Restu Wiraatmadja Profile picture
Apr 19, 2023 202 tweets >60 min read Read on X
Ngunduh Jiwo (11)

"Isteriku jadi korban pesugihan perias pengantin."

@bacahorror #pesugihan #ceritaserem #ngunduhjiwo #malamjumat #serem Image
Jam berapa enaknya?
Para pendendam yang berlomba-lomba menciptakan neraka dunia
Desa Tejo Kromo
(2 Hari sebelum malam bulan pengantin)
Ustadz Somantri mendekati tubuh Jeka sebelum dirinya mengadzani sang ibu yang akan dikuburkan. Lalu, dia membisiki telinga Jeka sebelum dirinya turun ke liang lahat.
‘’Anak muda. Aku tahu, hatimu pasti gelisah. Hatimu pasti penuh dengan kebencian. Akan tetapi, aku ingin memberitahumu terkait balas dendam terbaik terhadap orang yang sudah membunuh kebahagiaan kita.’’ Jelas Ustadz Somantri
‘’Balas dendam?’’
‘’Kau membenci orang yang telah membunuh ibumu, kan?’’
Jeka menganggukkan kepalanya dua kali. Ia seakan-akan termakan akan rayuan dari Ustadz Somantri yang menawarkan bagaimana cara memberikan penderitaan yang sama kepada Ibunya saat itu juga.
‘’Aku beritahu sedikit tentang satu hal terkait kegunaan dari benda ini kepadamu.’’ Ucap Ustadz Somantri sambil menyodorkan sebuah tali pocong yang telah using warnanya
‘’Tali pocong?’’
‘’Benar, anak muda. Kau tahu, dengan tali pocong ini, kau akan tahu siapa orang yang telah membunuh Ibumu. Bukan hanya itu saja, sejatinya, penderitaanmu ini akan terbayarkan dengan kematian orang yang telah membunuh ibumu.’’
Jeka hanya terdiam. Dia tidak bisa berkata apapun tatkala sang ustadz memberikan solusi yang sangat aneh untuk ditiru.
Padahal, sejatinya Jeka sudah mengetahui siapa pelaku di balik terbunuhnya ibunya sendiri. Akan tetapi, dia seperti membenarkan akan perkataan dari Ustadz Somantri terkait dengan memberikan penderitaan yang sama terhadap orang yang sejatinya tidak ingin menderita
‘’Lepas tali pocong ibumu. Lalu, ambil secara perlahan. Setelah itu, olesi dengan bunga melati di tiap malamnya. Niscaya, pelaku yang berada di balik kematian ibumu akan mendapatkan penderitaan yang serupa.’’
Hanya ada dua pilihan yang sekarang berada di genggaman tangan Jeka. Pertama, dia akan melupakan cara itu dan lebih memilih untuk membiarkan hukum alam yang bekerja.
Dan yang kedua, jeka bisa melakukan cara yang diberikan oleh Ustadz Somantri dengan semua perintah yang telah diberitahu olehnya untuk bisa membalaskan dendam sebelum bulan pengantin tiba.
‘’Lakukan ini sebelum bulan pengantin tiba. Karena, ngunduh jiwo akan bekerja. Jadi, usahakan kau sendiri yang memberikan penebaran terror kepada orang-orang yang telah berkontribusi akan kesedihanmu saat ini, anak muda.’’
Ustadz Somantri tersenyum ke arah Jeka. Dia benar-benar memberikan dukungan yang penuh akan balas dendam yang telah merenggut segala kepercayaan yang telah berikan kepada orang-orang yang selama ini dia percayakan.
‘’Silahkan, anak muda. Adzani ibumu.’’ Senyum Ustadz Somantri
Jeka kemudian turun ke liang lahat. Sesaat sebelum dirinya mengumandangkan adzan, jeka kembali menatap sang ustadz dengan tatapan yang penuh keraguan.
Akan tetapi, seperti halnya orang yang memberikan radar dan sinyal khusus, ustadz somantri cukup menganggukkan kepalanya sembari tersenyum ke arah Jeka. Lalu, dia mengatakan sesuatu kepada Jeka.
‘’Lakukanlah, anak muda.’’
Jeka pun segera menarik tali pocong secara diam-diam. Ia kemudian mengambilnya dengan cepat tanpa ada satu orang pun yang mengetahuinya kecuali Ustadz Somantri sendiri yang telah memantaunya dari atas sana.
Tidak berselang lama, jeka pun mulai mengumandangkan adzan. Lalu, ia menutupnya dengan iqomah. Dengan perasaan yang penuh dengan kesedihan, jeka pun langsung diberikan uluran tangan oleh Ustadz Somantri untuk menaiki liang lahat.
‘’Naiklah, anak muda.’’
Setelah Jeka berada di atas liang lahat, para warga yang sudah ditugaskan untuk mengubur tubuh Ibu Heni segera melakukan tugasnya.
Sedikit demi sedikit tanah kuburan menutupi papan jenazah dan berubah menjadi gundukan tanah lengkap dengan sebuah nisan yang telah bertuliskan.
‘’Heniyanti Binti Adam.’’
Baginya, kehilangan seorang Ibu adalah sebuah neraka dunia yang sesungguhnya. Hidup menjadi hilang arah dan merasa tidak ada yang memberikan perhatian penuh dan ikhlas selain perhatian dari seorang Ibu.
Bagi Jeka, kematian Ibu Heni telah memberikan cambuk keras baginya. Rasa sakitnya sungguh terasa di tiap detik dan berjalan menjadi menit hingga berkumpul menjadi jam dan terekam di tiap segala suasana yang ada.
\Tatapannya yang dahulu penuh dengan pandangan-pandangan akan masa depan, kini di tiap harinya bagaikan tersapu oleh banjir keheningan dan kesedihan yang menyiksanya.
Entah sampai kapan dirinya hanya terdiam di kamar seorang diri. Bahkan, saat Pak Wikto memanggil-manggil namanya, jeka sendiri tidak memperdulikan apa yang memang sedang dibutuhkan olehnya.
Jeka masih menginginkan kehadiran ibunya saat ini. Dia masih belum menerima dengan penuh lapang dada.
Entah bagaimana caranya agar rasa sedihnya berubah menjadi keikhlasan yang seharusnya dia miliki agar bisa menjalankan kehidupannya seperti sedia kala, tiba-tiba, dia mengambil sesuatu dari kantong sebelah kiri celananya.
Jeka menatap dengan tajam ke arah sebuah tali berwarna putih sedikit kecokelatan yang katanya menjadi sebuah benda yang mampu memberikannya kebahagiaan atas kesedihan yang telah merenunginya di tiap waktu.
Dia masih teringat akan perkataan dari Ustadz Somantri yang menyuruhnya untuk mengoleskan benda tersebut dengan melati yang menjadi kunci utama untuk membalaskan dendamnya.
