Restu Wiraatmadja Profile picture
Apr 11, 2023 207 tweets >60 min read Read on X
Ngunduh Jiwo (10)

"Isteriku jadi korban pesugihan perias pengantin."

@bacahorror #pesugihan #ceritaserem #ngunduhjiwo #malamjumat Image
Part-10

“Karma buruk di malam bulan pengantin.”

Desa Wongso

Dini mulai membuka matanya lebar- lebar. Ia menatap cermin yang ada di hadapannya.
Kali ini, dia sengaja melanggar segala perintah yang diberikan oleh calon mertuanya itu untuk memakan bunga melati yang tinggal tersisa beberapa butir saja.
Ia juga sengaja tidak merawat wajah dan juga rambutnya. Entah mengapa, kali ini pikirannya hanya tertuju kepada kedua orang tuanya.
Dia tidak memperdulikan pernikahannya esok hari. Seandainya dunia bisa diputar kembali, mungkin Dini akan menghabiskan waktunya hanya untuk kedua orang tuanya.
Dia sudah termakan dengan omongan manis Bagus yang selama ini menjadi orang yang sangat dipercayakannya. Hatinya sudah benar-benar kecewa semenjak saat itu. Dini tidak menyangka, jika pernikahannya adalah pernikahan yang diperalat untuk kepentingan tertentu.
Benar kata Ibunya. Dini harus merelakan orang yang menurutnya sangat mencintainya namun orang itu sendirilah yang akan menjadi sumber rasa sakit yang sangat besar.
Dini mulai merasakan hal tersebut mana kala dirinya melihat dengan jelas dua orang yang dikenalinya sedang bermesraan.
Sembari memandangi cermin, dini telah mengumpulkan tiga sisir yang dua dari ketiganya didapatkan di tempat Bi Imah.
Jika memang apa yang dikatakan oleh Ibunya benar, maka, dia akan melakukan apapun demi membatalkan semua ritual yang akan dilakukan oleh orang-orang yang telah memperalat dirinya.
‘’Mana yang lebih menyakitkan nantinya? dipatahkan oleh cinta atau terbunuh karena melanggar tulah?'’ Ucap Dini
Perlahan, tatapannya berubah layaknya menjadi seorang wanita psikopat yang siap membunuh calon suaminya. Rasa sakit hatinya tidak bisa tergantikan dengan apa yang dia rasakan saat itu juga.
Menurutnya, kesalahan terbesar dalam hidupnya adalah terlalu mempercayai orang yang seolah-olah telah mencintainya dengan tulus. Padahal, sejatinya orang yang mencintainya adalah orang yang tidak pernah menyembunyikan dua perasaan dalam satu hati.
Langkah kakinya kini menuju ke ruangan Ibunya, ibu sri. Dia sadar, penderitaan yang terjadi terhadap Ibunya oleh sebab perbuatan dari calon mertuanya itu.
Sudah berada di ujung tanduk pada ‘’Bulan Pernikahan’’, keraguan Dini semakin memuncak. Ia sama sekali telah dibodohi oleh gemerlap manis perkataan Bagus yang telah menodai ketulusan cintanya.
Ia juga merasa telah menjadi anak yang durhaka karena tidak mengikuti segala perintah yang dilakukan oleh orang tuanya saat itu.
Sembari menengok Ibunya yang masih terbujur kaku di kamar, dini tersenyum menghadap ke arah jendela kamar Ibunya.
Ia kali ini tidak bisa diperdaya lagi. Wanita yang terlahir dengan rasa sakit akan menjadi seorang wanita yang dipenuhi dengan dendam dan karma.
Dan hal ini digambarkan langsung oleh Dini yang saat itu menatap dunia bagaikan sebuah panggung drama yang dimainkan oleh orang-orang besar.
Dia hanyalah pemeran pengganti yang ketika sudah tidak lagi menarik, maka akan diganti oleh pemain lainnya yang secara kebutuhan lebih dibutuhkan dibandingkan dengannya.
‘’Dunia itu kejam ya, bu. Kita ini orang biasa. Terlahir sebagai keluarga petani yang tidak kaya dan juga tidak miskin. Namun, orang-orang yang memiliki tanah bertuah dan harta yang melimpah seolah-olah menjadi Tuhan dalam satu hari untuk memperdaya orang-orang seperti kita.
Layak kah kita menjadi manusia yang terpinggirkan dengan garis penghinaan seperti ini?’’

Ia kemudian menuju ke ranjang Ibunya. Mengelus rambut Ibu Sri secara perlahan, lalu tidak berselang lama, dini meneteskan air mata hingga terjatuh tepat di pipi Ibunya.
‘’Andaikan aku menuruti apa kemauan Ibu, maka, aku tidak akan membuat Ibu semenderita ini. Melati dan sisir terkutuk itu adalah dua benda yang nantinya akan menjadi karma bagi keluarga iblis itu, bu.
Aku siap mengorbankan semuanya untuk mengganti nyawa-nyawa orang yang sudah melayang dengan sia-sia di bulan pengantin ini.’’
Dini harus tetap kuat. Ia kembali mengusap air matanya dan bertindak seolah-olah tidak akan terjadi apa-apa untuknya saat ini. Ia menyanggul rambutnya yang sudah berantakan dan beranjak pergi dari kamar Ibunya.
Akan tetapi, tanpa disadari oleh Dini, ibu sri ternyata mendengar semua apa yang dikatakan oleh anaknya itu.
Hati kecil anaknya telah terketuk. Kini, dini telah menemukan jalan kehidupannya dan telah mengetahui langkah selanjutnya untuk bisa menyelesaikan permasalahan kompleks yang sedang di hadapinya saat ini.
RUMAH MBAH SURYANI

