn Nak? Sudah beli?). Tanya ibu kepada Naryo yg blm sempat duduk.

“Sampun Budhe, allhamdulilah, Maturnuwun sanget lho niki”.

(Sudah Budhe, Alhamdulillah,--
--terimakasih sekali lho ini). Jawab Naryo.

“Yowes to, mengko bengi ndang di’indemi, sopo ngerti wonge nglakoni maneh, ngajak Sukir kui nek wedi”.

(Yaudah to, nanti malam langsung diintai, siapa tau orang itu melakukannya lagi, ajaklah Sukir kalau kamu takut). Kata ibu.
“Siap Budhe!!, Pokoke mangkih ndalu, kulo indemi kalih Sukir!!”.

(Siap Budhe!!!, Pokoknya nanti malam, saya intai bersama Sukir). Jawab Naryo dengan semangat.

Setelah ibu kembali masuk, kami pun berbincang kesana-kemari, hingga waktu menjelang sore, Naryo pamit pulang dan--
--berpesan nanti malam ia akan menghampiriku ke rumah. Aku pun mandi sore dan setelah itu kembali menonton televisi bersama ibu hingga langit mulai petang.

“Kowe ki mbok Salat to nang, wes gedhe lho!!”.

(Kamu itu Mbok Salat to nak, sudah besar lho!!). Kata ibu tiba-tiba saja--
--bersamaan dgn adzan maghrib yg berkumandang.

Memang kuakui aku jarang salat, beda dgn ibu yg amat sangat rajin beribadah. Setelah ku pikir-pikir aku pun mendengarkan nasehat ibu itu. Kumatikan televisi & segera mengambil wudhu di kamar mandi.
Dan Aku pun salat, mencoba dengan sekusyuk-kusyuknya. Tapi entah karena aku jarang melakukannya atau bagaimana, badanku terasa sangat berat, seperti ada sesuatu yg membebani pundakku, ketika aku Rukuk & ketika aku sujud.

Namun aku coba singkirkan itu semua, “Mungkin ini--
--godaan orang yg ingin menegakkan salatnya”. Batinku kala itu. Hingga sampailah aku pada tahiyat akhir.

Tengkuk & punggungku seperti merasakan ada seseorang yg berada di belakangku. Entah itu cuma perasaan saja, tapi yg aku rasa perasaanku waktu itu sangat kuat bahwa--
-- “Sepertinya ada seseorang yg ada dibelakangku!!”. Itu tentu sedikit membuat bacaan doaku menjadi berantakan. Namun aku masih mencoba untuk menafikannya, tapi kali ini semua berubah dalam waktu beberapa detik saja. Ketika samar-samar aku mendengar doa di belakangku.
Suaranya membisik namun cukup jelas!!, “Waduh!!”. Batinku yang kini mulai memejamkan mata dan ingin segera menyelesaikan salatku.

Namun apa yang terjadi, suara itu kini justru terdengar semakin mendekat dan ternyata tidaklah doa yang dia ucapkan!! Melainkan namaku!!
“SUKIR!!! SUKIR!!! SUKIR!!! SUKIR!!! SUKIR!!!”.

Ya!!! Itu suara bapak, meski nadanya berbisik tapi aku tahu betul itu suaranya. Dgn terpaksa aku pun menghentikan salatku yg hampir selesai itu. Sambil menutup mukaku karena takut, masih ku dengar suara itu, nafasnya dingin-- Image
--menerpa tengkukku.

“Uwes Pak!!! Uwes pak!!”.

(Sudah Pak!! Sudah Pak!!). Ucapku lirih terus menerus dgn nada menahan tangis.

Hingga entah bagaimana suara itu pun hilang begitu saja, aku pun menengok gemetar, hingga setelah aku melihat kebelakang, tak ada siapapun disitu.
Aku segera berlari keluar kamar & duduk diruang tamu untuk menenangkan diri. Tak lama kemudian ibu datang dgn masih mengenakan mukena, sempat mengagetkanku!!. Tapi aku lega setelah tahu itu adalah ibu.

“Nah ngono!! Salat, ben hajatmu dijabahi karo Gusti”.

