NuugroAgung Profile picture
Mar 30, 2023 203 tweets >60 min read Read on X
Sosok Ketiga kini hadir ditengah-tengah rumah mereka, entah bermaksud apa, entah ingin menyampaikan apa. Namun kedatangannya hanya membawa kemalangan, memberikan ketakutan pada penghuninya.

-A Thread-

KUBUR RAGA
Sosok ketiga penghuni taman belakang

@bacahorror_id
#bacahorror Image
“Ini aib mas, berat sebenarnya untuk saya ceritakan, tapi jika tidak saya ceritakan, nantinya akan ada orang-orang yang mungkin mengalami nasib seperti keluarga saya” ucap Surya, seseorang yang saya temui beberapa bulan lalu.
Beliau menceritakan pada saya tentang kisahnya, yang menyeret salah satu anggota keluarganya ke dalam jurang kematian. Tepatnya 10 tahun yang lalu, peristiwa itu terjadi. Dendam itu membuat segala kebusukan menyeruak ke permukaan, membuka semua rahasia.
Bau bangkai lambat laun akan tercium, sebuah kebusukan lambat laun akan terungkap juga. Menyebabkan murka dari sosok ketiga di rumah itu, petaka tak bisa dihindari, dendam itu dibawa sampai mati .
Saat mau menulis ini, perasaan saya campur aduk, ini kisah yang cukup pelik, dari sebuah hubungan keluarga yang harmonis, berubah menjadi sebuah petaka dalam rumah tangga. Sosok ketiga menjadi penyebab semuanya.
Sebelum memulai cerita ini, narasumber meminta saya untuk menyamarkan semua nama dalam cerita ini, agar tidak ada pihak yang merasa tersakiti nantinya.
Beliau juga berkata, tujuan dari diceritakan kisah ini, agar bisa menjadi pelajaran bagi semua, kadang ada hal-hal yang sifatnya diluar nalar terjadi di tengah-tengah kita semua.
Sebagai manusia, kita hanya bisa bersiap dan waspada, ambil segala sisi baiknya, dan buang segala hal negatifnya.

Baik, Bismillah, saya akan memulai cerita ini.
Kota kecil di tengah pulau Jawa, sebuah pernikahan megah sedang terjadi. Hiburannya, sang pengantin laki-laki menanggap dalang kondang untuk pertunjukan wayang semalam suntuk, maklum sang laki-laki ini seorang juragan buah, ia yang mengirim buah ke seluruh pedagang di kotanya.
Danu, orang biasa memanggilnya, pemuda yang sudah menjadi duda, ia ditinggal oleh istrinya entah kemana. Baik dia dan keluarganya tak ada yang tahu, hingga akhirnya ia menikahi seorang gadis muda, yang sering menjadi pembicaraan karena kecantikannya, gadis itu bernama Wulan.
Setelah acara selesai, Wulan segera diboyong ke rumah Danu. Rumah yg dimiliki oleh laki-laki itu, hasil dari kerja kerasnya. Halaman depan dan belakang, membuat rumah itu nampak kecil, padahal rumah itu sebenarnya cukup besar, hanya saja luas tanah yg dimiliki Danu sangat luas.
Awalnya, semua berjalan seperti biasanya, kehidupan mereka normal saat hari-hari awal pernikahan mereka, hubungan mereka berdua harmonis, hingga kejadian aneh tiba-tiba datang menganggu keluarga baru itu.
“Mas, wengi iki, njenengan mboten medal to Mas?” (“Mas, malam ini, kamu gak keluar kan Mas?”) tanya Wulan pada suaminya.

“Sih metu meh opo Nduk? udan mbarang loh...” (“Memang keluar buat ap Nduk? Hujan juga loh...”) jawab Danu pd istrinya, sambil trs menyantap makan malamnya.
“Yo sopo ngerti Mas, wong kamu seneng ujug-ujuh metu loh...” (“Ya siapa tahu Mas, orang kamu suka tiba-tiba suka keluar gitu...”) Jawab Wulan, dengan muka asam.

“Ngopo toh, nek mau bilang, jangan suka ngode ngono loh...” sentil Danu dengan senyum meledek pada istrinya.
“Opo toh, dasar mesum, gak gitu, aku sekarang kayak ngrasa ada yang lagi ngawasin kalau lagi di rumah sendirian...” jawab Wulan kesal.
“Halah, mulai, aku tuh kalau keluar yo berarti ada kepentingan, kamu gak usah mulai lagi loh, mungkin perasaanmu aja Nduk, sudah, rumah ini aman, rumah ini adem, tenang, gak ada apa-apa, gak ada hantu yang bakal nakutin kamu....hahahahaha” ucap Danu pada istrinya,
meledek sembari bangun dari tempatnya makan. Danu lalu pergi ke ruang depan, melakukan aktifitas setelah makan, merekok sambil bersantai, melihat hujan yang turun malam itu dengan deras.
Sedangkan Wulan, ya mengerjakan apa yang memang harus dikerjakan, membereskan meja makan yang sudah berantakan, mencuci piring bekas mereka berdua, dan peralatan masak lain yang sudah Wulan pakai.
Satu persatu Wulan bersihkan dengan sabar, sampai kemudian perasaannya tiba-tiba risau, apa yang baru saja ia ceritakan seakan terjadi.
“Tek, tek, tek ,tek....tek, tek, tek, tek...” telinga Wulan menangkap sesuatu dari arah belakang, namun masih samar, suaranya tak begitu terdengar karena suara air masih deras mengucur di wastafel. Wulan lalu memutar tuas keran, mengecilkan laju air yang masih ia pakai.
“Mas.... mas....” panggil Wulan, namun tak ada jawaban, wanita itu hanya mendengar suara rintik hujan yang masih terdengar membasahi genting rumuhnya. Tak mau berfikir macam-macam, Wulan kembali mengencangkan air di keran wastafel, melanjutkan lagi pekerjaannya yg belum selesai.
“Tek, tek, tek ,tek....tek, tek, tek, tek...” Wulan terdiam sesaat, bunyi itu kembali ia dengar, hingga akhirnya...”CRAAAANNNKKKK....!!!” bunyi keras mengagetkan Wulan, ia berbalik, melihat tempat sendok dan garpu sudah berantakan, entah oleh apa.
“MASSSSSSS...!!!” teriak Wulan sambil berlari ke arah depan.

“Ono opo to Nduk, kok teriak-teriak loh....?” tanya Danu, panik mendapati istrinya berlari kencang dari arah dapur.
“Ono opo?” tanya Danu kembali.

“Mas...Mas.... di dapur Mas, gak ada orang, gak ada siapa-siapa...” ucap Wulan terus mengatur nafasnya yang masih sesak.
“Iya, memang gak ada orang, opo to Nduk, tenang sek, kamu jelasin pelan-pelan...” ucap Danu kembali.

“Berantakan Mas, sendok garpu pada berantakan, gak tau siapa yang ngelempar, pokoknya berantakan..” Jawab Wulan, mulai bisa mengatur nafasnya.
“Ah moso toh, gendeng kamu, gak ada itu....” ucap Danu tak percaya.

