SOSOK KETIGA DI BANGSAL RUMAH SAKIT

"Tepat di tengah malam, aku mendengar suara kursi roda yang diseret-seret tepat di depan pintu ruangan. Tak berselang lama, aku juga mendengar suara anak kecil yang tertawa cekikikan layaknya sedang bermain."

#bacahorror @bacahorror_id
‘’Allahu Akbar …. Allahu akbar.’’
Lantunan suara adzan begitu terdengar jelas dari luar ruangan. Aku masih terdiam diri di depan ruangan tempat dimana Ibuku mendapatkan perawatan khusus.
Bagian kiri tangan dan kaki Ibu patah seusai ditabrak lari oleh pengendara motor yang melintasi jalan raya besar di terminal kota Cirebon. Tidak henti-hentinya, aku terus membacakan kalimat dzikir untuk menenangkan hati dan juga pikiran yang sedang kacau ini.
Dari kejauhan, kulihat seorang pria mengenakan sarung dan juga kopiah. Memiliki rambut yang panjangnya sebahu dan berjalan layaknya seorang ajudan dengan langkah yang sangat tegap sambil membusungkan badan ke arah depan. Dia adalah Ayahku. Pak Hardi.
Ayah sangat terpukul di saat mengetahui jika Ibu mendapatkan sebuah cobaan yang amat berat. Belum lagi, pelakunya melarikan diri saat insiden berlangsung. Ayah yang terkenal sangat penyabar, kini berubah menjadi manusia paling sensitif di dunia.
Namun, walaupun dia mendapati masa-masa yang tidak kurang mengenakkan di beberapa hari ini, ayah selalu menyuruhku untuk sholat berjama’ah.
‘’Ulfah, ayo kita sholat berjama’ah di mushola. Sudah masuk waktu maghrib.’’
‘’Iya, yah. Tapi, siapa yang jaga ibu nanti?’’
‘’Nanti ada suster dan dokter di rumah sakit. Jangan khawatir.’’
‘’Tapi, … ‘’
‘’Udah … Ayo sholat.’’
Aku bukannya ragu atau takut jika Ibu ditinggalkan. Hanya saja, aku tidak ingin kejadian yang sama terjadi pada kemarin hari saat dimana Ibuku berteriak ketakutan saat mendapati sosok ketiga yang ada di rumah sakit ini.
Ayah bilang, rumah sakit juga merupakan tempat dimana berkumpulnya sosok-sosok ghaib yang masih terkurung, berkeliaran atau mungkin juga bergentayangan.
Tidak heran, jika pasien atau mungkin keluarga pasien sendiri tidak betah jika berlama-lama di rumah sakit. Selain dengan tempatnya orang-orang yang sedang terkena musibah, di tempat ini juga seringkali terjadi hal-hal aneh di luar nalar.
Seperti yang dirasakan Ibu kemarin hari, dia berteriak ketakutan saat mendapati sosok wanita menggunakan pakaian suster namun memiliki wajah yang sudah hancur berantakan.
Aku tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh Ibu saat itu. Di lain sisi, aku dan ayah sedang tidak berada di ruangan. Di sisi lain, ibu tidak bisa bergerak sama sekali.
Dia bahkan tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya berteriak dan meminta kepada pihak rumah sakit untuk mengganti ruangannya terhadap ruangan lain yang masih kosong.
Di sela-sela aku sedang memikirkan ibu, aku kembali bertanya kepada Ayah terkait dengan pergantian ruangan yang diinginkan ibu.
‘’Yah? Ruangannya jadi diganti, kan?’’ Tanyaku sembari menatap arah depan saat dimana banyak orang yang berbondong-bondong menuju ke mushola di rumah sakit tersebut.
‘’Ayah sudah konfirmasi ke bagian admin. Katanya, untuk hari ini belum ada yang kosong. Semua ruangan benar-benar ramai akan pasien. Jadi, ayah memutuskan untuk tidak mengganti ruangan.’’
Jawaban itu membuat hatiku tidak nyaman. Aku masih memikirkan kondisi Ibu yang masih merasa ketakutan jika dirinya mendapati hal-hal aneh lagi saat malam tiba.
‘’Tapi? Kemarin ibu baru lihat setan, yah. Aku takut ibu didatangin lagi.’’
Mendengar hal itu, ayah menghentikan langkahnya. Aku tak tahu, apa yang membuat ayah menghentikan langkahnya. Padahal, mushola sudah berada tepat di hadapannya.
‘’Kita ini hidup berdampingan. Hanya saja, alam kita yang berbeda. Jika memang ibu sering mendapatkan gangguan semacam itu, kita harus terus mendoakan ibu agar terhindar dari gangguan setan yang ada di sekitaran rumah sakit ini.’’
Selesai mengatakan itu, ayah mengusap kepalaku. Tidak seperti biasanya, ayah jarang sekali mengusap kepalaku. Di kondisi yang seperti ini, ayah tidak ingin jika masalah lain datang lagi tatkala masalah yang sudah dia rasa berat, menjadi penambah beban bagi kesehariannya.
