NuugroAgung Profile picture
Dec 30, 2022 237 tweets >60 min read Read on X
Ketidaktahuan membuat mereka termakan bujuk rayu, tanpa sadar orang-orang yg tak tahu apa-apa dijadikan korban tumbal. Saat waktunya tiba, jiwa akan diambil sebagai ganti dari apa yg mereka terima.

-A Thread-

SASAR NYAWA

@IDN_Horor @bacahorror_id @ceritaht #bacahorror Image
Saya tidak tau harus menceritakan ini dari mana, karena cerita yang saya bawakan ini bisa saya katakan sangat sensitif. Dimana terjadi bias antara kebaikan dan keburukan, ada orang tak hanya melakukan segala cara dalam mendapatkan harta,
tapi juga memanfaatkan mereka yang lemah tak berdaya. Orang-orang ini sungguh picik, menjadikan nyawa sebagai permainan dalam mendapatkan kepuasan nafsu duniawi. Memberi bukan untuk membantu, tapi memberi agar jiwa bisa mudah ditukarkan.
Tapi, beliau sudah berpesan pada saya, agar cerita ini disampaikan, setidaknya apa yang beliau alami nantinya tidak dialami oleh orang lain. Nama dalam cerita ini saya samarkan, untuk melindungi privasi dari narasumber saya.
Tidak ada maksud apapun dalam saya membawakan cerita ini, saya hanya ingin membagikan pengalaman seseorang semoga kita selalu dilindungi dari berbagai gangguan iblis yang terus menggoda manusia.
Kita mulai pelan-pelan ya, terima kasih kepada semua yang sudah membaca cerita saya, mendukung saya terus berkembang dan bisa terus bercerita, terima kasih.
Kejadian ini sendiri terjadi di tahun ini terjadi di tahun ini, di tahun 2022, tepat di pertengahan tahun. Saat itu, di Kota P, sungai mengalir tenang di sebelah perumahan elit, Pak Ruswan masih bersantai di depan rumah, baru saja ia pulang dari tempatnya bekerja.
Pak Ruswan memiliki sebuah Toko yang menyediakan barang-barang untuk kebutuhan sehari-hari, mulai bahan pokok sampai hal-hal yang tidak ditemukan di minimarket modern, bisa dikatakan toko Pak Ruswan ini komplit dan selalu ramai.
Dari hasil jerih payahnya ini, akhirnya dia bisa membeli sebuah rumah itu, rumah yang terletak di perumahan elit di kota tersebut.
Segala kesuksesan Pak Ruswan tidak lepas dari Sang Istri, Bu Ismi, mengatur keuangan dengan teliti, dan juga anak dan menantunya, Rena dan Rano, ikut mengelola bisnis keluarga tak lama setelah mereka berdua menikah.
Adik Ismi yang bernama Fajar, juga selalu datang membantu saat libur sekolah, sebagai siswa SMA di kotanya, Fajar mau mengganti hari liburnya untuk bersenang-senang dengan membantu orang tuanya.
Alangkah terlihat sempurna keluarga tersebut, bisa kompak dalam mengurus bisnis kecilnya hingga bisa menghasilkan laba yang begitu besar, tak jarang para supplier datang untuk menawarkan produk mereka, itu semua karena produk yang dibeli di warung Pak Ruswan selalu habis,
para tetangga yang melihat keluarga ini kadang merasa iri, harta yang melimpah, bisnis yang berjalan lancar, anak-anak yang penurut, rumah, mobil, segalanya telah dimiliki Pak Ruswan.
namun segalanya nyaris terenggut, saat sesuatu yang aneh sering ia dapati pada tetangganya yang baru saja pindah yanga katanya dari luar kota.
Tetangga yang tepat tinggal di depan rumahnya ini adalah keluarga yang dikenal agak tertutup oleh orang-orang sekitar, Pak Braja adalah pemimpin keluarga ini ia mengaku bekerja sebagai seorang kontraktor,
istrinya bernama Bu Rifa, seorang yg kesehariannya di rumah, wanita yang dikenal sangat dermawan di komplek ini, dan seorang anak laki-laki yang sedang berkuliah bernama Yanto.
Awal kedatangan keluarga ini terasa biasa saja, mereka saling tegur sapa, Bu Rifa juga sering belanja di toko milik Pak Ruswan, kedatangan Bu Rifa selalu dinanti oleh Bu Ismi karena saat berbelanja kebutuhan, Bu Rifa termasuk orang yang royal.
Bu Rifa akan membeli banyak produk yang nantinya akan memenuhi mobilnya, jumlah belanjaan yang harus dibayar Bu Rifa tidak hanya berkisar di angka ratusan ribu tapi hingga puluhan juta rupiah, dan pembayarannya tidak pernah dicicil, tapi selalu dibayar kontan dengan uang cash.
Dalam sebulan Bu Rifa bisa berbelanja sampai empat hingga lima kali, hal ini sempat membuat Pak Ruswan bertanya-tanya, apakah penghasilan dari seorang kontaktor memang sebesar itu, dan untuk apa barang belanjaan sebanyak itu.
Namun kecurigaan dari Pak Ruswan segera disangkal oleh Bu Ismi, istrinya menceritakan bahwasanya apa yang dibelanjakan oleh Bu Rifa tidak serta merta untuk dirinya sendiri.
Tapi Bu Rifa sering kali berjalan keliling keluar komplek untuk membagikan bingkisan yang berisi barang-barang kebutuhan sehari-hari untuk warga-warga kampung yang memang dalam segi ekonomi mereka masih tertinggal jauh.
Saat hari jumat, Bu Rifa dan Pak Braja sering kali membagikan makanan untuk para jamaah yang datang ke masjid dekat komplek. Hal tersebut membuat Bu Ismi yakin, kalau keluarga Braja ini memang keluarga yang dermawan dan peduli pada orang-orang yang membutuhkan.
Maklum, warga di luar komplek itu memang banyak yang masih hidup berada di bawah garis kemiskinan, terlihat jelas jarak antara si kaya dan si miskin di daerah itu, timpang.
Para warga yang tinggal di luar komplek juga tidak memiliki pekerjaan tetap, ada yang nelayan kecil, buruh tani, tukang becak sampai kuli panggul pasar.
Bu Ismi sangat menyukai Bu Rifa, karena selain baik dan dermawan, setidaknya Bu Rifa adalah konsumennya yang membuat omset warungnya semakin tinggi, membuat semua angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Pak Ruswan bisa berjalan lancar.
Tapi di balik semua ini Pak Ruswan pernah mendengar cerita tidak mengenakan dari Rano, menantunya.
Pernah di suatu sore, Rano ini sedang memberi pakan burung di depan halaman rumah, kebetulan ia habis membersihkan halaman rumah Pak Ruswan,
Rano sebenarnya sudah memiliki rumah sendiri, berada persis di sebelah rumah Pak Ruswan. Pintu gerbang sengaja Rano buka lebar, supaya debu dan sampah bisa dibersihkan menyeluruh,
setelah segala pekerjaan membersihkan rumah selesai, Rano memberi makan burung piaraan Pak Ruswan, kebetulan Pak Ruswan dan yang lainnya masih berada di toko.
Tepat saat sedang memberi makan burung, Rano melihat Bu Rifa sedang duduk sendirian di kursi yang ada di teras rumahnya, posisinya persis di samping pintu, Bu Rifa dan Rano hanya dipisahkan oleh pagar rumah saja.
Bu Rifa duduk sendiri, melihat itu Rano akhirnya menyapa Bu Rifa, ya walaupun hanya untuk basa-basi, tapi Bu Rifa hanya diam saja, tidak merespon sapaan Rano.
“Bu Rifa, sedang santai Bu? Pak Braja sedang tugas ya?” ucap Rano mencoba menyapa, tapi lagi-lagi Bu Rifa hanya diam dengan tatapan kosong, matanya menatap langit-langit rumah, posisi kepalanya agak mendongak ke atas, yang paling aneh,
posisi tangan Bu Rifa seperti orang yang sedang memohon, hal ini membuat Rano yang mulai curiga ada hal yang tidak masuk akal. Rano akhirnya memberanikan diri untuk datang mendekati Bu Rifa,
saat Rano melangkah, tiba-tiba saja tangan Bu Rifa mengambil sesuatu, yang ada di atas piring yang diletakkan di meja kecil.
Bunga setaman kini sudah digenggam oleh Bu Rifa, lalu dengan santainya ia memasukan bunga tersebut ke mulutnya, mengunyahnya perlahan sampai habis tak tersisa, lalu tiba-tiba berdiri dan segera berlalu masuk ke dalam rumahnya.
