Restu Wiraatmadja Profile picture
May 29, 2023 163 tweets 19 min read Read on X
''JANGGAL''
LUWANG MAYIT-2 (BISIKAN KEMATIAN)
@bacahorror #bacahorror #ceritaserem #ngunduhjiwo #luwangmayit #pesugihan Image
Yang baru follow atau baru ngikutin, cerita ini adalah kelanjutan dari Ngunduh Jiwo.

Untuk part-1 Luwang Mayit saya drop sini, ya

Ngunduh Jiwo part 1 sampai 12 saya drop ke sini ya
Keinginan akan selalu berubah-ubah dan terkadang, sebuah janji akan dengan mudahnya diingkari mana kala semua keinginan tersebut sudah didapatkan dengan mudahnya.
Begitulah manusia dan kehidupannya. Mereka akan berpura-pura menjadi lupa tatkala apa yang diinginkannya benar-benar sudah terwujud dan terlepas dari semua yang telah mereka perhitungkan sejak awal.
Semenjak perjanjian antara Pak Terjo dan Mas Jagat diterima dengan mudahnya, hal yang tidak diduga-duga mengalir begitu deras di tiap harinya.
Benar apa yang dikatakan oleh Mas Jagat, pak terjo mendapatkan apa yang dia inginkan agar bisa lebih lama bertahan hidup.
Kehidupannya berubah drastis hingga tidak diperkirakan sebelumnya. Keluarga mereka tidak pernah lagi merasakan kelaparan dan hal-hal aneh lainnya.
Mungkin saja, ini semua ada kaitannya dengan apa yang telah Pak Terjo lakukan tatkala salam kesepakatan antara dirinya dan juga Mas Jagat dilakukan.
‘’Bu! Kita gak akan kelaparan lagi!”
‘’Alhamdulillah, pak. Kita bisa makan tiap hari.’’
‘’Bu, kabarnya, aku akan memiliki sawah di ujung hilir desa ini. Aku ingin jadikan sawah itu sebagai aset terbesar keluarga kita.’’
Ibu Sri terdiam sejenak. Raut wajah kebahagiaannya pudar manakala Pak Terjo mengucapkan kata ‘’sawah’’ beserta dengan impian-impiannya.
‘’Sawah?” Tanya Ibu Sri
‘’Iya, bu. Kita akan punya sawah.’’
‘’Dari mana Bapak dapatkan itu?’’
‘’Bapak bekerja, bu.’’
‘’Kerja apa?’’
Tidak bisa dipungkiri, kali ini, pak terjo mati kutu dibuat oleh pertanyaan Ibu Sri. Alisnya yang semula naik, kini turun mendatar seperti orang yang menelan kekecewaan.
‘’Bapak kerja di salah satu juragan besar, bu.’’
‘’Juragan besar? Di Desa Wongso? Juragan apa?’’
Pak Terjo terus memutar otaknya. Berharap, dia menemukan sebuah kalimat yang menjadi alasan pakem atas segala pertanyaan yang dilontarkan oleh isterinya tersebut.
Kedua tangannya tampak memainkan jari-jemari. Sepertinya, pak terjo tidak bisa memikirkan apapun untuk bisa memberikan penjelasan serta pengertian terhadap situasi yang sedang di hadapinya saat ini.
‘’Kerja apa, pak? Ibu penasaran.’’
‘’Sudahlah, bu. Yang penting, nanti Bapak akan dapat sawah dari juragan tersebut.’’
‘’Maksud Bapak, nanti juragan itu akan memberikan tanah dan sawah untuk kita dan hasilnya akan dibagi sesuai perjanjian?’’
‘’Nah, benar. Itu maksud Bapak.’’
Tiba-tiba saja, ibu sri menjelaskan dengan polosnya akan hal yang tidak diketahui oleh Pak Terjo.
‘’Bilang toh kalo gitu. Ya sudah, pak. Ibu mau sholat dulu.’’
Pak Terjo mempersilahkan isterinya untuk melaksanakan sholat. Sedangkan dirinya, dia hanya bisa melamuni luaran rumah sembari menatap pepohonan pisang yang masih tumbuh liar di sekitaran rumahnya.
Semakin ia menatap ke arah pepohonan pisang, suasana di luaran semakin gelap. Wajar saja ketika sudah memasuki waktu di penghujung sore, suasana di Desa Wongso akan berubah menjadi sangat sunyi.
Ingatannya masih tertuju terhadap seorang wanita tua yang sedang berdiri di dekat pintu dengan diikuti sosok pocong hitam di belakangnya.
Pak Terjo sendiri belum mengetahui dengan pasti akan apa yang membuat adik kandungnya itu mau menikahi seoranag wanita yang berasal dari Desa Witari.