Kini, kekecewaan terbesar benar-benar tergambarkan di raut wajah Ustadz Somantri. Entah mengapa, hatinya begitu terkikis mendengar asumsi dari Ibu Sumi yang sangat sesuai dengan logika terkait dengan harta kekayaan tersembunyi yang dimiliki oleh Mbah Sur.
‘’Aku bahkan curiga dengan apa yang sudah terjadi saat ini. Ngunduh Jiwo tercipta bukan tanpa alasan. Bisa jadi, ada penggeraknya. Aku tidak yakin jika hanya Bunda Melati saja yang menjadi sosok utama dalam panggung persembahannya.’’ Jelas Ibu Sumi
Lagi dan lagi. Ibu Sumi seperti memberikan banyak asumsi yang tidak masuk akal namun jika dipikir secara logika memang benar adanya.
Ibu Sumi selayaknya orang yang bertugas memandikan jenazah telah mengetahui tanda-tanda jenazah yang meninggal dengan meninggalkan banyak sekali urusan di dunianya.
Hal ini menjadikan keraguan besar terkait dengan apa yang sudah terjadi selama Ngunduh Jiwo itu diciptakan. Hal yang seharusnya tidak ditemukan dalam pencariannya, kini terkuak dengan sendirinya.
‘’Selama ini, kita hanya mencurigai Bunda Melati yang notabene sebagai penggerak dari Ngunduh Jiwo. Akan tetapi, kita tidak pernah mencurigai suaminya. Sekarang, aku ingin bertanya kepada Mbah Sur. Dimanakah suami dari Bunda Melati?’’ Tanya Ibu Sumi
Mbah Sur tiba-tiba terkejut mendapatkan pertanyaan semacam itu. Raut wajahnya tiba-tiba saja berubah mana kala Ibu Sumi melemparkan pertanyaan yang tidak diduga-duga sebelumnya.
‘’Suami dari Bunda Melati?” Tanya Mbah Sur
‘’Apakah ketika di hari pernikahan Rahayu dia datang? Atau memang sengaja disembunyikan oleh Bunda Melati?’’ Tanya Ibu Sumi
Ibu Sumi melihat dengan jelas keraguan yang tertanam dalam wajah Mbah Sur. Keraguan yang tercipta membuat mulutnya sulit mengatakan kejujuran di hadapannya.
Kedua tangan dari Mbah Sur juga bergetar seperti sedang menenangkan dirinya sendiri untuk bisa memilih dan memilah kalimat yang berada di kepalanya agar jawabannya tidak menimbulkan kecurigaan terhadap pertanyaan yang dilontaran oleh Ibu Sumi.
‘’Mengenai itu … ‘’ Ucap Mbah Sur
‘’Mengenai itu?” Ucap Ustadz Somantri yang menunggu jawaban jujur dari mulut Mbah Sur
Ibu Sumi tersenyum. Dia sudah tahu jawaban apa yang ingin dikatakan oleh Mbah Sur lewat dengan penggambaran wajah dari Mbah Sur yang penuh ketakutan.
‘’Apakah ada pantangan tertentu terhadap orang yang sudah terikat dengan perjanjian dari ritual Ngunduh Jiwo itu sendiri?” Tanya Ibu Sumi
Tiba-tiba, mbah sur langsung bersujud tepat di kaki Ibu Sumi. Dia memohon-mohon kepada Ibu Sumi untuk tidak melanjutkan pembongkaran dari ritual Ngunduh Jiwo ini lebih dalam.
Nyalinya benar-benar menciut tatkala Ibu Sumi berhasil membongkar secara perlahan terkait dengan fakta yang ada di dalam ritual tersebut.
‘’Aku mohon. Kau jangan lebih dalam untuk turut serta dalam hal ini. Aku tidak ingin hal-hal yang mengerikan akan terulang kembali.’’ Jelas Mbah Sur kepada Ibu Sumi
Ibu Sumi kemudian melepaskan kedua tangan Mbah Sur yang memohon-mohon sembari memegangi kedua kakinya dengan sangat kencang agar Ibu Sumi tidak melanjutkan pembongkaran lebih dalam terkait dengan ritual Ngunduh Jiwo.
‘’Mbah … ‘’ Ucap Ibu Sumi
Ibu Sumi mencoba menegakkan kembali dagu Mbah Sur yang sudah merendah. Secara usia, mbah sur jelas lebih tua dari Ibu Sumi. Akan tetapi, terkait dengan kebodohan dalam memilih jalan hidup,
mbah sur adalah salah satu dari orang-orang yang sengaja menerjunkan diri ke dalam sumur penuh dengan kerikil tajam di banding dia menjatuhkan diri ke dalam ranjang tidur berisi bantal-bantal empuk yang membuat tubuhnya menjadi nyaman.
‘’Hidupmu tinggal hanya dalam hitungan tahun lagi. Tanahmu yang begitu luas tidak menjamin siksa kuburmu diringankan. Aku bisa mengatakan seperti ini karena dosanmu sangatlah besar.
Kau telah menjual anakmu sendiri lalu menjadikan masa tuamu penuh dengan gemerlap harta yang sejatinya telah menyeretkanmu dalam neraka dunia.’’ Ucap Ibu Sumi sembari tersenyum ke arah Mbah Sur
Ustadz Somantri terkejut dengan kalimat indah yang baru saja dilontarkan oleh Ibu Sumi. Menurutnya, perkataan itu benar-benar telah menunjukkan jati diri dari Mbah Sur yang sudah berada di ambang penyesalan.
‘’Seharusnya, hari ini kau pergi ke masjid untuk mendengarkan pesan-pesan kematian dan menanamkan banyak ladang pahala. Akan tetapi … ‘’ Potong Ibu Sumi
Mbah Sur hanya menyimak setiap kalimat yang dilontarkan oleh Ibu Sumi yang sudah berlagak layaknya orang tua yang sedang memberikan nasihat kepada anaknya.
‘’Dengan memberitahu semua hal-hal yang kau ketahui dengan ngunduh jiwo, maka, masa tuamu akan penuh dengan kedamaian. Bukan hanya itu saja, siksa kuburmu akan diperingan kecuali kau menjadi hamba yang benar-benar bertobat terhadap Tuhan.’’
Hati Mbah Sur seperti terbakar oleh api. Dia merasa sudah direndahkan oleh orang lain yang bahkan dia sendiri tidak mengenalinya.
‘’Kurang ajar kau, sumi. Kau tahu apa tentang dosa dan siksa kuburku?
Kau tahu apa tentang kehidupanku yang penuh dengan penderitaanku? Kau tahu apa tentang Rahayu dan segala kesedihannya?” Tanya Mbah Sur
Tanpa sadar, mbah sur telah membongkar secara perlahan terhadap keraguan dari hati Ustadz Somantri yang awalnya tidak mempercayai jika Rahayu benar-benar ditumbalkan oleh Mbah Sur.
‘’Ja—jadi? Apa yang dikatakan oleh Ibu Sumi benar? Rahayu ternyata ditumbalkan atas kehendakmu?’’ Tanya Ustadz Somantri sembari menatap ke arah wajah Mbah Sur
Tibat-tiba, ibu sumi tertawa terbahak-bahak. Pak Sumardi yang melihat isterinya itu tertawa hanya keheranan. Baru kali ini dia melihat sisi lain dari isterinya yang benar-benar sangat tidak terduga.
‘’Sialan kau, sumi! Kau sudah menjebakku agar mengakui semua perbuatan salahku!’’ Teriak Mbah Sur sembari mengarahkan beberapa pukulan ke arah Ibu Sumi.
Pak Sumardi berusaha menghentikan pertikaian itu. Ia mencoba untuk menangkis satu persatu pukulan dari Mbah Sur yang terlihat sangat tak bertenaga karena telah dimakan usia ke arah isterinya.
‘’Pergi kau dari rumahku! Pergi!’’ Teriak Mbah Sur sembari mengarahkan beberapa pukulan lagi namun Pak Sumardi masih bisa menangkis pukulan Mbah Sur yang mengatah ke isterinya itu.
Ibu Sumi menghentikan tawanya sekarang. Ia kemudian menundukkan kepalanya sembari memainkan jari-jemarinya secara perlahan. Seolah-olah ingin membuktikan segala apa yang diucapkannya, ibu sumi justru memberi tantangan yang mengerikan kepada Mbah Sur,