“Sini, kalau kamu gak percaya, ikut aku ke dapur Mas...” ucap Wulan sambil menggandeng tangan suaminya, ia kemudian mengarahkan langkahnya kembali ke dapur dengan buru-buru.
“Nih Mas....., coba, loh kok...?” ucap Wulan kebingungan.

“Opo to Nduk, kamu kelelahan ya, lagi kepikiran apa sih?” tanya Danu sambil memegang tangan istrinya dengan lembut.
“Kok, kok gak ada loh Mas, tadi beneran di sini... bera....”

“La mana, ini semuanya masih rapi, gak ada yang berantakan, sendok dan garpu masih ditempatnya, ngantuk kamu tuh Nduk, udahlah istirahat saja...” ucap Danu memotong penjelasan istrinya, mencoba menenangkan.
Kebingungan terlihat jelas di wajah Wulan, ia benar-benar melihat, sendok dan garpu terlempar entah oleh siapa, semuanya tercecer di lantai dan juga meja tempat meletakkan lauk pauk, tapi yang kini ia lihat dengan suaminya, semua sekejap kembali rapi,
tak ada yang ane dengan keadaan sapur saat ini. Mereka berdua akhirnya meninggalkan dapur, Danu membawa Wulan yang masih kebingungan ke dalam kamar, mengambilkan istrinya segelas air putih, lalu memberikannya, secara cepat ia menghabiskan air putih tersebut,
kini pertanyaan mengitari kepala Wulan, sebenarnya, apa yang barusan ia alami, benar atau tidaknya, peristiwa tadi, baginya benar-benar terjadi, namun bagi suaminya, hal tersebut tidak pernah terjadi.
Danu dan Wulan bergegas ke kamar mereka, malam sudah semakin larut, tubuh sepertinya harus segera diistirahatkan, karena sudah seharian beraktifitas.
Wulan kini duduk di depan cermin, menghilangkan bekas riasan di wajahnya, memoles kembali dengan beberapa cairan, membuat wajahnya nampak ayu dalam kesederhanaan.
Sedangkan Danu, sudah duduk bersandar dipan kasurnya, ia duduk dengan selimut yang sudah menutup kaki hingga bagian pinggang.
“Nduk, kamu bahagia gak sama aku?” ucap Danu tiba-tiba.

“Kenapa tanya seperti itu Mas?” ucap Wulan balik bertanya.

“Yah, barangkali kamu gak bahagia sama aku, barang kali ada hal yang kamu inginkan tapi masih kamu pendam, siapa yang bisa tahu hati manusia?” ucap Danu
“Wanita mana yang tidak bahagia? Dinikahi oleh juragan yang masih muda..., hanya satu orang bodoh yang aku kenal, mantan istrimu loh, aneh, pakai acara minggat segala loh, kamu kurang apa to mas?” ucapnya sambil tersenyum kecut ke arah cermin.
“Ya itu, siapa yang bisa tahu hati manusia? Udah gak usah bahas dia, males aku, kita ya kita, berdua gak perlu sosok ketiga...” ucap Danu setengah kesal.
“UUUUUHH suamiku kesaaaal.... lagian gak bersyukur banget dia dapat kamu loh, dasar perempuan bodoh...” tutur Wulan, yang kemudian diikuti suara guntur yang menggelegar keras, membuat ia terkaget.
Sepersekian detik Wulan bisa melihat dari cermin, ada yang sedang berdiri di depan jendela kamarnya, bayangan hitam itu, berdiri mematung, tak bergerak, bayangan hitam yang lebih mirip sosok seorang perempuan.
“Maaaaas!!!” Panggil Wulan, kemudian kilat cahaya datang, membuat silau mata wanita itu.

“Ada apa Dek...?” tanya Danu penasaran, melihat tingkah aneh istrinya.
“Barusan, barusan, di situ mas, ada orang berdiri...” rengek Wulan sambil terus menunjuk ke arah jendela kamar yang berada tepat di belakangnya.

“Apa sih, gak ada apa-apa loh di situ, jangan mulai lagi dong...” ucap Danu.
“Mulai apa sih Mas, itu beneran tadi ada orang di situ...” timpal Wulan

“Gak mungkin ada ya Nduk, kita hanya berdua di rumah ini, gak ada yang namanya sosok ketiga, udah-udah kamu tidur aja, kecapean kamu tu...”” sambung Danu, mengarahkan istrinya untuk segera tidur.
Ditengah hujan lebat, malam yang dingin, saat seperti inilah yang ditunggu oleh Danu, ya mereka saling membutuhkan sebenarnya, sebagai manusia yang membutuhkan sebuah hubungan biologis.
Bunyi binatang malam terdengar jelas, mengganti bunyi rintik hujan yang kian lirih, hanya tersisa gerimis yang masih membasahi. Detak jam terus bergerak, tepat tengah malam, Wulan merasa gelisah , ada yang membuatnya tak nyaman.
Tiba-tiba saja, ia merasakan dingin yang begitu mencekik, sampai-sampai nafasnya terengah-engah. Wulan terbangun membuka matanya, dan dalam waktu singkat, matanya langsun menangkap sosok aneh yang kini menempel di langit-langit rumahnya, tepat diatasnya.
Wulan tak bisa bergerak, tubuhnya kaku membeku, tak ada yang bisa ia ucapkan, hanya mulutnya yang terus terbuka, menganga melihat mahluk dengan rambut yang berantakan, menatap tajam kearahnya.
Wulan mencoba berteriak, tapi sosok itu malah tersenyum, menyeringai, dari mulutnya, menetes cairan yang langsung jatuh tepat di wajah Wulan.
Cairan itu jatuh, dan mengotori wajah ayu Wulan, bau busu tercium, menyengat menambah sesak nafas Wulan, wanita itu tak sanggup lagi melihat hal gila yang terjadi saat ini. Ia mencoba bangkit dari tempatnya tertahan,
“MAAASSSSS!!!!” teriak Wulan, kencang, memecah keheningan malam itu. Membuat Danu terperanjat, laki-laki itu nampak kebingungan dengan keadaan istrinya saat ini.
“Ono opo Dek? Ada apa? kok teriak-teriak malam-malam gini...?” tanya Danu sambil mengelus kepala Wulan yang tertunduk lesu, kedua tangannya menutupi wajah Wulan, bisa terlihat tubuh Wulan bergetar begitu hebat.
“Mmmmaaasss....Mmmaaaasss.... tadi Mas, tadi.... “ ucap Wulan dengan mulut yang ikut gemetar.