Tidak dibayangkan, sewaktu pernikahan adiknya itu berlangsung, mas jagat sudah memberikan peluang besar kepada Pak Terjo dan juga Ibu Sri.
Peluang besar itu semacam sebuah perjanjian yang nantinya akan membuahkan dampak besar bagi keluarganya jika menyepakati seluruh kesepakatan yang sudah diberikan oleh Mas Jagat.
Sembari menatap pepohonan pisang, pak terjo bergumam dengan sendirinya,
‘’Jagat … Apa sebenarnya pilihan hidupmu? Mengapa kau menawarkan terhadap sebuah penawaran yang tidak kurang meyakinkan?”
Semakin lama dirinya menatap pepohonan pisang, semakin aneh sesuatu yang dilihatnya dari dalam rumah.
Awalnya, pepohonan pisang itu tampak normal saja. Namun, lama kelamaan, kedua mata Pak Terjo melihat gambaran aneh seperti bayangan hitam yang sedang berdiri tegak dengan pandangan mengarah ke arah bangunan rumahnya.
‘’Apa itu?’’
Semakin ditatap, bayangan tersebut seperti membentuk seperti sebuah sosok dengan bungkusan hitam yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali hanya bagian wajah yang masih terlihat dengan jelas.
Karena penasaran, pak terjo pun akhirnya memberanikan diri untuk melihatnya secara langsung, namun, belum juga dirinya membuka pintu, tiba-tiba, dia dikejutkan dengan sebuah bisikan yang datangnya entah dari mana.
‘’TEPATI JANJIMU!’’
Pak Terjo kaget mendengarnya. Dia hampir saja terjatuh oleh sebab bisikan aneh yang baru saja didengarnya itu.
Sejauh ini, dia belum pernah mendapatkan sebuah bisikan aneh yang mengarahkan kepada perjanjian yang telah dibuatnya bersama Mas Jagat.
‘’Jagat … Apakah ini ulahmu?’’
Pak Terjo tidak menyangka jika apa yang baru saja dilihatnya adalah sosok yang sama seperti saat dirinya hendak meninggalkan rumah besar tersebut.
Ia berusaha untuk menyampingkan segala rasa takut yang mungkin saja tercipta akibat kemunculan sosok pocong ireng itu.
Dengan hati yang was-was, ia pun memilih untuk masuk ke dalam rumah dan melupakan segala hal yang sudah dia lihat.
Suara adzan maghrib berkumandang. Ibu Sri meminta kepada Pak Terjo untuk melaksanakan sholat maghrib berjama’ah. Akan tetapi, sungguh tidak diduga jawaban dari Pak Terjo yang menolak dengan mentah-mentah ajakan baik dari isterinya tersebut.
‘’Pak? Ayo sholat maghrib berjama’ah.’’
‘’Gak dulu, bu. Bapak mau nemuin seseorang.’’
‘’Kan bisa habis maghriban dulu.’’
‘’Tapi kayaknya memang habis maghrib, bu. Soalnya, orang yang mau nemuin Bapak akan datang tepat di waktu maghrib.’’
Ibu Sri masih belum memahami kalimat yang dimaksudkan oleh suaminya tersebut. Bagaimana bisa jadwal pertemuan tersebut tepat di waktu maghrib.
Tidak berselang lama, pak terjo pun keluar rumah tanpa ada salam hangat untuk sang isteri.
Berbagai perilaku aneh yang kerap kali Ibu Sri ketahui sudah terlihat sejak kepergian Pak Terjo menuju Desa Witari.

Hanya saja, ibu sri benar-benar belum mengetahui dengan jelas akan orang yang ditemui oleh suaminya dan siapa juragan yang dimaksud oleh suaminya tersebut.
Tiap kali Ibu Sri menanyakan akan hal itu, selalu saja Pak Terjo langsung emosi. Dia kerap memarahi isterinya dan mengatakan jika apa yang selama ini sedang dia lakukan tidak pernah disyukuri jalan prosesnya.
Sampai akhirnya, sang anak yaitu Dini, dia sendiri melihat ada yang aneh tepat di setiap waktu maghrib.
Dini sering merengek ketakutan sambil menunjuk-nunjuk ke arah depan rumahnya. Baru kali ini, dini melihat sesuatu yang tidak bisa diihat oleh kedua orang tuanya.
Dini berteriak dengan kencang sambil menutupi kedua matanya,
‘’Setaaaaaaaaaan!!’’

Ternyata, kedatangan dari sosok pocong ireng tersebut bertujuan sebagai pertanda bahwa anak kecil yang nantinya akan dijadikan sebagai ikatan perjanjian di masa yang akan datang.