‘’Aku tahu siapa pelaku sebenarnya dalam Ngunduh Jiwo ini. Aku tahu ketakutan terbesarmu saat ini, mbah sur. Aku tahu apa yang selama ini orang-orang menyalahkan Bunda Melati karena merasa sejatinya pelaku penumbalan ini adalah dirinya sendiri.’’ Jelas Ibu Sumi kepada Mbah Sur
‘’Apa maksudmu, sumi?’’ Tanya Mbah Sur
‘’Apakah perias pengantin benar-benar telah melakukan ritual khususnya kepada pelaku di balik ini semua? Apakah Bunda Melati hanya sebagai pengecoh dari asumsi masyarakat?
Atau, pelaku itu sendiri adalah orang yang selama ini sengaja disembunyikan agar Bulan pengantin tetap menciptakan Ngunduh Jiwo terhadap gadis-gadis perawan?’’ Tanya Ibu Sumi
Mbah Sur berteriak dengan kencang dan meminta kepada Ibu Sumi untuk terdiam. Dia tidak ingin Ibu Sumi meneruskan kembali apa yang seharusnya tidak diucapkan.
‘’Cukup, sumi! Kau bukan orang asli Desa Wongso! Kau sendiri tidak tahu menahu kenapa semuanya bisa terjadi!’’ Jelas Mbah Sur
Ibu Sumi kemudian melepaskan tangan suaminya yang masih menahannya agar tidak lepas kendali tatkala emosinya sudah meluap dalam menanggapi tanggapan dari Mbah Sur.
‘’Aku ini orang yang sering memandikan jenazah. Setiap hari, aku bergelut kepada keseimbangan emosi yang diungkapkan para jenazah yang belum siap untuk mati.
Semenjak Ngunduh Jiwo berlangsung, hidupku penuh dengan terror dan ketakutan. Suara tulang belulang yang dipatahkan, tangisan wanita yang merintih kesakitan dan meminta tolong. Itu semua adalah suara dari anakmu, rahayu!” Teriak Ibu Sumi
Mbah Sur terkejut mendengar hal tersebut. Dia tidak menyangka jika apa yang dirasakan oleh Ibu Sumi melebihi dari dugaannya sendiri.
Terror dan kejadian yang mengerikan lainnya benar-benar sudah menyebar dan terjadi ke beberapa orang yang bahkan untuk Mbah Sur sendiri tidak mengenalinya.
Namun, ada satu pertanyaan yang saat itu juga tercipta dipikiran Mbah Sur. Mengapa Ibu Sumi bisa mendapatkan terror dari Rahayu?
Apakah ada kesalahan yang terjadi kepada Ibu Sumi hingga membuat Rahayu terus menerus menerrornya?
‘’Ta—tapi? Mengapa kau juga mendapatkan terror? Apa yang menjadikan Rahayu menerrormu?’’ Tanya Mbah Sur
Kali ini, ibu sumi tidak bisa menjawabnya. Ia hanya bisa terdiam sembari menahan rasa sesak di dada jika mengingat kejadian itu kembali. Pak Sumardi mulai angkat bicara.
Sedari tadi, dia hanya terdiam. Mungkin, dengan mengambil kesempatan bicara ini, atmosfer ruangan menjadi lebih tenang.
‘’Begini, mbah sur. Saat itu, kami berdua sedang memandikan jenazah dari Wati. Kau mungkin telah mengenalnya. ‘’ Jelas Pak Sumardi
‘’Dia pasti sudah mengenalnya. Mbah Sur dan Pak Wikto itu satu komplotan!’’ Ucap Ibu Sumi
‘’Apa maksudmu?’’ Tanya Mbah Sur
‘’Diam! Diam dulu! Jika semua dibicarakan seperti ini, tidak akan selesai. Tujuan kita adalah membatalkan proses ngunduh jiwo. Besok sudah memasuki bulan pengantin. Jika kita semua tidak bisa menyelesaikannya … ‘’ Ucap Pak Sumardi
‘’Tidak semua, pak. Cukup kita berdua. Dua orang ini adalah komplotan dari mereka.’’ Ucap Ibu Sumi
Lagi dan lagi, ibu sumi kembali memotong pembicaraan dari Pak Sumardi. Entah apa yang membuatnya kesal hingga tidak menyukai sama sekali dari Mbah Sur dan juga Ustadz Somantri.
‘’Diam dulu, bu. Aku tahu, kita berdua akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya. Tapi, dengan siapa lagi kita akan mencari informasi ini selain dengan mereka berdua?’’ Tanya Pak Sumardi
Walau bagaimana pun juga, pak sumardi tetap merangkul Mbah Sur dan juga Ustadz Somantri. Menurutnya, ada banyak hal yang belum diketahui oleh Pak Sumardi terkait dengan Ngunduh Jiwo itu sendiri.
‘’Aku mohon untuk semuanya. Besok adalah bulan pengantin. Aku sendiri tidak tahu apa yang harus kita lakukan.
Tapi, kita sudah mendapatkan informasi terkait dengan pengantin selanjutnya yang akan dinikahkan oleh Bagus. Apakah ada saran untuk bisa menggagalkannya?” Tanya Pak Sumardi
Akan tetapi, gerak-gerik dari Mbah Sur mulai terlihat kembali. Sepertinya, dia sudah menyadari apa yang seharusnya dilakukan untuk menebus semua dosa-dosanya di masa lalu untuk kesejahteraan serta kedamainnya di masa sekarang.
‘’Aku tahu kalian berdua ingin menyelesaikan Ngunduh Jiwo. Tapi, menurut kalian, berapakah pelaku dari orang-orang yang melakukan Ngunduh Jiwo itu?’’ Tanya Mbah Sur
‘’Pelaku Ngunduh jiwo?’’ Tanya Pak Sumardi
‘’Benar. Sebelum kita menyelesaikan semua masalahnya, apakah kalian tahu, berapa pelaku dari Ngunduh Jiwo itu?’’ Tanya kembali Mbah Sur kepada mereka semua
Ibu Sumi kembali berpikir untuk dapat menjawab pertanyaan yang diarahkan oleh Mbah Sur terkait dengan pelaku dari Ngunduh jiwo itu sendiri.
‘’Setahuku, pelakunya itu ada 4.’’ Ucap Ustadz Somantri
‘’Sebutkan.’’
‘’Bagus, bunda melati, bi imah dan juga Cici.’’
‘’Bagaimana dengan Wikto?’’ Tanya Mbah Sur
Tidak ada salahnya memang untuk memberikan argument terkait hal ini. Akan tetapi, status dari Mbah Sur sendiri masih belum jelas. Apakah dia memang pelaku yang layaknya sama seperti Pak Wikto atau memang dia hanyalah sekutu yang membantu proses Ngunduh Jiwo dijalankan?
‘’Dua orang.’’ Jawab Ibu Sumi
Tiba-tiba, ibu sumi memberikan sebuah argument yang berbeda dari yang lainnya. Ia sendiri telah memikirkan secara matang terkait dengan pelaku asli dari Ngunduh Jiwo itu.
‘’Dua orang? Siapa saja?’’ Tanya Mbah Sur
‘’Aku tidak tahu terkait dua orang pelaku ini. Mungkin, kau adalah satu-satunya orang yang masih dalam ikatan sekutu terhadap mereka (Bunda Melati dan lain-lain) yang sudah mengetahui secara pasti pelakunya.
Akan tetapi, aku sudah mengira jika pelakunya adalah orang yang selama ini disembunyikan dan tidak diketahui oleh siapapun. Sedangkan mereka (Bunda Melati dan yang lainnya) hanyalah penggerak dari Ngunduh Jiwo.’’
Mbah Sur tersenyum mendengar jawaban yang diberikan oleh Ibu Sumi. Akan tetapi, menurutnya jawaban yang baru saja disebutkan oleh Ibu Sumi masih belum tepat. Ibu Sumi masih belum bisa menyebutkan nama pelaku dari Ngunduh Jiwo itu sendiri.
‘’Jadi? Siapa pelakunya?’’ Tanya Ustadz Somantri kepada Mbah Sur
‘’Benar seperti apa yang dikatakan oleh Ibu Sumi. Pelakunya sengaja disembunyikan. Dia akan muncul ketika bulan pengantin itu tiba.’’
Deg! Ibu Sumi dan Pak Sumardi terkejut mendengar penjelasan dari Mbah Sur. Padahal, selama ini mereka berdua hanya berkiblat kepada Bunda Melati dan beberapa orang yang secara jelas melakukan ritual itu sendiri.
‘’Si—siapa pelakunya?” Tanya Ustadz Somantri
‘’Aku tidak bisa memberitahu akan hal itu.’’ Jelas Mbah Sur

