nana ariadi Profile picture
May 4 134 tweets 19 min read Twitter logo Read on Twitter
- PETUGAS LOKET BIOSKOP -

"Sungguh, apa yang kau tonton adalah cerminan dirimu"

Sekumpulan kejadian aneh di Bioskop.

Izin tag:
@IDN_Horor @bacahorror @bacahorror_id @menghorror @P_C_HORROR @ceritaht @C_P_Mistis #bacahorror #threadhoror Image
"Setiap perkataan yang menjatuhkan, tak lagi ku dengar dengan jelas. Juga tutur kata yang mencela, tak lagi ku cerna dalam jiwa ...." terdengar Supri ikut menyanyikan lagu yang diputar dalam Walkmannya.
Potongan lirik dari lagu milik grup band PADI itu langsung disukai Supri sejak pertama kali muncul tahun 2007.

Ia memang tak pernah jauh dari pemutar musiknya, bahkan saat bersiap-siap mencari nafkah dari potongan tiket di Bioskop "Memoar".
Minggu depan, genap sebulan Supri bekerja sebagai petugas tiket bioskop. Pekerjaan yang diterima dari hasil belas kasih seseorang kepadanya.
Meski diupah tak seberapa, Supri sangat antusias menjalaninya. Ini adalah kali pertama pemuda lulusan SD itu memiliki pekerjaan di usianya yang sudah seperempat abad.
Setelah langit memerah dan merapihkan kerah, dia beranjak dari kamarnya untuk berpamitan.

"Mah, Supri berangkat dulu ya," teriak Supri kepada Ibunya yang sedang berada di dapur.

"Bentar lagi azan Pri," ujar Ibu, "nanti aja abis magrib toh juga kamu masuk kerja jam 7."
Supri segera menjawab, "Biar gak telat Mah, nanti Supri solat di Musala Bioskop kok."

"Yasudah, hati-hati ya. Inget, yang ramah sama pengunjung. Rambut, pakean juga jangan berantakan!" kata si Ibu.
"Assalamualaikum!" jawab Supri dengan singkat sambil menutup resleting jaketnya. Mungkin karena sudah bosan dengan petuah sang Ibu setiap kali dirinya pamitan.
Setelah melewati beberapa Gang sempit dan cibiran tetangga, ia sampai di pinggir jalan raya, menyusuri trotoar sebelum akhirnya beberapa ratus meter berlalu, Supri sudah sampai ke Bioskop.
Bioskop pertama dan satu-satunya di seantero kota, dengan hanya memiliki dua teater dan berkapasitas masing-masing 150-250 kursi.

Usai salat ia tunaikan, Supri langsung menuju ruang loket. Merapihkan beberapa kertas yang tak perlu dan menaruh kopi di meja loket.
Jam telah menunjukkan pukul 18.30 dan sudah terlihat cukup banyak pengunjung di dalam lobi. Supri hanya diam menatap dari balik loket dengan senyum dan hanya menyisakan ruang untuk dua gigi tonggos kesayangannya.
"Selamat datang di Bioskop Memoar! Malam ini mau monton apa dan berapa tiket Pak?" sambut Supri dengan sumringah.

"Yah, kenapa sih tiap saya mau nonton pasti yang jaga kamu lagi. Ilang mood saya buat nonton kalo liat kamu, tonggos" ujar Herman, pelanggan setia Bioskop Memoar.
"Saya justru seneng tiap liat Bapak dateng ke sini. Gimana Pak? mau nonton 'Ayat-Ayat Cinta', 'The Photograph', atau 'Taken'?" Supri coba memberi beberapa opsi.
"Udah saya tonton kemarin, waktu yang jaga bukan kamu. Saya justru penasaran sama poster di depan tulisannya "Sang Pengawas" itu film tentang apa? tanya Pak Herman.
"Oh itu film baru. Baru tayang hari, tiketnya gratis kalau Pak Herman nonton film itu malem ini. Ini film lagi promosi besar-besaran di semua Biskop Pak" ujar Supri.
"Ohiya? Hmm boleh deh kalo emang gratis. Saya pengen paling atas yak, di sini nih" ucap Pak Herman sambil menunjuk ke kertas berisi denah Bioskop yang ada di meja loket.
Supri segera melingkari kursi yang dimaksud dengan pulpennya sebagai tanda tempat duduk itu telah dipesan. Ia lalu memberikan karcis tipis bertuliskan A-10 kepada Pak Herman untuk selanjutnya akan disobek di depan pintu Teater satu.
Meski tak semua, kiranya begitulah kondisi Bioskop di tahun 2008, masih konvensional dan alakadarnya.
Tiketnya saja cuma kertas berwarna putih atau merah muda, berisi keterangan nama Bioskop dan tempat duduk dengan font berjenis Arial.