“Iya, tadi kenapa to Nduk? Ngomong yang jelas.... “ cecar Danu ingin segera mendapatkan jawaban dari Istrinya.
“Tadi itu apa mas, ada yang menempel di langit-langit kamar ini, sumpah mas aku gak bohong...” ucap Wulan mencoba meyakinkan.
“AH MOSO?! Ngigo kamu tuh, gak ada Nduk, gak ada apa-apa, mimpi kamu ya?” timpal Danu yang masih tidak percaya dengan apa yang dialami Wulan.
Tiba-tiba mereka berdua dikagetkan dengan suara keras dari luar....”PRAAAAANKKKK!!!” membuat mereka berdua terdiam sesaat, suara berisik tadi menyisakan kesunyian di malam itu.
“Mas itu mas....” ucap Wulan

“Paling kucing, nek gak maling...” jawab Danu, ia bangkit dari tempatnya, mengambil sebilah golok yang masih tertutup sarung yang dililt kain jarik bercorak batik. Lalaki itu membuka pintu, berjalan perlahan.
Wulan mengikuti suaminya dari belakang, mereka berdua waspada dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Mereka berdua perlahan berjalan, sembari menyalakan satu persatu sakelar lampu yang mereka lewati, hasilnya nihil, di ruang tamu tak ada siapa-siapa, pintu depan tampak masih rapat terkunci, jendela tak ada yang terbuka.
Danu dan Wulan membalik arah, menyalakan lampu di ruang tengah, tak ada siapapun di situ. Hingga akhirnya mata mereka berdua di kejutkan oleh sesuatu, sosok yang berdiri di belakang meja makan,
lampu yang belum menyala menghalangi mereka berdua untuk bisa melihat lebih jelas bayangan hitam itu. Danu kemudian maju, ia segera menyalakan sakelar lampu yang berada di dekatnya, sakelar lampu ruang makan.
Namun, saat Danu menyalakan lampu, sosok itu tiba-tiba lenya, bersamaan dengan lampu yang menyala.
“Loh, kok ilang to Nduk? tadi aku lihat ada orang di sini...” ucap Danu dengan wajah kebingungan.

“Percaya kamu Mas? sudah percaya sama aku? Ini ada yang gak beres, ada sosok ketiga di rumah ini mas, gak mau mas gak mau kalau kita diganggu terus...” rengek Wulan pada suaminya.
“Wes, uwes, udah Nduk, jangan kamu pikirin...malah jadi gal yang gak baik nanti, udah ayuk balik ke kamar, besok kita bahas...” Perintah Danu, sambil menarik tangan istrinya. Mereka kembali ke kamar, menutup pintu, dan menutup kejadian ganjil pada malam itu.
Dalam kepala mereka berdua, kejadian demi kejadian tak masuk akal, masih menganggu mereka, namun Danu bersikap senormal mungkin, mengajak Wulan untuk berfikir hal-hal yang baik.
Kicau burung terdengar merdu pagi ini, namun tak semerdu hati Wulan yang baru terbangun dari tidurnya. Matanya masih sayu, ia masih ingat setiap detail kejadian tadi malam tadi.
Wulan masih meringkuk di kasurnya, rasa kantuk masih dirasakan oleh Wulan, semalam ridurnya tidak tenang, ia takut walau hanya untun memejamkan mata.

“Bangun, buatin aku kopi kek, sudah hampir siang....” ucap Danu sambil berjalan melintasi kasur.
“Iya, iya, aku masih ngantuk ini loh, semalam tidurku gak tenang...” ucap Wulan memelas.

“Kamu masih mimpi buruk, udahlah gak usah dipikir, itu hanya bunga tidur, gak perlu dibuat pusing....” timpal Danu
“Opo to Mas?! kamu kok ngremehin apa yang aku lihat, kamu pikir itu biasa?” Tanpa meminta jawaban dari Danu, Wulan segera bangkit dari kasurnya lalu pergi ke ruang depan.
Saar ingin membuka pintu, samar Wulan melihat seseorang yang sedang berdiri di depan rumahnya. Ia nampak seperti menjatuhkan sesuatu, maklum rumah Danu berada di depan jalan raya, siapa saja bisa lewat di depannya.
Perlahan Wulan membuka pintu, sosok itu seperti menyadari kehadiran Wulan. Mereka saling bertatapan, hingga Wulan memberanikan diri datang ke arahnya, mengetahui tindakan Wulan orang itu segera kabur, berlari ke arah lain.
Wulan tak bisa berteriak memanggilnya, ia hanya ingin mengetahui apa yang dilakukan orang tersebut. Hingga akhirnya, mata Wulan menangkap pemandangan aneh yang ada di depan rumahnya, yang kini penuh dengan kembang setaman yang disebar tepat di depan pintu gerbang.
Entah apa maksud dengan semua ini, Wulan hanya bisa begidik ngeri, lalu masuk ke dalam dan mencari suaminya.
“Mas, Mas, Mas....!!!” ucap Wulan sambil berlari

“Opo maneh, apa lagi loh? Berisik tau Nduk...” ucap Danu yang mulai kesal.

“Sini, sini, aku tunjukin sama kamu, sini...” ucap Wulan memburu, menggandeng tangan suaminya, mengajaknya ke depan rumah.
“’Itu Mas, kamu lihat sendiri...” ucap Wulan sambil terus menunjuk ke bawah.

“Opo iki, kok..... kok ada kembang setaman di depan rumah ku Nduk?” ucap Danu bingung.
“Rumah kita dikirimin teluh mas, kena santet nanti kita....” ucap Wulan dengan eksepresi ngeri. Danu hanya bisa menatap terus ke arah bawah, ia terus memperhatikan kembang setaman yang tercecer di depan rumahnya.
Pikirnya melakukan, ini adalah perbuatan lawan saing, ingin menjatuhkan posisinya sebagai Juragan buah di tempatnya. Tai lain dengan apa yang dipikirkan oleh Wulan.
“Apa mungkin ini yang melakukan mantan istrimu Mas, apa Dira yang nglakuin ini?” ucap Wulan penasaran, Danu hanya menatap nanar pada istrinya itu.
Kemudian ia segera masuk ke dalam rumahnya. Wulan masih termenung melihat sikap suaminya, setelah sebelumnya mulutnya tak sengaja menyebut nama dari mantan istri Danu.
“DAAAARRRR!!!!”

“Kenapa Mas? kok malah diam saat aku menyebut nama wanita itu?” timpal Wulan yang tiba-tiba datang dari arah depan rumahnya, membantik pintu dengan keras sampai tertutup.
Danu masih terdiam, ia tak menjawab apa-apa. Tangannya masih sibuk dengan memasukan gula dan kopi.
“Tuuuuuuuuuuttttt......” bunyi ketel terdengar nyaring, tanda air sudah mendidih dipanaskan.
“Mas, jawab, kamu masih mikirin istri pertamamu? Jawab Mas!!!” ucap Wulan dengan emosi. Danu masih terdiam, ia masih membisu tak menjawab apapun pertanyaan yang diajukan Wulan.
Danu mengangkat ketel panas itu, ia genggam eras dengan tangannya tanpa memakai kain. Setelahnya ia angkat ketel itu tinggi-tinggi, searah dengan kepalanya.
“Mau tau bukti aku cinta sama kamu Dek? Aku siram pakai air panas aja kepalaku ya? biar kamu seneng, biar kamu tenang....” ucap Danu membuat Wulan hanya menganga mendengar jawaban yang keluar dari suaminya.
“Yowes, biar jadi bukti aku rela lakuin apapun buat kamu, aku laku....”

