Keesokan harinya, agung masih memikirkan bagaimana caranya untuk memecahkan permasalahan ini. Dia tak tahu harus bagaimana sementara anaknya menjadi aneh semenjak dirasuki oleh sosok yang disinyalir merupakan sosok kiriman dari Paman Wastari.
Didi yang awalnya periang, kini terlihat sangat murung. Ia sama sekali tidak pernah bersosialisasi dengan orang-orang sekitarnya.
Terkadang, dirinya hanya menatap ke arah jendela rumah seperti sedang berbicara kepada orang yang tidak pernah terlihat oleh kedua maa Agung dan juga Wastari.
Sementara itu, ibu nanti masih memandang wajah suaminya. Ia masih mengingat hal yang belum diketahui oleh Agung terkait kematiannya yang masih misteri hingga sekarang.
‘’Bu? Ibu baik-baik aja, kan?’’ Tanya Agung
Ibu Nani hanya tersenyum. Ia kemudian menuju ke arah Agung dengan wajah yang penuh dengan kesedihan. Raut wajahnya sama sekali tidak berubah tatkala mengingat suaminya itu.
‘’Kamu tahu kan, nak? Dulu, ibu dan Bapak tidak menyetujui pernikahanmu dengan Wastari. Hal itu di karenakan, bapak telah memiliki isyarat yang tidak baik terkait salah satu anggota keluarga Wastari yang dinilai sangat mencurigakan.’’
Agung hanya tercengang saat mengetahui fakta dibalik pernikahannya yang ternyata menimbulkan sebuah asumsi terkait keluarga Wastari.
‘’Aku harap, kalian semua berada dalam keselamatan. Ibu tidak menginginkan hal-hal aneh kepada keluarga kalian. Untuk masalah Didi, biar Ibu yang menyelesaikannya. Kalian berdua, kembalilah ke sana.’’
‘’Untuk apa kita kembali ke sana, bu?’’
‘’Ibu rasa, paman wastari mengetahui sesuatu.’’
‘’Maksud Ibu? Apakah paman wastari ini pelakunya atau bagaimana?’’
‘’Belum tentu juga, nak. Ibu hanya memperkirakan saja. Sosok yang kemarin muncul di hadapan rumah seperti mengingatkan Ibu kepada kematian Bapak. Tentu saja, akan ada teka-teki dalam permasalahan ini.’’
Atas pernyataan dari Ibunya, agung merasa bingung. Ia tidak tahu, apa maksud dari perkataan ibunya yang sangat labil. Di lain sisi, dia juga tidak bisa menyimpulkan jika keluarga wastari adalah pelaku dari masa lalu orang tuanya.
Namun, di lain sisi juga, agung masih mencurigai Paman Wastari yang dinilai sangat mencurigakan tatkala mereka mendatangi rumah kosong yang hanya dijaga oleh seorang pria yang mengklaim dirinya sebagai Paman dari Wastari.
Saat itu, wastari masih menjaga Didi yang terkadang sering mengamuk-ngamuk tidak jelas di kamar. Suara Didi juga terkadang berubah menjadi parau dan serak seperti orang tua. Terkadang juga, didi sadar dan menjadi dirinya sendiri.
Tekanan bathin yang dirasakan oleh Wastari membuatnya hanya bisa mengelus dada sembari membaca Al-qur’an di dekat anaknya itu. Di sela-sela Wastari sedang membaca Al-qur’an, agung pun memasuki kamar sembari membereskan barang-barang pribadinya.
Wastari yang mengetahui hal itu langsung menghentikan bacaan Al-qur’annya. Ia kemudian menengok ke arah suaminya,
‘’Mas? Mau kemana?’’
‘’Aku ingin kembali lagi ke tempat pamanmu.’’
‘’Mau apa?’’
‘’Ibuku menyuruhku ke sana.’’
‘’Tapi kan, mas? Didi sedang dalam kondisi seperti ini?’’
‘’Karena itu kita harus selamatkan Didi! Kita harus tahu apa yang telah disembunyikan oleh pamanmu itu!’’
Wastari hanya terdiam.
Dia tidak tahu harus berbuat apa selain menuruti semua yang diinginkan oleh suaminya demi kebaikan Didi. Secara keseluruhan, kondisi Didi baik-baik saja. Namun, di waktu-waktu tertentu, dia seperti bukan layaknya Didi yang dikenal oleh Wastari dan juga Agung.