‘’Tunggu! Jika dirimu tidak bisa memberitahu, apakah selama ini semua yang kau ceritakan hanyalah karangan palsu darimu sendiri?” Tanya Ibu Sumi
Kali ini, mbah sur yang tertawa kegirangan. Dia seolah-olah sedang mengejek dan merendahkan Ibu Sumi serta yang lainnya karena telah mempercayai cerita yang telah ia buat sebelumnya.
‘’Aku sengaja melakukan hal tersebut. Aku membolak-balikkan fakta. Saat bulan pengantin tiba dan saat pernikahan itu diadakan, mereka melakukan sebuah ritual. Bukan sebuah akad atau ikatan untuk kedua mempelai!’’
Benar saja apa yang selama ini dicurigai oleh Ibu Sumi. Mbah Sur benar-benar telah membohonginya dan juga suaminya.
Ternyata, saat bulan pernikahan tiba, kedua mempelai akan melakukan sebuah ritual khusus yang ritualnya itu sendiri bertujuan untuk menyesuaikan syarat dari Ngunduh Jiwo.
‘’Kurang ajar kau Tua Bangka! Kau telah membuat siksa kubur dalam duniamu sendiri!’’ Teriak Ibu Sumi sembari mencoba untuk menarik rambut putih dari Mbah Sur.
Tapi anehnya, mbah sur bukannya merasa kesakitan saat rambut tuanya ditarik oleh tangan Ibu Sumi, justru dia tertawa kegirangan sembari meneteskan air mata. Menurutnya, pertemuan itu adalah pertemuan yang paling membahagiakan.
‘’Cepat katakan! Siapa pelakunya! Cepat katakana bajingan!” Teriak Ibu Sumi
‘’Udah, bu. Kasihan Mbah Sur!’’ Pinta Pak Sumardi
‘’Tidak ada kata kasihan untuk iblis yang merasuki Tua Bangka ini! Dia adalah sekutu dari Bunda Melati! Dia sengaja menumbalkan anaknya! Dia sendiri telah membuat karangan bebas terkait dengan peristiwa di bulan pengantin!” Sekali lagi, ibu sumi benar-benar kehilangan kendali.
Pak Sumardi meminta kepada Ustadz Somantri untuk membantunya dalam melepaskan kedua tangan isterinya.