‘’Sekarang, kita sholat dulu. Nanti, biar ayah yang jaga di luar ruangan, kamu jaga di dalem aja. Nemenin Ibu. Oke?.’’
Tepat setelah ayah mengatakan itu, muadzin mushola langsung mengumandangkan suara iqomah. Aku dan ayah langsung buru-buru untuk mengambil air wudhu dan segera melaksanakan sholat berjama’ah.
Selesai sholat, aku tidak buru-buru untuk melipat mukenah. Aku ingin tahu, apakah ayah sudah keluar dari mushola atau belum. Tanganku segera menggapai tirai pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan.
Aku mengintip dari balik tirai tersebut dan kulihat ayah sedang terdiam sembari menundukkan kepalanya. Aku hanya tersenyum. Mungkin, ayah sedang berdo’a demi kesembuhan Ibu.
Tidak mau kalah dengan ayah, aku pun melakukan hal yang sama. aku rapatkan kedua tanganku dan menengadahkannya ke atas sembari memohon kepada Tuhan untuk memberikan kesembuhan kepada Ibu.
Tak terasa, air mataku berjatuhan saat mengingat-ingat kondisi Ibu yang sangat memprihatinkan. Bagian kiri tangan dan kakinya patah.
Aku tidak tega jika Ibu mendapatkan musibah yang terus menerus berdatangan menimpanya. Saking khusyuknya aku berdo’a, aku tidak menyadari jika keberadaanku di mushola tersebut sudah hampir lama.
Kulihat jam dinding di mushola sudah menunjukkan pukul 18.25 WIB. Aku segera merapihkan mukenah dan langsung beranjak pergi dari tempatku.
Akan tetapi, saat dimana aku sudah keluar dari mushola, aku masih menatap seorang pria yang kuyakini itu adalah ayahku sendiri.
Awalnya, aku kira ayah ketiduran karena kelelahan sebab seharian penuh dirinya mengurusi Ibu. Namun aku merasa ada yang janggal.
Di mushola tersebut, aku tidak mendapati sandal ayah. Apa mungkin ayah menyembunyikan sendalnya agar tidak diambil oleh orang-orang yang berada di rumah sakit?
Aku tidak ingin memikirkan hal itu terlalu jauh. Aku hanya mencoba untuk berpikir positif karenanya. Bisa saja, ayah masih rindu dengan Tuhan. Dengan cara berdo’a dan menceritakan keluh kesahnya, aku yakin, ayah bisa lebih kuat lagi dengan ujian yang sedang dihadapinya.
Aku pun meninggalkan ayah seorang diri di mushola. Batinku terasa lebih baik setelah melaksanakan sholat maghrib. Seperti ada beban yang sudah lepas dari hati dan juga pikiran. Kini, aku ingin menuju ke ruangan Ibu dan mendengarkan keluh kesahnya.
Sepanjang jalan menuju ke ruangan Ibu, aku mendapati suara teriakan kencang dari salah satu ruangan. Suara teriakan itu begitu menakuktkan. Sama halnya seperti orang yang sedang kesurupan. Banyak orang-orang di sekitarannya yang merespon teriakan itu dengan isu-isu yang miring.
Keributan ini pun segera ditangani oleh para Suster dan petugas rumah sakit yang langsung menuju ke ruangan tersebut.
Aku tidak tahu harus bagaimana untuk menanggapinya. Antara cuek dan juga kasihan. Namun, waktu maghrib sendiri adalah waktu yang mungkin saja menjadi waktu sangat sakral bagi semua orang.
Ayah pernah bilang, jika waktu maghrib tiba, sosok ketiga dari kita akan muncul. Sosok ketiga ini adalah sosok yang sering mengganggu orang-orang.
Akan tetapi, pikiranku langsung terbayangkan oleh ibu. Aku segera mempercepat langkahku untuk menuju ke ruangan. Aku tahu, ayah masih berada di mushola. Karenanya, aku sedikit panik akan keadaan ibu yang berada di ruangan sendirian.
Saat aku sudah hampir tiba, kakiku langsung melemas. Aku langsung terdiam seperti layaknya patung. Tatapanku khawatirku berbuah menjadi tatapan yang penuh ketakutakan.
Di hadapanku, aku melihat seorang pria sedang duduk sambil memainkan handphone-nya. Aku mencoba untuk meyakinkan diri jika apa yang aku rasakan kali ini adalah sebuah mimpi
Dan saat pria itu melihatku, dia mengatakan sesuatu, …
‘’Ulfah? Kamu baru sampe? Kok lama banget di musholanya? Padahal, ayah nungguin dari tadi di sini. Udah hampir setengah jam ayah nungguin kamu di sini.’’
Setengah jam? Ayah sudah menungguku setengah jam di depan ruangan ibu? Lantas, siapa pria yang wajahnya mirip seperti ayah yang berada di mushola itu? Tidak mungkin kan ayah memiliki dua tubuh?