Sungguh tak cocok jika hendak diabadikan menjadi histori tontonan yang dipamerkan ke media sosial.
Semua jenis uang pembayaran masih dapat diterima, baik yang kertas maupun logam sekalipun. Tinggal tunjuk tempat duduk sambil sedikit membungkuk, masukan tangan dan uang ke dalam lubang kaca seukuran mangkuk, lalu kembali ke lobi untuk cari tempat duduk.
Itu baru urusan tiket, belum lagi dengan suasana di dalam teater. Jika dalam 1 teater penontonnya sedikit, sudah barang tentu tiket itu menjadi formalitas saja.
Orang bebas mau duduk di manapun dan bertingkah apapun. Mulai dari yang mengorok, meludah sampai pasangan yang sedang sibuk melumat lidah. Semua tak masalah, yang penting sudah bayar.
Tak ada penjaja cemilan dengan harga selangit yang masuk ke dalam teater saat film hendak diputar, hanya sesekali petugas membantu mencarikan posisi duduk pengunjung dengan senter yang tak kalah terangnya dari layar.
Setelah Pak Herman pergi, tak lama dari pintu masuk terlihat sepasang anak muda kelewat jatuh cinta berjalan menghampiri Supri.

Dalam hatinya Supri menggerutu, "Aduh, pake segala dateng lagi nih Romeo Juliet gagal. Siap-siap dah diledekin lagi dah gua."
"Haloo Supri si Kelinci!" sapa Freddy sambil menggebrak meja loket.

"Oh, Freddy. Halo! selamat datang di Bioskop Memoar" jawab Supri yang masih saja antusias menyambut.
"Haaalooo ganteng" kali ini giliran Veni, kekasih Freddy yang turut menyapanya.

"Kaku banget sih lo, tonggos. Udah buru, pesenin buat 2 orang. Film apa aja deh, yang penting malem ini gue bisa nonton bareng ayang" ujar Freddy.
"Ini ada film judulnya 'Sang Pengawas'. Kebetulan lagi promo, gratis nonton. Mau?" tawar Supri.

"Hahaha goblok, bilang dong daritadi kalo gratis biar gue gak perlu ngobrol ama elu. Udah buru tiketnya kasih, biasa, gue dipojok kiri atas aja yak!" gertak Freddy.
"Baik, ini tiketnya untuk 2 orang. Terima kasih dan selamat menonton!" jawab Supri.

Dua pasangan itu segera pergi dari pandangan Supri menuju etalase jajanan dan hilang di tengah keramaian. Selanjutnya giliran 1 keluarga berjumlah 4 orang masuk menghampiri Supri.
"Pri, Bapak pesen 4 tiket 'Ayat-Ayat Cinta' ya, cepetan. Eh kakak jagain tuh si adek jangan lari-lari," buka Pak Dodi seraya menyuruh anak-anaknya untuk jangan berseliweran di lobi.
"Baik Pak, tapi saya mau masih tau ini ada film baru  judulnya 'Sang Pengawas', gratis tiket masuk untuk hari ini aja lho Pak Dodi." rayu Supri.

Istri Pak Dodi yang juga ada di depan meja tiket pun mendengar mengenai film gratis itu untuk selanjutnya turut merayu suaminya.
"Nah mending itu aja, Yah. Lagian film Ayat-Ayat Cinta kan udah kita tonton minggu kemaren." buka si Ibu.

"Ibu serius? kan katanya Ibu pengen nonton si Fahri sama Noura lagi?" ujar Pak Dodi.
Si Ibu kini teguh dengan pendiriannya, ia putuskan untuk menonton film antah-barantah itu hanya karena gratisan dan merelakan tak melihat Fedi Nuril, aktor favoritnya berlaga di "Ayat-Ayat Cinta"
Keluarga itupun akhirnya menyepakati untuk menonton "Sang Pengawas", tanpa harus voting dengan kedua anaknya. Mereka segera berpindah dan mulai berdebat di etalase jajanan.
Senyum Supri yang lebar mulai terhenti oleh karena 3 pemuda yang muncul di hadapannya. Andri, Alfian dan Aji, anak kampus di kota itu yang rutin datang ke Bioskop.
"Eh cuy, si gigi kelinci lagi yang jaga haha" buka Andri kepada dua rekannya itu yang tak kalah terbahak-bahak mendengar ucapannya.

"Selamat datang di Bioskop Memoar! Malam ini mau monton apa?" sambut Supri yang mulai terpaksa ramah.
"Gua dah bilang berkali-kali supaya lo pake masker, kaga lo denger juga" seru Aji.