“Mas!!! jangan mas, jangan !!!” ucap Wulan sambil berlari ke arah Danu, kemudian meraih tangan dan membujuk suaminya.
“Kamu apa-apaan to Mas? aku cuma tanya aja loh... “ ucap Wulan mencoba menenangkan suaminya.

“Aku gak suka dengan caramu bertanya Nduk...” Danu menjawab dengan menatap tajam istrinya.
“Yowes, aku tanya baik-baik, kamu masih memikirkan istrimu yang dulu?” tanya Wulan dengan ucapan yang lebih halus.
“Aku berani melakukan apapun demi kamu, apapun Nduk... aku pernah cerita kalau aku sudah minta ijin sama Dira, supaya mau dimadu, tapi perempuan itu malah memilih minggat entah kemana,
bawa uang berjuta-juta hasil aku jualan dan menabung, lelaki mana yang gak marah jika nama itu disebut?” ungkap Danu penuh emosi.
“Aku udah bicara baik-baik, aku sayang dia, tapi itu dulu, setelah semua kejadian itu aku gak mau anggap dia ada lagi, sekarang aku cuma tresno sama kamu, cuma cinta sama kamu, wes paham to Nduk...?" tambah Danu, membuat Wulan hanya bisa terdiam.
Ia kemudian meraih ketel yang masih panas itu dengan menggunakan kain lap, asapnya yang tak sengaja menempel di tangan Wulan membuatnya meringis menahan panas, ia letakan ketel itu di meja, menarik tangan cuaminya.
Wulan bisa melihat, telapak tangan Danu memerah, tanda panas ketel itu mengalir sampai besi bagian atas.
“Sini, ikut aku ke depan...“ ucap Wulan, yang langsung menarik tangan suaminya, mereka berdua mengarah ke ruang depan, duduk berhadapan, mata mereka saling memandang. Danu hanya diam, senyum tiba-tiba merekah di wajah Wulan.
“Kamu, mbok jangan nekat gitu, kalau ada setan lewat gimana? Airnya jatuh kena kepalamu? Aku yang repot mas...” tanya Wulan dengan Nada sedikit menggoda, mulutnya bergerak seperti membaca sesuatu,
lalu ia hembuskan udara keluar dari mulutnya itu, tepat di depan wajah Danu, laki-laki itu tiba-tiba bisa berubah lebih tenang.
“Aku tresno sama kamu, aku cinta sama kamu, aku bingung kalau kamu tanya-tanya kaya gitu, apapun aku lakukan buat kamu...” ucap Danu, yang kemudian dibalas anggukan manis oleh Wulan.
Mereka berdua saling terdiam, entah angin atau apa, tiba-tiba membuat wajah mereka maju perlahan, lalu bibir mereka bertemu, menempel tepat di permukaan. Masing-masing tangan saling bersentuhan, perlahan Danu dan Wulan larut dengan suasana, hingga akhirnya,
“Tiiiing, tiiing, tiiing, tiiing, tiiing, tiiing....” Bunyi sendok yang beradu dengan pinggiran gelas beradu perlahan.
Danu dan Wulan berhenti dengan bibir yang masih saling menempel, mereka terdiam, melepaskan dekapan, mencoba mendengarkan lagi apa yang barusan mereka dengar, mungkin telinga mereka salah menangkap suara.
“Tiiiing, tiiing, tiiing, tiiing, tiiing, tiiing....” suara itu terdengar kembali. Mereka berdua kini saling memandang.
“Mas, suara apa itu, kayaknya dari arah dapur...” ucap Wulan sambil melirik Danu.

“Mosok ada maling? Ucap Danu, mereka berdua segera berdiri dari duduknya, berjalan secara mengendap-endap di rumah sendiri.
Saat Danu mengintip dari sisi tembok ruang depan, ia menarik nafas panjang. Kemudian ia berjalan tenang, diikuti Wulan di belakangnya, perlahan mereka berdua berjalan ke arah meja makan.
Raut wajah heran tergambar jelas pada Danu, disusul dengan Wulan yang datang, tiba-tiba menutup mulutnya karema terkejut. Segelas kopi hitam yang masih panas terhidang di atas meja, tanpa tahu siapa yang membuat, tanpa tahu siapa yang meraciknya.
Wulan dan Danu ingat betul, ia batal menyeduh kopi, ketel sudah di taruh kembali di atasd kompor oleh Wulan.
“Siapa Mas yang membuat ini? “ tanya Wulan panik

“Enggak tahu Nduk....” Jawab Danu lirih, sambil mengangkat gelas itu, lalu menyeruput kopi yang terhidang. Ia terus menatap gelas berisi kopi hitam itu, lalu ia melihat posisi sendok yang diletakan rapi di atas piring kecil,
Danu seperti mengetahui aroma kopi ini, Danu seperti tahu siapa yang bisa membuat kopi ini, dari rasanya yang pas, tak begitu manis tak gitu pahit, sesaat Danu seperti merasakan kehadiran Dira di belakangnya.
“Pas kan Mas.....?” Danu terkaget melihat kalimat itu, ia tersentak, lalu mejatuhkan gelas kopi yang ia pegang, bunyinya nyaring terdengar, membuat Wulan langsung panik dengan apa yang terjadi.
“Kenapa Mas? kamu kenapa?” tanya Wulan panik

“Gak apa-apa Nduk, aku hanya kecapean, aku perlu istirahat...” ucap Danu yang kemudian berlalu kembali ke kamarnya, Wulan hanya bisa melihat ada yang aneh dengan suaminya, tiba-tiba saja ia seperti kerbau yang dicucuk hidungnya,
tatapannya kosong, seperti ada yang ditutupi oleh Danu. Namun Wulan tak serta merta membiarkan suaminya begitu saja, ia kemudian menuntun Danu menuju kamarnya, untuk beristirahat.
Aroma kopi menyeruak memenuhi ruangan, membuat Danu terbangun dari tempatnya tertidur. Ia kenal bau ini, sangat mengenal.
Seluruh lampu kamar mati, hanya menyisakan sedikit cahaya yang berasal dari sela pintu yang tak tertutup penuh. Danu bangkit dari tidurnya, ia perlahan mengejar bau yang terus masuk ke kamarnya.
“Sudah bangun Mas? ini loh kopinya...” ucap Sang istri

“Sudah, lelah aku, banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan, banyak kejadian yang tejadi Nduk...” ucap Danu, sembari duduk di meja makan dekat dapur.
“Ya sudah , minum dulu kopinya, sudah aku buatkan untukmu Mas...semoga bisa membuatmu tenang...” ucapnya sambil menyodorkan gelas yang berisi kopi hitam. Danu kemudian meminum kopi itu perlahan, senyumnya merekah lebar.
“Memang paling pas kopi buatanmu Nduk, selalu suka, sudah lama rasanya gak minum kopi seenak ini, terima kasih ya...” ucap Danu sembil tersenyum, sebelum secara perlahan senyuman Danu berubah, ia sadar akan sesuatu yang aneh di sini.
“Lalu, jika itu yang kamu cuapkan, kok kamu tega sama aku mas, demi perempuan itu...?” ucap sosok wanita itu Danu bisa melihat, wajah dari sang perempuan yang duduk di depannya, menggunakan daster warna merah, bercorak ukiran batik kembang.
Perempuan itu tersenyum, namun menangis, darah segar keluar dari matanya, kondisi tubuhnya yg tadinya rapih berubah tragis, tubuh perempuan itu penuh dengan sayatan, dari kepalanya mengucur darah kental yg terus mengalir membasahi tubuhnya, hingga darah itu mengalir diatas meja.
“Jawab Mas, Mas....JAWAB MAAAASS?!!!”