Untuk meyakinkan lagi, aku langsung menatap ke arah sandal yang digunakannya. Dan memang benar, pria itu menggunakan sandal swallow yang biasa digunakan oleh ayah. Tidak salah lagi, jika yang ada di hadapanku ini adalah benar-benar ayah. Aku langsung berlari dan memeluk ayah.
‘’Kamu kenapa? Kok kaya orang ketakutan gitu?’’
‘’Ayah … Tadi aku lihat ayah di mushola. Makanya aku lama di sana.’’
‘’Hah? Lihat ayah? Ayah kan dari tadi di sini nungguin Ibu.’’
‘’Makanya itu. Ulfah takut banget.’’
‘’Ada-ada aja ya.’’
Aku pun melepaskan pelukan. Setelah itu, aku menceritakan kepada ayah terkait dengan hal-hal aneh yang baru saja terjadi di rumah sakit ini.
‘’Ayah … Tadi, ada salah satu pasien yang kesurupan.’’
‘’Oh, iya? Yang teriak itu ya?’’
‘’Iya, yah. Kok bisa, ya? Apa mungkin itu adalah ulah sosok ketiga dari apa yang pernah ayah ceritakan?”
Ayahku terdiam. Dia menghentikan diri untuk bermain HP-nya dan lebih memilih untuk mendnegarkan ceritaku.
‘’Sosok ketiga? Hm …. Memang benar. Kalo kita ini hidup gak sendirian. Biasanya, jika waktu-waktu tertentu, sosok-sosok tersebut akan berkeliaran di sekitaran kita.’’
‘’Berkeliaran, yah?’’
‘’Di rumah sakit khususnya, sosok ketiga ini sering muncul tepat waktu maghrib atau tengah malam.
Tidak heran, jika ibu kemarin mendapatkan hal aneh saat dirinya merasa ada orang yang masuk ke dalam ruangan. Padahal, ayah yang berjaga di luaran tidak mendapati salah seorang pun di sini.’'
Aku paham, mengapa ayah begitu tenang untuk menghadapi hal semacam itu. Ayah mungkin sudah berpengalaman. Mungkin juga, ayah sudah tidak heran dengan sosok ketiga yang ada di rumah sakit. Awalnya kita mengagendakan untuk menjaga Ibu di dalam ruangan,
kami pun keasyikan menceritakan hal-hal aneh yang kerap terjadi di rumah sakit. Sampai-sampai, saat waktu isya bergema, kami pun memutuskan untuk sholat di dalam ruangan ibu sekaligus menjaga ibu yang mungkin saja nantinya akan membutuhkan kami berdua.
Tidak kusangka, setelah menceritakan banyak hal sembari mengetahui sisi lain dari rumah sakit yang menjadi tempat perawatan ibu, waktu berjalan dengan cepatnya. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Aku pun meminta ijin kepada ayah untuk beristirahat di dalam. Sedangkan ayah, dia memilih untuk berjaga di depan ruangan dan tidur di sana.
Sebelum aku tidur, aku melakukan ritualku terlebih dahulu yaitu bersih-bersih. Setelah itu, aku segera mencium kening ibu dan mendo’akan untuk kesembuhannya. Rasanya, aku ingin tidur cepat setelah seharian menjaga ibu.
Kuambil selimut yang sudah kubawa dari rumah. Namun sebelum itu, aku juga mengkhawatirkan keadaan Ayah yang berada di luar. Untungnya, aku membawa dua selimut dari rumah. Satu selimut sisanya, aku serahkan kepada Ayah yang berada di luaran ruangan.
Saat aku membuka pintu, aku terkejut saat mendapati Ayah yang sudah tertidur. Sepertinya, lelahku tidak seberapa dengan lelah yang dirasakan Ayah. Tidurnya mengeluarkan suara dengkuran yang tidak biasa.
Pantas saja, ayah tidak ingin memikirkan hal-hal berat karena tubuhnya juga sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.
Aku pun segera memasang selimut di tubuh Ayah. Setelah itu, aku mencium kening ayah dan juga mendo’akan untuk kesehatannya. Ketika semuanya sudah selesai, aku pun segera kembali masuk ke dalam ruangan dan segera menutup diri dengan selimut.
Tidak lupa, aku membaca do’a sebelum tertidur lelap. Aku harap, aku mendapatkan mimpi yang indah.
Di rumah sakit yang aku tempati ini, tiap jam 10 ke atas, semua sudah sepi. Jarang ada orang-orang yang sering berjalan keluar jika sudah memasuki jam sakral ini. Apalagi jika tengah malam tiba, Atmosfer kengeriannya meningkat dengan pesat.
Entah kenapa, saat tengah malam tiba, aku merasa ada yang aneh. Aku seperti mendengar suara bising di luaran. Seperti suara kursi roda yang diseret-seret tepat di hadapan ruangan Ibu. Suara itu membuat aku terbangun.
Buruk rasanya jika aku terbangun tepat di jam rawan ini. Kulihat jam dinding ruangan yang sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Tetapi, sedari tadi suara bising kursi roda itu masih terdengar.