"Mohon maaf Mas, saya belum sempat membeli" kembali Supri menjawab.
"Tau gak apa yang bikin Bioskop ini sepi mulu? selain gara-gara krisis ekonomi taun ini, gigi lo juga jadi penyebabnya hahaha" ucap Alfian yang selain hebat dalam ilmu ekonomi di kampusnya juga tak kalah hebat dalam menghina orang.
Supri hanya terdiam beberapa saat, kemudian langsung mengalihkan pembicaraan dengan menawarkan film "Sang Pengawas" kepada pelanggannya itu.
Sama halnya dengan pengunjung lain, ketiga pemuda tersebut juga tergiur dengan film yang bisa ditonton tanpa perlu merogoh kocek seperserpun. Segera mereka pergi dari muka Supri dan masuk ke dalam Teater 1.
Genap sudah 10 orang telah bersiap menonton film "Sang Pengawas", layar segera diputar. Supri segera beranjak ke lorong sebelah kanan lobi, berjalan ke Teater 1 yang letaknya di ujung lorong.
Tanpa rasa tega, Ia merantai daun pintu itu lalu menggemboknya dan memasukan kunci ke dalam saku. Supri segera kembali ke lobi, berjalan ke arah sebelah kiri dan masuk ke ruang karyawan di pojok dekat toilet.
10 orang itu duduk dan sedikit keheranan karena dari 200 kursi yang tersedia, hanya mereka yang ada di dalam. Akan tetapi, mereka tak ambil pusing. Toh mereka telah punya tempat masing-masing untuk dibooking.
Freddy dan Veni duduk di kursi ke dua dari atas, paling pojok sambil bersiap melaksanakan "agenda lain" dari dalam teater Bioskop.

Pak Herman sudah duduk paling atas, selonjoran dengan kedua kaki yang disadarkan pada kursi di bawahnya.
Lain halnya dengan keluarga Pak Dodi, bersama istrinya duduk di kursi paling tengah mengapit kedua anaknya. Sementara Andri, Alfian dan Aji duduk di kursi baris ke 5 dari bawah.
Setelah melewati beberapa iklan yang tak perlu, layar memperlihatkan hitung mundur dari angka 5 hingga kesatu, menandakan film "Sang Pengawas" segera maju.
"Selamat datang, Aku Sang Pengawas akan memandumu menyaksikan film terbaik abad ini. Bersiap dengan segala rupa kejutan dan kemewahan di dalamnya," terdengar suara yang seperti robot dan wajah seseorang yang memakai topeng di layar.
Kali ini layar menunjukan tulisan berwarna merah, "Bagian kesatu: Rahasia Keluarga". Film ini bergaya kamera First-Person sehingga para penonton seolah berada di dalam film.
Terlihat seseorang yang ada dalam layar sedang merebah badan di atas kasur dengan di depannya terdapat TV yang menempel di dinding.
Pandangannya menengok ke arah kiri, nampak perempuan bertubuh aduhai setengah telanjang sedang mengenakan pakaian.
Kemudian giliran orang tersebut merapikan pakaian, bangun lalu melumat bibir perempuan itu dan berjalan keluar menuju pintu.

Di luar pintu, terlihat lorong yang berisi banyak pintu di kiri dan kanan. Para penonton segera menyadari, itu adalah lorong dari suatu hotel.
Setelah sampai di lobi hotel, perempuan itu berpamitan. Orang dalam layar itu kemudian berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil sedan berlogo BMW.
Terlihat tangan sedang menyalakan mobil dan merapikan kertas parkir. Lalu saat menengok ke atas dashboard, terlihat bingkai kecil berisikan foto keluarga Seorang lekaki dan perempuan yang mengapit dua anak kecil di tengahnya.
Ruang Teater 1 itu semula hening hingga teriakan histeris dari istri Pak Dodi memecah seisi ruangan, "Ayahh! kok itu foto kita kenapa ada di film?! itu mobil kamu kan Yah?!".
Pak Dodi tak kalah kaget lalu berteriak, "Apa-apaan ini?!!! Petugass! tolong!"

Ia bingung sambil menengok ke arah ruangan pemutar film. Namun saat hendak berdiri, Pak Dodi tak bisa menggerakan tubuhnya.
Mendadak seisi penonton di ruangan itu tak dapat bergerak, kecuali mata dan mulutnya. Seolah ada sesuatu yang membuat mereka terbujur kaku.

"Tolong, siapapun tolong bantu saya!" Pak Dodi kembali berupaya meminta bantuan.

Kepanikan mulai terjadi, semuanya berteriak minta tolong.
"Ayah, kita kenapa kok Ibu gak bisa gerakin badan." ujar Si Ibu yang berupaya menggerakan tangan dan kakinya.

Selain keluarga Pak Dodi, pengunjung lainnya pun berlaku sama, berusaha menggerakan tubuhnya.

Sayangnya, upaya itu nihil hasil. Mereka tetap tak dapat bergerak.
Tetiba, muncul suara dari layar yang terlihat sedang bernarasi dan film itu terjeda masih pada scene foto keluarga dalam bingkai di dashboard mobil.