‘’Bantu aku ustadz sialan! Jangan hanya diam.’’
‘’Eh, iya pak.’’
Ustadz Somantri berusaha membantu Pak Sumardi untuk melepaskan ikatan itu.
Ia juga berusaha penuh agar keduanya benar-benar bisa dipisahkan. Tampaknya, kekesalan dari Ibu Sumi sudah mencapai batasnya. Sedangkan Mbah Sur, dia dengan sangat mudahnya mampu memberikan pancingan kepada Ibu Sumi agar masuk ke dalam perangkap emosinya.
Sampai akhirnya, rambut dari Mbah Sur banyak yang rontok dan berjatuhan. Hal ini membuat rambutnya menjadi rusak karena jambakan hebat yang dilakukan oleh Ibu Sumi. Sesaat setelah keduanya dipisahkan, mbah sur menundukkan kepalanya.
‘’Kau tahu? Mengapa aku menyerahkan Rahayu kepada mereka?’’ Tanya Mbah Sur
Semua terdiam. Mereka tidak ingin menjawab ocehan yang dikeluarkan oleh Mbah Sur kepada mereka semua.
‘’Dia (Pelaku dari Ngunduh Jiwo) benar-benar akan mensejahterakan kami semua dengan kekayaan yang dibuat oleh demit manten.’’
Ibu Sumi tidak ingin meladeni ocehan aneh dari tua bangka itu. Ia lebih memilih untuk bangkit dari duduknya dan mencari informasi sendiri terkait dengan apa yang selama ini dicarinya.
‘’Apakah kau tidak tertarik Sumi untuk mengetahui siapa pelakunya?” Tanya Mbah Sur
Ibu Sumi terdiam sejenak. Ia kemudian membalikkan badannya seraya mengucapkan sesuatu yang menohok,
‘’Kalau memang nantinya ada tulah dari apa yang kau beberkan pada kami saat ini, pastinya, besok aku akan datang lagi kemari.’’ Ucap Ibu Sumi kepada Mbah Sur
‘’Un—untuk apa kau datang lagi kemari?’’
‘’Untuk memandikan jenazahmu!’’
‘’BAJINGAN!’’ Teriak Mbah Sur
Ibu Sumi pun langsung meninggalkan Mbah Sur dan yang lainnnya. Pak Sumardi mengikutinya dari belakang. Keduanya benar-benar berani terhadap kematian yang sebenarnya sudah ada di depan matanya sendiri.
Entah mengapa, selama ini, ibu sumi tidak takut akan kematian yang siap merenggutnya. Dia seolah-olah sudah melihat kematiannya sendiri dalam jangka waktu yang tidak akan lama lagi.
Mungkin, ngunduh jiwo adalah salah satu penyebab mengapa Ibu Sumi sendiri telah berada di dalam kehidupan yang setiap harinya dekat dengan kematian.
Karena itulah, dia ingin sekali untuk menyelesaikan semuanya agar kehidupannya tidak berpandangan lagi terhadap kematian yang sudah berada di ujung tanduk
Lanjut habis sahur, ya. Masih agak panjang ceritanya di part ini.
Yang mau baca duluan, bisa klik link karyakarsa, ya.
karyakarsa.com/Restuwiraatmad…
Ibu Sumi dan Pak Sumardi kembali ke desanya. Mereka berdua sudah sedikit mendapatkan informasi terkait dengan pembenaran yang selama ini dicarinya. Bukan hanya untuk menentukan siapa pelakunya akan tetapi yang dia inginkan adalah bagaimana ritualnya dijalankan?
Lalu, bagaimana cara membatalkannya? Terlebih itu, ia juga memikirkan bagaimana cara menyelamatkan dirinya sendiri
dan juga orang-orang yang selama ini hanya menjadi korban dari ancaman para sekutu yang bertabiat iblis dengan menggabungkan dirinya ke dalam lingkaran kematian tersebut.
Baginya, kehidupan itu menciptakan dua hal yang sangat menarik. Kehidupan yang pertama berisi orang-orang yang sudah berada di ambang kematian.
Mereka akan tergantikan lagi dan terus menerus menciptakan generasi yang baru. Lalu yang terakhir, kehidupan yang mengarah kepada kaum pengecut yang mempermainkan kematian orang-orang demi kepetingannya sendiri.
Orang-orang seperti ini selayaknya sudah membuat penyiksaan baginya sendiri. Bukan karena nantinya dia tidak akan bisa mendapatkan apa yang semestinya mereka dapatkan.
Akan tetapi, mereka akan mengetahui sisi buruk yang terjadi dan terdampak ketika mereka menjalankannya tanpa memikirkan kemanusiaan yang berarti.
Di sisi lain, ibu sumi masih mencurigai pelaku yang dimaksud oleh Mbah Sur. Katanya, pelaku itu sengaja disembunyikan dan akan muncul tepat ketika Bulan Pengantin tiba.
Selama yang ia tahu, pernikahan yang dilakukan oleh Bunda Melati memang selayaknya pernikahan pada umumnya.
Namun, yang baru saja dikatakan oleh Mbah Sur adalah pernikahan yang terjadi tepat di hari bulan pengantin tiba adalah sebuah ritual khusus untuk menjadikan syarat dari Ngunduh Jiwo itu sendiri.
Itu berarti, syarat dari Ngunduh Jiwo ada banyak macamnya. Akan tetapi, yang masih menjadi sesuatu yang mengganjal di sini adalah kalimat yang diucapkan oleh Mbah Sur terkait peran Bunda Melati dan yang lainnya.
Mbah Sur mengatakan, jika peran mereka semua adalah penggerak dari ngunduh jiwo atau orang-orang yang melakukan ritual. Itu berarti, pelakunya adalah orang yang masih berada di pihak mereka namun tidak diketahui keberadaannya saat ini.
Setibanya di rumah, ibu sumi masih memikirkan hal itu. Bahkan ketika Pak Sumardi menanyakan kepada dirinya sedang memikirkan apa, ibu sumi sama sekali tidak tersambung dengan obrolan tersebut.
‘’Bu? Ibu?’’ Tanya Pak Sumardi
Ibu Sumi masih terdiam. Tampaknya, ia masih banyak memikirkan sesuatu yang seharusnya bukan urusannya sendiri.
‘’Bu? Ibu? Ibu kenapa, toh?’’
Kali ini, pak sumardi menepuk pundak isterinya yang sedang terduduk dengan tatapan yang penuh tanda tanya.
‘’Eh, kenapa, pak?’’ Tanya Ibu Sumi
‘’Dari tadi Ibu bengong terus. Lagi mikirin apa toh? Mikirin perkataannya Mbah Sur?’’ Tanya Pak Sumardi
‘’Ibu masih belum bisa menemukan siapa pelakunya, pak. Padahal, besok adalah bulan pengantin. Tapi, kenapa semuanya begitu gelap di mataku saat ini.’’ Ucap Ibu Sumi
Pak Sumardi mendekap tubuh isterinya dengan kuat. Baginya, apa yang telah dilakukan oleh isterinya sudah benar-benar hebat. Saking hebatnya, dia mau mengurusi hal demikian sulit dan rumitnya dalam mencampuri urusan orang lain yang seharusnya bukan menjadi urusannya sendiri.
‘’Manusia itu diciptakan untuk menjadi sesuatu yang bermanfaat. Jika kita sudah berusaha penuh untuk melakukannya dan belum mendapatkan hasil yang serupa sesuai dengan keinginan kita, setidaknya, kita sudah memberikan waktu dan tenaga kita untuk hal demikian.’’ Jelas Pak Sumardi
Bagi Pak Sumardi, siapapun pelakunya pasti dia akan mendapatkan akibat dari apa yang diperbuatnya. Karena itulah, dia sebisa mungkin meyakinkan isterinya untuk tidak terlalu memikirkan hal itu secara berlebihan.
Malam Bulan Pengantin akan tiba. Malam yang seharusnya menjadi tempat untuk mengistirahatkan tubuh dan merengangkan otot-otot yang kaku, kini tidak berlaku bagi Pak Wikto yang merupakan bagian penting dari orang-orang yang menggerakkan Ngunduh Jiwo itu sendiri.
Malam itu, pak wikto sedang berada di rumahnya. Dia berencana untuk menuju ke rumah Bunda Melati tepat di malam hari. Akan tetapi, hatinya seperti tidak nyaman. Ketenangannya kini berubah menjadi perasaan waswas yang terus menghantuinya setiap saat.
Dia juga merasa jika rumahnya seperti kuburan. Sepi dan tidak ada satu pun orang yang hadir di rumahnya sama sekali.
Seakan ada yang berbeda, pak wikto pun memeriksa kamar anaknya yaitu Jeka. Dengan perasaan yang canggung, dia pun membuka kamar Jeka. Akan tetapi, dirinya terkejut saat melihat Jeka sedang tertidur.
Ia pun kembali menutup pintu kamar anaknya tersebut. Namun, saat pintu kamar Jeka ingin ditutup, tiba-tiba, dia mendengar suara tawa cekikan yang berasal dari kamar anaknya tersebut. Suaranya mirip seperti suara anaknya.
‘’Jeka? Bukannya sudah tidur?’’
Pak Wikto pun kembali membuka pintu kamarnya secara perlahan. Kali ini, pandangannya tertuju kepada nuansa kamar Jeka yang berubah secara drastis. Dia melihat ada gemerlap warna merah yang menyelimuti seluruh kamar Jeka.
Bahkan, di lantai kamar anaknya, pak wikto melihat banyak sekali tanah kuburan yang sudah berceceran dimana-mana. Perlahan, pandangannya beralih ke arah ranjang tempat anaknya tertidur.
Kali ini, mulutnya mulai menelan ludahnya sendiri. Kedua tangannya bergetar hebat tatkala kedua matanya melihat dua sosok mengenakan pakaian serba putih yang sedang mengelus-elus kepala Jeka sembari menyanyikan lagu yang biasa untuk menidurkan anak-anaknya dulu.
‘’Tak Lelo, lelo lelo ledung.’’
‘’Cep meneng ojo pijer nangis.’’
‘’Anakku sing apik rupane.’’
‘’Yen nangis ndak ilang apike.’’