(Nah Gitu!! Salat,--
--biar hajatmu dikabulkan sama Tuhan). Kata ibu yg melihatku masih menggunakan peci & sarung.

Aku hanya menjawabnya dengan senyuman kecutku, “hehe”. & kita pun duduk bersama berbincang tentang sesuatu.

“Oh, piye, mengko sido ning blumbange Naryo?”.

(Oh Nanti, gimana?--
--Jadi kekolamnya Naryo?). Tanya ibu.

“Sido Buk, paling mengko jam-jam 9 nan, tapi emang ibuk rapopo ning omah dewe?”.

(jadi Buk, paling nanti jam-jam 9an, tapi emang ibuk tidak apa-apa dirumah sendirian?). Tanyaku.
“Halah rapopo, eh tak omongi, nek pancen kui kelakuane Pak Solikin, kowe kudu sangu cekelan lho, soale de’e ki terkenal klenik’e!!”.

(Halah, tidak apa-apa, eh ibu bilangin, kalau memang itu perbuatan Pak Solikin, kamu harus bawa ‘pegangan’ lho, soalnya dia itu terkenal--
--dgn kleniknya!!). Kata ibu yg membuatku langsung mengrenyitkan dahiku.

“Cekelan opo buk? Keris kae?, emoh!! Emoh!!, wes tak polosan wae!!”.

(Pegangan apa buk? Keris itu? Tidak!! Tidak!!, sudah diriku sendiri saja sudah cukup!!). Jawabku yg merasa malas kalau harus--
--membawa keris itu keluar rumah.

“Oh yowes nek ngono, ning tetep ngati-ati, yen weruh pelakune cukup titeni rupane wae”.

(Ya sudah kalau begitu, tapi kamu tetap hati2, kalau nanti melihat pelakunya, cukup tandai mukanya). Kata ibu sambil beranjak masuk & --menawariku kopi.
Sambil menunggu kopi yg dibuatkan ibu, aku kembali dlm lamunanku tentang kejadian saat salat tadi.

“Menyedihkan sekali aku ini, dihantui oleh Bapak sendiri!!, apa itu benar2 bapak ya? Atau? Ah entahlah!”. Batinku jengah.

Bersambung karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Tak lama kemudian ibu pun datang, membawakan segelas kopi bersamaan dengan azan isya yang terdengar.

“Wah, kegasik’en ki, Lik Pawiro sing azan isya’e”.

(Wah terlalu awal tuh, Lik Pawiro azan isya nya). Ucap ibu mengatakan Lik Pawiro si marbot masjid di desa ini, sambil--
--meletakkan gelas kopi itu didepanku.

“Maklum to buk, wes tuo, heheh”.

(Maklum ibu, sudah tua heheh). Jawabku bercanda.

Kami pun berbincang sejenak, & ibu pergi ke dlm untuk salat isya selang beberapa saat kemudian. Aku yg sempat disuruh oleh ibu untuk salat juga,--
--hanya bisa mengiyakan, tanpa punya keinginan untuk melaksanakannya. Jujur aku masih terngiang kejadian saat magrib tadi.

Singkat cerita menit demi menit berlalu, & aku masih duduk diruang tamu menunggu kedatangan Naryo, sekira pukul 21.00, ibu keluar & berkata ingin tidur--
--terlebih dahulu.

“Ibuk tak turu sek yo, mengko lawange teko dikancing wae seko njobo nek meh ning blumbang karo Naryo”.

(Ibu tidur dulu ya, nanti pintunya dikunci saja dari luar kalau kamu mau pergi ke kolam bersama Naryo). Ucap Ibu sambil menguap.
Aku pun mengiyakannya, dan tepat pukul 21.30, Naryo datang dengan setelan malamnya, kupluk, senter dan kain sarung yang terslempang di pundaknya.

“Ayo Mangkat!!! Mbel!!!”.

(Ayo berangkat!!! Mbel!!). Kata Naryo begitu masuk kedalam rumah.
Aku pun langsung bersiap dgn setelan yg kurang lebih sama, dgn langkah pasti, kita berangkat ke kolam Naryo di ujung desa.