"Kepada para pengunjung, diharap tenang. Sekali kalian menonton ini, kalian harus menyelesaikannya sampai akhir ...
... sampai nanti film ini selesai, para penonton hanya dapat melihat dan berbicara. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Diharap kepada penonton untuk tetap tenang dan menikmati bagian kesatu ini, tentang kisah rumah tangga dari Pak Dodi Prasetyo." ujar sang Narator film itu.
"Enggak Bu, ini bukan Ayah. Ini bohong! jangan percaya Bu," ujar Pak Dodi.

"Mamah, kok itu ada Ayah di film?" kali ini giliran Rani, si sulung berumur 9 tahun bertanya kepada sang Ibu.

Pernyataan Pak Dodi segera disanggah oleh anaknya sendiri. Sementara si Ibu hanya terdiam
"Ayah, perempuan itu siapa?! tega banget kamu Yah selama ini ternyata selingkuh!" Si Ibu kini telah percaya dengan apa yang ia lihat di layar.

Belum sempat Pak Dodi menjawab, film kembali dimulai.
"Betul Ibu Sri, itu adalah suamimu. Apa yang Ibu lihat barusan adalah kebiasaan yang dilakukan oleh Pak Dodi jika pulang larut malam; lembur bersama wanita penghibur." ujar Narator yang kembali bersuara.
Sang Narator kembali berujar, "Suamimu, sudah setahun belakangan berhubungan dengan perempuan itu. Tentunya, ia merahasiakannya darimu. Ia tak puas denganmu yang tiap hari hanya menggerutu, selain tentu karena kamu yang sudah "tak sesegar" dulu.
Adegan itu kemudian berlanjut hingga sampai ke rumah Pak Dodi sebelum berubah menjadi gelap.

Sang Narator lanjut menjelaskan, "Saya berikan waktu sejenak untukmu Dodi mengklarifikasi, sebelum nanti istrimu yang gantian mengklarifikasi.
"kamu keterlaluan Yah! besok kita cerai!" tegas Bu Dodi.

"Ayah minta maaf Bu, Ayah gak mau kita cerai. Gimana anak kita nanti Bu," mohon Pak Dodi sambil menangis tersedu.

"Enggak, aku bisa urus anak kita dan mereka bakal ikut aku, besok aku urus surat cerai." ujar Bu Dodi.
Saat Pak Dodi hendak bicara, tiba-tiba layar kembali menyala. Terlihat adegan berikutnya yang akan menganggetkan sang istri.

Pada layar film itu, terlihat tangan sedang mengetik sesuatu di ruang percakapan BlackBerry Messenger dengan kontak seseorang bertuliskan "Item Manis"
Terlihat jelas percakapan itu berisikan,
Item manis: "Terus Suamimu gimana? nanti bakal tau ga?"

Ibu Dodi: "Haha tenang. Dia sibuk kerja. Sabtu nanti dia ada agenda ke Bogor, pasti menginap. Anak-anak juga dijaga Bibi. Pokonya kita harus jadi ke Bandung."

Item manis: "Okey ❤"
Ibu Dodi: "Sampai jumpa nanti Sabtu, item manis kesayanganku.

Item manis: "Sampai jumpa juga, sayang. Jangan lupa hapus chat ini ya biar ga ketahuan suamimu.

Ibu Dodi: "Siap"

Pak Dodi segera sadar, istri tercintanya juga ternyata punya selingkuhan.

***
- DILANJUT BESOK MALAM-
Hahaha, memang orang jahat, akan dipasangkan dengan yang serupa. Betapa menjijikannya perilaku kalian berdua, saling bermain belakang disaat sudah diberkahi keturunan dua. Tak terbayang bagaimana nasib anak-anak kelak saat bertumbuh dewasa" demikian Sang Narator kembali bersuara
Pak Dodi dan istrinya cuma mampu termangu. Sementara itu, penonton yang lain hanya terdiam kaku menyaksikan satu keluarga yang kadung malu.
Narator kembali melanjutkan narasinya, "Baiklah, aku rasa sudah cukup cerita bagian yang kesatu. Biarkan para pemeran di bagian ini menyelesaikannya sendiri. Selanjutnya, kita akan masuk ke bagian kedua, selamat menyaksikan!"
Layar kembali berubah gelap sebelum muncul tulisan berwarna merah bertuliskan "Bagian Kedua: Pejabat Bejat"

Kamera itu menunjukkan tangan yang sedang menyalakan rokok di atas meja dan dihadapannya ada pria yang masih muda sedang duduk tegap untuk selanjutnya berkata,
"Begini pak, soal lokalisasi yang ada di pesisir saya minta tolong untuk dikondisikan. Ini ada 4 M untuk sewa empat bulan kedepan. Mohon dikondisikan ya Pak Herman, hehe" ujar Pria itu sambil membuka koper yang diletakkan di atas meja.
Ya, bagian kedua ini membahas mengenai Herman Sudrajat. Kepala Dinas perijinan kota yang sudah 10 tahun menjabat.