‘’Kenapa harus melati?’’
Dia masih belum memahami akan kegunaan benda tersebut. Setahunya, bunga melati yang sering digadang-gadang sebagai kemunculan dari demit manten adalah alasan mengapa dirinya tidak terlalu menyukai bunga berwarna putih nan harum tersebut.
Akan tetapi, perkataan dari Ustadz Somantri masih terngiang-ngiang di kepalanya. Rasanya, dia harus melakukan itu untuk bisa mengetahui apakah yang akan terjadi jika semuanya dilaksanakan sesuai dengan perintah dari Ustadz Somantri.
‘’Baiklah. Aku akan mencobanya.’’
Diam-diam, jeka melakukan apa yang dikatakan oleh Ustadz Somantri. Dia juga ingin membalaskan dendam yang sebenarnya sudah benar-benar dipendam lama akan orang yang paling dia benci untuk saat ini.
Tak lain dan tak bukan, jeka memantau segala pergerakan yang dilakukan oleh bapaknya sendiri, pak wikto. Semenjak kematian dari Kusumawati, hidup jeka benar-benar di ambang kematian.
Bahkan, sudah muak rasanya untuk melihat wajah dari iblis ini untuk memasuki rumah tepat di tengah malam saat dimana dirinya tertidur pulas.
Malam itu juga, jeka mengolesi tali pocong ibunya menggunakan melati. Tanpa disadari, apa yang baru saja dia lakukan telah memberikan dampak besar bagi dirinya sendiri.
Sementara itu …
Seorang pria mendatangi salah satu rumah yang disebut-sebut sebagai rumah dari sang perias pengantin. Dia kemudian mengetuk pintu rumah tersebut sambil mencuri-curi pandang sekitarannya.
Dia takut jika ada seseorang yang telah mengetahui rahasia terbesarnya.
Sifat manipulatifnya yang pintar telah memberikan banyak sekali korban yang diinginkan oleh orang yang telah mengatur semuanya untuk menjalankan ngunduh jiwo tanpa adanya halangan dan rintangan di dua hari ke depan.
Namun, pandangannya berubah menjadi sangat marah tatkala dirinya harus mendapati sebuah mobil yang sangat dikenalinya itu
Langkahnya kembali tertuju kepada sebuah pintu yang menjadi tujuannya kali ini. Sejenak dia mengatur nafasnya untuk menghilangkan keegoisannya saat melihat sebuah mobil yang sangat dibencinya itu.
Dan tatkala hati dan pikirannya sudah kembali normal dan tenang, pria itu segera mengetuk pintu sebanyak tiga kali.
‘’Dok! Dok! Dok!”
Tidak memakan waktu yang lama, pintu dibuka oleh seorang wanita tua yang saat ini menjadi tujuan utamanya.
‘’Bagaimana? Apakah kau telah menyuruh anak itu untuk mengolesi tali jenazah ibunya dengan menggunakan melati?” Tanya Bi Imah
‘’Sudah. Aku telah melaksanakan semuanya. Apapun yang telah diperintahkan oleh Bunda, semuanya sudah aku laksanakan.’’
Bi Imah mengapresiasi tindakan yang dilakukan oleh pria tersebut. Siapa sangka, pria tersebut adalah orang yang telah memberikan peluang kepada Jeka untuk bisa mengikuti caranya agar semua rencana yang dilakukan oleh Bunda Melati berjalan dengan lancar.
‘’Bunda Melati menginginkan agar Mbah Sur dan juga Pak Wikto harus dijadikan korban tepat di malam bulan pengantin. Karena itulah, agar ngunduh jiwo ini benar-benar terlaksana dengan baik, aku menginginkan satu permintaan lagi kepadamu, somantri.’’
Pria tersebut adalah Somantri. Dia adalah orang yang selama ini telah menebalkan topengnya di hadapan orang-orang termasuk terhadap dua orang yang selama ini telah memberikan informasi banyak mengetahui keingintahuannya terhadap ritual dari Ngunduh Jiwo itu sendiri.
Dua orang tersebut adalah Pak Sumardi dan juga Ibu Sumi. Keduanya sangat berambisi untuk membongkar perihal praktik ilmu hitam yang selama ini dilakukan oleh keluarga dari Bunda Melati.
‘’Bunda Melati berpesan, jika kelak hari dimana bulan pengantin tiba, aku menginginkan agar seorang pemandi jenazah yang bernama Ibu Sumi segera dilenyapkan. Kehadirannya benar-benar membuat resah Bunda Melati.’’
‘’Ibu Sumi?’’
‘’Benar. Pasti kau sudah mengetahui banyak hal terkait dengan ambisinya, kan?’’
‘’Ta—tapi, bukankah dia tidak termasuk dalam orang-orang yang memang seharusnya dilenyapkan?”
Bi Imah kemudian memberikan sebuah kresek hitam berisi tiga buah amplop cokelat yang tebal. Dia sengaja menyogok Somantri untuk bisa melakukan apa yang dia inginkan.
‘’Kau tahu, kan? Rahayu bukan lagi tujuan hidupmu kali ini. Dan sekarang, kau dengan bebas bermain dengan banyak wanita hanya dengan membunuhnya.’’ Goda Bi Imah kepada Somantri
Somantri menerima bingkisan yang sudah berisi banyak uang di dalam amplop tebal tersebut. Baginya, menjalankan sebuah perintah dari Bunda Melati adalah kemutlakan yang harus dilakukan.
Akan tetapi, dalam hatinya yang paling dalam, somantri menyimpan sebuah dendam yang sangat besar untuk orang yang telah menjadikannya seperti ini.
Dia tidak henti-hentinya mengingat-ingat akan dosa-dosa orang yang telah membunuh wanita tercintanya.
Akan tetapi, dia masih menyimpan semuanya dengan diam-diam. Tubuhnya dipaksa bergerilya untuk memasuki sebuah benteng musuh agar bisa melenyapkan satu persatu orang yang dibencinya dalam satu malam saja.
‘’Apakah ada pesan lain dari Bunda Melati?’’
‘’Tidak. Nanti datanglah setelah semuanya telah selesai dilaksanakan.’’ Ucap Bi Imah
Somantri kembali menatap mobil Toyota mewah yang dikenalinya. Tangannya mulai menggenggam dengan sangat kuat. Ingin rasanya dia menghabisi pemilik dari mobil mewah tersebut.
‘’Ada apa, somantri? Apakah ada sesuatu yang kurang jelas?’’ Tanya Bi Imah
‘’Tidak. Semuanya sudah jelas. Namun, untuk apa pemilik mobil tersebut kemari?’’ Tanya Somantri
Bi Imah mulai panik. Dia sedikit menampakkan wajah penuh dengan ketakutan jika Somantri mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh pemilik mobil tersebut.