Terkadang, didi menangis layaknya seperti orang yang ditinggal jauh di sebuah tempat yang tidak berpenghuni. Terkadang juga, dia dirasuki oleh sosok nenek-nenek yang disebut-sebut sebagai sosok yang merasuki tubuh Didi.
Siang itu, agung dan wastari pun izin pamit kepada Ibu Nani untuk kembali ke jawa tengah. Tujuannya adalah mencari tahu terkait sosok yang sering mengganggu tubuh Didi dan berkeinginan untuk menyelesaikan masalah itu secepatnya.
Berangkat dengan kepercayaan diri yang tinggi, agung dan wastari pun merelakan anaknya untuk dijaga oleh sang nenek. Mereka berdua memiliki tujuan yang sama yaitu membongkar lebih dalam terkait apa yang dilakukan oleh Wak Salim selama beberapa tahun ke belakang.
Selama dalam perjalanan, wastari hanya menatapi jalanan yang ramai. Ia terkadang menampakkan wajah sedihnya di hadapan Agung karena melihat anaknya yang tiba-tiba menjadi aneh akhir-akhir ini.
Entah apa yang terjadi pada masa lalu di antara kedua orang tua Wastari dan juga Agung, keduanya hanya bisa menerima takdir yang secara penderitaan sangat mengena kepada mereka berdua.
Mobil memasuki gapura desa tempat dimana Wak Salim berada. Namun ada yang aneh. Mereka mendapati banyak warga yang mengenakan pakaian serba hitam sembari membawa sesuatu yang ditutupi kain berwarna putih. Terlihat juga wajah dari mereka yang penuh tanda Tanya.
Saat mereka melewati sebuah rumah warga, mereka mendapati bendera kuning yang berjajar rapih di hadapan rumahnya. Dari dalam mobil, terdengar isakan tangis yang begitu kencang dari rumah tersebut.
Namun bukan hanya itu saja. Pandangan Wastari tertuju kepada bambu kuning yang ditancapkan di beberapa sudut rumah warga yang meninggal dunia tersebut.
Biasanya, dengan penandaan seperti itu, bisa jadi ada sesuatu yang membuat para warga memikirkan untuk mengambil langkah lebih waspada setelah berjatuhannya salah seorang warga lainnya.
Para warga berbisik-bisik terkait kematian aneh yang menimpa warga tersebut.
Mereka tidak mengira juga salah seorang warga tersebut meninggal dalam keadaan yang mengenaskan.
‘’Dek? Ada yang meninggal kayaknya.’’
‘’Iya, mas. Tapi kok ada yang aneh, ya.’’
‘’Maksudnya dek?’’
‘’Biasanya, kalo ada orang yang meninggal dunia dalam keadaan yang aneh, para warga selalu memasang bambu kuning. Tujuannya untuk jaga-jaga.’’
Agung masih menyetir mobil dan menghindari reramaian para warga yang memperhatikannya dari luaran.
Mobil memasuki tempat dimana Wak Salim berada. Sebuah rumah kosong yang di depannya bertuliskan ‘’penjualan’’ rumah yang berada di halaman rumah tersebut.
Sesaat dimana Agung dan Wastari membuka gerbang, ia memakirkan mobilnya di halaman rumah. Lalu, keluarlah seorang lelaki tua dengan langkah yang penuh hati-hati. Dia adalah Wak Salim.
Agung dan Wastari turun dari mobilnya. Ia kemudian disambut oleh Wak Salim dengan pelukan hangat.
‘’Kok kalian berdua? Dimana anak kalian?’’ Tanya Wak Salim
Agung dan Wastari saling menatap. Keduanya tampak bingung untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Wak Salim kepadanya.
‘’Anu, wak. Didi lagi sakit.’’
‘’Sakit apa?’’
Wastari hanya bisa terdiam. Tampaknya, dia tak mau menceritakan terkait apa yang sedang terjadi. Takutnya, apa yang ia ceritakan kepada Wak Salim justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.
‘’Aku tahu apa yang kalian pendam. Sekarang, masuk ke dalam rumah.’’ Ucap Wak Salim
Agung dan Wastari izin mengambil barang-barangnya terlebih dahulu. Mereka berdua kemudian masuk ke rumah peninggalan orang tua Wastari yang sekarang dihuni oleh Wak Salim seorang.
