Tangisan Didi masih terdengar jelas. Agung dan Wastari masih bertanya-tanya terkait apa yang baru saja dilihat oleh Didi.
Sementara itu, wak salim meminta kepada Agung dan Wastari untuk tinggal sementara di rumahnya sampai keadaan benar-benar aman.
‘’Malam ini kalian nginep duluu aja. Besok kalian boleh pulang ke tempat kalian untuk memikirkan lagi, apakah kalian akan tinggal di sini selamanya atau tidak.’’ Ucap Wak Salim
Wastari mengangguk paham. Dirinya tahu, jika keselamatan Didi adalah yang lebih utama. Apalagi, didi yang dilahirkan tepat di weton selasa kliwon disebut-sebut sebagai weton yang membahayakan.
Weton selasa kliwon sendiri memiliki keunikan dari weton yang lainnya terlebih lagi pada weton jum’at kliwon.
Orang yang terlahir di weton selasa kliwon memiliki kelebihan yang tidak bisa disangkal. Terkadang, mereka mampu merasakan hal-hal yang sensitive lewat sudut pandang mereka sendiri.
Akan tetapi, perbedaannya juga tergantung dari kemampuan orang itu sendiri. Terkadang ada yang mampu melihat dengan sayup-sayup bayangan yang melintas.
Ada juga yang konon bisa mencium aroma busuk dari sosok-sosok yang berada di sekitaran atau mungkin bisa merasakan perbedaan hawa yang dihuni oleh makhluk ghaib atau tidak.
Karena itulah, weton selasa kliwon sangat disukai oleh orang-orang yang berkeinginan untuk mencari tumbal pesugihan untuk dirinya sendiri.
Tidak heran jika Wak Salim mengatakan hal itu kepada Wastari. Karena faktanya, didi sendiri memang memiliki hal yang tidak bisa dimiliki oleh anak-anak seusianya.
Malam itu juga mereka menginap di tempat Wak Salim yang tak lain adalah rumah dari almarhum orang tua Wastari.
Di dalam rumah itu terdapat tiga kamar. Agung dan Wastari menempati ruangan yang ada di bagian depan yang nantinya akan bersebelahan dengan kamar milik Didi.
Sedangkan Wak Salim, dia menempati kamar bagian belakang yang jaraknya berdekatan dengan dapur.
Sebelum tidur, agung dan wastari mengintip kamar Didi. Mereka berdua tampak sangat khawatir dengan apa yang terjadi dengan Didi barusan.
Di dalam kamar, wastari dan Agung melihat Didi yang didi sedang termenung. Dia hanya menatap langit-langit kamarnya yang terasa berbeda dengan langit-langit kamar miliknya yang ada di rumah.
‘’Kok belum tidur, dek?’’ Tanya Agung
Didi hanya menatap wajah Agung dengan tatapan yang tak biasa. Kedua matanya benar-benar melotot layaknya mengenal orang baru yang ada di sekitarannya. Kengerian itu membuat Agung merasa heran terkait apa yang terjadi kepada anaknya.
‘’Dek? Kamu kenapa?” Tanya Agung sembari mendekatkan dirinya ke arah Didi
Didi langsung bergerak menjauhi Agung yang mendekatkan tubuhnya ke kasur miliknya. Kedua tangannya mencengkram selimut kuat-kuat. Tatapannya berubah kembali. Kali ini, agung dan Wastari melihat dengan jelas tatapan dari kedua mata Didi yang penuh dengan ketakutan.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara pria yang menyarankan kepada Agung dan Wastari untuk tidak mengkhawatirkan Didi secara berlebihan,
‘’Ojo khawatir. Anakmu bakal selamet.’’
(Jangan khawatir. Anakmu akan selamat)
Ternyata, suara itu berasal dari Wak Salim yang sedari tadi sudah berdiri di dekat pintu sembari membawa sebuah lonceng.
‘’Didi kenapa, wak?’’
‘’Dia hanya ketakutan saja. Nanti juga sembuh.’’
Ada yang tidak beres. Agung melihat ekspresi wajah dari Wak Salim yang tampak biasa-biasa saja. Entah mungkin itu karena Wak Salim sedikit mengetahui terkait apa yang terjadi kepada Didi atau tidaknya,
namun, baru kali ini Agung merasa ada yang tidak beres dengan gerak gerik Didi yang tidak seperti biasanya.