Hal ini membuat Rano melongo, ia hanya bisa terdiam melihat apa yang dilakukan Bu Rifa seperti hal yang tak semestinya, tatapannya aneh, gerakannya cepat, Rano merasa apa yang dilihatnya itu bukanlah manusia, benar-benar berbeda dengan Bu Rifa yang selama ini ia kenal.
Saat Rano berbalik arah untuk kembali msk ke rumah mertuanya, tiba2 saja tercium wangi bunga setaman yg begitu wangi, sngt wangi hingga baunya bgtu menusuk di hidung, mendapati situasi ganjil, membuat bulu kuduk Rano berdiri, ia merasakan ada sesuatu yg tdk wajar dr tetangganya.
Malamnya , Rano akhirnya langsung menceritakan apa yang sore tadi ia lihat pada istri dan kedua mertuanya. Namun, bukannya percaya tapi malah menimbulkan perdebatan di tengah makan malam mereka.
“Saestu Bu, beneran, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, Bu Rifa itu makan bunga setaman tadi sore...” ucap Rano mencoba meyakinkan mertuanya.
“Alah, moso iyo , eh jangan suka gitu, Bu Rifa itu salah satu konsumen terbaik kita loh, kalau belanja ke warung gak pernah kecil, selalu dalam jumlah besar, yang bener kamu No kalau nyeritain orang...” ucap Bu Ismi yang tidak langsung percaya.
“Buat apa to Bu saya menjelek-jelekan Bu Rifa? saya jujur menceritakan apa yang saya lihat tadi, udah itu aja..” ucap Rano.
“Bukan Bu Rifa yang kamu lihat kali Mas...” ucap Rena pada suaminya.
“La menurutmu apa? memedi membo?” (“La menurutmu apa? hantu yang menyamar?”) balas Rano pada istrinya.
“Bisa jadi loh, rumah itu sudah lama kosong kan, ya mungkin menghuninya ada yang menyerupai Bu Rifa...” ucap Rena yang malah membawa pembicaraan pada praduga lain.
“Yo masa kelihatan lama banget, sore-sore Yang?” ucap Rano pada istrinya.
“Sudah-sudah gak usah ribut, biar tahu kejelasannya berani tidak kamu tanyakan pada Bu Rifa langsung? Biar nantinya tidak menimbulkan fitnah...“ ucap Pak Ruswan, membuat Rano hanya terdiam.
“Biar gak fitnah mending fitnes ae Mas....” timpal Fajar yang tiba-tiba nyelonong mengambil ayam goreng yang terhidang di meja.
“Lambemu Jar....“ ucap Rano yang membuat seisi meja tertawa melihat tingkah mereka. Apa yang Rano lihat saat itu seperti sukar dipercaya oleh semuanya,
pembicaraan akhirnya beralih pada hal lain, namun tiba-tiba Pak Ruswan terdiam lama, seperti ingin menceritakan sesuatu tapi enggan untuk mengucapkannya.
“Pak Bapak kenapa? Kok malah diam? Ucap Rena
“Gimana ya, sebenarnya Bapak juga agak curiga dengan keluarga itu loh...” kata Pak Ruswan ragu.
“Pak gak usah mulai lagi, wes to sudah....” ucap Bu Ismi seperti tak ingin mendengar cerita yang ingin Pak Ruswan ceritakan.
“Gak apa-apa Pak, ceritakan coba...” bujuk Rano yang merasa ada yang mendukung ceritanya.
“Gini, waktu itu Bapak masih belum tidur, jam dua belas malam Bapak masih nonton bola sendirian di sini, kalian semua sudah pules pasti,
Bapak dengar suara gerbang Pak Braja itu terbuka, yo takut ada maling atau apa Bapak intip dari jendela, nah yang Bapak ihat itu Pak Braja, keluar dari rumah membawa tas ransel berwarna hitam, jam dua belas malam keluar rumah di kota kecil ini, mau apa coba?
Nah gara2 itu Bapak tidurnya gak nyenyak, kepikiran tepat jam setengah empat pagi, Bapak dengar lagi pintu gerbang Pak Braja dibuka, pas Bapak intip, Pak Braja baru saja pulang, dan...” potong Pak Ruswan membuat semua yg mendengarkan ceritanya terlihat fokus dengan wajah serius.
“Bapak gak Cuma ngalamin ini satu kali, tapi beberapa kali, Pak Braja keluar jam dua belas malam, lalu balik lagi jam setengah empat pagi...” ucap Pak Ruswan menutup ceritanya, membuat ruangan hening sesaat, wajah para penghuni rumah seperti menyimpan pertanyaannya masing-masing,
tapi tidak dengan Bu Ismi, ia masih bersikap santai.
“Pak, sudah pernah aku tanyakan, itu memang pekerjaan Pak Ruswan sebagai kontraktor, beliau memang selalu berangkat malam dan pulang pagi...’ ucap Bu Ismi
“Lah memangnya pekerjaan kontraktor proyek selalu dikerjakan di malam hari Bu?” tanya Rena memastikan.
“Kadang malam kadang siang, kadang pagi, gak mesti tergantung dari area proyeknya, kan Bu Rifa pernah cerita kalau Pak Braja itu memegang proyek strategi sari pemerintah, ya mungkin gitu kerjanya kali...”
ucap Bu Ismi seperti ingin menyudahi pembicaraan yang berisi dugaan yang terdengar tidak masuk akal. Pak Ruswan yang mendengar jawaban istrinya hanya tersenyum saja, sembari berkata,
“Ya semoga itu benar ya, semoga kecurigaan ku itu gak terbukti, siapa juga yang mau punya tetangga yang aneh, pengennya punya tetangga ya yang baik...’ ucap Pak Ruswan.
“Makanya, keluarga Braja itu kalau belanja gak main-main loh, nominalnya bisa dari 15 juta sampai 20 jutaan, sekali belanja...” ucap Bu Ismi.
“Sebanyak itu Bu buat apa? padahal gak punya usaha di rumah kan...?” tanya Rano
“Buat dibagikan, beliau itu orang baik dan dermawan, sudah gak usah punya pikiran yang buruk, pikir saja gimana caranya Bu Rifa bisa terus belanja di warung kita...” ucap Bu Ismi.
“Satu hal lagi, Bu Rifa itu suka sekali naruh uang di warung kita, bulan ini dia deposit lima juta loh...” lanjut Bu Ismi menjelaskan.
“Banyak sekali to Bu?” sambut Rano
“Makanya, disaat konsumen lain ngutang di warung kita, ditagih bnyk alasannya, beda dgn Bu Rifa, beliau malah ngasih kita, di jaga konsumen yg kaya gitu, biar gak kabur ke toko lain...” Tegas Bu Ismi pd semuanya, Rano dan yg lainnya hanya mengangguk, diam.
Semua anggota keluarga segera melanjutkan kegiatan masing-masing, tak terkecuali Rano yang ikut bersantai menikmati hiburan dari layar televisi, namun Rano masih memikirkan apa yang sore tadi terjadi, ia benar-benar merasakan ada hal ganjil yang akan terjadi.
Kini Rano seperti sudah melupakan kejadian yang terkait dengan tetangganya. Sore itu semua orang sudah kembali ke rumah, toko tutup lebih cepat dari biasanya. Pak Ruswan ingin memanfaatkan waktu sorenya berkumpul dengan istri,
anak dan cucunya, baginya apa sudah didapatnya saat ini sudah cukup, bisa bersantai dengan keluarga adalah nikmat yang menurutnya perlu disyukuri. Namun niat itu pudar sudah, karena saat keluarga Pak Ruswan sedang berkumpul tiba-tiba terdengar suara berisik,
yang suaranya tepat berasal dari dalam rumah Pak Braja. Barang-barang seperti dilempar, terdengar nyaring barang pecah belah yang jatuh, memancing perhatian Pak Ruswan dan Rano untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah tersebut.
Tanpa berpikir lagi, Pak Ruswan akhirnya mengajak Rano dan Fajar untuk memeriksa keadaan, sedangkan Bu Ismi dan Rena tetap berada di luar bersama si kecil yang terus digendong.
Pak Ruswan memberanikan diri untuk mengetuk rumah Pak Braja, berkali-kali diketuk tetapi tetap saja tidak ada yang membuka, kegaduhan masih terus terdengar, tak berhenti. Akhirnya Pak Ruswan nekat untuk masuk rumah tersebut tanpa permisi,
kebetulan pintu tertutup namun tidak dalam keadaan terkunci. Keadaan benar-benar kacau balau, batang-barang jatuh berserakan, Pak Ruswan dan lainnya terhenyak setelah melihat sosok Bu Rifa yang berada di ruang tengah rumahnya, sedang mencekik Yanto, anaknya dengan sekuat tenaga.
Melihat hal itu, tanpa pikir panjang Pak Ruswan langsung bergerak lalu menarik tubuh Bu Rifa, tapi apa yang dilakukan Pak Ruswan seperti tidak berimbas apapun, tubuh wanita itu bagai batu besar yang kokoh,
Pak Ruswan tak sanggup untuk menariknya sendiri sampai hrs meminta bantuan Fajar & Rano, itu saja mereka masih kewalahan untuk menariknya, sedangkan Yanto yg masih dicekik sdh seperti mau kehabisan nafas. Dgn susah payah akhirnya mrk bertiga berhasil memisahkan Bu Rifa dan Yanto.