‘’Dia kemari hanya ingin merencanakan ritual tepat di bulan pengantin.’’ Ucap Bi Imah dengan sedikit gugup
‘’Tidak seperti biasanya dia merencanakan ritual tersebut di rumah ini. Tapi, dari caramu yang mengatakan hal tersebut dengan wajah setengah panik, mungkin, apa yang sudah ada di dalam pikiranku tidak meleset.’’ Jelas Somantri
Tidak lama kemudian, bagus dan Cici terlihat batang hidungnya dari sebuah kamar dengan rambut keduanya yang telah basah dan hanya mengenakan handuk untuk menutupi masing-masing bagian vitalnya.
Somantri yang melihatnya dari kejauhan tampak tersenyum. Dia kemudian menatap dengan tajam ke arah Bi Imah sembari mengatakan.
‘’Sudah kuduga. Mereka telah melakukannya.’’ Senyum Somantri sembari menatap ke arah dua orang pasangan yang tidak terikat sedang menuju ke ruangan belakang.
Bi Imah sedikit panik saat Somantri melihat Bagus dan juga Cici yang baru saja keluar dari kamarnya dengan sangat ceroboh. Dia pun mencari alasan agar Somantri bisa memaklumi apa yang telah dilakukan oleh Bagus dan Cici di kamar tersebut.
‘’Mereka berdua sengaja menutupi ini semua demi kepentingan Ngunduh Jiwo. Aku dan Bunda Melati telah sepakat untuk menutupi ini semua agar calon pengantin tidak mengetahui apa yang telah diperbuat Bagus selama ini.’’
Somantri hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. Tanpa disadari, bi imah telah membongkar rahasia terkait dengan apa yang selama ini dilakukan oleh Bagus di hadapan para calon pengantinnya.
Bagus seolah-olah menampakkan wajah yang penuh dengan kasih sayang kepada calon pengantinnya nanti. Namun pada dasarnya, dia akan memberikan hal yang manis untuk calon tumbal dari Ngunduh Jiwo tersebut.
‘’Baiklah. Sudah tidak ada lagi yang ingin aku sampaikan. Aku akan menjalankan perintah yang diberikan oleh Bunda Melati.’’
‘’Tunggu dulu.’’
Somantri yang sudah membalikkan badannya untuk pergi, dia pun kembali mengarahkan pandangannya ke Bi Imah yang memintanya untuk tidak pergi dulu.
‘’Apakah kau menaruh dendam kepada Bagus?’’
Somantri memiringkan kepalanya. Ia kemudian tersenyum ke arah Bi Imah sembari mengatakan sesuatu.
‘’Jika neraka dunia dengan mudahnya diciptakan tanpa perintah Tuhan, maka, tepat di hari kematian Rahayu, aku adalah orang menciptakan neraka sekaligus siksaannya terhadap seorang pria yang bernama Bagus.’’
‘’Apa maksudmu mengatakan hal itu?”
‘’Kelak kalian akan menyadari saat tabir yang selama ini kalian tutupi terbuka dengan sendirinya.’’
Somantri melangkah pergi meninggalkan rumah Bi Imah. Dia bahkan sangat puas tatkala memberikan ancaman kepada orang yang dulu sangat ditakutinya.