“DIRAAAA?!!!” teriak Danu, yang kemudian terbangun dari tempatnya tidur, keringat memenuhi tubuhnya, terlihat jelas di kening hingga wajah. Tubuhnya terus bergetar.
“Dira? Apa Mas? Dira?” kamu mimpi wanita itu?” ucap Wulan yang masih berdiri di depan kamar dengan pintu terbuka. Tak ada sepatah kata uang keluar dari mulut Danu, ia tak bisa menjelaskan apa yang baru saja ia mimpikan pada Wulan.
“Jawab Mas?!!” bentak Wulan. Danu masih terus terdiam, wajahnya nampak kebingungan.
Cublak-cublak suweng...
Suwenge ting gelenter...
Mambu ketundhung gudel...
Pak empong lera lere...
Sapa ngguyu ndhelikkake ...
Sir sir, pong dhele kopong...
Sir sir, pong dhele kopong...
Entah dari mana, suara itu terdengar jelas, suaranya merdu, namun membuat bulu kuduk Wulan berdiri. Danu nampak heran dengan hal ganjil yang terjadi saat ini, ia kemudian berdiri dan berjalan ke arah Wulan,
lalu mereka berdua mengarahkan pandangannya, ke taman belakang, tepat di tengah taman, terdapat gasebo kayu, berjarak beberapa meter dari ruang tengah rumah itu. Dipisahkan oleh pintu kaca, yang tiranya terbuka lebar.
Dari situ Danu dan Wulan bisa melihat sosok itu duduk, sendiri, dan terus menyanyikan lagu tersebut.
“Sing Mbok ndhelikkake, bakal konangan, ambu mayit ora iso dibendung, uwong-uwong bakal ngerti...“ (“Yang kamu sembunyikan, akan ketahuan, bau mayat tak bisa dibendung, orang-orang segera mengetahui...”) ucap sosok itu,
diikuti dengan horden pintu dan jendela yang tertutup bersamaan. Gelak tawa wanita itu pecah saat petang datang, lalu lambat laun menghilang seperti terbawa angin.
Kita lanjut lagi ya, maaf terpotong lumayan ini ceritanya.
Lanjutan
Kubur Raga, sosok ketiga penghuni taman belakang.
@bacahorror #bacahorror #sosokketiga

Malam tiba
“TOK,TOK,TOK,TOK... “ Terdengar bunyi pintu diketuk, Wulan segera berlari ke depan, lalu membuka pintu.
“Sugeng Ndalu Mbah....” (“Selamat malam Mbah...”) ucap Wulan, pada sosok orang tua dengan pakain serba hitam, berjenggot putih dan mengenakan tutup kepala, orang tua itu berjalan bungkuk dengan tongkat di tangan kanannya. Wulan lalu mencium tangan laki-laki tua itu.
“Ada tamu? Sopo Nduk?” tanya Danu yang tiba-tiba keluar dari arah belakang.

“Mas, perkenalkan, ini Mbah Kawi, beliau guru spiritual ku mas...” ucap Wulan memperkenalkan orang tua itu.

“Loh, kamu gak tanya dulu ke aku loh, main undang orang saja, kita kan...”
“Mambu getih neng endi-endi iki...” (“Bau darah dimana-mana ini...”) potong Mbah Kawi, membuat Danu tak bisa menaljutka pernyataannya.

“Ada yang tidak beres dari rumah ini, asalnya dari taman di belakang rumah ini...” lanjut Mbah Kawi sambil menunjuk ke arah belakang.
“Persetan dengan semua ini, aku gak butuh njenengan Mbah...!” bentak Danu

“Mas, Mbah Kawi bakal nolong kita, dari sosok ketiga di rumah ini, aku dah gak tahan Mas, udah menganggu banget...” ucap Wulan mencoba menjelaskan.
Tiba-tiba saja, angin kencang seperti benembus masuk ke dalam rumah, perasaan mencekam seperti ikut hadir di dalamnya.
“Cah ayu, bawakan Mbah air putih, pakai gelas besar, ada yang mau Mbah lakukan...” ucap Mbah Kawi. Wulan segera pergi ke dapur, ia mengambil air putih yang dimasukan pada gelas besar.
Wulan dengan cepat membawanya ke hadapan Mbah Kawi, pria itu sudah duduk di kursi, sedangkan Danu masih mondar-mandir seperti orang yang kebingungan, Wulan kemudian meletakkan gelas yang sedari tadi dibawanya.
“Monggo Mbah.... “ ucap Wulan sambil meletakkan gelas di hadapan Mbaj Kawi. Lantas Mbah Kawi mengeluarkan sesuatu yang dibungkus oleh kain coklat dari sakunya.
Saat dibuka, bungkusan kain itu berisikan Daun sirih, gambir, kapur sirih,buah pinang muda, bunga kanthil dan beberapa potong kelopak mawar.
Mbah Kawi kemudian membungkus kesemua bahan dengan daur sirih, ia kunyah secara perlahan, dari saku sebelah kiri ia keluarkan sesuatu lagi, sebatang rokok yang terbungkus daun jagung kering, ia segera nyalakan, asap mengepul di ruangan, bau kemenyan tercium tajam.
“Mbah ngapain loh, sudah gak usah lakuin ini di rumah saya...” ucap Danu kesal.