Seperti biasa, di dalam rumah, mereka berdua seperti mencium bau busuk yang menyerbak. Entah memang ada bangkai yang sudah lama tidak diangkut atau memang ada hal lain yang berada di rumah peninggalan orang tua Wastari itu
Wak Salim menyiapkan wedang dan beberapa makanan untuk nantinya menjadi teman obrolan mereka saat itu.
‘’Silahkan, ceritakan apa yang menjadi keresahan hati kalian.’’ Jelas Wak Salim
Agung dan Wastari tidak bisa menjawab atau menceritakan apapun. Kali ini, mereka berdua tampak bingung untuk mengawali obrolan dan rasanya seperti sangat canggung tatkala berhadapan langsung dengan Wak Salim.
Seperti ada sesuatu yang mereka pendam namun tidak ingin diungkapkan. Di lain sisi, mereka berdua juga mempercayai cerita yang diceritakan oleh Ibu Nani (Ibu dari Agung) terkait hal yang terjadi kepada Didi.
Namun, melihat raut wajah yang tampak begitu luwes dari penampilan Wak Salim sekarang, agung tampak ragu dengan penilaian cepat yang diberikan orang tuanya kepada Wak Salim.
‘’Begini, wak. Kami datang kemari hanya ingin tahu, apa yang terjadi kepada Didi sewaktu menginap di rumah ini.’’ Jelas Agung
‘’Memangnya, setelah dari sini, didi masih kumat?’’
Agung hanya mengangguk. Sedangkan Wak Salim, ia hanya menghela nafas panjang. Rasanya seperti tertimpa tambahan beban hidupnya dalam tubuh yang sudah tua renta itu.
‘’Jadi, didi kenapa, wak?’’ Tanya Agung
‘’Di desa ini, kita tidak bisa menentukan mana orang baik dan mana orang jahat dari penilaian orang-orang luar saja.
Karena, sejatinya mereka yang menyembunyikan diri dari pandangan orang-orang dan menyengaja untuk menutupi diri, dia adalah orang-orang yang terselamatkan.’’ Jelas Wak Salim
Penggambaran dan pengibaratan yang diucapkan oleh Wak Salim benar-benar mencambuk hati dan juga pikiran Agung. Ia benar-benar merasa tertampar dengan kalimat yang baru saja Wak Salim katakan barusan.
‘’Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di desa ini, wak?’’ Tanya Agung
‘’Desa ini disebut dengan desa ganyir mayit. Orang-orang yang berada di desa ini sering terkena serangan-serangan aneh seperti yang terjadi kepada Didi dan juga kedua orang tua Wastari.
Tak aneh, jika di setiap rumah di desa ini selalu dipasang bambu kuning. Tujuannya agar si sosok itu tidak menjemputnya.’’
‘’Menjemputnya?’’ Tanya Wastari
Wak Salim hanya mengangguk. Ia membenarkan terkait apa yang dipikirkan oleh Wastari dan juga Agung. Keduanya masih belum paham dengan ucapan yang dilontarkan oleh Wak Salim terkait kalimat ‘’menjemput’’ yang dimaksud.
Wak Salim tampak membenci hal itu. Tatapan matanya melotot tajam ke arah jendela seperti mengingat memori kelam saat dimana dirinya mendapati sosok yang tidak ia sukai.
Bibirnya yang berwarna hitam bergerak-gerak seperti sedang menyumpah serapah sesuatu yang ia benci.
‘’Anak-anak di sini banyak yang meninggal dengan cara yang mengenaskan. Tubuhnya mengeluarkan bau seperti mayit. Dari mulutnya terkadang keluar ciran busuk.
Beberapa ada yang melihat mereka meninggal dengan cara yang lebih ekstrim dimana setengah tubuhnya dipendam di liang lahat dengan kepala yang masih mendongak ke arah langit.’’
Agung hanya bisa mendengar sembari menganalisa kembali apa yang ia ketahui terkait Wak Salim dari ibunya. Jika memang pelakunya adalah Wak Salim, mana mungkin dia akan menceritakan sedetail ini kepada Agung.
Seperti biasa, tatkala memasuki waktu sore, desa ini selalu dihadiri langit yang berwarna kelabu. Mendung sudah merambah ke tiap sudut desa. Orang-orang desa mulai berlarian untuk memasuki rumahnya masing-masing.