Di hadapannya, orang-orang yang telah menjadikannya menjadi seorang penjahat tidaklah memberikan rasa takut.
Pada dasarnya, rasa takut yang dia rasakan kali ini adalah ketidaknyamanan dalam menjalankan kejahatan yang sedang ia lakukan sendiri.
Betapa kerasnya kehidupan Somantri. Ia bahkan tidak rela jika orang-orang yang telah merampas kebahagiaannya benar-benar hidup dalam kebahagiaan yang diciptakannya sendiri.
Langkah kaki Somantri menuju ke sebuah rumah tujuannya. Kali ini, ia bahkan tidak mengetahui akan bagaimana yang terjadi selanjutnya jika berita ini dia beritahu kepada calon pengantin dari Bagus.
‘’Sampai kapanpun, rahayu tidak akan tenang selama orang-orang yang membunuhnya masih menggoyangkan ranjangnya dengan penuh kenikmatan.’’
Tiba saat dimana Somantri berada di hadapan sebuah rumah yang dulu pernah mampir untuk mengusir sesuatu yang memang sudah direncanakannya.
‘’Andaikan saat itu Bunda Melati tidak menyuruhku untuk memasuki Rahayu ke salah satu anggota keluarga rumah ini, maka, aku sendiri tidak akan pernah bisa membongkar semua kejahatan dari Bunda Melati.’’
Ia kemudian mengetuk pintu rumah itu tepat di malam hari yang sudah sunyi sepi. Baginya, menyampaikan berita ini sebelum hari pernikahan tiba adalah hal yang tepat.
‘’Dok! Dok! Dok!”
Somantri mengetuk pintu tersebut sebanyak tiga kali. Tidak lama kemudian, pintu dibuka oleh seorang wanita yang kedua matanya sudah memerah.
‘’Uus—stad? Ada apa malam-malam begini datang kemari? Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan Ibu saya, ustadz?” Tanya Dini
‘’Tidak, mbak. Saya ke sini hanya ingin menyampaikan sesuatu. Mungkin, hal ini ada kaitannya dengan tangisan yang terjadi pada Mbak Dini.’’
‘’Maksud Pak Ustadz? Pak Ustadz tahu penyebab saya menangis?”
‘’Benar. Aku tahu itu.’’
Dini merasa kurang nyaman dengan pernyataan yang baru saja dibuat oleh pria yang ada di hadapannya. Namun, dia juga merasa penasaran dengan sesuatu yang mungkin saja sangat membuka pikirannya saat itu.
‘’Ja—jadi apa penyebabnya saya menangis, ustadz?’’
‘’Calon suamimu.’’
‘’Calon suamiku? Mengapa dengan calon suamiku?’’
Dini mencoba untuk mengelak semua yang baru saja dikatakan oleh Somantri. Dia berusaha untuk tidak tenggelam ke dalam kalimat yang membuaikan pikirannya.
‘’Calon suamimu selingkuh, kan? Dia kedapatan bermain serong dengan seorang wanita yang selama ini tidak kau duga-duga sebelumnya?”
‘’Maaf, ustadz. Bagaimana ustadz bisa memberikan asumsi seperti itu?”
‘’Mengapa kau masih mengelak? Kau mencoba untuk meyakinkan pada dirimu bahwa calon suamimu adalah orang baik-baik yang pantas untuk menjadikanmu sebagai seorang ratu?’’
Dini akhirnya tenggelam akan kalimat fakta yang dikatakan barusan oleh Somantri. Ia bahkan tidak bisa membendung rasa sakitnya yang begitu amat menyakitkan tatkala mengetahui hal yang seharusnya tidak ia ketahui.
‘’Malam ini, aku baru saja mendapatkannya sedang bersetubuh dengan wanita lain. Dia adalah wanita yang sama.’’
Dini tidak percaya, jika kecurigaannya benar-benar sangat terbukti. Dini yang awalnya ragu, kini keraguannya menghilang begitu saja tatkala Somantri memberitahu akan hal yang lebih menyakitkan kepadanya.
‘’Pria itu sengaja menjadikanmu sebagai kepentingan pribadinya. Sama halnya dengan seorang pencuri, dia tidak akan puas dengan mencuri satu barang. Dia akan mencuri barang lainnya demi kepentingannya sendiri.’’
Tidak lama kemudian, somantri izin pamit dari hadapan Dini. Langkahnya sedikit dipercepat untuk menghindari obrolan panjang yang diinginkan oleh Dini.
Somantri tidak memperdulikan rasa sakit seseorang. Dia bahkan menikmatinya. Dia bahkan menjadikan ini sebagai neraka dunia untuk orang-orang yang telah merampas semua kesenangannya.
Desa Tejo Kromo
(Hari kematian Pak Wikto)
Pak Sumardi dan Ibu Sumi melangkah dengan cepatnya menuju ke rumah yang sudah tidak asing lagi bagi mereka. Keduanya benar-benar tidak menyangka jika kejadian seperti ini terulang kembali kepada keluarga yang sama.
Saat keduanya hampir tiba di rumah duka, para warga segera menjemput keduanya yang sudah hampir sampai.
‘’Bu, pak. Untung kalian berdua sudah sampai. Jenazahnya benar-benar aneh.’’ Jelas salah satu warga
‘’Aneh?’’ Tanya Ibu Sumi
‘’Benar, bu. Monggo dicek sendiri saja.’’
Pak Sumardi dan juga Ibu Sumi segera masuk ke dalam rumah.
Namun, sepanjang jalan keduanya ingin masuk ke dalam rumah, mereka mendengar bisik-bisik para warga yang sedang membicarakan hal-hal yang tidak baik terhadap kematian dari Pak Wikto.
Ibu Sumi tidak memperdulikan itu. Yang ia lakukan adalah menemui Jeka yang sekarang menjadi satu-satunya orang yang selamat.
‘’Pak. Bapak urus jenazahnya dan biar aku yang mengurus Jeka.’’ Jelas Ibu Sumi
‘’Iya, bu.’’
Warga yang sudah menunggu kedatangan Pak Sumardi segera mengantarkannya ke sebuah tempat dimana jenazah akan dimandikan.
Sedangkan Ibu Sumi, ia segera menemui Jeka yang sekarang tatapannya benar-benar kosong. Dia bahkan tidak punya nyali dan keinginan hidup yang lebih setelah semua keluarganya tidak lagi bisa hidup berdampingan dengannya.
Ibu Sumi tahu apa yang dirasakan oleh Jeka. Menurutnya, apa yang sudah terjadi saat ini adalah ujian yang sangat berat bagi Jeka.