Mungkin saja, ada pasien baru yang berada tepat di sebelah ruangan ibuku. Sehingga, mereka menunggu petugas rumah sakit untuk memberikan pelayanan.
Aku pun kembali menutupi wajahku dengan selimut. Kututup kedua mata dan menghembuskan nafas panjang seperti orang kelelahan. Tapi, baru saja aku ingin mengganti posisi tidur, tiba-tiba, aku mendengar suara tawa anak kecil dari luar ruangan.
Hatiku mulai tidak nyaman. Pikiranku menjadi buyar. Aku tidak habis pikir, mengapa ada suara anak kecil di luar ruangan.
Semakin aku diamkan, suara anak kecil itu semakin kencang. Aku menjadi penasaran tapi aku juga merasa takut akan hal itu.
Yang aku takutkan, suara itu membuat ibu terganggung dan terbangun. Aku tidak ingin ibu menjadi tersiksa jika dirinya terbangun tepat di tengah malam seperti ini.
Dengan terpaksa, aku memberanikan diri untuk bangkit dari tidurku. Kubiarkan selimut itu berantakan dan mencoba untuk mendekati pintu ruangan.
Namun, saat dimana aku berada tepat di depan pintu, suara kursi roda itu mulai berjalan meninggalkan ruanganku bersamaan dengan suara tawa anak kecil yang mengganggu.
Tanganku merasa gatal. Aku beranikan diri untuk memegang gagang pintu dan membukanya secara perlahan.
Saat pintu sudah terbuka, pandanganku langsung berubah tatkala aku melihat satu keluarga yang terdiri dari seorang ibu, ayah dan juga anak berusia 10 tahun sedang menatapku dari kejauhan.
Yang membuatku tidak bisa berkata-kata adalah rupa dari wajah mereka yang menyeramkan. Ketiganya memiliki wajah yang sudah hancur seperti layaknya korban kecelakaan lalu lintas.
Dan yang membuatku merinding adalah ketiganya menggunakan pakaian layaknya pasien dari rumah sakit ini.
Aku pun segera menutup pintu dan kembali memaksakan diri untuk segera tidur. Walaupun aku masih merasakan kehadiran mereka, batin dan mulutku terus menerus berdzikir guna menenangkan hati dan pikiran. Setelah itu, aku pun bisa tertidur hingga subuh tiba.
Tepat di waktu subuh, ayah membangunkanku. Dia menyuruhku untuk sholat subuh terlebih dahulu. Aku pun menguatkan diri untuk melawan rasa malasku dan segera melaksanakan sholat.
Setelah aku dan ayah sholat berjama’ah di ruangan, ayah mengajakku untuk mencari sarapan di luaran rumah sakit.
Saat di tengah perjalanan, kami mendapati petugas rumah sakit yang sedang memasukkan tiga pasien ke dalam kamar mayat. Karena penasaran, aku pun meminta kepada ayahku untuk berhenti sejenak.
‘’Yah, tunggu sebentar.’’
‘’Ada apa, ulfah?’’
‘’Aku mau tanya sesuatu dulu ke bagian admin.’’
‘’Kamu mau tanya apa?’’
‘’Nanti aku ceritakan, yah.’’
Aku segera nenuju ke bagian admin rumah sakit dan menanyakan perihal ketiga pasien yang di bawa ke ruang jenazah.
‘’Maaf, mbak. Saya mau tanya. Kalo ketiga pasien yang baru masuk ruang jenazah itu datang kapan, ya?’’
‘’Oh itu. Mereka datang malam tadi, kak. Berkisar jam 12 an. Tapi, nyawa mereka tidak tertolong di jam 00.30 pagi.’’
‘’Kalo boleh tahu lagi, mereka meninggal karena apa, mbak?”
‘’Mereka bertiga ini satu keluarga, kak. Terdiri ayah, ibu dan juga seorang anak. Mereka meninggal karena kecelakaan lalu lintas di jalanan pantura yang mengarah ke sekitaran brebes.’’
Mendengar hal itu, aku langsung terdiam. Tidak kusangka, semalam tadi, aku mendapati sosok ketiga dari mereka bertiga. Mereka datang ke ruangan Ibu.
‘’Terima kasih ya, mbak.’’
‘’Sama-sama, kak.’’
Aku segera menuju ke Ayah dan menceritakan kejadian yang baru saja terjadi pada malam itu. Ayahku yang mendengar itu langsung terkejut.
Dia tidak menyangka, jika malam tadi, dia juga mendengar suara kursi roda tepat di dekat ruangan Ibu. Namun karena lelah, ayahku tidak menggubrisnya.
Dan dari kejadian ini aku memahami bahwa, dimana pun tempatnya, sosok-sosok seperti itu pasti akan bermunculan di waktu dan kondisi yang tepat. Tinggal bagaimana kita untuk menanggapinya.
Yang terpenting, kita tidak boleh terlalu takut karena sejatinya mereka hanya mengganggu keimanan kita kepada Tuhan yang maha esa.
#Sosokketiga