“Panggil Pak Haji, siapa tau bisa bantu Jar...” suruh Pak Ruswan masih memegang tubuh Bu Rifa yang masih terus melawan.
“Enggeh Pak, baik...” buru-buru Fajar berlari ke arah luar, tapi di depan pintu ia dihadang oleh seseorang, Pak Braja baru saja tiba,
melihat ada orang lain di rumahnya ia lalu masuk, tanpa basa-basi Pak Braja langsung masuk ke ruang tengah yang diikuti Fajar, lalu langsung memegang kepala Bu Rifa yang masih terus memberontak, entah apa yang diucapkan oleh Pak Braja,
tapi seketika itu tubuh Bu Rifa menjadi lemas, dan akhirnya ia jatuh pingsan, yang langsung di tangkap oleh Rano dan Pak Ruswan. Kini tubuh Bu Rifa sudah dipindahkan di atas sofa, Yanto masih meringis kesakitan memegang lehernya,
tanda tanya besar seakan berada di atas kepala Pak Ruswan dan yang lainnya, sebenarnya apa yang terjadi pada keluarga ini, suasana saat itu terasa begitu mencekam.
“Pak Ruswan, terima kasih, maaf saya malah jadi merepotkan Bapak...” ucap Pak Braja.
“Sebenarnya Ibu ini kenapa ya Pak? kok mau mencekik Yanto?” tanya Pak Ruswan spontan.
“Hemmm..., begini Pak, ini terkait leluhur, saya juga tidak bisa cerita karena ranahnya pribadi, tapi gak apa-apa Bu Rifa sedang capek saja, saya bisa tangani ini kok...” Kata Pak Braja, seperti sedang menutupi sesuatu, mendengar jawaban Pak Braja membuat suasana hening sesaat,
dalam hati Pak Ruswan ingin bertanya lebih jauh, tapi ia lebih memilih mengunci mulutnya, menghormati jawaban dari Pak Braja.
Baik, gak apa-apa Pak, minta tolong dikondisikan ya, gak enak kalau kedengaran tetangga yang lain, saya pamit dulu ya Pak, kalau butuh bantuan kabari saja, kita kan bertetangga...” ucap Pak Ruswan yang dibalas anggukan oleh Pak Braja.
“Tolong jangan ceritakan kejadian ini pada tetangga yang lain ya Pak, saya jamin ini gak akan terjadi lagi...“ ucap Pak Braja dengan tatapan penuh harap. Pak Ruswan hanya mengangguk, tanpa menunggu lama mereka semua bergegas pergi dari rumah Pak Braja.
Setelah sampai di rumah, Pak Ruswan menceritakan semua kejadian itu pada istrinya, Bu Ismi hanya diam saja mendengar kejadian yang baru saja terjadi, entah mau percaya atau membuang semua pikiran buruk yang ada dan terus berharap semua akan kembali normal,
tapi sayangnya itu semua hanya ada dalam pikirannya. Berbanding terbalik dengan pikiran Bu Ismi, Pak Ruswan justru penasaran dengan keluarga itu, seperti ada yang sedang disembunyikan, seperti ada rahasia yang ingin terus ditutupi.
Setelah beberapa hari berselang, terdengar suara orang memanggil-manggil Pak Ruswan, kebetulan pagi itu Pak Ruswan sedang berada di rumah dengan menantunya Rano sedangkan istri dan anaknya sedang berada di toko.
Dari suaranya Pak Ruswan seperti mengenal dekat orang ini, benar saja saat pintu dibuka, sosok Pak Braja sudah berada di depan rumahnya.
“Enten nopo nggeh Pak? apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Pak Ruswan menanyakan maksud kedatangan dari Pak Braja.
“Pak Ruswan, tolong saya Pak, ada ular besar tepat di berada di halaman rumah saya, besar sekali Pak ularnya...” jawab Pak Braja buru-buru.
“Loh, besar banget apa? sampai Bapak gak berani?” ucap Pak Ruswan
“Saya gak berani dengan ular Pak, saya takut dengan ular...” balas Pak Braja. Pak Ruswan segera memanggil Rano, bergegas melangkah ke rumah tetangganya itu,
benar saja seekor ular besar berwarna kuning terlihat diam, melingkar di depan rumah PaK Braja.
“Bun--h Pak, habisi ular itu, saya takut ular itu melukai yang lainnya, bunuh Pak...!” ucap Pak Braja dengan nada yang tak beraturan.
“Tenang Pak, ularnya tidak menyerang, mau saya panggil pawang saja?” tanya Pak Ruswan.
“Jangan, nanti kalau masuk malah susah, sudah habisi saja Pak, mau saya ambilkan golok? Kata Pak Braja menawarkan opsi pada Pak Ruswan.
“Saya coba pindah sendiri saja, jangan dihabisi dulu...” jawab Pak Ruswan, kini ia mencoba mendekati ular itu pelan-pelan, dengan tongkat Pramuka milik anaknya ia mencoba mengontrol ular itu, dalam pikirannya satu,
ular yang ia hadapi ini apakah berbisa atau tidak, saat Pak Ruswan mengulurkan ujung tongkat pada wajah ular tersebut, sontak ular kuning itu membuka mulutnya, dan bisa dilihat ular itu tidak berbisa, tapi ular ini benar-benar besar,
Pak Ruswan mencoba menarik ekor ular tersebut perlahan, untuk kemudian memegang kepalanya. Namun apa yang dilakukan Pak Ruswan tidak sesuai apa yang sedang dipikirkannya, maksud hati untuk segera memasukan ular tersebut ke dalam karung,
tapi yang ada dengan cepat kini ular kuning itu melilit tangan Pak Ruswan dengan kuat, sontak suasana menjadi runyam, Rano terus berteriak khawatir dengan kondisi mertuanya, Pak Ruswan mencoba melawan lilitan ular tersebut yang semakin lama semakin kuat, Rano segera maju,
memegang kepala ular itu yang mengincar leher Pak Ruswan, nampak jelas tangan kanan Pak Ruswan sudah tertutup tubuh ular tersebut. Tak habis akal, Pak Ruswan membentur-benturkan tubuh ular itu ke bagian tembok yang kasar, sekuat tenaga,
sedangkan dengan sekuat tenaga juga Rano berusaha melepaskan tubuh ular itu dengan terus memegang erat kepalanya. Akhirnya ular itu terlepas, dengan sigap Pak Ruswan mengambil tongkat kayu itu, dengan penuh emosi Pak Ruswan memukul berkali-kali ular tersebut dengan tongkat,
terlihat darah mulai keluar dari tubuh ular itu, setelah terlihat mulai lemas, Rano segera melepaskan ular itu, merasa nyawanya terancam, Pak Ruswan segera memukul kepala ular itu dengan keras dan cepat, Rano yang melihat mertuanya melakukan itu bagai orang kesetanan,
terus memukul tak ada henti hingga darah muncrat bersamaan dengan kepala ular yang hancur, kini ular itu benar-benar tergeletak tak bernyawa. Tapi anehnya Pak Ruswan seperti meluapkan emosinya, ie terlihat masih terus memukul ular tak berdaya itu,
melihat hal tersebut Rano segera menghentikan apa yang dilakukan mertuanya tersebut, hampir saja Rano kena pentung oleh Pak Ruswan.
“Pak sampun pak, sudah, ularnya sudah mati, sudah pak eling...” ucap Rano mencoba menenangkan mertuanya yang masih terus mengatur nafasnya.
“No, Rano, kurang ajar ini ularnya, bener-bener kayak mau bunuh aku No...” ucap Pak Ruswan yang masih diselimuti emosi, matanya masih menatap tajam ular kuning tersebut. Setelahnya Pak Ruswan memegang kepala ular tersebut, ia angkat kepala ular itu ke atas dengan satu tangannya,
sebagian ekornya masih menempel di tanah, Rano bisa melihat dengan jelas, panjang ular itu lebih dari dua meter. Tiba-tiba Pak Ruswan menyeret tubuh ular mati tersebut, lalu membuangnya ke sungai yang berada persis di sebelah komplek rumahnya.
Ular mati itu kini tenggelam ke dasar sungai dan mungkin terbawa arus tenang sungai tersebut.
Pak Ruswan masih berdiri di tepi sungai, diam menatap aliran sungai yg terus mengalir, nampak warna merah menyembul keluar dari dalam. Kini ia berbalik badan berjalan ke arah menantunya.
“Syukurlah Pak ular itu yang mati...” ucap Pak Barja sambil tersenyum, Pak Ruswan hanya terdiam, terus menatap Pak Barja, sambil memikirkan maksud dari perkataannya barusan. Kondisi Pak Ruswan kini sedang kacau, masih terbayang apa yang barusan ia lakukan,
dalam pikirannya dia terus bertanya, apakah hal yang dilakukannya sudah benar atau malah sebaliknya.