Tanah menjadi basah tatkala tetesan demi tetesan hujan berjatuhan. Bau semerbak tanah yang khas serta udara yang berhembus dari luar menusuk ke tubuh mereka masing-masing.
Wak Salim masih dengan tenang menghadapi cuaca yang berubah-ubah seperti ini. Ia masih tetap membakar rokok kretek sebagai teman kesehariannya.
‘’Kamu tahu Ganyir Mayit, wastari?” Tanya Wak Salim kepada Wastari
‘’A—pa itu, wak?’’
‘’Sebuah pesugihan yang membuat tumbalnya membusuk seperti bau mayit. Orang-orang yang sudah mengeluarkan bau mayit, dia akan menjadi tumbal nantinya.’’
Ganyir Mayit adalah aib bagi warga yang ada di desa tersebut. Sebuah pesugihan yang membuat korban atau tumbalnya menderita seperti mayit.
Selain itu, bau busuk yang dikeluarkan oleh korban juga sama persis seperti mayit. Karena itulah, jika ada salah seorang warga yang meninggal dunia lalu di sekitaran rumahnya tertancap bamboo kuning, bisa jadi, orang tersebut meninggal dunia karena Pesugihan Ganyir Mayit.
Wak Salim menjelaskan, sudah lama pesugihan ini dilakukan. Namun pelakunya belum juga tertangkap.
Tidak banyak warga yang mengetahui siapa pelakunya. Karena itulah, sampai saat dimana korban berjatuhan, pelaku dari pesugihan ganyir mayit ini belum ditemukan.
Malam itu, agung dan Wastari memutuskan untuk menetap di rumah yang dijaga oleh Wak Salim. Mereka tidak mungkin untuk pulang di waktu malam karena resiko hal-hal yang tidak masuk akal kerap terjadi.
Seperti biasa, tatkala mereka berdua sedang tertidur, mereka selalu mendengar suara aneh yang bunyinya sangat familiar.
‘’TEK’’
‘’TEK’’
‘’TEK’’
Suara itu terngiang-ngiang di kepala Agung. Ia sedikit terganggu dengan suara aneh. Namun, dia langsung terbangun dan teringat sesuatu akan makna dari suara itu.
‘’Hah?’’
Pintu kamarnya terbuka lebar. Di hadapannya sudah berdiri sosok nenek tua dengan tubuh yang kurus kering. Lalu, kedua tangannya dibenturkan secara bersamaan hingga menimbulkan suara yang berbunyi,
‘’TEK’’
‘’TEK’’
‘’TEK’’
Tidak berselang lama, seorang anak kecil berjalan ke arah sosok tersebut. Ia kemudian memeluk sosok tersebut hingga wajahnya menjadi pucat. Dari mulutnya keluar cairan hitam.
Baunya sangat busuk. Matanya melotot ke langit-langit rumah. Kedua tangannya menjadi mengkerut. Anak kecil itu berteriak memanggil nama Agung,
‘’Bapak! Bapak!’’
‘’Didi?’’
Agung terperanjat tak percaya jika anaknya sudah berada dalam jangkauan si sosok tersebut. Kedua tangannya segera menghalau selimut. Kakinya mulai digerakkan. Tubuhnya memberontak ke depan untuk bisa menggapai Didi yang sudah setengah mati berada dalam pelukan sosok itu.
Akan tetapi, ….
‘’Mas? Mas? Kenapa?’’ Tanya Wastari
Agung langsung berteriak histeris. Dia terbangun dan segera memeluk isterinya. Dia mengalami mimpi paling buruk dalam hidupnya. Emosinya meledak hingga tetesan air matanya membahasi pundak Wastari.
‘’Didi …. ‘’
‘’Kenapa Didi, mas?’’
‘’Aku mimpi buruk barusan.’’
‘’Mimpi buruk apa?’’
‘’Didi bakal jadi tumbal ganyir mayit!’’
Wastari langsung terdiam. Mulutnya sontak berucap kalimat istighfar. Jantungnya mulai berdegup kencang. Dia sadar, mimpi yang baru saja mendatangi suaminya bukanlah mimpi biasa pada umumnya.
Sembari menenangkan Agung, wastari pun mengelus-elus pundak suaminya dengan belaian kasih sayang. Tekanan bathin yang dirasakan oleh suaminya sangat besar sampai-sampai terbawa dalam mimpi.
Namun, seberat apapun masalah yang dirasakan oleh suaminya, wastari tetap berada di sampingnya sembari memberikan ketenangan untuknya.