Kematian satu persatu anggota keluarganya adalah sebuah pertanda akan ujian besar yang selalu menerjang hidupnya di usia muda.
Sembari memainkan jari-jemarinya, jeka selalu mengucapkan kalimat yang terus menerus diucapkannya.
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
Jeka terus-menerus mengulang kalimat tersebut. Tatapannya seperti penuh penyesalan terkait apa yang baru saja terjadi saat ini kepadanya.
Bibirnya yang pucat, matanya yang sayu dan kedua tangannya yang terus-menerus bergetar tanpa henti membuat penampilan Jeka berbeda dari yang sebelum-sebelumnya.
Ibu Sumi mencoba untuk mencari tahu apa yang baru saja terjadi kepada Bapaknya sampai-sampai jasadnya tenggelam di bak mandi kamar mandinya.
‘’Jeka … ‘’ Ucap Ibu Sumi
Lagi-lagi, jeka kembali mengucapkan kalimat yang sama. Ia tampak tidak memperdulikan Ibu Sumi yang sudah berada dekat dengannya.
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
Ibu Sumi yang melihat tingkah aneh Jeka segera menyadari Jeka dengan cara menekan kencang bagian pundak Jeka menggunakan kedua tangannya,
‘’Kowe nopo, cah bagus?’’
(Kamu kenapa, anak baik?)
‘’Aku udu cah bagus. Aku cah blangsak.’’
(Aku bukan anak baik. Aku anak jahat)
Rasa pesimis Jeka benar-benar terasa di lubuk hati Ibu Sumi. Entah mengapa, jeka semakin kehilangan kendalinya. Ia seakan-akan membenci sebuah kejadian yang menimpa kepada Bapaknya.
Dan karena itulah, dia selalu menyalahkan diri sendiri karena ada dorongan tertentu yang membuatnya tertekan seperti ini.
‘’Cah bagus … Ada apa sebenarnya? Ceritakan ke Ibu. Apakah ada sesuatu yang mengganjal atas kematian Bapakmu?’’ Tanya Ibu Sumi
Jeka menganggukkan kepalanya. Air matanya menetes perlahan. Jari-jemarinya kembali dimainkan. Rasa cemas dan takutnya seakan-akan menghantuinya tatkala pertanyaan itu mengarahkan kepada dirinya.
‘’Siapa yang melakukannya, cah bagus? Bunda Melati? Atau ada orang lain di balik kematian Bapakmu?”
Bibir Jeka mulai bergerak. Sepertinya, dia ingin mengucapkan sesuatu yang teramat berat untuk diucapkan kepada Ibu Sumi.
‘’Siapa pelakunya?’’
Jeka meminta kepada Ibu Sumi untuk mendekatkan telinganya. Ia tidak mampu mengatakan hal itu karena yang ditakutkannya adalah sebuah kepercayaan yang sudah ditanamkan oleh Ibu Sumi kepada pelaku yang dimaksud oleh Jeka.
‘’Uss—tad Somantri.’’
Deg! Tatapan Ibu Sumi berubah dengan sangat drastis. Ia kemudian kembali menatap Jeka dengan penuh pertanyaan dan ketidakpercayaan yang tinggi.
‘’Orang itu?’’
‘’Dia yang sudah membunuh Bapak.’’
Ibu Sumi masih belum bisa mempercayakan hal tersebut. Bagaimana bisa seorang ‘’Ustadz Somantri’’ adalah otak dibalik terbunuhnya Pak Wikto. Lantas, dengan apa dia membunuh Pak Wikto yang kondisi tubuhnya benar-benar hampir menyamai seperti halnya kematian dari Ibu Heni?
Di lokasi pemandian jenazah, pak sumardi sudah hampir menyelesaikan tugasnya. Kali ini, dia benar-benar merasakan sesuatu yang agak berbeda.
Seperti halnya sang isteri yang sudah dua kali memandikan jenazah bekas korban dari ngunduh jiwo, pak sumardi seperti tidak meyakini hal ini terulang lagi kepada dirinya.
Kedua lututnya terasa kebas dan pegal. Seperti berdiri berjam-jam dan membuatnya tidak nyaman. Belum lagi bagian pundaknya yang sudah mulai merasakan rasa sakit yang aneh. Rasanya, dia seperti sedang memikul dua karung beras berukuran sedang dan ditimpakan menjadi satu.
‘’Mengapa tubuhku terasa pegal?’’
Mau tidak mau, pak sumardi segera menyelesaikan semuanya. Dia tidak mau membuang-buang waktu hanya untuk merasakan rasa sakit karena hal aneh yang sedang dirasakannya.
Ia segera membersihkan secara seksama bagian-bagian yang disinyalir sangat intim. Sambil menahan bau busuk yang mulai meresahkan, pak sumardi membersihkan kotoran-kotoran yang berada di sekitaran kemaluan Pak Wikto.
Dengan telatennya, pak sumardi membersihkan seluruh bagian tubuh dari Pak Wikto. Sampai saat dimana dirinya sudah menyelesaikan pekerjaannya, pak sumardi pun menempatkan kedua tangan Pak Wikto ke bagian perut.
Kini, tugasnya sudah selesai. Tinggal orang lain yang menyelesaikan tugas untuk membaluti tubuh tubuh Pak Wikto dengan kain kafan.
Kedua kakinya melangkah keluar dari tempat pemandian jenazah. Sembari memegangi lehernya yang tiba-tiba merasakan hawa merinding, pak sumardi tersentak dengan suara bebunyian yang berasal dari tempat dimana jenazah Pak Wikto ditidurkan.
Telinganya mendengar dengan jelas seperti ada orang yang sedang memukul-mukul bagian besi di ranjang tempat Pak Wikto ditidurkan.
‘’PLAK! PLAK! PLAK!’’