Tentu seantero kota mengenalnya, apalagi ia dicitrakan sebagai seorang pejabat yang taat beragama.
"Baik, senang sekali berbisnis dengan saudara. Mengenai tempat itu sudah saya atur, kamu tenang saja. Ohiya, saya boleh minta satu hal lagi Mas?" ujar Pak Herman.

"Apapun untuk Bapak," dengan tegas Pria itu menjawab
"Kirimkan satu yang paling cantik, nanti saya beritahu titiknya. Kalau bisa yang di bawah 20 tahun ya" minta Pak Herman.

"Siap! segera saya siapkan pesanannya Pak. Ijin, saya mau langsung pamit Pak, mari" Pria itu langsung bangun lalu pergi menuju pintu keluar.
Film itu kembali terjeda, mungkin Sang Narator sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Anjing! Maju sini ke hadapan saya, jangan cuma suara doang, saya sembelih kamu sekarang juga!" teriak Pak Herman dari kursi paling atas yang sontak mengagetkan para penonton.
"Nah, pas sekali, ditempat yang dimuliakan ini kita sedang bersama sang pemeran, sungguh sebuah kehormatan untuk kami semua, Bapak Herman," ucap Narator dengan bersemangat.
"Ini semua cuma omong kosong, saya minta kepada semua yang ada di sini untuk jangan percaya. Pecundang yang barusan bicara tadi hanya sedang mencari sensasi!" bela Pak Herman
"Haduh Pak Herman, gua kira lo beneran agamawan, taunya kelakuan lo macem hewan" buka Andri yang tiba-tiba bersuara.

"Oi anak haram jangan ikut campur! mau saya sembelih juga lehermu?" teriak Pak Herman dari atas.
"Hahaha, lo kira gua takut Pak? udah tua bukannya ngemong cucu masih aja ngikutin nafsu" balas Andri

Cekcok di antara keduanya langsung dipotong oleh Narator, "Demikian sambutan dari Bapak Kepala Dinas, kiranya kita bisa mengambil hikmah dari apa yang ia sampaikan"
"Oi bajingan, keluar sini dateng ke hadapan saya. Setelah film ini selesai, anak buah saya pasti akan cari kamu ke manapun" kembali Pak Herman menantang
Gertakan itu tampaknya tak digubris oleh Narator, karena tetiba layar kembali gelap dan memunculkan tulisan "Bagian Ketiga: Kisah Kelam Romeo & Juliet"

Semua, tak terkecuali Pak Herman kembali fokus ke layar sambil menerka adegan selanjutnya
"Ven, cowok lo bakal tau ga?" terlihat seorang lelaki muncul di layar.

Jelas saja korban berikutnya dari film "Sang Pengawas" adalah Veni, kekasih dari Freddy.

"Santai Don, cowok gue goblok kok. Dia cuma jadi ladang duit gue, manusia satu itu nurut sama gue." Ujar Veni.
"Okedeh, jadi kapan lo mau kasih gue mobil? ucap Doni yang belakangan disadari penonton sebagai selingkuhan Veni.

Veni segera menyela, "Nanti dulu ya Beb, gue perlu ngerayu Freddy sedikit lagi. Tiap gue ketemu dia selalu bahas nikah mulu soalnya.
"Oh kalian jadi nikah? Emang lo mau punya suami macem dia?" ledek Doni

"Ya jelas gak sudi lah, mana mau gue nikah sama manusia macem dia yang cengeng, goblok, jelek pula. Gue cuma pengen nguras duitnya aja" jawab Veni

"Wah parah lo mainin perasaan orang" ujar Doni
"Ya gimana ya, orang dia juga cuma butuh badan gue doang, bukan diri gue. Mending gue nikah sama lo haha" Veni kembali menjawab

Mendengar percakapan itu, dari semua penonton jelas Freddy yang paling murka dan kecewa. Melihat momen yang tepat, Narator langsung menjeda film itu.
"Ss-sayang, maafin aku. Aku mohon, aku becanda kok bilang begitu" ujar Veni yang mulai terbata-bata berbicara kepada Freddy disampingnya.

Sang kekasih tentu tak tinggal diam, segera melepas murkanya, "Dasar cewek murah lo! 5 tahun kita bareng Ven. Udah berapa lama lo begini! ...
jawab! gausah lagi lo ngelak. Gue lebih percaya film gratisan yang kurang dari sejam ditonton ketimbang sama lo yang udah bertahun-tahun gue kenal. Satu hal yang bisa gue pastikan, setelah film ini selesai, lo mati!" bentak Freddy sambil menangis.
"Maafin gue sayang gue mohon" Veni sudah kehabisan kata-kata.