Selepas Agung tenang, wastari mengajak suaminya untuk melaksanakan sholat malam dua roka’at. Ini bertujuan agar dirinya meminta bantuan kepada Tuhan atas jalan dan tujuan yang akan ditempuh selanjutnya.
Mereka berdua pun bergantian pergi ke kamar mandi. Wastari mengawali untuk menuju ke kamar mandi. Ia kemudian mengambil air wudhu.
Saat dimana dirinya sedang berwudhu, wastari mencium bebauan busuk di sekitarnya. Ia kira, bau busuk itu dikeluarkan dari air yang baru saja ditumpahkan dalam keran.
Saat hidungnya mengendus air tersebut, wastari tidak mendapati bebauan busuk yang berasal dari air itu. Ia kemudian memejamkan matanya sembari membaca do’a dalam hati agar segala gangguan aneh lainnya dapat ia lewati atas izin Tuhan.
Dan benar saja. Bebauan busuk itu langsung menghilang. Wastari kembali melanjutkan wudhunya hingga selesai.
Sementara itu, agung masih berada di dalam kamar sembari menunggu kedatangan isterinya. Ia terkejut saat pintu kamar tiba-tiba terbuka. Lalu, berjalanlah seorang wanita melewati kamar sembari membawa sesuatu di dalam sebuah wadah.
Perempuan itu terhenti tepat di depan kamar sembari mengambil seekor katak yang masih hidup dalam wadah tersebut,
‘’Wastari?’’
Wanita itu hanya tersenyum sembari mengunyah daging katak mentah-mentah. Ia kemudian berjalan sembari mendongakkan kepalanya sembari memakan sisa daging katak yang belum dihabiskan.
Agung tak percaya jika itu adalah Wastari. Ia kemudian turun dari tempat tidurnya. Tubuhnya seperti tertarik sesuatu hingga langkahnya sedikit cepat untuk mengejar wastari.
Namun, baru juga dirinya keluar dari kamar, seorang wanita memanggilnya dari arah kamar mandi,
‘’Mas? Mau kemana?’’
Agung terkejut mengetahui isterinya ada dua. Ia kemudian menatap ke arah yang berbeda. Dimana di situ terdapat dua wastari yang berbeda.
Yang satu baru keluar dari kamar mandi dan yang satu lagi sedang berdiri di dekat pintu keluar sembari memakan katak hidup-hidup.
‘’Ka—mu siapa?’’ Tanya Agung kepada sosok wanita yang sedang berdiri di dekat pintu depan rumahnya.
Wastari yang mendengar perkataan itu langsung segera mendekati suaminya. Ia kemudian menutupi mata suaminya.
‘’Mas … istighfar …. ‘’
Wastari mambantu suaminya untuk mengucapkan kalimat istighfar berulang-ulang kali. Ia tahu, yang dilihatnya bukanlah wastari yang asli akan tetapi ada satu sosok yang menjelma seperti wastari.
Tidak berselang lama, sosok yang menjelma menjadi wastari tiba-tiba menghilang dengan sendirinya. Tubuh Agung langsung ambruk.
‘’Mas? Kamu kenapa?’’
Wajah Agung langsung memucat. Keringan dingin bercucuran. Matanya mendongak ke arah atas langit-langit rumah.
Untung saja saat itu Wak Salim belum tertidur. Ia hadir tepat waktu saat dimana tubuh Agung sudah tidak bisa bangkit lagi. Wak Salim dan Wastari pun memapah Agung hingga ke dalam kamar.
Pagi harinya, agung terbangun. Ia terkejut saat Isterinya masih tertidur sembari memeluknya. Di dahinya juga terdapat kompresan. Agung hanya melihat wajah isterinya, wastari, yang tampak kelelahan.
‘’Semalam aku pingsan kah?’’
Saat Agung terbangun, pintu kamar terbuka. Wak Salim membawakan sarapan untuk Agung dan juga Wastari.
‘’Wak Salim?’’
‘’Semalam kamu terkena njemputan.’’ Jelas Wak Salim kepada Agung
‘’Njemputan?’’
‘’Sosok ganyir mayit kemari.’’
Agung terkejut mendengar hal itu. Yang ia ingat adalah tatkala dirinya melihat ada dua wastari di hadapannya. Dimana yang satu sedang memakan katak hidup-hidup dan yang satunya lagi baru saja keluar dari kamar mandi.