Singkat waktu sesampainya disana, sebelum masuk ke gubug, aku & Naryo berkeliling terlebih dahulu, di setiap sisi 4 kolam miliknya itu. Yg kini-- Image
--2 diantaranya sudah penuh dgn ikan lele seukuran ibu jari org dewasa.

Setelah selesai kita pun masuk ke gubuk, menyalakan lampu ‘teplok’ & membakar obat nyamuk.

“Terus ngopo iki ning kene?”.

(Terus ngapain aja ini kita disini). Tanyaku.

“Yo umpetan to!! Jenenge wae--
--ngindemi”.

(Ya sembunyi to, namanya juga mengintai).

Kami sempat membakar ketela dan berbincang terlebih dahulu sampai sekitar pukul 00.00, dinginnya angin malam itu, membuat kita mengantuk dan kita pun memutuskan untuk masuk ke dalam gubuk.
Lentera sudah diturunkan & diletakkan di sudut bawah gubuk, agar cahayanya tak begitu terlihat dari luar. Kita pun mulai merebahkan tubuh kita masing2, mencari posisi ternyaman di “amben” yg seharusnya hanya cukup untuk satu orang itu.--
--Hingga suara binatang malam pun menghipnotis kita untuk terlelap.

Entah berapa lama semua hilang karena lelapku, hingga kalau tidak salah sekitar hampir pukul 2 dini hari, Naryo membangunkanku.

“Heh..tangi mbel!!, heh.heh.”.

(Heh.. Bangun Mbel!!, heh.heh). Bisik--
--Naryo sambil menggoyang2kan tubuhku.

“Kowe krungu ra?”.

(Kamu dengar tidak?). Kata Naryo lagi ketika aku sudah terbangun.

“Krungu opo?”.

(Dengar apa?). Jawabku seraya mengusap mataku.

“Ssstttttt Meneng sek!!”.

(Sssttttt.. Diam dulu!!). Kata Naryo pelan.
Dan beberapa detik setelah itu, terdengar suara orang terbatuk-batuk.

“Uhukkkk...Uhukkk..Uhukk”.

Suaranya tidak dekat, namun sepertinya juga tak begitu jauh, mungkin beberapa meter saja dari samping gubuk.
“UHUUKKK!!!!... UHUKKKK...UHUKKK!!!!”. Suara batuk itu masih terdengar.

Naryo langsung bangkit meraih senter, sempat ku cegah, karena aku seperti mempunyai perasaan yang tidak enak. Ya!!! Aku seperti mengenali suara itu.
Tapi akhirnya Aku & Naryo pun memutuskan untuk keluar. Kami mengarahkan senter ke sudut2 kolam, dengan suara batuk yg masih terdengar jelas dan menggema.

Aku yakin sekali dengan suara ini, namun rasanya aku tak punya motif untuk memberitahukannya kepada Naryo.
“UHUKKK..UHUKK..UHUKK..”.

Suara itu terdengar kembali untuk kesekian kalinya, Naryo yang langsung mengarahkan cahaya ke arah sumber suara, selalu tak menemukan apapun. Suaranya seperti berpindah-pindah.
Dan mungkin ini yang terakhir kalinya suara itu terdengar,

“UHUKK..UHUKKK!!”.

suaranya berasal di sudut kolam yang kosong.

Mendengar itu, Dengan kompak aku dan Naryo langsung mengarahkan cahaya senter masing-masing ke sumber suara. Dan kini terlihatlah.
Bkn Pak Solikin, bukan jg orang lain, yg jelas ini bukanlah seperti yg kita harapkan. Beberapa saat Naryo mematung dgn senternya yg menyoroti sosok itu.

Beda halnya dgn aku yg seketika langsung menundukkan kepalaku & perlahan menyeret Naryo untuk mundur & segera masuk ke gubuk.
Naryo yang segera sadar tentang siapa sosok didepannya itu, dgn gemetar berbalik badan & memegang erat tanganku, menyeret langkahnya masuk kedalam gubuk.

Ya sosok itu adalah Bapak. Lengkap dengan setelan khasnya, menatap Aku dan Naryo, dan sempat kulihat ia sedikit tersenyum. Image
Aku & Naryo sudah berada didalam gubuk. “Pak Parman!! Mbel bapakmu?”. Kata Naryo seperti menerangkan sekaligus bertanya denganku.