Pak Wikto mengenali suara itu. Suara itu mirip seperti suara isterinya tatkala menidurkan anak bungsunya yaitu Jeka.
‘’Tak lelo, lelo lelo ledung.’’
‘’Dadiyo prio utomo.’’
‘’Ngluhurke asmane wong tuwo.’’
‘’Dadiyo pandhekaring bongso.’’

Pak Wikto melangkah maju ke dalam kamar anaknya. Kedua kakinya kini menginjak serpihan tanah kuburan yang telah menyebar di kamar anaknya tersebut.
Salah satu sosok wanita dengan wajah yang belum terlihat karena rambutnya yang panjang sedang mengelus kepala anaknya. Pak Wikto sangat yakin, jika itu adalah isterinya yang sudah meninggal dunia.
‘’Henni?’’
Panggilan dari Pak Wikto tidaik digubris oleh wanita tersebut. Ia justru melanjutkan nyanyiannya untuk meniduri Jeka.
‘’Tak lelo, lelo lelo ledung.’’
‘’Dadiyo prio utomo.’’
‘’Ngluhurke asmane wong tuwo.’’
‘’Dadiyo pandhekaring bongso.’’
Hingga saat dimana Pak Wikto ingin menyentuh pundaknya, tiba-tiba, wanita itu langsung mengarahkan pandangannya ke arah Pak Wikto.
Sontak saja, pak wikto langsung berteriak dengan sangat kencang dan ketakutan saat melihat rupa dari isterinya yang sudah dipenuhi dengan darah dan belatung.
Untungnya, semua itu hanyalah mimpi. Pak Wikto langsung terbangun dari mimpinya dan berusaha meyakinkan kepada dirinya bahwa apa yang baru saja dilihatnya itu hanyalah ilusi semata.
Pak Wikto tertidur tepat di sofa tepat di hadapan kamar anaknya tersebut.
‘’Untung cuman mimpi.’’
Pak Wikto pun beranjak bangkit. Ia berencana untuk mengambil air di ruangan belakang. Akan tetapi, saat dimana dirinya melewati kamar anaknya, pak wikto mendengar sesuatu dari kamar anaknya dengan suara yang sangat lirih.
Awalnya, pak wikto hanya mendengar seperti orang yang sedang bernyanyi namun dengan suara deheman saja.
‘’Hmmmmmmm ….. Hmmmmmm.’’
‘’Hmmmmmmm ….. Hmmmmmm.’’
Lambat laun, dirinya mendengar dengan jelas akan kalimat perkalimat yang sedang diucapkan oleh seseorang yang berupa lirik lagu jawa yang dikenalnya itu,
‘’Tak Lelo, lelo lelo ledung.’’
‘’Cep meneng ojo pijer nangis.’’
‘’Anakku sing apik rupane.’’
‘’Yen nangis ndak ilang apike.’’
Pak Wikto langsung terkejut mendengarnya. Ia seakan seperti terbawa oleh ilusi yang berada dalam mimpinya tersebut. Beberapa kali tangannya menampar pipinya untuk meyakinkan bahwa apa yang baru saja didengarnya itu adalah sebuah ilusi semata.
‘’Ngga! Ini gak bener! Ini pasti mimpi!’’
Pak Wikto segera menjauhi kamar itu. Ia tidak ingin mendengar suara itu lebih jelas. Menurutnya, nyanyian itu adalah sebuah nyanyian yang membuatnya dibanjiri akan ketakutan.
Akan tetapi, semakin Pak Wikto menjauh, suara itu semakin jelas dan terdengar kencang di telinganya.
‘’Tak Lelo, lelo lelo ledung.’’
‘’Cep meneng ojo pijer nangis.’’
‘’Anakku sing apik rupane.’’
‘’Yen nangis ndak ilang apike.’’
Pak Wikto memegangi kepalanya. Ia benar-benar seperti berada di dalam ketakutan yang sangat serius.
‘’Gak mungkin! Kamu sudah mati Henni! Kamu sudah mati! Gak mungkin kamu kembali lagi ke sini.’’
Wajah Pak Wikto mendadak berubah menjadi sangat ketakutan. Perannya yang selama ini sebagai orang yang tidak mengenal akan resiko dan akibat terhadap apa yang dilakukannya, kini berubah drastis menjadi orang yang sangat penakut akan hal-hal yang berada di luar nalarnya
Semakin dirinya menjauh, suara itu semakin kencang. Suara itu benar-benar membuat isi kepalanya dipenuhi bayang-bayang akan kehadiran isterinya yang sudah meninggal dunia.
Alhasil, pak wikto pun berlari ke arah ruangan belakang. Ia mencoba untuk menenangkan diri dan menyembunyikan dirinya ke dalam kamar mandi.
Saat itu, hal yang membuatnya tenang hanyalah sebatang rokok yang dia bakar sembari membayangkan hal-hal yang menyenangkan.
Kini, dia mencoba untuk mencoba menyenangkan diri dengan cara membayangkan tubuh molek dari Bunda Melati yang sudah ia tidur beberapa kali.
Satu tangannya digunakan untuk memegang sebatang rokok yang dihisapnya, satu tangannya lagi berjalan liar ke arah alat kelaminnya.
‘’Persetan kau, henni. Tubuh dari Melati sangat enak untuk kugagahi!” Ucap Pak Wikto
Sampai akhirnya, ketika dia sedang berada di puncaknya, dia mendengar suara aneh dari luaran.
Telinga Pak Wikto menangkap sebuah suaara seperti layaknya kaki yang sedang diseret-seret dan berjalan ke arah dirinya saat ini.
Pak Wikto mulai tidak tenang. Puncak birahinya kini tergantikan menjadi puncak ketakutan. Dari luaran, pintu kamar mandi digedor-gedor dengan sangat kencang. Pak Wikto mulai mundur ke belakang hingga tubuhnya terpentok ke dekat bak mandi.
Saat dimana rasa takutnya benar-benar sudah memuncak, pak wikto melemparkan sebatang rokok yang belum habis itu ke arah pintu kamar mandi sembari berteriak,
‘’Pergi kau, setan! Kau setan cacat! Tidak bisa berjalan tegak, kan?’’ Teriak Pak Wikto sembari mencaci maki demit yang ia maksud.
Namun, semuanya berubah tatkala lampu kamar mandi dan seluruh lampu yang ada di rumahnya mati seketika.