“Pak, Bapak, ayo pulang, ularnya sudah mati, ayo pulang...” ajak Rano pada mertuanya, sembari terus memegang tangannya.
“Pak Ruswan, sekali lagi terima kasih...” ucap Pak Barja, kembali dengan senyum menyeringai. Pak Ruswan tak bisa lagi berkata-kata, ia hanya membalas ucapan Pak Barja dengan anggukan, kini perasaan aneh terasa membayanginya, seperti ada hal buruk yang akan terjadi, entah apa,
semuanya masih belum bisa diterka oleh Pak Ruswan.

Sesampainya di rumah, Pak Ruswan langsung mengganti baju yang ia kenakan, membersihkan diri, dari kotoran dan bercak darah ular yang dibunuhnya tadi. Setelah semuanya selesai, ia lalu duduk di ruang tengah,
Rano segera mengambilkan segelas teh hangat dan memberikan pada Pak Ruswan, ia lalu segera menghabiskan apa yang telah menantunya hidangkan.
“Pak, maaf, apa Bapak tidak merasakan sesuatu saat kejadian tadi Pak?” tanya Rano

“Iya, kayak ada yang aneh ya No, Bapak juga merasakan kejanggalan, tapi apa ya?” ucap Pak Ruswan bertanya balik pada menantunya.
“Apa ya Pak? kalau dari saya, apa ini semua memang disengaja ya Pak?” tanya kembali Rano.

“Sengaja gimana, masa iya sih No,masa kejadian tadi buat nyelakain aku?” ucap Pak Ruswan.
“Gini loh Pak, saya tadi liat, waktu Bapak tangannya kelilit ular, Pak Braja malah tenang dan tersenyum sedikit, aku kayak menangkap sesuatu yang aneh gitu loh Pak...” kata Rano
“Moso iyo to No? perasaanku jadi gak enak, aku kok mau ya di suruh bunuh ular tadi, harusnya gak usah aku bunuh, kata temanku, ular itu pertanda gak baik, kalau bisa jangan dibunuh ...” ucap Pak Ruswan, sesal kini nampak di wajahnya, ia terdiam,
sembari terus menatap langit-langit rumahnya, entah apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan.

Waktu berlalu cepat, sore pun tiba, matahari belum sepenuhnya hilang, Bu Ismi dan Rena sudah kembali dari toko, Fajar sudah pulang dari sekolahnya,
Pak Ruswan sedang menggendong cucunya dan Rano sedang berada di depan sibuk dengan pakan burung. Bu Ismi belum mendengar kabar tentang kejadian yang terjadi pagi tadi.
Rano juga belum sempat menceritakan hal tersebut pada istrinya, entah sengaja atau memang menunggu waktu yang tepat saja. Tiba-tiba saja, kejadian aneh kembali terjadi, kini menimpa Rano.
Saat sedang asik memberi pakan burung, tiba-tiba saja, terdengar suara berisik dari arah pintu gerbang, seakan sedang ditendang berkali kali, mengetahui ada hal itu, Rano lalu bergerak ingin memastikan siapa yang melakukan perbuatan usil tersebut.
Dan saat Rano melihat ke arah luar, kini ia melihat Bu Rifa terus menendang gerbang rumah Pak Ruswan.

“Bu Rifa ada apa Bu? Kok nendang-nendang gerbang gitu? Ada apa?” ucap Rano sembari membuka pintu gerbang, menggesernya sehingga posisi mereka saat ini sejajar.
Rano lalu melihat wajah Bu Rifa yang terlihat begitu marah, Rano teringat dengan apa yang sebelumnya pernah dia lihat, perlakuan Bu Rifa saat mencekik anaknya, Yanto. Rano langsung membacakan ayat kursi dengan nada pelan, ternyata hal tersebut malah memancing kemarahannya lagi.
Ngopo koe? Arep ngelawan aku? Wani koe, menunggso lemah, bacaan salah wes kewanen...!!!” (“Ngapain kamu? Mau melawan aku? Berani kamu, manusia lemah, bacaan salah saja sudah berani...!!!”) ucap Bu Rifa dengan nada meninggi.
Mendengar kegaduhan yang terjadi, seluruh orang akhirnya keluar menuju sumber suara, wajah Bu Rifa terlihat lebih tegang lagi, setelah melihat Pak Ruswan yang berjalan mendekat ke arahnya.
Tiba-tiba saja, Bu Rifa memasang semacam kuda-kuda, dengan posisi tangan kanan di depan dan tangan kiri ke atas, jika melihat bentuk gerakan Bu Rifa, ia terlihat seperti ular yang bersiap menyerang mangsanya.
Pak Ruswan yang melihat hal tersebut menghentikan langkahnya, membuat jarak dengan Bu Rifa.
“MANUNGSO, WANI-WANINE KOE MATENI ANAKKU..!!!” (“manusia, berani-beraninya kamu membunuh anakku...!!”) Bentak Bu Rifa dengan amarah yang meledak-ledak.
“Sek Bu, Maksud njenengan nopo? Kulo mboten paham, anake njenengan? La niku anakke njenengan wonteng ing wingkeng...” (“Sebentar Bu, Maksudnya apa? sy tidak paham, anak anda? La itu anak anda ada di belakang...”) ucap Pak Ruswan menunjuk Yanto yg berjalan menghampiri Ibunya.
“MATI, AWAKMU BAKAL MATI, KELUARGAMU BAKAL MATI!!” (“Mati, kamu nakal mati, keluargamu bakal mati...!!!”) ucap Bu Rifa dengan penuh emosi.
Yanto yang datang segera menarik Ibunya masuk, sempat ada perlawanan,tapi Pak Braja datang lalu memegang dahi Bu Rifa, yang membuat Bu Rifa lemas, tubuhnya hampir jatuh, ditangkap oleh Yanto,
Pak Braja dan Yanto langsung membawa Bu Rifa masuk kembali ke rumahnya tanpa menjelaskan apapun pada Pak Ruswan dan yang lainnya, entah karena buru-buru atau malu pada tetangga yang lainnya,
karena keributan itu, memancing tetangga lain di komplek itu keluar untuk melihat keadaan yang terjadi.
Rano langsung menutup pintu pagar rumah, wajah Pak Ruswan terlihat sngt tegang, sepertinya ucapan Bu Rifa merasuk dlm pikirannya, tak bisa diabaikan begitu saja. Bu Ismi tampak sibuk ke dalam rumah, mengambil air putih untuk suaminya yg kini duduk termenung di dpn teras rumahnya.
“Pak diminum dulu airnya, biar tenang Pak...” ucapnya

“Bu, barusan Ibu lihat sendiri kan? Tadi Ibu lihat kan?” tanya Pak Ruswan pada istrinya.
“Iya Pak, Bu Rifa kenapa seperti itu Pak?” tanya Bu Ismi

“Aku sudah pernah cerita, keluarga itu aneh Bu, tadi pagi aja aku sampai harus membunuh seekor ular Bu...” ucap Pak Ruswan.
“Membunuh ular bagaimana Pak?” tanya istriya, Pak Ruswan akhirnya menceritakan peristiwa yg terjadi pagi tadi. Mendengar apa yg barusan diceritakan oleh suaminya, Bu Ismi mulai mempercayai apalagi dgn adanya kesaksian dari Rano dan jg melihat langsung saat Bu Rifa bertingkah aneh
“Bu, Bapak takut terjadi apa-apa, tadi Bu Rifa mengancam tentang kematianku, tentang kematian keluarga ini..” ucap Pak Ruswan dengan wajah penuh kebingungan.
“Alah Pak, gitu aja kok dipikir, anggep aja Bu Rifa lagi gak baik, itu Cuma kata-kata...” saut Bu Ismi.

“Engga Bu, dia bilang aku membunuh anaknya, sedangkan tadi pagi yang aku bunuh itu ular, ini pasti ada kaitannya, pasti..” jawab Pak Ruswan penuh keyakinan.
“Lalu mau apa Pak?”