Wak Salim mendekati Didi. Lalu ia sentuh dahi Didi dengan tangan kanannya sembari membacakan sesuatu dan membunyikan lonceng tersebut sebanyak 7 kali.
Tidak lama kemudian, wastari dan Agung merasakan hawa merinding dengan bebunyian lonceng tersebut. Mereka berdua merasa jika suara lonceng tersebut bukanlah suara lonceng pada umumnya.
‘’Anakmu pasti selamat.’’ Ucap Wak Salim
Ia pun tersenyum kepada Agung dan juga Wastari. Setelah itu, dirinya meninggalkan kamar Didi sembari membunyikan kembali lonceng yang sama.
Agung dan Wastari yang melihat tingkah aneh dari Wak Salim hanya terdiam. Mereka berdua berharap jika keadaan Didi bisa baik-baik saja dan keesokan harinya mampu kembali ke rumahnya dengan aman.
Keesokan harinya, keadaan Didi sudah sedikit membaik. Agung dan Wastari memutuskan untuk kembali ke rumahnya untuk memikirkan ulang terkait apa yang terjadi kepada Didi baru-baru saja.
Sebelum mereka pamit, wak salim meminta kepada Agung dan Wastari untuk kembali lagi ke rumahnya karena ada sesuatu yang belum terselesaikan kepada Didi.
Agung hanya mengiyakan apa yang diucapkan oleh Wak Salim. Dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang mengganjal terkait apa yang terjadi oleh Didi karena sebab perbuatan yang dilakukan oleh Wak Salim.
‘’Ini kuncinya. Jika nanti kalian ke sini dan kebetulan aku tidak ada di rumah, kalian boleh langsung masuk ke dalam rumah.’’
Wastari langsung menerima kunci itu. Tampaknya, wak salim menginginkan jika Wastari tinggal di rumah milik orang tuanya. Namun, berbeda dengan Agung.
Benak hatinya semakin yakin jika apa yang dikatakan oleh Ibunya memang benar. Ia mesti berhati-hati terhadap seseorang yang berada di sekitarannya termasuk kepada orang-orang yang memiliki latar belakang buruk terhadap keluarganya.
Hari itu juga, agung dan keluarga pun kembali ke rumah. Mereka sudah mengetahui sisi rumah dari orang tua Wastari. Mungkin, agung membutuhkan saran kepada orang tuanya lagi untuk bisa menempati rumah yang tergolong aneh itu.
Mobil mulai terhenti ke sebuah sudut rumah. Seorang wanita tua sudah menunggu di depan rumahnya sembari menyirami tanamannya.
Ibu Nani sudah menantikan kehadiran Agung dan yang lainnya. Tampak senyum manis yang dihadirkan oleh Ibu Nani tatkala cucu kesayangannya langsung berlari ke arahnya suatu turun dari mobil.
‘’Nenek!’’
‘’Waduh, waduh! Cucuku sayang!’’
Wastari menurunkan beberapa barang yang ada di mobil. Agung membantunya menurunkan barang-barang yang dibutuhkan oleh Wastari.
‘’Agung, wastari. Ayo, nak. Kita masuk dulu.’’
Sore itu, suasana sedikit mendung. Angin juga berhembus seperti tidak biasanya. Entah ada pertanda apa, akan tetapi, ibu nani telah dulu menutupi semua rumahnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
‘’Bagimana? Kalian sudah survey tempat?’’ Tanya Ibu Nani kepada Agung dan Wastari
Agung dan Wastari saling pandang. Mereka kemudian mengangguk secara bersamaan dengan ragu. Tampaknya, ibu nani sudah mengetahui hal-hal yang memang ditakuti oleh keduanya,
‘’Anakmu itu memang memiliki suatu hal yang tidak semua orang mau. Wetonnya sangat memikat bagi orang-orang yang menginginkan kekayaan secara utuh.’’ Jelas Ibu Nani
‘’Maksud Ibu?”
‘’Selasa kliwon dilambangkan sebagai weton yang kerap dijadikan tumbal oleh banyak orang. Selain itu, berbagai santet juga sering dilayangkan tepat di malam selasa kliwon atau tepat di selasa kliwon.’’