Suara itu membuat keringat dingin Pak Sumardi perlahan keluar. Dia rasa, ada yang tidak beres dengan jenazah Pak Wikto. Mulut Pak Sumardi kembali menyebutkan kalimat-kalimat do’a untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Namun, bukan tidak mungkin jika halSaat Pak Sumardi membalikkan tubuhnya secara perlahan, tiba-tiba, dia memundurkan langkahnya ke arah belakang lalu terjatuh karena melihat sesuatu yang memang berada di luar nalarnya.
Kali ini, pak sumardi benar-benar mempercayakan apa yang dirasakan isterinya. Seluruh korban yang meninggal akibat dari Ngunduh Jiwo ini benar-benar tidak normal. yang berada di luar nalar terjadi kembali seperti halnya korban-korban yang sama.
‘’Astaghfirullah hal ‘adzim. Jenazah mana yang mampu terduduk dengan kepala menunduk seperti itu?’’
Jenazah dari Pak Wikto sedang terduduk dengan kedua tangan yang masih mendekap di bagian perut.
Kedua kakinya yang masih lurus ke bagian depan serta kepalanya yang menunduk seperti ada sesuatu yang sedang memainkan jenazah dari Pak Wikto.
Pak Sumardi mengeluarkan tasbih kecilnya dari dalam kantong celana miliknya. Senjata yang ampuh untuk dikeluarkan adalah dzikir dan do’a. Mulutnya mulai berkomat-kamit mengucapkan do’a pelindung untuk bisa menenangkan jenazah dari Pak Wikto.
‘’Audzubikalimatillahi Tammati Min Syarri Ma Kholaq.’’
(Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari kejahatan ciptaannya)
Selesai mengucapkan do’a tersebut, tiba-tiba, tubuh Pak Wikto yang semula terduduk, kini langsung ambruk kembali. Pak Sumardi hanya bisa terdiam melihat fenomena aneh yang sangat mengerikan itu.
Baginya, mengetahui sesuatu yang memang sudah berada di luar nalar adalah sesuatu yang sulit diterima oleh akal.
Namun sekarang, dia paham dan mengerti akan penderitaan yang selama ini dirasakan oleh isterinya tatkala selesai memandikan jenazah dari orang-orang yang terikat akan ngunduh jiwo tersebut.
Baik fisik mapun mental, keduanya benar-benar terasa dengan jelas. Tidak henti-hentinya tangan Pak Wikto bergetar dengan hebat. Ia juga mencoba untuk menenangkan dirinya agar apa yang dirasakannya barusan tidak terbaca dengan jelas oleh sang isteri.
Hari itu, pemakaman dilaksanakan dengan sangat cepat. Dan kali ini, orang yang bertugas penuh dalam pemakaman Pak Wikto bukanlah Somantri melainkan orang lain yang berasal dari Desa Tejo Kromo.
Banyak hal aneh yang benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Orang-orang yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya justru tidak hadir dalam proses pemakaman dari Pak Wikto itu sendiri
Pak Sumardi dan Ibu Sumi tidak bisa berlama-lama untuk berada di tempat pemakaman. Mereka berdua memilih untuk segera pulang ke rumah dan mengistirahatkan diri. Energi keduanya benar-benar terkuras dengan sangat cepat.
‘’Aneh. Orang-orang yang memiliki hubungan terhadap Pak Wikto mendadak menghilang dengan sendirinya. Bunda Melati, somantri dan beberapa orang lainnya tiba-tiba mendadak menghilang. Apakah semua ini memang sudah direncanakan?’’ Kata Ibu Sumi kepada Pak Sumardi
Pak Sumardi tidak bisa berkata apa-apa. Tangannya sedari tadi menahan tremor yang begitu kuat. Rasanya, ketakutan itu masih ada. Semua masih terekam dan terngiang-ngiang di kepala saat jenazah dari Pak Wikto bangkit dan terduduk dengan kepala menunduk.
‘’Pak? Kok diem aja?”
‘’Bapak tadi melihat kejadian aneh.’’
‘’Kejadian aneh? Pada jenazah Pak Wikto?’’
‘’Iya. Entah mengapa, kali ini bapak mulai menyadari ada sesuatu yang menggerakkan semuanya. Sepertinya, ada orang lain yang sengaja membuat terror semacam ini.’’
‘’Maksud Bapak?’’
‘’Saat dimana pemandian berlangsung, bapak mencium bau busuk di bagian vital si jenazah. Bapak bersihkan. Lalu, saat dimana semuanya sudah selesai dan ingin meninggalkan tempat pemandian, tiba-tiba,
jenazah Pak Wikto mendadak bangkit dan terduduk dengan kepala menunduk ke bawah. Rasanya, memang semuanya sudah digerakkan oleh seseorang atas terror ini.’’
Ibu Sumi tidak menyalahkan persoalan tersebut. ia justru membenarkan opini terbaru yang diberikan suaminya terkait dengan pelaku dari orang yang membuat terror tersebut.
‘’Apakah ada hal lain yang belum kita ketahui, bu?” Tanya Pak Sumardi
‘’Aku mencurigai seseorang untuk kejadian ini.’’
‘’Bunda Melati?’’
‘’Bukan. Tapi Somantri. Jeka bilang, penyebab Pak Wikto terbunuh adalah karena ulah dari Somantri. Berkali-kali, jeka mengucapkan kalimat yang aneh.’’
‘’Apa isi kalimat itu, bu?”
‘’Harusnya aku ndak nurutin orang itu.’’
‘’Kalimat itu … Adalah bentuk kalimat penyesalan.’’ Jelas Pak Sumardi