“Bu, besok kita ke rumah teman Bapak, aku mau cari jawabannya..” ucap Pak Ruswan, permintaan suaminya ini hanya dibalas anggukan dari Bu Ismi.
Saya yakin, sudah menulis jauh cerita ini, sudah saya share di sini, tapi saat saya refresh ternyata tulisan saya yg lain blm terkirim, entah karena ada sistem error atau kendala teknis yang lainnya. Twitter aneh gini ya...
saya cukupkan cerita SASAR NYAWA sampai di sini dulu, besok saya lanjut lagi, habis magrib . Ceritanya masih panjang, tapi waktu sudah malam, kondisi cuaca sedang tidak baik, mending istirahat dulu ya...
besok kita lanjut, terima kasih yang sudah membaca, kalau boleh like, RT dan QRT-nya, bias tambah semangat lagi 🙏

Matur nuwun ya...
Baik, saya akan melanjutkan carita ini, walaupun tadi malam ada hal ganjil yang terjadi, benar-benar diuar dugaan, tweet yang saya kirim tidak semuanya bisa terpublish hingga saya harus mengulang kembali, lalu sosok itu datang saat tengah malam,
Detailnya akan saya ceritakan saat cerita ini selesai, biar pembahasannya fokus pada cerita ini dulu. Sebelum memulai mari berdoa untuk keselamatan kita dan semua dalam menjalani hidup. Bismillah...
Keesokan harinya Pak Ruswan pergi keluar kota, untuk menemui temannya, ia percaya ada jawaban yang bisa didapatkan. Dua jam lebih perjalanan ditempuh, Pak Ruswan sudah tidak sabar untuk menceritakan semua, lama menunggu dalam perjalanan akhir kini ia sampai rumah yang dituju,
Pak Ruswan langsung menanyakan keberadaan temannya pada seseorang yang mungkin itu adalah anaknya, namun wajahnya tampak asing, sepertinya ini kali pertama ia bertemu orang itu.
Yang ditunggu akhirnya datang, Pak Ruswan dan keluarganya bertemu dengan Pak Sastro, ia duduk bersama anak pertamanya, yang ternyata baru pulang dari Ibu Kota. Pak Ruswan langsung menceritakannya, menceritakan semuanya, apa yg telah dialaminya, dan apa yg mengganggu pikirannya.
“Gini Pak, saya sudah ceritakan semuanya, mengenai orang itu, mengenai hal aneh yg saya dapatkan beberapa waktu lalu...“ ucap Pak Ruswan.

“Tetangga njenengan ini baru apa sudah lama, dulu saat saya datang membersihkan aura rumah Bapak, rumah itu kan masih kosong...” tanya Bapak
“Benar, tetangga saya itu yang bernama Pak Braja menempati rumah itu sudah beberapa bulan yang lalu, setelah kepindahan saya. Cuma, Pak Braja itu ngontrak gak beli rumah itu...” ucap Pak Ruswan.
“Maaf Pak kalau saya lancang, beliau ini ngontrak di perumahan elit?” tanya saya pada Pak Ruswan.

Ya itu saya, Bapak selalu mengenalkan saya pada orang yang baru melihat saya, katanya biar memperbanyak saudara, gak nyaman sih, tapi gak apa-apa, demi Bapak.
“Benar, alasan dia ngontrak di rumah itu karena rumahnya yang di desa sempit jalannya, jadi gak bisa masuk mobil, gak enak kalau ada teman yang datang, tapi selama Pak Braja ini tinggal, tidak pernah ada satu temannya atau rekannya yang datang Mas...”
jawab Pak Ruswan. Saya yang mendengarkan cerita dari Pak Ruswan ini ikut bingung, kenapa gak dibeli saja rumahnya kalau memang orangnya terkenal kaya dan dermawan.
“Pak Ruswan, mendengar cerita Bapak tadi, ini ada kaitannya dengan pesugihan yang terletak di utara Pulau Jawa...” ucap Bapak membuat Pak Ruswan terhenyak, ketakutan nampak pada wajah Pak Ruswan, dengan bibir bergetar ia memberanikan bertanya lagi.
“Pesugihan Pak? maksud Bapak? Ada di jaman sekarang?” tanya Pak Ruswan.

“Ada, ciri-cirinya sudah terlihat, belanja banyak, memberi tapi dengan jumlah banyak dan sering, bisa jadi semua hanya umpan Pak...” ucap Bapak.

“Pancingan?”
“Betul, pencingan, tumbal ini akan menyasar siapa saja yang sudah menerima secara cuma-Cuma, semakin banyak yang diterima, semakin banyak yang dimakan, maka semakin besar potensinya orang tersebut bisa diambil jiwanya,
namanya Sasar Nyowo, tanpa sadar sang penerima menjadi target yang di sasar oleh pelaku pesugihan....” ucap Bapak menjelaskan semuanya, saya yang mendengar ini ikut terkejut, di jaman yang sudah maju, masih ada orang yang cara seperti itu, bersekutu dengan iblis.
“Asumsi saya, rumah ngontrak, biar bisa pindah sewaktu-waktu, suka memberikan deposit di warung Bapak, suka memberikan bahan makanan ke warga, sering lagi, belanja sebulan bisa belasan hingga puluhan juta,
orang kaya yang saya kenal, masih memperhitungkan, memberi juga tidak boleh berlebihan dalam agama, ada takarannya...” ucap Bapak menjelaskan semuanya.
“Tapi maaf Pak, beliau suka ngasih ke masjid loh Pak, ngasih ke pengajian, pernah saya tanya, terkait pekerjaan dan pendapatannya, Bu Rifa Cuma bilang, semua ini sudah diberikan oleh yang kuasa, berarti kan dia nyembah gusti Allah kan Pak...?” ucap Bu Ismi menimpali.
“Yang kuasa itu siapa Bu? Yang menguasai dan mencipta, yang mana itu Gusti Allah, atau yang menguasai dirinya dan keluarganya?” ucap Bapak, membuat Bu Ismi terdiam penuh dengan tanda tanya.
“Orang-orang itu pintar Bu, kalau diam saja di rumah malah jadi omongan, makanya mereka berbaur, sebisa mungkin mengambil hati kalian, agar segala kejahatannya tertutupi, setan itu penuh tipu daya Bu...” tambah Bapak menjelaskan semuanya.
Mendengar Bapak berbicara seperti itu membuat suasana terasa hening sesaat.
“Namanya Dewi Samtariran, salah satu Dewi yang menjaga Pantai Utara, beliau ini juga dari selatan, beliau tidak akan memberi jika manusianya tidak meminta, kadang di kehidupan ini ada saja manusia yang melakukan persekutuan demi mendapatkan kepuasan duniawi, -
- duh Gusti… “ Ucap Bapak kembali memegang keningnya. Saya yang sedang duduk, berniat untuk pergi, tapi Bapak tiba-tiba memerintahkan saya untuk mengambil garam kasar yang ada di depan rumah.
Ya itu garam yang biasa Bapak jual di pasar. Garam itu ditempatkan pada satu piring penuh, lalu saya letakkan di meja, tepat di depan Bapak. Setelahnya Bapak membacakan sesuatu,
samar-sama terdengar, “paringono damar, paringono dalan, paringono perlindungan...” (“berikanlah cahaya, berkanlah jalan, berikanlaj perlindungan...” tak berselang lama, Bapak memerintahkan saya untuk membungkus garam tersebut, mengikatnya erat, lalu memberikannya pda Pak Ruswan.
“Sholat Tahajud ya, di sepertiga malam, mohon perlindungan sama Gusti Allah, lalu setelah itu, taburkan garam ini mengelilingi rumahmu, lalu yang terakhir, taburkan garam sisanya, -
- lurus dari rumah Bapak ke depan rumah tetangga Bapak, lalu ada satu hal lagi, sebentar saya ambil ya...” ucap Bapak. Kami semua terdiam, hening tidak ada yang bicara, seperti kompak menunggu apa sebenarnya yang sedang diambil Bapak.
Sebuah benda di bungkus dengan kain berwarna putih, panjangnya mungkin 60 cm, saat kain itu dibuka, nampak sebatang kayu berwarna coklat terang, tapi saya melihat ada ukiran di di permukaan kayu tersebut.
“Apa yang menimpa kalian itu, asalnya dari utara, bisa diatasi dengan benda yang asalnya dari selatan, jadi saya titip benda ini, tempatkan di tempat yang tak terlihat, kalau bisa di tengah rumah Bapak,
saya tidak menyerang, saya tidak menantang, tapi yang saya berikan ini sifatnya perisai untuk melindungi njenengan, tiga hari lagi, bawa kembali benda tersebut ya, bismillah...” ucap Bapak.
“Maaf tapi Pak, terkait ancaman tetangga saya yang kesurupan itu?” potong Pak Ruswan.