"Ya, gue maafin lo jalang! syaratnya cuma satu, lo mati dan gue yang bakal lakuin sendiri. Sehabis lo mati, gakan ada satupun di dunia ini yang bakal tau mayat lo" ujar Freddy yang bernada murka
Narator kembali muncul, "inilah kisah Romeo Juliet abad ini! menyisakan kepedihan yang mendalam. Lagi dan lagi Romeo yang tersakiti, bukan karena menelan racun, melainkan karena ulah Veni yang mematikan bagaikan racun ...
... Aku sangat menikmati adegan ini. Cerita tentang cinta yang fana dan nihilistik. Tapi walau bagaimanapun, hanya mabuk cinta, mabuk yang tak diharamkan. Sebagai penutup dari bagian ketiga ini, akan kubacakan kutipan William Shakespeare dalam bukunya, Romeo and Juliet:
"Cinta adalah berat dan ringan, terang dan gelap, panas dan dingin, sakit dan senang, terbangun dan terjaga. Cinta adalah semuanya, kecuali apa arti dia yang sesungguhnya" demikian pernyataan sang Narator seraya membuat layar kembali gelap.
Penonton kembali terdiam sembari diselimuti rasa penasaran soal siapa korban berikutnya dalam film ini.

Sudah jelas dipikiran Andri, Alfian dan Aji, kali ini selanjutnya pasti mereka. Ketiganya kini keringat dingin dan bersikap dingin.
Layar kembali menunjukan tulisan berwarna merah darah dengan tulisan "Bagian Keempat: Aksi Biadab dari Kaum Beradab"

"Selamat datang di bagian berikutnya, sebagai pembuka, kita perlu pahami bahwa tak semua kaum berpendidikan mempunyai rasa kemanusiaan ..
... Aku akan membuktikan pernyataanku barusan. Bukan lewat ucapan, melainkan lewat adegan yang selanjutnya akan kalian saksikan." tutup sang Narator sebelum layar kembali bersinar memperlihatkan 3 orang pemuda sedang berada di suatu hutan.
Tersorot kamera dua orang pemuda sedang menyiksa seseorang yang sudah dipenuhi darah. Kemudian, pada layar terlihat tangan yang sedang memegang tongkat bisbol.

Seketika dihantamkan tongkat bisbol yang dipegang ke atas kepala orang yang berlumur darah itu dengan sangat keras.
Tongkat bisbol itu bahkan sampai patah. Demikian orang yang dihantam benda tumpul itu memuncratkan banyak darah.

"Touchdown! gokil lo Ndri!" ujar seseorang yang sudah barang tentu adalah Aji.

"Yoi, udah nih lo urusin Al" ujar Andri kepada Alfian
"tar dulu Ndri, mau kita buang ke mana ini?" tanya Alfian

Andri dengan solutifnya menjawab, "gak usah ribet. Kita masukin sekarang ke mobil terus cus ke pantai. Di sana kita cari kayu terus bakar dia, itung-itung sekalian buat bakar ikan. Gimana?"
***
break sebentar ya~
"Cocok Ndri! udah Al ayo kita masukin ke mobil. Mumpung masih jam 10. Sekalian kita cari kayu di sini aja terus masukin ke mobil. Paling sejam dah sampe. Enak banget pasti tengah malem, liat laut sambil bakar ikan. Abis itu kita ngeganja haha" jawab Aji
Ketiga pemuda itu segera beranjak, membersihkan TKP dengan peralatan yang telah disiapkan.

Lalu saat layar menyorot ke arah mayat, film tersebut langsung terjeda.

Narator kembali memandu penonton yang masih ketakutan dengan kata-katanya.
"Kiranya begitu pembuktianku. Ketiga mahasiswa yang sekarang ada di duduk di bangku itu tak lain adalah para pelaku.

Mereka bertiga menghabisi nyawa rekan sesama mahasiswanya, Topan. Salah satu Mahasiswa yang menemukan fakta tentang korupsi yang dilakukan oleh tiga pemuda itu
Andri, Alfian dan Aji adalah petinggi dari anggota BEM di kampusnya. Sementara Topan adalah Ketua Lembaga Pers Mahasiswa.

Bulan lalu, Topan menyelidiki laporan keuangan penyelenggaraan Masa Orientasi Kampus yang janggal.
Dengan kemampuan jurnalistiknya ia berhasil menemukan adanya penggelembungan dana sebesar 50 Juta Rupiah. Topan dalam investigasinya berkesimpulan bahwa Andri bersekongkol dengan Rektor kampus soal nominal tersebut.
Sudah barang tentu Topan mewawancarai petinggi kampus dan BEM itu. Pak Rektor dan Andri kalangkabut karena Topan secara luar biasa berhasil mengetahui kebiadaban mereka.