Tidak seperti yang sudah terjadi sebelumnya, jeka sangat memprihatinkan sekali setelah semua anggota keluarganya meninggal dengan kasus dan latar belakang yang sama.
Kedua orang ini sama-sama merasakan rasa iba yang besar terhadap Jeka. Mereka berdua berencana untuk kembali mengunjunginya jika dirasa Jeka sudah merasa lebih tenang.
Desa Wongso

Lain cerita dengan yang terjadi di desa wongso, kali ini, bunda melati dan yang lainnya mendatangi rumah Dini. Mereka semua berencana untuk menanyakan kesiapan Dini dan sekeluarga dalam menjalankan hari pernikahan tepat di bulan pengantin ini.
‘’Ibu Sri dan Pak Terjo. Semestinya, kita sudah memasuki bulan pengantin. Namun, karena ada lain hal yang memang sedang kita lakukan, sepertinya, kita akan memundurkan pernikahan anak kita di dua hari ke depan.’’ Jelas Bunda Melati
Dari pihak Keluarga Dini, tak ada satu pun dari mereka yang menanggapi hal ini. Baik Dini ataupun Ibu Sri serta Pak Terjo, ketiganya saling curi-curi pandang.
Mereka bertiga tampaknya sudah mengetahui tujuan yang sebenarnya dari Bunda Melati dan alasan mengapa pernikahan itu diundur dalam jangka waktu dua hari ke depan.
‘’Apakah kalian bertiga sedang memikirkan sesuatu?” Tanya Bunda Melati
‘’Sebelumnya, kami atas nama keluarga tidak bisa menyudutkan satu sama lain. Akan tetapi, anak kami, dini, dia belakangan ini sering menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.’’ Ucap Pak Terjo
Bunda Melati merubah pandangannya ke arah Dini. Raut wajahnya langsung berubah dengan penuh kasih sayang dan rasa iba yang begitu dalam. Tiba-tiba saja, bunda melati seperti ingin meyakinkan kepada Dini terkait dengan hal yang memang seharusnya tidak usah dipikirkan.
‘’Kalau boleh tahu, hal apa yang membuatmu menangis, calon mantuku? Wajahmu mendadak berubah menjadi kusam.
Penampilanmu sangat kurang sekali untuk hari-hari ini. Mengapa dirimu tidak mengurus tubuhmu sendiri? Bukankah sebentar lagi kau akan dipersunting oleh Bagus?” Tanya Bunda Melati
Dini tersenyum lebar ke arah Bunda Melati. Senyumannya sedikit mengejek kalimat pedas yang baru saja didapatkannya usai mengetahui keadaan buruk yang baru saja menimpanya dalam beberapa hari ke belakang.
‘’Bunda ingin tahu? Mengapa aku tidak merawat tubuhku?” Tanya Dini
‘’Silahkan beritahu Bunda, sayang.’’
‘’Jika ada seorang wanita yang merelakan tubuhnya untuk diperjual demi kepentingan harta semata, bukankah itu sama saja seperti pelacur? Namun, bagaimana jika hal ini dibalikkan kepada seorang pria?
Bagaimana kalimat yang baik untuk menyebut seorang pria yang bermain serong dengan wanita lain sedangkan dirinya sendiri akan menjadi kepala keluarga dalam jangka waktu yang sangat panjang?”
Bunda Melati langsung mengarahkan pandangannya kepada Bagus. Ia bahkan telah menyadari kalimat yang baru saja dikatakan oleh Dini kepadanya.
Sementara itu, cici dan Bi Imah hanya bisa terdiam mendengar pengakuan yang sangat pahit dari seorang Dini terkait dengan penyebab dirinya tidak merawat tubuh dan wajahnya dengan baik.
‘’Awalnya, aku tidak memahami akan hal itu. Seorang pria yang begitu aku cintai dikenal dengan sangat baik dan benar-benar menjadikanku sebagai seorang ratu di kehidupannya.
Dia yang tidak pernah mengatakan tidak bahkan untuk sekalipun, tiba-tiba, menjadi sangat aneh semenjak hari dimana Cici memberikan pertanda perselingkuhannya sendiri.’’
Tidak terasa, dini meneteskan air mata penyesalannya. Ia bahkan tidak sanggup untuk menahan beban yang sangat berat ini.
Ia lebih baik kehilangan perubahan dari bentukan tubuh atau wajahnya di banding kehilangan nyawanya karena mengetahui bahwa pengkhianatan itu bermula dari rasa percaya diri yang begitu dalam terhadap seseorang yang sangat baik dikenalinya.
‘’Dini … yang kamu rasakan, lihat dan pikirkan itu salah … ‘’ Bela Bagus
‘’Apa maksudmu?” Tanya Dini sambil menatap tajam ke arah Bagus
‘’Kamu terlalu memikirkan hal yang sangat berlebihan antara aku dan juga Cici. Kita berdua tidak ada hubungan apapun. Bukankah sudah kubilang, jika cici ini adalah orang yang selama ini mengejarku namun aku sendiri tidak begitu menginginkan kehadirannya.’’
Tanpa disadari, bagus telah menyakiti dua hati wanita sekaligus. Dia telah menjadikan itu sebagai pembelaannya sendiri. Akan tetapi, pembelaan yang dia kemukakan justru memberikan jawaban yang jelas akan jahatnya sifat manipulative yang dimiliki oleh Bagus.
‘’Lalu? Mengapa kau melakukan perbuatan haram tepat di malam setelah aku mengetahuimu dan Cici sedang berciuman di depan rumah?”
‘’A—apa maksudmu?”
‘’Mengapa kau melakukan persetubuhan dengan Cici layaknya pasangan suami-isteri yang sudah resmi?’’
Bagus sudah kehabisan kata-kata. Ia bahkan tidak bisa menjelaskan hal itu dan serta mengelaknya dengan alasan yang tepat. Tidak habis pikir, itulah kalimat yang diucapkan dalam hati Bagus.
Ia bahkan tidak bisa mengendalikan hal ini. Namun, pertanyaan yang sesungguhnya yang saat ini ada di kepalanya adalah bagaimana Dini bisa mengetahui perbuatan kotornya itu? Apakah ada orang lain yang sengaja membongkar rahasia tersebut dan memberitahukannya kepada Dini?
Jika terus seperti ini, maka, rencana akan ngunduh jiwo bisa saja dibatalkan. Bulan pengantin akan menjadi sebuah bulan penuh penyesalan akan Bagus karena semua rahasianya sudah terbongkar jelas tepat di hadapan Bunda Melati.
Dini kembali mengoceh. Ia belum puas untuk memberikan penyesalan kepada Bagus terkait apa yang sudah dilakukannya. Ia bahkan menyudutkan Cici serta Bi Imah sebagai dua orang yang sangat tidak berperasaan sebagai sesama wanita.
‘’Kalian berdua juga kurang ajar.’’ Sembari menunjukkan jari telunjuknya ke arah Cici dan juga Bi Imah
‘’Kalian berdua benar-benar telah menjatuhkan martabat seorang wanita. Kejahatan yang kalian lakukan melebihi sebuah pembunuhan. Ingatlah akan satu hal ini … ‘’ Potong Dini
‘’Seorang pembunuh akan lahir di antara rasa sakit dan kebencian. Kalian semua telah memiliki musuh yang jauh lebih kejam. Musuh itu adalah seorang pendendam.’’
Perkataan Dini benar-benar sangat menusuk. Ia bahkan tidak memperdulikan dengan siapa dia berbicara.
Selama dirinya mampu memberikan pembenaran terhadap dirinya sendiri, dini tidak takut terhadap siapapun. Kali ini, dia benar-benar akan melindungi keluarganya dan berencana untuk membatalkan semuanya.
‘’Dengan ini, aku dan keluarga akan membatalkan pernikahanku dengan seorang Iblis yang bernama Bagus. Kami tidak rela jika keluarga sederhana kami harus dirasuki oleh para pengkhianat yang sudah kehilangan jati dirinya.’’
Setelah kalimat tersebut diucapkan, bunda melati langsung beranjak bangkit dari duduknya. Ia kemudian pergi meninggalkan Dini dan yang lainnya tanpa sepatah kata pun. Begitu juga dengan Bagus, cici dan juga Bi Imah.
Mereka bertiga tidak ingin mengurus lebih dalam akan apa yang sedang dirasakan oleh Dini. Mereka semua tidak ada urusan dengan hal perasaan. Karena itulah, mereka semua tergolong orang-orang yang tidak memiliki perasaan.
Bunda Melati lebih dulu memasuki mobil. Disusul oleh Bi Imah dan Cici. Akan tetapi, dari luaran, dini memberikan kalimat makian yang begitu menusuk dan menyakitkan.
‘’KELUARGA IBLIS! KALIAN SEMUA AKAN MEMBUSUK DI NERAKA!’’
Mesin mobil sudah dinyalakan. Secara perlahan, suara makian tersebut tenggelam dengan sendirinya tatkala mobil mulai dijalankan dan meninggalkan rumah Dini. Kini, mereka saling diam tanpa ada satu kata pun.
Selama dalam perjalanan pulang, bunda melati kembali menatap sebuah rumah yang sudah dipasang bendera kuning di hadapan rumah tersebut. Ternyata, rumah tersebut adalah milik Mbah Sur.
Mereka bertiga sudah mengetahui jika Mbah Sur dan Pak Wikto akan meninggal dunia. Karena itulah, mereka berencana untuk memundurkan semua rencananya.
‘’Wikto dan Sur (Mbah Sur). Keduanya sudah ditumpaskan. Tapi, muncul lagi pengganggu lainnya. Sepertinya, memang kita segera menjalankan ngunduh jiwo sebelum semuanya lepas kendali.’’ Ucap Bunda Melati
‘’Ta—tapi, bunda. Bagaimana dengan Somantri? Dia sangat berbahaya bagi kita.’’
‘’Ular itu sudah mengeluarkan semua bisa di dalam tubuhnya. Sebentar lagi, dia akan kesulitan untuk bertahan tatkala orang yang selama ini dia remehkan mulai bergerak.
Tidak kusangka, ustadz gadungan itu telah merencanakan semuanya dengan hebat. Rahayu … Calon suamimu itu sangat pintar.’’