“Kalau orang ini tinggi ilmunya, gak usah nunggu besok atau lusa, setelah dia berucap, dalam hitungan menit atau jam pasti salah satu keluarga Bapak ada yg berpulang karena penyakit misterius,
saya sudah memagari rumah Bapak waktu pertama kali Bapak menyuruh saya ke sana....” Jawab Bapak mencoba terus menenangkan. Mendengar penjelasan Bapak, tidak membuat Pak Ruswan dan anggota keluarga lainnya tenang, tapi segalanya harus diusahakan.
Keluarga Pak Ruswan akhirnya berpamitan, pulang kembali ke rumah mereka, membawa apa yang dititipkan oleh Bapak, dalam hati Bapak hanya berharap,
agar benda yang dititipkannya bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhannya, tidak terjebak bujuk rayu nafsu, dan semoga seluruh keluarga Pak Ruswan bisa terlindungi.

Dan Tiga hari kemudian…
Benar saja, Pak Ruswan kembali lagi ke rumah pada sore hari, kini hanya ditemani oleh sang istri, anak dan menantunya tidak ikut. Saat bertemu Bapak, terlihat senyum tipis di wajah Pak Ruswan, seperti masih ada yang mengganjal batinnya.
Setelah teh hangat dan beberapa cemilan di keluarkan, Pak Ruswan langsung membahas apa yang sudah terjadi selama tiga hari yang lalu. Entah sebuah kebetulan atau bukan, tapi waktu kedatangan Pak Ruswan saat itu adalah hari Jumat, tepatnya Jumat Kliwon.
Pak Ruswan bercerita, setelah melakukan apa yang diperintahkan oleh Bapak, sudah tidak ada gangguan lagi, Bu Ismi juga sudah mengembalikan uang deposit yang diberikan Bu Rifa lewat anaknya Yanto.
Namun di hari kamis pagi, kampung yang berdekatan dengan komplek rumah Pak Ruswan, geger. Telah terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya merenggut nyawa. Di sungai yang bersebelahan dengan komplek perumahan, seorang anak remaja hilang tenggelam.
Awalnya ada lima anak yang berenang, anak-anak itu sudah sering berenang di sungai tersebut, karena arus sungai yang selalu tenang. Tapi saat akan menyudahi permainan empat anak remaja itu berhasil kembali ke tepian,
tapi salah satu anak seperti ditarik oleh sesuatu, si anak terus menerus susah menjangkau daratan, hingga akhirnya tenggelam oleh tenangnya arus sungai itu. Menurut yg melihat, anak tersebut sudah berusaha naik kepermukaan, tapi kembali di tarik dari dalam.
Polisi dan Tim SAR akhirnya datang ke lokasi, pencarian pun dimulai dari pagi menjelang siang sampai sore, pencarian tidak bisa dilanjutkan lagi bukan karena sudah petang tapi hujan membuat pencarian sulit dilakukan. Malam harinya, tepat malam Jumat Kliwon,
cuaca semakin buruk, hujan disertai angin mengguyur lokasi tersebut, Polisi dan Tim SAR beranggapan bahwa kemungkinan remaja tersebut sudah tdk selamat, mungkin terbawa arus cukup jauh, karena derasnya hujan menambah volume air sungat bertambah dan arusnya berubah lebih kencang.
“Awalnya saya ga mikir macem-macem Pak, mungkin itu memang sudah takdir dari anak tersebut, tapi…” potong Pak Ruswan seperti enggan melanjutkan ceritanya.

“Tapi kenapa Pak?” tanya Bapak halus.
“Keesokan harinya Pak, pagi tadi, rasanya ada yang aneh, semua anggota Tim SAR menyisir sungai dari tempat kejadian sampai hampir ke daerah pesisir pantai, tapi yang janggal, mayat remaja itu ditemukan,
tepat di tempat saya membuang ular yang pernah saya bunuh, di situ persis Pak, Mayat remaja itu mengambang... tidak jauh dari tempat remaja itu pertama kali tenggelam, padahal petugas sudah mengira kalau anak ini sudah hanyut jauh” tutur Pak Ruswan
“Jadi seperti itu ya Pak, setelah gak berhasil nyasar Bapak dan keluarga, mereka menyasar nyawa orang lain, mau tanya korban termasuk orang kampung dekat komplek?” tanya Bapak, pertanyaan Bapak membuat Pak Ruswan terdiam lama, sepertinya ada yang baru ia sadari.
“Leres, benar Pak, warga kampung yang dekat dengan komplek perumahan kami…” jawab Pak Ruswan yakin, aku yang duduk disamping Bapak hanya bisa terdiam dan terus berfikir, masih ada ternyata hal seperti itu di jaman ini,
bahkan bisa menyasar orang lain yang tidak tahu duduk perkaranya, tanpa ikatan perjanjian nyawa bisa dengan mudah diambil.
“Pak, apa hal tersebut ada kaitannya?” tanya Pak Ruswan kembali.

“Percaya gak percaya, ada pak, ingat tidak tetangga sampean yang kerasukan itu bilang ANAKKU, lalu sekarang yang jadi korban anak remaja juga, usianya berapa?” tanya Bapak
“Menurut orang-orang sekitar 13 tahun Pak…”

“Nah, persis dengan usia anak Bapak, Fajar, bisa jadi yang diincar tadinya anak Bapak…” ucap Bapak samil menyeruput teh yang berada di depannya.
“Pak Ruswan, untung istri Bapak mau mengembalikan uang deposit, jadi pertukarannya impas…” ucap Bapak kembali.

“Impas gimana maksudnya Pak?” tanya kembali Pak Ruswan
“Saya merasa tujuan keluarga itu membagikan barang, memberikan uang, itu ada maksud di baliknya Pak, mungkin jadi syarat, dimana korban yang mereka incar setidaknya sudah pernah memakan atau menggunakan apa yang mereka berikan secara cuma-cuma,
makanya kalau ke Bapak mereka deposit, soalnya mereka datang ke toko Bapak untuk membeli, jadi ada yang ditukar, uang dengan barang, sedangkan kalau sama yang lainnya kan sifatnya memberi, ternyata apa yang diberikan berharap ada balasan,
semakin banyak menerimanya, semakin mudah mereka meminta balasannya, hidup itu penuh dengan pertukaran pak…” ucap Bapak tenang. Pak Ruswan hanya terdiam, seperti masih ada pertanyaan yang mengganjal pikirannya.
“Lalu, apa saya salah, telah membunuh ular itu Pak? saya berfikir kalau saja saya tidak menghabisi ulat tersebut, mungkin semuanya tidak terjad…” tanya Pak Ruswan.
“Tidak juga, tadinya Bapak gak ada niatan untuk melakukannya kan? Tapi tanpa sadar Bapak kena pengaruh, kena sirep dari tetangga Bapak itu, lalu Bapak juga emosi karena ular itu hampir saja mencelakai Bapak, kejadian itu bisa saya katakan sebagai penanda, -
- kalau keluarga Bapak sudah di sasar untuk jadi korban persembahan mereka….” Jawab Bapak.

Setelah mendengar jawaban dari Bapak, terlihat wajah Pak Ruswan dan istrinya mulai tenang, tapi kesedihan tetap ada, karena mereka tahu telah jatuh korban yang tidak mengerti apa-apa.
Hal ini sangat sukar dibuktikan, karena kaitannya dengan hal supranatural, tapi bagi Pak Ruswan dan keluarganya yang mengalami kejadian tersebut, hanya bisa menyimpan dan menjadikan semua ini sebagai pelajaran hidup.
Setelah berbincang dengan Bapak dan saya, Pak Ruswan lalu mengembalikan apa yang mereka bawa dari Bapak.
“Pak terima kasih, ini barang yang Bapak pinjamkan saya kembalikan, percaya atau tidak setelah menuruti apa yang diperintahkan Bapak, keluarga saya tidak pernah mendapat gangguan kembali, tapi Pak kalau saya kembalikan apakah keluarga kami akan aman?” tanya Pak Ruswan.
“Namanya Lecut Segoro, saya peroleh saat saya jalan di sekitaran pantai selatan, ini hanya benda yang dititipkan pada saya, tidak tahu kenapa tongkat ini datang pada saya, benda ini saya gunakan hanya sebagai menanda, poin pentingnya ya doa, malam setelah Pak Ruswan pulang,
saya wiritan, meminta petunjuk dari Gusti Allah, makanya saya minta Pak Ruswan Sholat Tahajud, biar doanya makin banyak, manfaatnya tambah besar…” Jawab Bapak sambil tersenyum.