Sayangnya, di kampus itu Ketua BEM jadi kacung akademik. Andri yang ditekan Rektor jelas panik.
Rupanya Rektor yang lebih panik, mengingat jika persekongkolan ini terbongkar, akan membuka kotak pandora yang lain.

Pak Rektor, meminta Andri "menghilangkan" Topan dari peradaban. Benar saja, akal sehat Andri ikutan hilang.
Ia akhirnya meminta bantuan dua wakilnya di BEM, Alfian dan Aji untuk bersama mengeksekusi Topan.

Peristiwa penyiksaan dan pembakaran Topan pun tak diketahui. Kedua orang tua Topan bahkan menganggap anaknya hilang begitu saja. Sungguh realita memang irasional.
"Mampus kau Andri, ketimbang saya, ternyata dirimu jauh lebih rendah dari hewan hahaha." Tetiba suara dari Pak Herman terdengar

Ulah bejat pemuda yang sedang diperlihatkan di layar tak mendapat komentar apapun selain dari Pak Herman.

Andri, Alfian dan Aji hanya terdiam kaku.
"Baiklah, demikian bagian keempat. Rasanya tak perlu berlama-lama untuk membuktikan kejahatan dari para mahasiswa ini. Selanjutnya kita akan masuk ke adegan penutup dari film ini." ujar Narator
Layar kembali gelap lalu kini muncul tulisan berjudul "Bagian Kelima: Aku, Pengawas".

Adegan berpindah, memperlihatkan seseorang dengan topeng sedang berdiri di belakang loket yang kemudian segera diketahui adalah Loket Biskop Memoar.
Orang bertopeng itu hanya terdiam selama beberapa saat. Kemudian dilepaskan topeng itu dari wajahnya, maka semua penonton langsung mengetahui orang itu.

Dialah Supri, si Petugas Loket Bioskop.

"Selamat datang di Bioskop Memoar! Malam ini mau nonton apa?" ujar Supri
Selanjutnya Supri akan berpidato dengan cukup panjang, "Ya, Akulah Sang Pengawas itu, yang merancang ini khusus untuk kalian, para manusia yang menjadi bajingan dengan caranya masing-masing. Pertama-tama, aku akan memberi tahu bahwa ini adalah siarang langsung ...
... kedua, aku melumpuhkan tubuh kalian semua untuk sementara, termasuk sebagai tambahan, sekarang ini kalian tidak bisa bicara dan hanya dapat menggerakan mata. Aku tidak suka disela saat bicara, Ibuku bilang itu tidak sopan, jadi mohon maaf soal itu ...
... terlebih tujuan sesungguhnya aku tak ingin ada pembantaian di Teater 1 ini. Karena aku tahu, jika saja tubuh kalian tak aku lumpuhkan, kalian jelas akan langsung saling melukai atau bahkan saling membunuh satu sama lain. Bukankah itu kebiasaan kalian, wahai anak Adam? ...
... Ohiya, tentu kalian bertanya tujuanku. Tenang saja, aku tak akan membunuh, bahkan saat film ini selesai, lagipula aku ditugaskan bukan untuk mencabut nyawa. Aku hanya ingin memperlihatkan segala dosa yang telah kalian perbuat, bahwa tindakan kalian sangat menjijikan ...
... semua ini tak lain karena kalian yang mengusikku lebih dulu. Pak Herman, 5 tahun lalu, kau menghabisi seorang demonstran yang menolak penggusuran kampung kumuh untuk pembangunan Hotel mewah, demonstran itu adalah Ayahku! ...
... kau jelas salah, menghilangkan nyawa orang lain dengan sadis. Tetapi sekarang aku akan segera beralih ke keluarga Pak Dodi. Sepasang suami istri yang pernah menabrak Ibuku dengan mobil hingga lumpuh tanpa pernah sudi tanggung jawab. Pikir kalian aku tak tau?! ...
... setelah Ibuku lumpuh, ekonomi keluargaku juga ikutan lumpuh. Tapi yasudah lah, selanjutnya kalian berdua, Freddy dan Veni! Kalian selalu merundungku sepanjang waktu, bahkan sejak kita pernah satu kelas di Sekolah Dasar hingga Aku bertumbuh besar ...
... terakhir, ini yang paling aku tunggu-tunggu. Trio Mahasiswa! Kalian, adalah pecundang yang berlindung di balik jabatan dan bekingan! terlebih Wartawan Kampus yang kau habisi itu adalah Muhammad Topan Malaka, satu-satunya orang di kota ini yang mau berteman denganku ...
... Meski kami berbeda nasib, meski aku tak kuliah, meski kami seumuran, Topan adalah orang yang selalu baik dan mengajarkan banyak hal padaku. Sungguh, itu adalah kehilangan besar setelah kematian Ayahku ...
... tapi yasudah, aku di sini hanya sedang mengeluh, bukan hendak membunuh! meski aku hanya lulusan SD, aku dapat membedakan mana yang buruk, mana yang baik dan mana yang munafik. Kalau bukan karena titah "Sang Guru", aku tak akan bersusah payah mengumpulkan kalian di sini ...
... Aku maafkan semua kesalahan yang kalian perbuat kepada malaikat-malaikatku. Sama halnya jika Ayahku dan Topan masih hidup, mereka tentu akan jauh lebih mudah memaafkan kalian ...
... ah sudahlah, aku tak mau berlama-lama di dunia ini, mulai detik ini kalian dapat melanjutkan hidup masing-masing. Tebuslah, apapun yang dapat kalian tebus. Kembalilah pada kebaikan yang dulu pernah kalian miliki. Aku Supri, pamit undur diri dan terima kasih telah menonton ...
... dan terima kasih telah mengunjungi Bioskop Memoar. Sampai jumpa, di masa nanti." tutup Supri yang langsung membuat layar kembali gelap.