Ibu Nani mengatakan hal itu sembari mengelus kepala Didi. Tidak berselang lama, didi mulai tertidur tepat di pangkuan neneknya.
‘’Kamu bawa dulu anakmu ke kamar. Malam ini, kita coba obrolkan terkait kejanggalan terkait pamanmu itu, tari.’’
Wastari mengangguk. Tapi sebelumnya, tahu darimana Ibu Nani perihal Wak Salim. Selama Wastari dan Agung menikah, keduanya belum sekali pun memperkenalkan Wak Salim kepada Ibu Nani.
Bahkan Agung pribadi, dia baru tahu jika Wak Salim adalah adik dari Ayah Wastari. Entah memang secara kebetulan Ibu Nani mampu memprediksi hal itu atau memang ada sesuatu yang tidak diketahui oleh Agung sendiri.
Setelah Wastari membawa Didi ke kamar, ia kemudian kembali lagi ke ruang tamu untuk membahas sesuatu hal yang belum diketahui olehnya dan juga Agung.
‘’Kalian tahu? Ada beberapa santet yang pernah menyerang keluarga sampai-sampai Bapak meninggal dunia.’’ Ucap Ibu Nani
Agung dan Wastari hanya menyimak apa yang nantinya disampaikan oleh Ibu Nani kepada keduanya,
‘’Lowo Ireng adalah salah satu jenis santet yang sulit untuk diprediksi. Kejadiannya sama persis tepat di saat korban mengalami sebuah tragedi.’’
‘’Tragedi? Maksud Ibu?’’ Tanya Agung
‘’Lowo Ireng adalah santet yang menyerang korbannya dengan cara kecelakaan. Entah karena kecelakaan lalu lintas atau saat dirinya sedang melakukan pekerjaan.
Namun, ada sebuah ciri-ciri yang tidak diketahui oleh banyak orang terkait jenis santet ini.’’
Ibu Nani melihat jam dinding. Entah sampai kapan dirinya bisa menjelaskan hal ini kepada Agung dan Wastari, namun tekadnya tidaklah lemah.
Ibu Nani harus menyampaikan hal ini untuk bisa menjaga keluarganya sendiri.
‘’Orang yang nantinya akan terkena lowo ireng, mereka akan diikuti oleh bayangan hitamnya sendiri.’’
Agung langsung teringat sesuatu. Saat dimana dirinya melihat ada korban kecelakaan yang meninggal di tempat, tepat di saat itu, agung melihat ada bayangan hitam yang keluar dari mobil.
Lalu, dia juga melihat orang-orang yang ada di sekitarannya benar-benar dalam kondisi yang aneh. Belum lagi dengan kemunculan orang yang baru saja mengalami kecelakaan tersebut dan duduk di jok belakang mobilnya.
‘’Aku pernah melihatnya.’’ Ucap Agung
‘’Itu adalah lowo ireng. Santet jenis ini tidak bisa diketahui secara jelas,
apakah dia mengalami kecelakaan secara murni atau memang ada sesuatu yang mengarah kepadanya yaitu orang yang sengaja mencelakai dirinya agar mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat itu juga.’’
Agung mengangguk paham. Begitu juga dengan Wastari. Ia semakin tahu terkait hal-hal aneh yang terbilang sangat mustahil namun juga bisa dikatakan hal itu ada di sekitarannya.
‘’Tapi, bu. Aku boleh tanya?’’ Tanya Wastari
Ibu Nani tersenyum kepada Wastari. Ia tahu, wastari pasti akan menanyakan sesuatu hal yang berkaitan kepada keluarganya.
‘’Kalau santet banaspati itu apa bu?’’
Deg! Ibu Nani langsung menatap tajam ke arah Wastari. Ia terkejut tatkala Wastari mengetahui salah satu jenis santet yang mematikan yaitu santet banaspati.
‘’Kamu tahu dari mana santet itu?’’
‘’Wak Salim.’’
‘’Sudah kuduga.’’
‘’Ibu kenal Wak Salim?’’ Tanya Wastari
‘’Bapakmu yang kenal. Dia menceritakan tentang Wak Salim terhadap Ibu tatkala kedua orang tuamu menceritakan tentang saudaranya yang memiliki sifat aneh.’’
‘’Sifat aneh?’’