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Restu Wiraatmadja

Restu Wiraatmadja Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RestuPa71830152

Feb 15
SI DANYANG LEMBAH JENGGES (6)
(Trah Timur Artonegoro)

"Selamat malam, tuan. Dimanakah rumah dari Keluarga Artonegoro?"
#bacahorror #ceritaserem #jengges #ngiprikethek Image
Bagian XI
‘’KEMUNCULAN SANG WAKIL’’
Tubuh warga pendatang baru itu bergetar hebat tatkala dirinya melihat ketiga orang di hadapannya sedang berdekatan dengan pocong. Namun, bukan itu yang ia takutkan.
Read 111 tweets
Feb 10
Ngunduh Jiwo (2)

"Isteriku jadi korban pesugihan perias pengantin."

@bacahorror_id #pesugihan #ceritaserem #ngunduhjiwo Image
Part-2
7 hari sebelum pesta

Wanita itu menangis sembari kedua tangannya menggaruk-garuk bagian bawah kemaluannya. Lalu, bersamaan dengan itu, muncul cairan yang menetes secara perlahan. Semerbak bau busuk mulai tercium.
Read 159 tweets
Feb 3
Ngunduh Jiwo (1)

"Isteriku jadi korban pesugihan perias pengantin."

@bacahorror_id #pesugihan #ceritaserem #ngunduhjiwo Image
Part-1 nitip sini dulu, yak.
Upload malam ini ...

karyakarsa.com/Restuwiraatmad…
Bismillahir rohmanir rohim ...
Mari kita mulai.
Read 105 tweets
Jan 31
SI DANYANG LEMBAH JENGGES (4)
(Trah Timur Artonegoro)

"Selamat malam, tuan. Dimanakah rumah dari Keluarga Artonegoro?"
#bacahorror #ceritaserem #jengges #ngiprikethek Image
Kalian penasaran sama siapa?
Read 110 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(