“Mas, bisa diam dulu tidak? Biar kan Mbah Kawi bekerja, biarkan dia memberikan perlindungan buat keluarga kita...” jawab Wulan
“Tapi gak gini caranya, aku gak kenal orang ini... “ timpal Danu, Mbah Kawi yang melihat itu lantas menatap tajam ke arah Wulan, wajahnya seperti mengisyaratkan sesuatu, Wulan yang menangkap hal itu langsung mendekat ke arah suaminya.
Mulutnya seperti berucap sesuatu, kemudian Wulan mengelus tangan Danu sebanyak tiga kali, setelahnya ia hembuskan udara dari mulutnya ke arah Danu.
“Mas, kamu yang tenang ya, aku dan Mbah Kawi akan tangani ini...” ucap Wulan tenan.
“Iya Nduk, aku manut, aku nurut sama pilihanmu...” ucap Danu, yang tiba-tiba menjadi penurut pada istrinya itu. Mbah Kawi melihat ke arah Wulan ia tersenyum ke arah wanita itu, Wulan emudian berjalan mendekat ke Mbah Kawi, orang tua itu lalu berbisik.
“Opo sing tak tanem, opo sing tak titipke, bakal iso gawe wong lanang manut karo awakmu, ora usah wedi, selama aku isih urip, kabeh lelakumu bakal lancar...”
(“Apa yang aku tanam, apa yang aku titipkan, akan membuat laki-laki nurut sama kamu, gak usah takut, selama aku hidup, segala yang kamu lakukan akan berjalan lancar...”) ucap Mbah Kawi sambil tersenyum.
“Suwun Mbah, apa yang mbah berikan, bisa membuat saya seperti ini, tapi tolong, lenyapkan gangguan sosok ketiga ini, hidupku gak tenang Mbah...” pinta Wulan.
“Wes, menengo, tenanggo, aku bakal reresik demit ing omah iki...” (Sudah, diam saja, tenang saja, aku akan bersih-bersih demit di rumah ini...”) ucap Mbah Kawi,
Wulan kemudian mengangguk, lalu kembali ke sisi suaminya yang masih berdiri, Danu masih termenug, wajahnya datar dan kosong, seperti ada yang mengisi pikirannya.
Mbah Kawi meminum air yang ada di depannya, tiga kali tegukan, kemudian orang tua itu berdiri, menyiramkan air yang ia bawa, dari ruang tamu sampai ruang tengah sedikit demi sedikit.
Setelahnya Mbah Kawi berdiri menghadap taman belakang, semua pintu kaca tertutup, dengan tirai terbuka. Mbah Kawi bisa melihat gasebo dengan jelas dari dalam ruangan. Matanya menatap tajam, seperti ada sesuatu di tempat itu.
Mulut Mbah Kawi merapal sesuatu, tiba-tiba angin berembus kencang , seperti ingin menembus masuk ke dalam, membuat pintu kaca di ruang tengah bergetar hebat.
Mbah Kawi kemudian menghentakakkan tongkatnya sebanyak tiga kali. Saat di hentakkan ketiga, hal yang ganjil terjadi dan disaksikan oleh Danu dan Wulan.
“PRRRAAAAAANNNKKKKK.....” pintu kaca itu pecah, Mbah Kawi terpental, tubuhnya menabrak tembok rumah, mambuatnya jatuh terduduk dengan darah yang mengucur dari mulutnya.

“Mbah...Mbah Kawi, kenopo Mbah?” tanya Wulan yang segera mendekat ke arah Mbak Kawi, melihat keadaannya.
“Dudu kiriman menungso, tapi iki dendam akibat menungso...” (“Bukan kiriman manusia, tapi ini adalah dendam akibat perbuatan manusia...”) ucap Mbah Kawi dengan keadaan cukup sekarat. Danu hanya meringis, melihat keadaan Mbah Kawi, lalu ia kemudian memalingkan muka.
“Aku tak cari bantuan dulu...” ucap Danu berjalan menuju depan rumah, saat ia membuka pintu, ia dikagetkan olah kehadiran sesorang yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya.
“Haaaaaah.... sopo koe? Ngopo neng ngarep omahku?” (“Haaaah...siapa kamu, ngapain kamu di depan rumahku?”) ucap Danu pada pria yang menggunakan sweeter hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya.
“Gak ingat aku po Mas? sudah lama ya kita gak jumpa? dimana Mbak Dira?” ucap laki-laki itu, membuat Danu kemudian mundur ke arah belakang.

“Surya, ngapain kamu ke sini? Minggat! Kaya mbakmu yang minggat dari rumah ini, gak usah ke sini kamu...” ucap Danu dengan nada tinggi.
“Mbak Dira dimana Mas? orang-orang di sini juga bingung sama ceritamu yang bilang Mbak Dira minggat, jujur Mas...!!!” bentak Surya, membuat suasana semakin kacau di rumah itu.
“Loh kamu, kamu laki-laki yang nabur bunga di depan rumah waktu itu...” ucap Wulan sembari menunjuk ke arah Surya.
“Dira gak di sini Sur, Dira sudah pergi....!” ucap Danu

“Bohong kamu Mas, kamu bilang mbak ku pergi, aku mimpi mbak Dira masih di sini, di nangis di gasebo...” ucap Surya.
“Aku gak bohong, buat apa aku bohong, Mbak mu itu ribut sama aku, lalau pergi, bawa uangku...” jelas Danu.

“Ribut karena wanita itu kan? Setelah Mbak ku hilang bukannya dicari tapi kamu menikah sama wanita itu...” ucap Surya sambil menunjuk Dira.
“Aku dan Mbak Wulan sudah sebatang kara semenjak kematian Bapak dan Ibu, aku titipkan Mbak Dira sama kamu, ternyata salah, aku yakin Mbak Wulan masih di rumah ini..” ucap Surya sambil merangsek masuk.
Danu menahan tubuh Surya sekuat tenaga, namun tenaga Surya lebih kuat, Danu didorong dengan sekali hentakan, membuat tubuhnya limbung dan terjatuh, Surya kemudian masuk secara paksa, meneriakan nama kakak perempuannya.
“Mbak Dira, Mbak... kamu dimana, kamu dimana, Mbak..”

“CRRAAAAAAAKKK....” bunyi itu terdengar jelas di telinga sebelah kiri Surya, laki-laki itu tersadar, ada yang menancap di pundak sebelah kirinya.
Entah apa yang merasuki Danu, ia mengayunkan sebuah golok yang langsung melukai pundak kiri Surya, ia langsung terjatuh terkapar bersimbah darah.
“Aku wes ngomong, Mbak mu wis minggat...” (“Aku sudah bilang, Mbak mu sudah pergi...”) ucap Danu sambil melepasgolok yang menancap di pundak Surya, membuat darah mengucur deras membanjiri lantai.
Wulan yang melihat perbuatan suaminya, langsung berteriak histeris, membuat orang-orang di sekitaran rumah berlarian menuju rumah Danu, namun mereka semua hanya bisa tertahan di depan pintu, melihat Danu masih menggenggam goloknya dengan darah segar yang mengucur.
“Mas, kamu gila ya....dia bisa mati Mas!” ucap Wulan