‘’Pakdemu suka makanin kodok, kan?”
Wastari tidak mengetahui hal itu. Yang ia tahu, pakdenya sering mencari kodok. Mungkin setahunya, kodok yang dicari oleh Wak Salim memiliki tujuan lain.
‘’Aku kurang tahu kalo itu, bu.’’
‘’Lupakan itu. Jadi, pakdemu kasih tahu tentang santet itu karena cerita apa?’’
‘’Dia menceritakan tentang teror-teror yang menyerang kedua orang tuaku. Salah satunya adalah dengan cara serangan santet banaspati yang sering mengelilingi rumah.’’
Ibu Nani menghela nafas panjang. Kali ini, ia tahu siapa orang yang harus ia curigai. Kemungkinan besar, dendam di masa lalunya bisa terobati dengan matinya orang yang selama ini ia cari.
‘’Ibu kenapa?’’ Tanya Agung
‘’Dulu, bapakmu juga mengalami hal yang sama. Sebelum dia meninggal dunia, ada banaspati yang mengelilingi rumah. Lalu, ia berlari ke arah belakang rumah karena tubuhnya merasa terbakar.
Tak lama kemudian, dia ditemukan di sebuah galian kubur yang hanya muat untuk dirinya sendiri. Mungkin, pakdhemu ada kaitannya dengan tragedi ini, tari.’’ Jelas Ibu Nani
Suasana menjadi hening saat Ibu Nani menyudutkan semua perkara dan bencana kematian suaminya oleh karena Wak Salim.
Sedangkan Wastari, dia hanya bingung. Dia tidak tahu menahu terkait apa yang disampaikan oleh Ibu Nani kepadanya.
Pikirnya, kemungkinan besar, apa yang terjadi kepada keluarganya memang sangat aneh dan menyimpan teka-teki yang sangat misterius.
‘’Anakmu sudah tidur?” Tanya Ibu Nani
‘’Sudah, bu. Ada apa?’’
‘’Coba cek lagi.’’
‘’Loh, kan ibu tahu tadi Didi tidur.’’
Ibu meminta kepada Wastari untuk mengecek Didi. Mungkin, ada sesuatu yang mengganjal di hati Ibu Nani perihal Didi yang dikatakannya belum tertidur.
Wastari akhirnya bangkit dari duduknya.
Ia kemudian berjalan ke arah kamar anaknya untuk mengetahui apakah anaknya sudah tertidur atau belum.
Namun, belum juga Wastari tiba di kamar anaknya, tiba-tiba, ia mendengar sesuatu dari dalam kamar,
‘’Kok kamu kurus banget. Kamu gak pernah makan, ya?’’
Deg! Jantung Wastari berdegup dengan kencang. Ia tidak menyangka, jika anaknya sedang berbicara kepada sesuatu yang mestinya tidak ada satu orang pun di dalam kamar saat itu.
‘’Rambut kamu juga putih. Kamu ke sini mau nemenin aku? Kamu sembunyi aja. Nanti dimarahin sama nenek. Soalnya, nenek aku galak!’’
Wastari pun ingin membuka pintu kamar anaknya. Namun, dengan cepat, ibu nani langsung menepuk pundaknya dan meminta kepada Wastari untuk tidak berisik.
‘’Itu kiriman dari pakdemu.’’
‘’Kiriman apa, bu?’’
‘’Kiriman untuk menukar jiwa anakmu.’’
‘’Maksud Ibu?’’
‘’Pakdemu mau numbalin anakmu sendiri!’'
Wastari tidak menyangka, jika pakdenya akan melakukan hal ini kepada dirinya sendiri. Mungkin, apa yang memang dikatakan oleh mertuanya itu ada benarnya. Pasalnya, didi merasa aneh tatkala berada di rumah itu.
‘’Bu? Aku harus gimana?’’
Ibu Nani meminta kepada Wastari untuk mundur sejenak. Ia kemudian membuka pintu dan sontak saja, didi langsung mengucapkan sesuatu tatkala pintu kamarnya akan dibuka dari luaran,
‘’Cepet-cepet masuk! Ada yang dateng!’’
Dengan wajah yang sumringah, ibu nani pun penasaran dengan sosok yang disembunyikan oleh Didi.
‘’Kamu bawa sesuatu, ya?’’