(MINGGU DEPAN TAMAT)
Bagi yang mau baca duluan atau sekedar support, part-12 atau part akhir telah rilis di karyakarsa. Ini linknya

karyakarsa.com/Restuwiraatmad…
Bagi yang mau support atau ngasih THR lewat saweria juga boleh kok ...

saweria.co/RestuWira090720

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Restu Wiraatmadja

Restu Wiraatmadja Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RestuPa71830152

Feb 24
Ganendra Ratri Part 2

“Kutukan 12 Ningrat”

@bacahorror #bacahorror Image
Read 151 tweets
Feb 16
MAQBAROH

“Tiap kali tangan menengadah ke atas, tetesan darah segar atau bahkan kepala pocong sudah berada di atas sela-sela jari.”

@bacahorror #ceritaserem #kuburan Image
“Wan! Jangan cepet-cepet jalannya!” Ujar Afif saat meminta kepada Ridwan, temannya, untuk tidak buru-buru dalam menjejaki tiap petak tanah kuburan yang di lewatinya
Malam itu, mereka berdua menyelinap ke sebuah pemakaman yang disebut-sebut sebagai makam terangker. Kabarnya, makam itu dijaga belasan pocong dan sosok-sosok lainnya.
Read 86 tweets
Dec 19, 2023
“Seorang wanita dengan rambut kusut dan kering ditemukan hampir
menggantung diri setelah
kedua orang tuanya menganggapnya gila. Padahal, wanita itu terkena… BUHUL RIKMO!”

Apa itu Buhul Rikmo?

@bacahorror #rambutpembawamaut Image
Kasusnya sama seperti yang ini, ya. Mari kita bahas… Image
Upload jam sabaraha nih gaes?
Read 76 tweets
Nov 29, 2023
GANENDRA RATRI (1)
(Babad Keluarga Ningrat)

''Perjalanan baru dimulai''
@bacahorror #bacahorror Image
Rules: PULAU INI MEMILIKI CIRI SIGNIFIKAN SEBAGAI PULAU TERPENCIL YANG DIHUNI BANYAK TAWANAN YANG BERHARGA.
Read 190 tweets
Nov 9, 2023
TUMBAL PERSEMBAHAN

Sebuah kisah tentang seorang anak yang menjadi tumbal persembahan
@bacahorror #bacahorror #malamjum’at
#sengkolo #malamsatusuro #satusuro #pemandimayat Image
Sengkolo diyakini merupakan sebuah energi negatif yang menyelimuti manusia, dan membuat manusia berada dalam kesialan. Orang-orang yang terlahir di weton Sengkolo sering terlibat dengan hal-hal yang tak masuk akal.
Kisah ini merupakan sebuah pengadaptasian sosial terkait dengan salah satu keluarga yang terkena tulah (musibah) akibat melanggar sebuah ketetapan yang sudah turun temurun dilakukan oleh leluhurnya.
Read 96 tweets
Nov 1, 2023
KARANG MAYANG

“Perjanjian yang terikat di saat jabang bayi masih di dalam kandungan.”

@bacahorror #bacahorror #malamjumat #ceritaserem #pesugihan Image
Jam brp nih?
Sebelum masuk ke dalam sebuah cerita, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada narasumber yang mau membagikan cerita ini.
Read 159 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(