“Terus kenapa, aku cuma gak ingin ada orang lain yang masuk ke rumah, apa kalian juga mau kaya laki -aki ini?!” tanya Danu pada warga yang datang.
“Pak Danu, istighfar Pak, yang bapak lakukan itu melanggar hukum...” ucap salah seorang warga.
“Hukum? Hukum? Aku bisa beli apa itu hukum, opo? Aku kenal siapa orang yang megang wilayah sini, apa? kalian bisa apa?!!!” ucap Danu kesal, tiba-tiba saja dari arah gasebo, suara itu terdengar kembali.
“Cublak-cublak suweng...
Suwenge ting gelenter...
Mambu ketundhung gudel...
Pak empong lera lere...
Sapa ngguyu ndhelikkake ...
Sir sir, pong dhele kopong...
Sir sir, pong dhele kopong...”
Suara itu terdengar jelas, membuat semua hanya bisa terdiam, lagu itu, nyanyian itu terasa ngeri saat dinyanyikan dengan suara perempuan yang bergema ke semua ruangan.
Surya yang mendengar itu, langsung bangkit dengan memegangi pundaknya yang berdarah, ia terus mencari sumber suara itu berasal, karena dia paham dan tahu, suara itu adalah suara dari Kakak perempuannya, Dira.
“Sir sir, pong dhele kopong...Sir sir, pong dhele kopong...” sekali lagi suara itu terdengar. Membuat bulu kuduk semua orang berdiri. Tiba-tiba saja, Mbah Kawi melihat kembali ke arah gasebo taman belakang, tangannya perlahan ia angkat, ia tunjuk gasebo itu, lalu berucap
“Bocah wedok kui, ono ning ngisor gasebo le....” (“Anak perempuan itu ada dibawah gazebo nak...”) Mambuat semuanya terdiam, entah dari mana, tapi batin Surya berkata benar, kerena sebelumnya, dalam mimpi Surya melihat Dira menangis di tengah gazebo.
“Dasar dukun sialan, cangkeman....!!!” (Dasar dukun sialan, banyak omong....!!!”) teriak Danu yang tiba-tiba berlari ke arah Mbah Kawi, sambil mengangkat golok yang masih ditangannya, melihat hal itu, Surya yang sudah berdiri menabrakkan tubuhnya ke arah Danu yang sednag berlari,
seketika tubuh mereka berdua membentur tembok, golok yang berada di tangan Danu terlepas jatuh ke lantai, warga yang melihat itu langsung bergegas masuk,
segera menahan Danu yang sudah lepas kendali, suasana semakin kacau, para warga bertanya-tanya apa yang membuat Danu sampai menjadi seliar ini.
“Ora usah melu-melu urusanku, Asu...!!!” (“Gak usah ikut campur urusanku, anjing!!!”) teriak Danu meronta. Wulan yang melihat suaminya hanya bisa pasrah, ia ikut bingung dengan suaminya, tiba-tiba saja, sekelebat cahaya merah seperti tiba-tiba masuk ke tubuhnya,
menutup matanya, semua mendadak gelap baginya, sayup-sayup Wulan seperti melihat bayangan masa lalu, di depan matanya ia bisa melihat Danu dan seorang perempuan yang bertengkar hebat, meributkan sesuatu.
“Aku tahu, aku bingung, tapi aku harus jujur sama kamu...” ucap Danu.

“Apa Mas? jujur kalau kamu suka sama perempuan itu, sampai-sampai kamu minta ijin untuk menjadikan dia istri kedua? Hah...” ucap perempuan itu, petir menyambar kencang, hujan turun dengan deras.
“Aku gak tahu kenapa, aku sayang kamu, tapi aku juga sayang dia, pajami aku to...”ucap Danu sambil berdiri bangkit dari kursinya.
“Pahami? Haaah, aku gak mau dimadu, kamu sayang aku, tapi kamu sayang dia, kamu kena pelet mas? kamu kena pengasihan? Apapun alasannya aku gak mau, terserah kamu...” ucap perempuan itu, sambil melempar kain ke arah meja.
“Kamu hidup gara-gara aku, aku yang bisa menentukan semuanya, jangan kurang ajar sama aku, bisa apa kamu tanpa aku hah?” ucap Danu emosi
“Mas, bisa apa? memangnya kamu tuhan? Bis atur hidupku, aku juga punya hak mas, ingat ya, kamu datang ke depan Surya adikku untuk melamarku, kamu mohon-mohon sama adikku biar bisa direstui...kamu itu...”
“BUUUGGGGG...!!!!!” balok kayu dari sisa sia rumah yang habis dibangun mendarat ke kepala perempuan itu, ia terjatuh dengan darah yang menetes keluar dari kepalanya.
“Dasar, perempuan gak tahu diri, mau kurang aja sama aku, kamu...!!!” bentak Danu sambil terus memukul tubuh wanita itu dengan balok kayu, berulang kali, tak ada kata yang bisa keluar dari mulut perempuan itu, hingga,
nafas terakhirnya pun tak cukup untuk menghentikan Danu yang terus menghujani tubuhnya dengan pukulan dari balok kayu. Hingga akhirnya, Danu tersadar, perempuan itu tak bergerak, tak bernafas.
“Dir, Dira, Dir....Dira?!!!” ucap Danu panik melihat istrinya tak bernyawa. Secara cepat Danu lari kebelakang, kemudian ia mengambil sesuatu. Danu kemudian berlari ke kebun belakang, mencangkul tanah di tengah-tengahnya.
Hujan masih turun membasahi, Danu masih mencakungkul ke dalam tanah. Setelah dirasa cukup, ia kemudian menarik jasad Dira, menguburnya, bersama air hujan yang turun. Sedikit demi sedikit tanah menutupi Dira.
Beberapa hari kemudian, Danu memesan gasebo, meletakkannya di atas raga dira dikubur. Setelah semua usai, Danu menyebar kabar fana pada lingkungan sekitar, bahwa istrinya telah pergi meninggalkannya.
Gelap kembali datang, perlahan mata Wulan terbuka, secara tak sengaja ia baru saja melihat kejadian yang menimpa Dira. Kini Wula menatap Nanar ke arah Danu yang sudah dikepung warga, tubuhnya di tahan oleh lima hingga enam orang, Danu tak bisa bergerak.
“Mas, kamu yang bunuh Dira?” Kamu bunuh Dira Mas?” ucap Wulan histeris, membuat semua orang melihat ke arah Dani kemudian berganti ke arah Wulan.
“Mbak kamu lihat juga kan? Tubuh Mbak Dira di bawah gasebo itu?” cecar Surya pada Wulan, wanita itu hanya mengangguk membenarkan apa yang ditanyakan Surya, sambil perlahan tangannya menunjuk ke arah Gazebo.
“ARRRRRRRRGGGGHHHHH....!!!” Teriak Wulan kencang, ia seperti terpukul dengan apa yang terjadi saat ini. Tiba-tiba saja urat wajahnya keluar, perlahan ada yang keluar dari keningnya, dari sebelah kiri, kanan dan tengah, jarum emas perlahan keluar dan jatuh ke lantai,
diikuti jarum emas keluar juga dari hidung dan dagunya.