‘’Ngga kok, nek.’’
‘’Hayo! Kamu mulai bohong nih sama nenek.’’
Didi pun melihat ke arah lemari. Ia seperti memberikan tanda lewat kedua tangannya agar tidak keluar dulu sebelum waktunya.
‘’Temanmu cantik atau ganteng?’’
‘’Nenek kok gak bilang-bilang kalo mau masuk ke kamar ini.’’
Ibu Nani melangkah menuju ke arah Didi. Jari jemari Ibu Nani sempat dimainkan dan diputar-putarkan beberapa kali untuk mengetahui sesuatu yang tersembunyi di lemari tersebut.
Sampai akhirnya, ketika Ibu Nani melangkahkan kakinya menuju lemari, tiba-tiba, didi langsung membentangkan kedua tangannya sembari menghalang-halangi neneknya untuk tidak membuka lemarinya,
‘’Nenek mau apa?’’
Ibu Nani tersenyum. Ternyata, sosok yang menempel kepada Didi sangat pintar. Dia mampu memanipulasi seseorang hingga membenci keluarganya sendiri.
‘’Nenek mau kenalan sama temen kamu. Boleh gak? Kan ini rumah nenek, jadi, nenek wajib tahu siapa yang ada di rumah ini.’’
‘’Temen aku gak mau kenalan sama nenek. Soalnya, nenek galak!’’
‘’Nenek galak kan demi kebaikan Didi.’’
‘’Tapi Nenek gak suka temen Didi!’’
‘’Kalo begitu, kalo nenek bilang temen kamu pencuri, boleh gak?’’
‘’Pencuri?’’
‘’Iya. Temen kamu suka mencuri jiwa-jiwa yang tidak bersalah dan belum berlumuran dosa!”
Bruk! Ibu Nani segera mendorong Didi ke kasur dan dengan cepat, tangan Ibu Nani segera membuka lemari.
Akan tetapi, yang ditemukan oleh Ibu Nani hanyalah baju-baju miliknya. Sosok yang dikatakan oleh Didi tidak berada di dalam lemari.
Namun, dari luaran, wastari berteriak dengan kencang tatkala melihat Didi bersikap aneh,
‘’Ibu! Didi, bu!’’
Ibu Nani langsung menghadap ke belakang. Ia lalu terkejut saat melihat mata Didi sudah melotot ke arahnya.
‘’Anak iki bakal selamet yen awakku sing jogo!’’
(Anak ini akan selamat jika tubuhku yang jaga)
Agung yang mengetahui ada teriakan aneh dari kamar anaknya langsung berlari. Ia lalu melihat isterinya sedang menangis dan raut wajahnya penuh dengan ketakutan,
‘’Ada apaa?”
‘’Didi, mas!”
‘’Didi kenapa?’’
‘’Didi kesurupan!’’
Agung pun terkejut saat dirinya melihat Didi dengan ekspresi wajah yang aneh. Tatapannya benar-benar tajam mengarah kepada Ibu Nani,
‘’Bu? Adek kenapa?’’ Tanya Agung
Ibu Nani menengok ke arah Agung. Ia hanya tersenyum sejenak lalu kembali mengarahkan pandangannya kepada Didi,
‘’Siapa tuanmu?’’ Tanya Ibu Nani
Didi hanya mengeram. Air ludahnya berjatuhan tatkala mulutnya mulai mengeluarkan suara eraman. Kedua tangannya juga sudah mulai digerak-gerakkan.
Terkadang, kedua tangannya digerakkan seperti ingin mencengkram. Lalu, berganti lagi dengan cara dibenturkan antar keduanya secara bergantian.
Dilihat dari sosoknya, ibu nani teringat akan salah satu sosok yang sering melakukan gerakan semacam itu. Gerakan itu tampak sangaemang sosok yang biasa melakukan itu adalah sosok yang muncul tatkala di waktu penghujan saja.
Tangan Ibu Nani perlahan bergerak ke arah Didi. Ia berusaha untuk menyentuh tangan Didi agar mengetahui sosok apa yang sedang merasuki tubuhnya itu.
Akan tetapi, didi langsung mundur ke belakang. Ia tahu jika Ibu Nani akan mendiktenya dengan cara menyentuh bagian pergelangan salah satu tangannya.