Perlahan, suara menakutkan itu kembali terulang dan membuat bulu kuduk Pak Wikto merinding seketika karenanya.
‘’Tak Lelo, lelo lelo ledung.’’
‘’Cep meneng ojo pijer nangis.’’
‘’Anakku sing apik rupane.’’
‘’Yen nangis ndak ilang apike.’’
Pak Wikto kembali meneriaki setan itu dengan cacian dan makian yang dibuatnya sendiri. Bahkan, cacian dan makian itu mengarahkan kepada hal-hal yang tidak seharusnya diucapkan.
Bersamaan dengan itu, suara gedoran pintu terhenti dengan sendirinya. Tidak berselang lama, lampu kamar mandi kembali menyala. Pak Wikto merasa, jika semuanya sudah aman.
Namun, sesuatu yang berada di luar dugaannya justru terjadi. Kedua tangannya di tarik oleh sesuatu yang berasal dari dalam bak mandi.
Tubuh Pak Wikto ikut terperosok ke dalamnya. Bak Mandi yang tidak terlalu dalam itu seakan-akan menjadi sebuah samudera yang kedalamannya tidak bisa terukur. Pak Wikto berusaha penuh untuk menggapai bagian atas dari bak mandi tersebut.
Akan tetapi, tubuhnya didekap oleh sesuatu dari belakang. Kepala hingga wajahnya ditutupi oleh rambut yang sangat panjang hingga dirinya tidak bisa bernafas sekali pun.
Bak mandi yang awalnya memiliki air berwarna bening, kini berubah menjadi warna merah bercampur darah tepat di malam bulan pengantin.
Desa Wongso

Sementara itu, rumah Mbah Sur seperti biasanya. Rumahnya seperti dikelilingi oleh sayup-sayup sosok hitam yang terus menerus mengintai keberadaannya dari arah jendela, pintu atau pun ventilasi udara yang ada di setiap ruangannya.
Dimana pun Mbah Sur ingin bersembunyi, sosok itu terus mengejar dan menerrornya dengan segala ketakutan yang ada.
Hal ini membuat Mbah Sur menjadi takut. Ia pun buru-buru untuk mengambil sajadah serta mukenah pribadinya. Ia meyakinkan kepada dirinya sendiri untuk sholat agar semuanya bisa tenang.
‘’Gusti, kulo nuwun ampurane.’’
Mbah Sur terus menerus mengucapkan kalimat itu sebelum dirinya melaksanakan ibadah sholat.
Akan tetapi, tepat saat dimana dirinya mengangkat kedua tangannya secara perlahan dan memulai takbir, tiba-tiba, dari luar ruangan kamarnya, mbah sur mendengar suara orang tertawa cekikikan seperti sedang menertawakan tindakan yang dilakukan oleh Mbah Sur.
‘’Hik Hik Hik.’’
Leher Mbah Sur mendadak merinding. Kedua tangannya langsung bergetar dengan hebat tatkala suara tawaan itu benar-benar terdengar dengan sangat jelasnya.
‘’Allahu Akbar.’’
Mbah Sur pun mengubah gerakannya menjadi Ruku’. Ia mencoba untuk tidak terperdaya akan gangguan dari demit yang sudah mengincarnya itu.
Akan tetapi, saat dimana dirinya ingin I’tidal, tiba-tiba, mukenah yang melapisi bagian wajah hingga setengah tubuhnya ditarik ke atas hingga membuat bagian atasannya menjadi terbuka.
Tubuh Mbah Sur menolak untuk berhenti. Kali ini, ia kembali melanjutkan gerakan selanjutnya itu sujud.
Dan saat dimana dirinya sudah sujud, tiba-tiba, bagian bawahannya juga ditarik hingga terlepas. Hal itu membuat kedua lututnya membentur lantain dan tentu saja tekanan keras itu membuat tubuhnya merasakan kesakitan.
Lagi dan lagi. Suara tawaan yang sama terdengar dari arah luaran ruangannya. Kali ini, suara tawaan itu dilapisi dengan suara peringatan dan pengingat akan dosa-dosanya.
‘’Hik Hik Hik. Saniki, awakmu eling maring Pangeran, mak?’’
(Hik Hik Hik. Sekarang, dirimu ingat kepada Tuhan, mak?)
Mbah Sur benar-benar berada dalam ketakutan. Ia segera bangkit dari keadaan yang sudah membuatnya terjatuh. Kedua kakinya dipaksakan untuk bergerak dan keluar dari kamarnya.
Mbah Sur mencoba untuk keluar dari terror mematikan tersebut. Akan tetapi, saat dimana dirinya ingin membuka pintu depan, tiba-tiba, dia melihat ada seorang pria sedang berdiri di luaran rumahnya sembari mengepus rokok dengan santainya.
‘’Tolong-tolong! Tolong aku! Demit itu menerrorku lagi! Tolong bukakan pintunya!’’
Dan saat dimana Mbah Sur berusaha mati-matian untuk lari, tiba-tiba, pria yang berada di luaran tersebut langsung mengucapkan sesuatu,
‘’Membusuklah kau di neraka, mbah sur.’’
‘’Somantri? Bajingan kau! Berani-beraninya kau melakukan ini kepadaku!’’
‘’Lihatlah, bagaimana anakmu melampiaskan segala kemarahannya kepadamu.’’
‘’Jadi? Selama ini kau menjadi ustadz palsu? Apa tujuanmu? Apa jangan-jangan … ‘’
Somantri tertawa kegirangan. Kali ini, dia benar-benar berada di ujung kemenangan. Faktanya, dendamnya sudah tersampaikan untuk menghabisi orang-orang yang sudah menggagalkan kebahagiaannya.
‘’Jadi kau sudah tahu?’’ Tanya Somantri
‘’Jadi selama ini, terror rahayu adalah dirimu sendiri yang buat? Apa yang kau lakukan saat pemakaman Rahayu itu berlangsung?’’

Perlahan, somantri pun mengambil sesuatu yang berada di dalam kantong celananya. Dia kemudian menyelipkan sesuatu itu tepat di bagian bawah pintu.
‘’Tengoklah ke bawah, ibu mertua. Oh tidak, mantan ibu mertuaku.’’