Seketika seluruh tubuh para penonton kembali dapat digerakan, akan tetapi tak ada semenit mereka semua langsung pingsan.
Tiba-tiba para penonton terbangun saat lampu teater satu dinyalakan dan tentu semuanya terkejut melihat isi ruangan itu tampak berantakan tak terurus, seolah sudah lama terbengkalai.

Seketika, kesepuluh penonton film "Sang Pengawas" itu berlarian ke arah pintu keluar.
Mereka sampai ke lobi dan lagi-lagi dikejutkan oleh seisi ruangan yang sudah hancur, kotor dan bau seperti bekas terbakar.

Hingga saat menuju pintu keluar Bioskop, mereka sadar, bangunan itu nampak seperti sudah lama tak beroperasi.
Lalu muncul 2 Satpam salah satu Bank yang berjarak dua bangunan dari Bioskop.

"Selamat malam, mohon maaf, ini kalian semua rame-rame abis ngapain keluar dari Bioskop ini?"

"Loh bapak gimana? kalo keluar dari Bioskop tandanya ya kami abis nonton film Pak," bentak Pak Herman
Kedua Satpam itu saling bertatapan keheranan. Seorang di antaranya bertanya, "Mohon maaf Pak, nonton film? Bapak gak salah?"

"Iya, kami abis nonton film judulnya Sang Pengawas," jawab Pak Herman

"aduh gimana ya Pak, saya bingung jelasinnya" ujar Satpam itu
"heh, coba ngomong yang bener!" kembali Pak Herman membentak.

Satpam itu dengan lembut menjawab, "Mohon maaf mungkin kalian bakal kaget. Tapi, Bioskop ini sudah sebulan tak beroperasi setelah kebakaran hebat dan ada satu orang yang jadi korban"

"Siapa?!" tanya Pak Herman
"kalo gak salah namanya Supri, yang jaga loket Pak, yang maaf, giginya tonggos. Dia jadi korban satu-satunya waktu lagi evakuasi semua pengunjung, dia telat keluar, mayatnya ditemukan di loket. Maaf, hanya itu, kami ijin pamit, mari!" tutup Satpam itu yang langsung berlari.
Pak Herman, Pak Dodi dan keluarganya, Freddy, Veni, Andri, Alfian serta Aji hanya terdiam setelah mendengar penjelasan dari Satpam tadi.

Aneh, bingung, takut dan penasaran tentang semua yang telah mereka alami termasuk bagaimana bisa mereka ada di sini, dan soal Supri.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Pak Herman menyerahkan diri ke pihak berwajib dan mengakui perbuatannya terhadap lokalisasi di kotanya.

Hal yang sama dilakukan oleh trio Mahasiswa, mereka mengakui telah membunuh Topan atas perintah Pak Rektor kampusnya.
Lain halnya dengan Freddy, ia memutuskan kekasihnya Veni dan menikahi perempuan lain, Veni yang tak jadi ia bunuh.

Sementara Pak Dodi dan istrinya bersepakat untuk tak jadi bercerai. Keduanya malahan merayakan pesta ulang tahun pernikahan pada minggu depan.

***
"Setiap perkataan yang menjatuhkan, tak lagi ku dengar dengan jelas. Juga tutur kata yang mencela, tak lagi ku cerna dalam jiwa ...." terdengar seseorang tengah bernyanyi dari dalam kamar.

Sang Ibu yang tentu mendengar suara dari dalam kamar Supri hanya bisa menangis.

- TAMAT -

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with nana ariadi

nana ariadi Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(