‘’Kamu takut?’’
Sosok itu hanya menjawab dengan eraman. Sembari membenturkan kedua tangannya secara bersamaan, ibu nani meminta kepada Agung untuk membawakan segelas air yang ditambahkan dengan garam.
‘’Ambil segelas air dengan garam.’’
Sosok yang merasuki Didi seperti paham akan perintah itu. Dia bergerak maju untuk menghalangi Agung yang akan membawakan segelas air garam. Namun dengan cepat Ibu Nani segera menghalau gerakan Didi,
‘’Sudah. Di sini saja.’’ Senyum Ibu Nani
Agung pun segera cepat mengambil segelas air yang dicampurkan dengan garam. Setelah itu, ia kembali lagi ke kamar Didi dan menyerahkan air garam itu kepada Ibu Nani,
‘’Bu. Ini airnya.’’
Ibu Nani segera mengambil segelas air itu. Ia kemudian membacakan salah satu ayat suci Al-qur’an yang biasa digunakan untuk meruqyah orang-orang yang sedang dirasuki,
‘’Wa nunazzilu minal-qur`āni mā huwa syifā`uw wa raḥmatul lil-mu`minīna wa lā yazīduẓ-ẓālimīna illā khasārā’’
(Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian)
Dia kemudian mencipratkan air itu ke arah tubuh Didi. Benar saja, air itu berpengaruh kepada tubuh Didi. Ia seperti merasa terbakar dengan air garam yang dicipratkan oleh Ibu Nani
Tak berselang lama, tubuh Didi langsung ambruk. Namun, ibu nani tidak hanya diam. Ia langsung keluar dari kamar seperti mengejar sesuatu,
‘’Agung ikut Ibu! Wastari, jaga anakmu!’’
‘’Iya, bu!’’
Agung mengikuti langkah kaki Ibu Nani yang lebih cepat darinya. Walaupun usianya sudah terbilang tua, langkah kaki dari Ibu Nani lebih cepat mengejar sosok tersebut yang akan memproyeksikan dirinya di hadapan manusia setelah peruqyahan selesai.
Dan benar saja, saat Ibu Nani membuka pintu rumah depan, agung diperlihatkan dengan sosok yang begitu sangat mengerikan.
Bentukannya seperti manusia tulang dengan rambut yang menutupi seluruh wajahnya. Menggunakan kain berwarna hitam dan membenturkan kedua tangannya secara bersamaan.
Selain itu juga, terdengar suara yang sangat familiar seperti halnya saat dimana Agung mendengar suara itu tepat saat dirinya berada di rumah Wastari,
‘’TEK!’’
‘’TEK!’’
‘’TEK!’’
Seluruh tubuh Agung tidak bisa bergerak. Ia seperti merasakan mati langkah dengan seketika tatkala melihat sosok yang aneh itu.
‘’Bu—uu? Itu apa?’’
‘’Itu jerangkong. Sosok yang dikirim oleh Pakdhenya Wastari. Sosok ini yang menempel pada tubuh si Didi.’’
Perlahan, kabut menutupi sosok itu. Ia menghilang dalam kegelapan. Yang terdengar hanyalah bunyi suara tulang yang dibenturkan,
‘’TEK!’’
‘’TEK!’’
‘’TEK!’’
Ibu Nani langsung menatap ke arah Agung. Ia kemudian mengatakan sesuatu terkait fakta tentang kematian Ayahnya,
‘’Sosok itu pernah datang ke rumah sebelum kematian ayahmu. Bisa jadi, pakde Wastari adalah pelaku dari kematian Ayahmu.’’
Part-3
''Ganyir Mayit'' Akan update pada tanggal 20 Januari 2022. Kalo mau baca duluan part-3, bisa langsung klik link di bawah ini ya
“Sungai ini meminta wadal (tumbal). Mereka yang tenggelam dan hanyut terbawa arus hingga tak bisa ditemukan adalah bagian dari misteri serta kengerian yang terjadi jika air sudah mulai hangat.”