“Maaf Pak Ruswan, apa boleh cerita ini saya ceritakan?” tanya Saya
“Tujuannya apa Mas? saya hanya ingin tahu itu…” Pak Ruswan balik bertanya.

“Saya ingin cerita ini jadi pembelajaran Pak, agar yang lainnya tau, kalau masih ada hal semacam ini,
agar semuanya eling (ingat) kalau dalam hidup ada hal yang tidak boleh sembarangan untuk diterima, karena benar kata Bapak, di dunia ini , semua ada pertukarannya…” jawab Saya
“Boleh mas, mohon nama kami semua disamarkan ya…” ucap Pak Ruswan, mendengar jawaban itu saya mengangguk. Setelahnya, Pak Ruswan berpamitan untuk pulang kembali ke rumahnya, ia mengucapkan banyak terima kasih pada kami,
Bapak hanya terus tersenyum sembari berucap untuk selalu berdoa, agar keselamatan senantiasa menyertai. Namun saya melihat ada hal lain yang saya baca dari senyum Bapak.
Setelah Pak Ruswan dan Bu Ismi pergi, saya dan Bapak duduk berdua, saya pun menanyakan sebuah pertanyaan pada Bapak.
“Pak kenapa hanya Pak Ruswan dan keluarganya?” tanyaku

“Makdumu piye le?” (“maksudmu gimana nak?”) tanya Bapak
“Kenapa hanya keluarga Pak Ruswan yang selamat, kenapa Bapak tidak bisa mencegah korban lainnya?”
“Le, Bapakmu iki mung menungso biasa, dudu wong sing spesial, nulung sak isane, sak mampune, sak iklase, mogane Bapak gak pernah mau kalau ditanya masalah bayaran, ono yo ditompo gak ono yo gak popo…”-
("Nak, Bapakmu ini hanya manusia biasa, bukan orang yang spesial, menolong sebisanya, semampunya, seiklasnya, makanya Bapak gak pernah mau kalau ditanya masalah bayaran, ada ya diterima gak ada ya gak apa-apa…”) jawab Bapak.
Aku yang mendengar jawaban Bapak masih belum merasa cukup, seperti ada yang mengganjal.

“Le, Bapak juga punya batas, gak bisa melakukan semua, hanya ini yang bisa Bapak lakukan, untuk yang lainnya itu sudah diluar kendali Bapak…” jawab Bapak menutup obrolan malam itu.
Aku yang menyaksikan cerita ini secara langsung hanya bisa membayangkan, orang-orang yang tak tahu menahu tapi akhirnya menjadi korban. Dan betapa kejamnya, mereka yang memberi tapi mengharap ganti,
nyawa seperti tak ada artinya, mereka hanya memikirkan dirinya dan terus bergerak dalam gelap, manghalalkan tindakan keji hanya untuk nafsu duniawai.
Namun saya percaya, segala kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, segala kejahatan akan dibalas dengan karma yang sepadan, hidup memang selalu ada pertukarannya.
Beberapa hari berselang, Pak Ruswan mengabari Bapak, bahwa tetangganya, Pak Braja, kini dh tidak lg tinggal di lingkungan tersebut, ia sudah pindah entah kemana, kepindahan mereka sendiri pun sangat mencurigakan, dimana dilakukan di malam hari, tanpa pamit pd tetangga sekitarnya.
Ya beginilah akhir cerita Sasar Nyawa, semoga ada pelajaran yang bisa diambil disini, buang yang buruk ambil yang baik, selalu berdoa untuk keselamatan kita masing-masing, membantu ikhlas untuk sesama tanpa mengharap pamrih,
semoga Gusti Allah selalu membalas segala kebaikan yang telah kita lakukan. Biarlah sang penguasa alam semesta, menukar kebaikan kita dengan hal lain yang tak disangka-sangka.
Sekian cerita dari saya, terima kasih untuk yang sudah baca cerita ini,
Tandai tweet ini, karena sy akan melanjutkan cerita tentang apa yang datang pada tadi malam, saat saya menulis cerita ini, ada kejanggalan yang terjadi dan mengganggu keluarga saya.

akhir kata Matur Nuwun
Saat menulis cerita ini, ada hal ganjil yang menganggu saya, bahkan istri saya. Padahal saya tidak pernah cerita apapun pada istri saya, saat proses menulis Sasar Nyawa.
Malam itu terasa lebih dingin dan...

GANJIL

@IDN_Horor @bacahorror_id @ceritaht
#bacahorror Image
Halo semua, maaf sebelumnya, saya baru bisa melanjutkan cerita terkait hal aneh yang terjadi pada saat proses menulis cerita Sasar Nyawa. Cerita ini pendek, dan semoga pengalaman ini tidak membuat saya jera dalam menulis cerita yang kadang menyingung mereka yg tak kasat mata
Kejadian ini saya alami saat saya menulis Sasar Nyawa, cerita yang berkaitan dengan tumbal pesugihan. Entah apa yang terjadi, tapi saat menulis cerita ini, ada energi lain yang datang, saya juga tidak tahu energi ini sifatnya negatif atau positif, karena yang saya rasakan samar.
Saya tidak merasakan hawa intimidatif, aura yang saya rasakan juga lebih cenderung dingin dibandingkan panas. Hanya saja, yang datang ini seperti ingin melakukan interaksi, entah untuk tujuan apa.
Saya menulis cerita Sasar Nyawa ini di mulai pada tanggal 28 Desember, hari rabu. Saya menulis hingga larut malam, karena saya harus memilah kata-kata yang tepat, karena saya tahu cerita ini masih baru dan agak sensitif. Korbannya ada dan pelakuknya kini entah kemana.
Hari Jumatnya tanggal 30 Desember 2022 Pukul 22:00 WIB, cerita sdh sy rampungkan sebagian & langsung sy upload. Permasalahan terjadi di sini, sy yakin sudah mengupload cerita di twiter hingga bagian, “Pak Ruswan yang sudah berada di rumah Bapak”, saya yakin sudah sampai di situ.
Setelah upload selalu saya pastikan kalau ceritanya terposting, dan benar cerita itu ada, tapi setelah saya refresh bagian cerita yang terakhir, justru yang terjadi kebalikannya, cerita saya hilang, tidak terupload hampir setengahnya.
Cerita yang saya tulis hanya sampai di bagian “Pak Ruswan baru saja mengalami hal ganjil, dan memutuskan untuk bertemu Bapak”.
Saya masih berfikir mungki ini karena jaringan, tapi setelah saya cek jaringan aman, oh mungkin karena sistem twitter karena akhir-akhir ini lagi sering error, akhirnya saya putuskan untuk melanjutkannya keesokan harinya
Di sini saya kehilangan teks yang saya posting, harusnya sudah sampai bagian menuju akhir, karena ini cuma cerita pendek

Akhirnya saya memutuskan saya lanjut keesokan harinya, karena waktu sudah cukup malam juga.
Jelas ada perbedaan waktu

Setelahnya saya melaksanakan Sholat Isa, ya saya telat melaksanakan Sholat wajib, karena terlalu tenggelam dalam proses penulisan cerita ini. Saya Sholat di ruang kerja saya, posisi saya solat tepat disamping pintu, jadi kalau ada yang membuka pintu, saya bisa melihatnya.
Selesai sujud rokaat pertama, masuk posisi duduk iftirasy, duduk diantara dua sujud, di sini saya melihat jelas posisi pintu terbuka sedikit. Saya berusaha berfikir positif dan konsentrasi untuk melanjutkan solat. Saya berfikir mungkin angin,
tapi pikiran saya langsung ingat kalau semua jendela dan pintu sudah saya kunci, karena sudah malam, istri dan anak saya sudah tidur di kamar. Saya terus berusaha tenang, tetap fokus menyelesaikan ibadah saya, sampai pada saat sujud di rokaat akhir,
saya baru ingat kalau pintu ruang kerja saya sudah saya kunci, saya terdiam cukup lama, saat masuk ke bagian akhir, yaitu posisi duduk pada tahiyat akhir yang dikenal dengan duduk tawaruk, terlihat jelas pintu terbuka lagi, kali ini lebih lebar,
rasanya seperti ada yang membuka, halus, terbuka pelan. Setelah melakukan salam, pintu ditutup kembali, benar-benar seperti ada yang datang dan melihat saya sedang solat.
Setelah saya selesai, saya segera menuju ke kamar, mau tidur karena sudah larut malam. Sampai di kamar saya masih memegang handphone, cek notifikasi, pasang pengingat kerjaan dan proses lainnya, tiba-tiba saya mendengar suara rintihan istri saya, ya sedari tadi terlelap tidur.
“Le, angkat, angkat, tolong angkat aku...” Rintih istri saya, mendengar suara itu, sesaat saya merasa kebingungan, lalu segera saya angkat istri saya, dari posisi tidur ke posisi duduk.