“Mbak Wulan, pakai susuk, Mbak Wulan pakai susuk....” ucap salah seorang warga. Setelah itu, Wulan jatuh tak sadarkan diri.
“MAS DANU, BANGSAT KAMU...!” ucap Surya menutup kekacauan malam ini.
Warga kemudian melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib, beberapa warga kemudian melakukan penggalian setelah memindahkan gazebo ke sudut taman.
Setelah tanah digali beberapa meter, mayat Dira ditemukan dengan kondisi tinggal tulang belulang, lengkap dengan daster warna merah yang ia kenakan, sama seperti yang dilihat Surya saat di mimpi.
Dira kemudian dimakamkan secara layak di dekat kampung halamannya, Surya akhirnya mau menemui Danu yang sudah mendekam di balik jeruji besi. Danu menyesal atas apa yang terjadi, pikirannya kalap setelah mendengar penolakan dari Dira atas niatnya untuk menikah lagi.
Danu juga tak paham, kenapa saat itu pikirannya hanya memikirkan satu orang, Wulan,Wulan, dan Wulan. Kini semua sudah terjawab, susuk Wulanlah yang menjadi penyebab semua, tanpa sengaja membangkitkan sifat tempramen Danu, membuat nyawa Dira melayang.
Dari balik mimpi berkali-kali Dira menyampaikan pesan pada Surya, membuat adiknya kembali untuk mencari kebenaran.
Kabar terakhir dari Wulan, banyak warga yang bilang ia kini lebih sering menyendiri di rumah orang tuanya, terdiam dengan keadaan yang memprihatinkan, Wulan sang kembang desa kini tak lagi ayu dan berkarisma, wajahnya nampak layu dan lesu.
Sosok ketiga telah membutakan semuanya, sosok ketiga pula yang perlahan mengungkap kebusukan yang ada.
Nafsu duniawi selalu membawa petaka, apa yang didapatkan secara serampangan, mengakibatkan nyawa yang akhirnya hilang, tindakan selalu memiliki pertukaran, karma akan terus ada, segalanya akan terjawab tuntas.
Tetaplah menjadi pribadi yang apa adanya, tak usah memakai cara-cara licik dalam mendapatkan sesuatu, karena kita sendiri sebenarnya sudah diberikan kemampuan dalam menghadapi dunia yang ada.
Semoga bisa mengambil segela hal baik di dalamnya, buang segala keburukan yang ada. Mas Surya berharap, kelak tak ada hal seperti ini yang terjadi, karena nafsu dan ketamakan, akan mengakibatkan kehancuran dalam hidup.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with NuugroAgung

NuugroAgung Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @nuugroagung

Feb 18
Pertama kali aku melihatnya duduk diatas sumur tua yang di dalamnya sdh ditimbun tanah. Entah apa, tapi perlahan dia seperti mulai mengikutiku. Mereka menyebutnya
MERAH PENUNGGU ASRAMA
tak kuat menanggung aib, dia mengakhiri hidupnya di sumur itu.
A Thread
#bacahorror @IDN_Horor
Image
Image
Panggil saja ia Rumi, teman yg kemudian membagikan ceritanya saat mondok di salah satu pesantren dulu. Dia mengalami hal ganjil saat kali pertama masuk.
Hai aku Rumi, panggil saya seperti itu. Aku adalah salah satu santriwati yang baru masuk asrama pesantren yang ada di suatu tempat. Aku tak bisa menyebutkannya karena takut ceritaku ini menyinggung banyak pihak.
Read 87 tweets
Jan 1
Ngerinya pelet, bikin korbannya tunduk. Sudah jadi boneka yang dimainkan oleh pelakunya. Orang-orang seperti ini memang fakir kepercayaan diri, inginnya memang serba instan, menghalalkan segala cara.

Jimat Rambut Pemikat
A Thread

#bacahorror #rambutpembawamaut
@IDN_Horor Image
Ini adalah cerita yang dialami oleh Wulan, bukan nama sebenarnya. Pikirannya dirasuki laki-laki yang tak diinginkannya. Hatinya menolak keras, tapi entah bagaimana caranya melawan laki-laki ini. Dia selalu hadir di setiap detik hidupnya, pikirannya, bahkan leluasa dalam mimpinya.
Halo, aku Wulan, panggil saja begitu. Aku akan menceritakan hidupku yang hampir dihancurkan oleh seorang laki-laki biadab yang tak bertanggung jawab. Dia membuatku jadi setengah gila, bahkan hampir saja aku menghabisi ibu yang telah melahirkanku. Image
Read 72 tweets
Dec 3, 2023
"Ada yg bilang, sumpah dari orang yang sakit hati, akan terus berjalan hingga mati..."

“RANDAPATI” lanjutnya. Aku terdiam, menatap bapak, yang akhirnya mau bercerita, sambil menunjukan ini.

-A Thread-
#bacahorror Image
Bapak membuka obrolan malam itu, setelah aku bertanya kembali, bagaimana kita semua akhirnya bisa diterima untuk tinggal dirumah itu. Rahasia yang selama ini disimpan,  akhirnya berani beliau ceritakan, terkait seorang perempuan.
Sebelumnya aku pernah membawakan cerita, saat menempati sebuah rumah, disewa dengan harga murah, diambil karena terpaksa. Ditambah ada kabar dari para tetangga yang menceritakan.
Read 116 tweets
Sep 12, 2023
Desa geger tengah malam, beberapa warga berjalan kencang, bunyi kentongan ditabuh, hampir semua warga desa keluar rumah, membawa obor, senter apapun alat yg bisa untk petunjuk gelap. Ada yg bilang, kepala Ki Rangan hilang.

PENGANUT ILMU SESAT
-a thread-
#terorpocong #bacahorror Image
Para warga yang sedari tadi berkumpul, mulai meninggalkan makam satu persatu. Esok harinya berita ini menjadi perbincangan banyak orang di pasar.
Kebetulan hari itu adalah Jumat Kliwon, dimana Pasar Kliwon akan ramai orang yang berbelanja dari berbagai desa. Ki Rangan memang sudah tiada, tapi ancamannya seperti masih membekas di ingatan para warga desa.
Read 100 tweets
Mar 26, 2023
Motor bebek melaju kencang, menembus gelap malam, melewati lampu jalan yg jarang. Nardi, perasaannya tak karuan saat perjalanan pulang kali ini. Rasanya seperti ada yg sedang mengikuti tpt di belakang.

-A Thread-

ALAM LAIN PABRIK KAIN

@IDN_Horor @bacahorror_id
#bacahorror Image
Hai, apa kabar semua? Semoga selalu rahayu ya? lancar melaksanakan ibadah puasanya bagi yang menjalankan. Lama juga saya tidak bercerita di sini, maaf kegiatan lagi banyak-banyaknya. Tapi saya mencoba untuk bisa meluangkan waktu, bercerita di rumah ini.
Beberapa waktu lalau dapat cerita dari seseorang, yang menceritakan pengalamannya saat mengalami kecelakaan, ada sesuatu yang ganjil dirasakan saat kejadian itu terjadi. hal tersebut nampak nyata. jika saja ia tak lolos sasat itu,
Read 127 tweets
Feb 16, 2023
“Tari, bangun Tar, ini ada darah, darah siapa Tar, Tari, bangun!!!” ucapnya buru-buru terus menggerakan tubuh Tari yang kaku tak bergarak.
Tari bangun, bukan lebih tepatnya, perlahan Resti melihat tubuh temannya melayang, ia mundur melihat kejadian aneh itu, matanya masih terbelalak melihat tubuh temannya melayang, masih dengan posisi yang sama saat ia tertidur.
“Koe sopo Nduuk? Arep opo neng panggonku?” (“Kamu siapa nak? Mau apa ditempatku?”) terdengar suara dari arah Tari yang masih melayang, perlahan Resti melihat tubuh Tari berubah posisi, dari tertidur menjadi berdiri.
Read 139 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(