@bacahorror #ceritaserem
Sungai Banyukala/Banyukolo
Sore itu, banyak para warga yang datang berduyun-duyun untuk mandi di sungai Banyukala. Tak hanya mandi dan Kumkum di sana, Sebagian dari mereka juga ada yang gemar memancing ikan atau mencari pasir di sungai ini untuk nantinya dijual. tebusan
Dikenal sebagai BANYUKALA karena dulunya sungai ini menjadi pusat bagi tempat bersemayamnya para ‘’KOLO/KALA’’ atau Siluman Para Siluman di sana benar-benar memberikan tebusan dosa akan kesalahan yang manusia perbuat.
“Kakinya digerogoti sampai memunculkan bau tak sedap.”
Sore itu, sepulang dari bekerja, Mamat diajak oleh Om-nya yang sudah setahun belakangan ini isterinya terkena penyakit aneh. Mas Sultan namanya. Isteri Mas Sultan bernama Mbak Dea. Dia sudah setahun ini sakit dan belum sembuh walaupun sudah berikhtiar mencari pengobatan di mana pun.
Mbak Dea tidak bisa berjalan. Dia hanya bisa terbaring di atas kasur. Penyakitnya ini disebut-sebut telah menguras banyak harta milik Mas Sultan. Karenanya, dia mencari banyak informasi terkait penyembuhan yang bisa dia dapatkan untuk menyembuhkan sang isteri.
YA'JUJ DAN MA'JUJ SALAH SATU PERTANDA AKAN TERJADINYA KIAMAT KUBRO.
Rasulullah SAW juga bersabda: ‘”Hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini.” Lalu ia melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuk.’ Kemudian dengan terbukanya dinding tersebut akan selalu bertambah, hingga akhirnya lenyap dan hancur pada hari kiamat nanti.
Yajuj majuj adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Adam AS yang kemudian menjadi salah satu pertanda datangnya hari kiamat.
Pada umumnya, mereka digambarkan sebagai kaum yang gemar membuat kerusakan di muka bumi. Tak ada yang dapat menghalangi kedatangannya, kecuali hanya Allah SWT.
Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa yajuj majuj ialah keturunan Yafits putra Nuh, mereka kemudian tidak tinggal di alam ghaib seperti pada malaikat dan jin. Sosok yajuj majuj tak digambarkan secara gamblang di dalam Al-Quran.
Sebagian ahli tafsir kemudian menggambarkan yajuj majuj sebagai simbol dari perangai-perangai manusia yang buruk. Meski demikian, kedatangan yajuj majuj adalah sesuatu yang pasti karena sosoknya sudah dijelaskan dalam Al-Quran.
Akan tetapi, tak ada jawaban dari Sherly. Sekilas, Ina melihat kembali tangan yang ia pegang.
Betapa terkejutnya Ina saat melihat tangan yang ia pegang ternyata bukan tangan milik Sherly!
Melainkan….. Tangan yang Ina pegang adalah tangan milik ….
@bacahorror #ceritaserem #malamjumat
Sore itu tepat di malam jum'at Kliwon, Wahyu bersama dengan ketiga orang temannya Aep, Sherly dan Ina melakukan pendakian ke Gunung Slamet via Bambangan.
Saat itu kondisi cuaca sangat bagus. Sangat memungkinkan mereka mendapatkan view yang bagus di puncak.
wahyu memimpin do'a untuk mengawali pendakian. Ia juga tidak lupa untuk mengingatkan kepada teman-temannya agar tetap waspada di saat pendakian dimulai.
Wahyu sengaja mengatakan hal seperti itu karena Gunung Slamet sendiri memiliki atmosfer mistis yang berbeda dari gunung-gunung lainnya.
Merinding!
Itu perasaan yang dirasakan Ustaz Jenal sewaktu dirinya mendapati satu kasus yang cukup langka di desanya. Sebuah penyakit hati yang mampu membuat orang yang dibencinya menjadi korban dari keganasan penyakit ‘Ain.
"Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh 'ain itu yang bisa."
(HR. Muslim No. 2188).
@bacahorror #ceritaserem
Langkah seorang anak kecil berjalan ke arah panggung pementasan. Sekarang, gilirannya untuk menyampaikan pidato Islami yang di dengar oleh banyak orang.
Hadiahnya cukup lumayan. Juara 1 akan mendapatkan dua ekor kambing, uang pembinaan dan juga berkesempatan untuk melanjutkan perjuangannya di tingkat kabupaten. Bila menang, akan berlanjut ke tingkat propinsi, lalu nasional.