“Ya Allah, ya Allah, aku mimpi...” ucap istri sambil terus mengatur nafasnya.
“ Mimpi apa Nduk, sampai ngos-ngosan gitu...?”

“Tadi, aku lihat di depan pintu kamar ada kucing, warnanya abu-abu, matanya satu, satunya lagi ndempet, kucingnya ga punya kuping, matanya berwarna biru keabuan...” ucap Istri saya.

saya mencoba memvisualisasikannya Image
“Terus, dia gak ngapa-ngapain kan?” tanya saya.

“Kucingnya jalan ke arah aku tidur, diem di atas ku, lalu dia tiduran di sekitar leherku, nafasku jadi sesak banget Le, udah gak tahan, mau ngomong gak bisa, mau bangun gak bsa, sampai akhirnya aku bisa ngomong tapi gak bisa gerak,
aku liat kamu, itu aja samar, sampai akhirnya terlihat jelas baru aku bisa panggil kamu, kamu lagi nulis cerita apa sih?” tanya Istriku yang nafasnya kini lebih tenang.
“Sasar Nyawa, cerita tentang keluarga yang melakukan pesugihan, bisa menyasar nyawa orang yang menerima pemberian mereka yang gak masuk akal...” ucapku menutup pembicaraan malam itu. Kini segala aktifitas berjalan baik, hanya saja bahu sebelah kiri saat ini terasa berat.
Sebenarnya bukan kali ini saja kejadian seperti ini terjadi, pernah saat saya menggambar ilustrasi untuk Oyot Mimang, yang akan ditayangkan oleh Channel Raditya Dika. Sudah lewat tengah malam, kami semua sudah tertidur pulas, tiba-tiba anak saya menangis kencang sambil berteriak-
"gambar,gambar,gambar..." membuat saya terbangun, tapi saya masih terdiam, tidak begitu lama istri saya terbangun dan berkali-kali menyebut asma Allah, sambil bilang ke saya
"Le, aku mimpi apa yang kamu gambar tadi siang datang..."
tepat setelah istri saya bilang itu, tiba-tiba saja suasana mencekam, kamar mendadak panas padahal AC masih menyala, yang saya rasakan, kamar terasa sesak, seperti terisi banyak orang, padahal jelas-jelas diruangan itu hanya kami bertiga.
Ilustrasi yang saya gambar untuk cerita Oyot Mimang, menggambarkan kejadian di hutan pinus saat proses pencarian saudara saya yang tersesat.
Kejadian yang saya lihat dengan mata kepala sendiri. Image
Yah apapun itu, selama masih dirasa aman dan tidak sampai melakukan hal yang tidak-tidak saya masih bisa terima, mungkin mereka ingin berinteraksi, mungkin ada pesan yang ingin disampaikan. Yang penting tetep eling lan waspodo, doa yang baik-baik, ingat sama Gusti Allah.
Terima kasih untuk teman-teman yang sudah membaca cerita saya, terima kasih yang sudah memberikan like, RT dan QRT. Sehat selalu untuk teman semua, jumpa lagi di cerita berikutnya.

Matur nuwun

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with NuugroAgung

NuugroAgung Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @nuugroagung

Nov 3, 2024
Ada bau daging terbakar”, “itu di atas ada yg melayang” kata orang-orang yg datang bersama saya mengunjungi sebuah tempat, yg ternyata menyimpan kenangan pahit & sosok yang terus meminta untuk didoakan. Baru datang saja sudah disambut burung gagak.

TANDA

A thread

#bacahorror Image
Image
Beberapa orang yang saya temui, menceritakan pengalamannya terkait tempat ini. Saya secara khusus tidak mau menyebutkan tepatnya dimana, karena saya tidak ingin menyinggung siapa pun, saya hanya ingin bercerita pengalaman saat datang ke lokasi ini.
Entah apa yang ada dipikiran kami semua saat itu, berbekal “jarene” @cerita_setann kita penasaran dan bergerak malam itu juga ke lokasi yang nantinya akan dijadikan lokasi syuting KJM.
Read 46 tweets
Oct 7, 2024
“KAMU YG MEMULAI DI!, SEKARANG SENANG KAMU, DUDUK DIATAS MAYAT ISTRI DAN ANAK-ANAKMU?!", "KAMU RELA TUKAR NYAWA DENGAN SETAN?"

Hatinya busuk, hanya karena harta, orang ini mau melakukan TUKAR NYAWA keluarganya dengan iblis.

A Thread

#bacahorror
@IDN_Horor Image
Image
Ini adalah cerita dari Bapak, saat lelaku bersama temannya, tapi temannya ini malah memilih jalan yang salah, tergoda dengan nafsu dan bisikan setan. Satu persatu nyawa dipersembahkan. Tukar Nyawa Keluarga, hingga dia duduk di atas mayat istri dan anaknya.
Manusia diberi pikiran untuk bisa memilih dan menentukan, mana yang baik dan buruk. Tapi nafsu membuat semuanya berubah, pesugihan sebagai jalan pintas kerap menjadi pilihan. Perjanjian darah yang mengikat, membuat nyawa yang terikat tak bisa lolos.
Read 85 tweets
Feb 18, 2024
Pertama kali aku melihatnya duduk diatas sumur tua yang di dalamnya sdh ditimbun tanah. Entah apa, tapi perlahan dia seperti mulai mengikutiku. Mereka menyebutnya
MERAH PENUNGGU ASRAMA
tak kuat menanggung aib, dia mengakhiri hidupnya di sumur itu.
A Thread
#bacahorror @IDN_Horor
Image
Image
Panggil saja ia Rumi, teman yg kemudian membagikan ceritanya saat mondok di salah satu pesantren dulu. Dia mengalami hal ganjil saat kali pertama masuk.
Hai aku Rumi, panggil saya seperti itu. Aku adalah salah satu santriwati yang baru masuk asrama pesantren yang ada di suatu tempat. Aku tak bisa menyebutkannya karena takut ceritaku ini menyinggung banyak pihak.
Read 87 tweets
Jan 1, 2024
Ngerinya pelet, bikin korbannya tunduk. Sudah jadi boneka yang dimainkan oleh pelakunya. Orang-orang seperti ini memang fakir kepercayaan diri, inginnya memang serba instan, menghalalkan segala cara.

Jimat Rambut Pemikat
A Thread

#bacahorror #rambutpembawamaut
@IDN_Horor Image
Ini adalah cerita yang dialami oleh Wulan, bukan nama sebenarnya. Pikirannya dirasuki laki-laki yang tak diinginkannya. Hatinya menolak keras, tapi entah bagaimana caranya melawan laki-laki ini. Dia selalu hadir di setiap detik hidupnya, pikirannya, bahkan leluasa dalam mimpinya.
Halo, aku Wulan, panggil saja begitu. Aku akan menceritakan hidupku yang hampir dihancurkan oleh seorang laki-laki biadab yang tak bertanggung jawab. Dia membuatku jadi setengah gila, bahkan hampir saja aku menghabisi ibu yang telah melahirkanku. Image
Read 72 tweets
Dec 3, 2023
"Ada yg bilang, sumpah dari orang yang sakit hati, akan terus berjalan hingga mati..."

“RANDAPATI” lanjutnya. Aku terdiam, menatap bapak, yang akhirnya mau bercerita, sambil menunjukan ini.

-A Thread-
#bacahorror Image
Bapak membuka obrolan malam itu, setelah aku bertanya kembali, bagaimana kita semua akhirnya bisa diterima untuk tinggal dirumah itu. Rahasia yang selama ini disimpan,  akhirnya berani beliau ceritakan, terkait seorang perempuan.
Sebelumnya aku pernah membawakan cerita, saat menempati sebuah rumah, disewa dengan harga murah, diambil karena terpaksa. Ditambah ada kabar dari para tetangga yang menceritakan.
Read 116 tweets
Sep 12, 2023
Desa geger tengah malam, beberapa warga berjalan kencang, bunyi kentongan ditabuh, hampir semua warga desa keluar rumah, membawa obor, senter apapun alat yg bisa untk petunjuk gelap. Ada yg bilang, kepala Ki Rangan hilang.

PENGANUT ILMU SESAT
-a thread-
#terorpocong #bacahorror Image
Para warga yang sedari tadi berkumpul, mulai meninggalkan makam satu persatu. Esok harinya berita ini menjadi perbincangan banyak orang di pasar.
Kebetulan hari itu adalah Jumat Kliwon, dimana Pasar Kliwon akan ramai orang yang berbelanja dari berbagai desa. Ki Rangan memang sudah tiada, tapi ancamannya seperti masih membekas di ingatan para warga desa.
Read 100 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(