Antara rasa takut & harus tetap terlihat tenang bercampur dalam hatiku. “tenang Mbel!! Tenang!!”. Hanya itu yg bisa ku ucapkan kepada Naryo saat itu.
Menit demi menit berlalu, suara batuk itu sudah tak terdengar lagi,walau tdk dgn ketakutan di wajah Naryo.

Aku mulai menyalakan sebatang rokok & kuberikan kepada Naryo, agar dia merasa tenang. & setelah itu tak ada lagi pembicaraan antara kita berdua.
Naryo yg tampak linglung kini hanya bisa melamun. Begitu juga dgn aku yg merasa bingung harus bicara apa.

Selang beberapa saat kemudian, kami pun kembali merebah, hingga tak terasa kami pun tertidur setelah kejadian ganjil itu.
Singkat cerita, kami pun terbangun keesokan harinya, wajah Naryo yg terlihat pucat langsung berbicara kepadaku.

“Asli, nek mau bengi koyo ngimpi!!, gek pisan iki aku ngalami koyo ngene!!”.

(Asli, kalau semalam seperti mimpi!!, baru kali ini aku mengalami hal seperti itu!).--
--Kata Naryo diantara cahaya matahari yang masuk dari rongga-rongga gubuk bambu ini. Dan setelah beberapa saat kemudian, Kita pun keluar, dan berjalan pulang di pagi yang terasa aneh ini.

MULIH Bagian 3 selesai, bersambung ke bagian Akhir yaitu Bagian 4,
MULIH - Bagian 4 (Tamat) masih dikaryakarsa ya, buat yang pengen buru-buru baca dan cepat tahu endingnya, bisa mampir kesini >> karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with gil

gil Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @AgilRSapoetra

Mar 22
GUMBOLO PATI #11

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
Bagian sebelumnya di @X :

Selanjutnya di @karyakarsa_id :
11.

12.

13. (Tamat) - ongoing.

*****

GUMBOLO PATI #11

Tiga hari berlalu sudah, sejak ‘Bedhong Mayit’ itu di ambil kembali dari almarhum Pak-
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-Broto. & sudah selama tiga hari ini pula Pak Dirja hampir dibuat putus asa, karena teror dari jin kafan yg semakin mengerikan saja.

Bagaimana tidak, semalam ada kejadian yg hampir saja mencelakai Darwis. Cucu mendiang Mbah Gajul atau anak Pak Dirja itu hampir menelungkupkan ke-
Read 71 tweets
Mar 15
GUMBOLO PATI #10

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
Part sebelumnya #9

On @karyakarsa_id

10.
11.
12.
13 -Tamat. (On going)

“GUMBOLO PATI” #10.

Sore ini, sekira pukul 16.00.
Tampak Pak Dirja & Darwis sudah berada di dekat mulut-
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-terminal, di dalam mobil pinjaman dari kantornya, mereka menunggu Pak Sukoco untuk melayat ke tempat Pak Broto.

Sekira 5 menit menunggu, Pak Sukoco pun muncul, dengan pakaian rapinya, ia langsung masuk ke dalam mobil, dan mengajak untuk segera berangkat.

“Ayo berangkat”. Ka-
Read 74 tweets
Feb 23
GUMBOLO PATI #7

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu.

@bacahorror @IDN_Horor @menghorror #bacahorror #menghorror #Idnhorror Image
10.
11.
12.

GUMBOLO PATI #7

Pak Dirja dan Darwis pun baru sampai di huniannya sekira pukul 23.30 malam, ini tentu teramat tak masuk akal, karena dibutuhkan waktu hampir 11 jam untuk mereka sampai di-karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Read 66 tweets
Feb 9
GUMBOLO PATI #4

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu.

@bacahorror @IDN_Horor @menghorror #bacahorror #menghorror #Idnhorror Image
9.
10.
11.

GUMBOLO PATI #6

Adzan subuh sudah berkumandang sekira tiga puluh menit yg lalu, namun Pak Dirja & Darwis, masih dalam keadaan yg sama, saling diam, dengan mata terjaga, bahkan dari semalam, ham-karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Read 77 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(