Mbah Sur kemudian melihat sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dia melihat ada tali berwarna putih kecokelatan yang sudah dipastikan itu adalah tali pocong dari Rahayu yang sebelumnya sudah diambil terlebih dahulu untuk memberikan dampak terror kepada orang-orang yang selama ini telah mengambil kesenangannya saat itu.
‘’BAJINGAAANNN KAU SOMANTRI!!’’
Bersamaan dengan itu, somantri pun meninggalkan Mbah Sur sendirian. Dia kemudian beranjak pergi ke tempat lain untuk melihat-lihat malam di bulan pengantin yang sangat mengerikan itu.
Akan tetapi, baru beberapa langkah dimana Somantri meninggalkan rumah Mbah Sur, tiba-tiba, terdengar suara teriakan yang benar-benar kencang.
‘’ARGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!!!’’
Somantri hanya terdiam. Ia tidak memperdulikan hal itu. Baginya, neraka yang dia ciptakan adalah neraka yang digunakan untuk orang-orang yang sudah membuatnya kehilangan setengah dari kehidupannya.
Malam itu, malam bulan pengantin. Malam yang dipenuhi dengan suara teriakan minta tolong di setiap tempat. Orang-orang yang berada di sekitaran desa wongso telah menyadari akan terror mematikan yang sudah lama terpendam.
Part-11
''Para pendendam yang berlomba-lomba menciptakan neraka dunia.''

Akan upload pada tanggal 18 April 2023. Part ini penuh akan membongkar misteri ngunduh jiwo.

Yang mau baca duluan atau sekedar support, bisa langsung klik link di bawah ini, ya
karyakarsa.com/Restuwiraatmad…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Restu Wiraatmadja

Restu Wiraatmadja Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RestuPa71830152

Dec 5
MISTERI PABRIK GETIH

‘’Sajennya pegawai. Tiap kliwonnya, ada saja pekerja yang meninggal dunia biar produksinya lancar.’’
#ceritaserem @bacahorror Image
Simbah Ayung namanya. Dia biasa duduk di depan rumah, menyapa para warga dan punya ramah tamah yang disukai banyak orang. Dia bercerita tentang memori kelamnya saat bekerja di sebuah pabrik yang menelan banyak sekali korban.
'’Pemiliknya itu londo (Belanda)’’ Begitu kira-kira ucapnya
‘’Dibangun ing nduwure lemah wingit.’’ Tambahnya
Beliau adalah satu-satunya saksi hidup di saat teman-temannya menjadi korban dari sesuatu hal yang tidak diketahuinya di sebuah pabrik yang konon katanya dibangun di atas tanah wingit atau angker.
Read 43 tweets
Oct 8
“Sungai ini meminta wadal (tumbal). Mereka yang tenggelam dan hanyut terbawa arus hingga tak bisa ditemukan adalah bagian dari misteri serta kengerian yang terjadi jika air sudah mulai hangat.”

@bacahorror #ceritaserem Image
Sungai Banyukala/Banyukolo

Sore itu, banyak para warga yang datang berduyun-duyun untuk mandi di sungai Banyukala. Tak hanya mandi dan Kumkum di sana, Sebagian dari mereka juga ada yang gemar memancing ikan atau mencari pasir di sungai ini untuk nantinya dijual. tebusan
Dikenal sebagai BANYUKALA karena dulunya sungai ini menjadi pusat bagi tempat bersemayamnya para ‘’KOLO/KALA’’ atau Siluman Para Siluman di sana benar-benar memberikan tebusan dosa akan kesalahan yang manusia perbuat.
Read 64 tweets
Sep 4
TUMBAL

“Kakinya digerogoti sampai memunculkan bau tak sedap.” Image
Sore itu, sepulang dari bekerja, Mamat diajak oleh Om-nya yang sudah setahun belakangan ini isterinya terkena penyakit aneh. Mas Sultan namanya. Isteri Mas Sultan bernama Mbak Dea. Dia sudah setahun ini sakit dan belum sembuh walaupun sudah berikhtiar mencari pengobatan di mana pun.
Mbak Dea tidak bisa berjalan. Dia hanya bisa terbaring di atas kasur. Penyakitnya ini disebut-sebut telah menguras banyak harta milik Mas Sultan. Karenanya, dia mencari banyak informasi terkait penyembuhan yang bisa dia dapatkan untuk menyembuhkan sang isteri.
Read 38 tweets
Aug 15
YA'JUJ DAN MA'JUJ SALAH SATU PERTANDA AKAN TERJADINYA KIAMAT KUBRO.

Rasulullah SAW juga bersabda: ‘”Hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini.” Lalu ia melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuk.’ Kemudian dengan terbukanya dinding tersebut akan selalu bertambah, hingga akhirnya lenyap dan hancur pada hari kiamat nanti.Image
Yajuj majuj adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Adam AS yang kemudian menjadi salah satu pertanda datangnya hari kiamat.

Pada umumnya, mereka digambarkan sebagai kaum yang gemar membuat kerusakan di muka bumi. Tak ada yang dapat menghalangi kedatangannya, kecuali hanya Allah SWT.
Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa yajuj majuj ialah keturunan Yafits putra Nuh, mereka kemudian tidak tinggal di alam ghaib seperti pada malaikat dan jin. Sosok yajuj majuj tak digambarkan secara gamblang di dalam Al-Quran.

Sebagian ahli tafsir kemudian menggambarkan yajuj majuj sebagai simbol dari perangai-perangai manusia yang buruk. Meski demikian, kedatangan yajuj majuj adalah sesuatu yang pasti karena sosoknya sudah dijelaskan dalam Al-Quran.
Read 39 tweets
Aug 14
PENDAKIAN GETIH RENGGET

“Tangan lu dingin banget. Lu hipo, ya?” Tanya Ina

Akan tetapi, tak ada jawaban dari Sherly. Sekilas, Ina melihat kembali tangan yang ia pegang.

Betapa terkejutnya Ina saat melihat tangan yang ia pegang ternyata bukan tangan milik Sherly!

Melainkan….. Tangan yang Ina pegang adalah tangan milik ….

@bacahorror #ceritaserem #malamjumatImage
Sore itu tepat di malam jum'at Kliwon, Wahyu bersama dengan ketiga orang temannya Aep, Sherly dan Ina melakukan pendakian ke Gunung Slamet via Bambangan.

Saat itu kondisi cuaca sangat bagus. Sangat memungkinkan mereka mendapatkan view yang bagus di puncak.
wahyu memimpin do'a untuk mengawali pendakian. Ia juga tidak lupa untuk mengingatkan kepada teman-temannya agar tetap waspada di saat pendakian dimulai.

Wahyu sengaja mengatakan hal seperti itu karena Gunung Slamet sendiri memiliki atmosfer mistis yang berbeda dari gunung-gunung lainnya.
Read 68 tweets
Jul 3
SIHIR 'AIN - Part 2

"Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh 'ain itu yang bisa."
(HR. Muslim No. 2188).

@bacahorror #ceritaserem Image
Merinding!
Itu perasaan yang dirasakan Ustaz Jenal sewaktu dirinya mendapati satu kasus yang cukup langka di desanya. Sebuah penyakit hati yang mampu membuat orang yang dibencinya menjadi korban dari keganasan penyakit ‘Ain.
Read 172 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(