‘’Dia kira, kalian berdua membawa anakmu. Makanya sosok itu kemari untuk menjemput anakmu.’’ Jelas Wak Salim
Agung sadar jika Didi sudah ditandai oleh sosok tersebut. Karena itulah, benar apa yang dikatakan oleh Wak Salim. Sosok itu ingin menjemput Didi pada malam itu juga. Payahnya, didi tidak berada bersama mereka.
‘’Jangan risau, gung. Dan juga jangan kagetan. Kamu akan mengetahui fakta yang menyakitkan itu adalah ketika pelakunya adalah orang kita sendiri.’’ Jelas Wak Salim
‘’Maksudnya?”
‘’Nanti kau tahu sendiri.’’
Selesai memberikan sarapan kepada Agung dan juga Wastari, wak salim keluar dari kamarnya.
Dia berniat untuk berkeliling desa untuk mencari tahu, apakah ada korban yang berjatuhan lagi tatkala sosok ganyir mayit itu mendatangi rumahnya dan gagal mengambil tumbal?
Desa ini dinamakan desa ganyir. Diambil dari namanya saja, desa ini dikenal karena dulu tanahnya berbau anyir atau amis. Sehingga, kata ganyir ini sendiri digunakan untuk mengartikan sebuah desa yang memiliki tanah amis atau anyir.
Warga di desa ini rata-rata menjadi seorang petani. Banyak dari mereka yang memilki tanah yang luas serta mendapatkan panen dengan hasil yang melimpah.
Namun, semenjak saat dimana Wastari dinikahkan oleh Agung, desa ini mendapatkan sebuah fenomena yang tidak bisa dihindari. Entah memang ini ada hubungannya dengan Wastari dan juga Agung atau memang ada sebab lain yang menjadi patokan utama dari munculnya banyak peristiwa aneh.
Kematian demi kematian di desa ini begitu sangat misteri. Tangisan demi tangisan seperti tetesan hujan yang terus membasahi tanah di desa ganyir ini.
Benar apa yang dikatakan oleh Wak Salim. Jika ada sosok ganyir mayit yang ingin ‘’njemput’’ tumbalnya dan tumbalnya tidak ditemukan, maka, korban bisa jadi sosok itu mengambil tumbal lainnya.
Agung akhirnya membangunkan Wastari dan menyuruhnya untuk sarapan. Wastari terbangun sembari menatap wajah suaminya yang sudah kembali bugar seperti semula.
Mereka berdua pun sarapan terlebih dahulu. Selesai mereka sarapan, agung dan wastari akhirnya memutuskan untuk pulang.
Ia kemudian membereskan semua barang-barangnya dan dimasukkan ke dalam mobil.
Bersamaan dengan itu, wak salim sudah menunggunya di depan gerbang sembari menatap sawah para warga di desa ganyir.
‘’Wak … Kita mau pamit pulang dulu.’’ Jelas Agung dengan nada yang rendah
‘’Apa ibumu pernah menanyakan tentangku?”
Agung terkejut mendengar hal itu. Padahal, selama dirinya berada di rumah tersebut, agung tidak pernah sekali pun menyinggung Wak Salim dengan pandangan yang Ibu Nani berikan kepadanya.
‘’Hanya sedikit, wak.’’
‘’Beritahu Ibumu. Berhenti bermain-main lagi. Minta kepadanya untuk lepaskan anakmu.’’
‘’Maksudnya, wak?’’
‘’Kamu akan tahu sendiri siapa pelakunya, gung. Sosok Ganyir Mayit ini telah membunuh kedua orang tua Wastari karena ketidak setujuannya pernikahan di antara kalian berdua!”
Part akhir minggu depan, ya. Bersamaan dengan itu, akan ada cerita baru lainnya.
Bagi yang mau baca part akhir, bisa langsung ke karyakarsa aja, ya. Klik link di bawah ini karyakarsa.com/Restuwiraatmad…
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
“Sungai ini meminta wadal (tumbal). Mereka yang tenggelam dan hanyut terbawa arus hingga tak bisa ditemukan adalah bagian dari misteri serta kengerian yang terjadi jika air sudah mulai hangat.”
@bacahorror #ceritaserem
Sungai Banyukala/Banyukolo
Sore itu, banyak para warga yang datang berduyun-duyun untuk mandi di sungai Banyukala. Tak hanya mandi dan Kumkum di sana, Sebagian dari mereka juga ada yang gemar memancing ikan atau mencari pasir di sungai ini untuk nantinya dijual. tebusan
Dikenal sebagai BANYUKALA karena dulunya sungai ini menjadi pusat bagi tempat bersemayamnya para ‘’KOLO/KALA’’ atau Siluman Para Siluman di sana benar-benar memberikan tebusan dosa akan kesalahan yang manusia perbuat.
“Kakinya digerogoti sampai memunculkan bau tak sedap.”
Sore itu, sepulang dari bekerja, Mamat diajak oleh Om-nya yang sudah setahun belakangan ini isterinya terkena penyakit aneh. Mas Sultan namanya. Isteri Mas Sultan bernama Mbak Dea. Dia sudah setahun ini sakit dan belum sembuh walaupun sudah berikhtiar mencari pengobatan di mana pun.
Mbak Dea tidak bisa berjalan. Dia hanya bisa terbaring di atas kasur. Penyakitnya ini disebut-sebut telah menguras banyak harta milik Mas Sultan. Karenanya, dia mencari banyak informasi terkait penyembuhan yang bisa dia dapatkan untuk menyembuhkan sang isteri.
YA'JUJ DAN MA'JUJ SALAH SATU PERTANDA AKAN TERJADINYA KIAMAT KUBRO.
Rasulullah SAW juga bersabda: ‘”Hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini.” Lalu ia melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuk.’ Kemudian dengan terbukanya dinding tersebut akan selalu bertambah, hingga akhirnya lenyap dan hancur pada hari kiamat nanti.
Yajuj majuj adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Adam AS yang kemudian menjadi salah satu pertanda datangnya hari kiamat.
Pada umumnya, mereka digambarkan sebagai kaum yang gemar membuat kerusakan di muka bumi. Tak ada yang dapat menghalangi kedatangannya, kecuali hanya Allah SWT.
Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa yajuj majuj ialah keturunan Yafits putra Nuh, mereka kemudian tidak tinggal di alam ghaib seperti pada malaikat dan jin. Sosok yajuj majuj tak digambarkan secara gamblang di dalam Al-Quran.
Sebagian ahli tafsir kemudian menggambarkan yajuj majuj sebagai simbol dari perangai-perangai manusia yang buruk. Meski demikian, kedatangan yajuj majuj adalah sesuatu yang pasti karena sosoknya sudah dijelaskan dalam Al-Quran.
Akan tetapi, tak ada jawaban dari Sherly. Sekilas, Ina melihat kembali tangan yang ia pegang.
Betapa terkejutnya Ina saat melihat tangan yang ia pegang ternyata bukan tangan milik Sherly!
Melainkan….. Tangan yang Ina pegang adalah tangan milik ….
@bacahorror #ceritaserem #malamjumat
Sore itu tepat di malam jum'at Kliwon, Wahyu bersama dengan ketiga orang temannya Aep, Sherly dan Ina melakukan pendakian ke Gunung Slamet via Bambangan.
Saat itu kondisi cuaca sangat bagus. Sangat memungkinkan mereka mendapatkan view yang bagus di puncak.
wahyu memimpin do'a untuk mengawali pendakian. Ia juga tidak lupa untuk mengingatkan kepada teman-temannya agar tetap waspada di saat pendakian dimulai.
Wahyu sengaja mengatakan hal seperti itu karena Gunung Slamet sendiri memiliki atmosfer mistis yang berbeda dari gunung-gunung lainnya.
Merinding!
Itu perasaan yang dirasakan Ustaz Jenal sewaktu dirinya mendapati satu kasus yang cukup langka di desanya. Sebuah penyakit hati yang mampu membuat orang yang dibencinya menjadi korban dari keganasan penyakit ‘Ain.
"Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh 'ain itu yang bisa."
(HR. Muslim No. 2188).
@bacahorror #ceritaserem
Langkah seorang anak kecil berjalan ke arah panggung pementasan. Sekarang, gilirannya untuk menyampaikan pidato Islami yang di dengar oleh banyak orang.
Hadiahnya cukup lumayan. Juara 1 akan mendapatkan dua ekor kambing, uang pembinaan dan juga berkesempatan untuk melanjutkan perjuangannya di tingkat kabupaten. Bila menang, akan berlanjut ke tingkat propinsi, lalu nasional.