Dini harus rela menjadi penerus dari perjanjian yang dilakukan oleh Pak Terjo dan mengabdi kepada Keluarga Mbah Asih.
15 Tahun kemudian …
Dini dan kedua orang tuanya berencana untuk berangkat menuju ke arah sawah milik mereka. Sudah menjadi hal yang biasa, mereka akan berangkat bertiga dan secara bersamaan.
Kecuali jika ada salah satu dari mereka yang sakit. Tentu saja, mereka akan memilih untuk memberikan waktu beristirahat agar pekerjaan selanjutnya dijalankan oleh mereka yang masih sanggup untuk pergi ke sawah.
‘’Pak, bu. Bapak sama Ibu masih inget, gak? Dulu, aku pernah lihat pocong ireng di depan rumah? Nah, tadi barusan, aku lihat sosok yang sama di bawah ranjangku.’’ Ucap Dini
Pak Terjo dan Ibu Sri hanya menyimak. Sambil menatap ke arah sawah mereka yang sudah semakin luas, keduanya masih mendengarkan ocehan aneh yang terus menerus diucapkan oleh Dini.
‘’Dia (Pocong Ireng) pake kain kafan warna hitam, bu. Wajahnya gosong.’’
‘’Ya kalau pocong ireng, pocongnya pasti hitam. Masa iya merah.’’
‘’Bu, ini serius. Aku lagi gak bercanda. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kalau pocong ireng itu ternyata dua kali ini mendatangiku.’’
‘’Dua kali?’’ Tanya Pak Terjo
Tiba-tiba saja, pak terjo ikut dalam pembahasan. Entah apa yang merasuki Pak Terjo sampai-sampai dirinya sangat tertarik untuk mengetahui lebih dalam akan apa yang selama ini sudah terjadi kepada putrinya.
‘’Iya, pak. Aku rasa, kita diteror sama keluarga dari Bunda Melati.’’
‘’Huss … Cangkemmu! Bunda Melati wes sedo!’’
(Huss … Mulutmu! Bunda Melati sudah meninggal)
‘’Loh, bu. Kan karena itu … Mereka berencana untuk membalaskan dendam atas kematian Bunda Melati.’’
Omongan Dini makin tidak terarah. Dia masih saja mengaitkan segala kejadian yang sudah terjadi masih ada hubungannya dengan Bunda Melati.
Hal ini membuat Pak Terjo sedikit naik pitam. Ia pun membesarkan nada bicaranya untuk mematahkan pemikiran Dini yang sudah sangat berlebihan.
‘’ITU SEMUA HANYA MIMPI! POCONG IRENG ITU GAK ADA SAMA SEKALI! BUNDA MELATI JUGA UDAH MATI! JADI, JANGAN BERPIKIRAN YANG ANEH-ANEH LAGI!”
Ibu Sri dan juga Dini terkejut mendengar teriakan kencang dari Pak Terjo. Baru kali ini mereka berdua melihat Pak Terjo seperti orang yang sedang dalam kondisi stress berat.
Entah itu karena pikiran buruk dari Dini yang terus menerus mengatakan pocong ireng hingga mengaitkannya dengan kematian dari Bunda Melati, atau memang ada unsur lain yang membuat hati dan pikirannya tidak nyaman sewaktu Dini menceritakan akan kemunculan sosok pocong ireng.
Pak Terjo pun melangkah lebih dulu. Ia meninggalkan anak dan isterinya yang masih dalam kebingungan akan perbedaan sifat yang baru saja terjadi baru-baru ini.
‘’Bu? Kok Bapak kaya gitu yo jadinya?’’
‘’Mungkin Bapakmu masih banyak pikiran. Sudah-sudah, kita lanjut aja. Kita selesaikan pekerjaan kita sebelum nanti Bapakmu makin marah.’’
Mereka berdua akhirnya menyusul Pak Terjo yang suasana hatinya lagi kurang membaik. Walau bagaimana pun juga, pak terjo sendiri telah berusaha keras untuk menghidupi keluarganya.
Sehingga, apapun nantinya yang terjadi, pak terjo akan menjadi pusat dari keluarga yang mampu mempertanggung jawabkan semuanya tanpa melibatkan orang-orang yang ada di sekitarannya.
Sementara itu …
Desa Tejo Kromo
Langkah kaki pria tua berjalan ke arah rumah yang sudah ramai dengan banyak orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.
Selain itu, pria tua itu juga tampak cuek dengan tangisan yang bercampur dengan teriakan akan tidak terimanya kematian salah seorang anggota keluarganya.
Pak Sumardi dan Jeka. Keduanya sekarang meneruskan perjuangan dari Ibu Sumi yang sudah gugur. Namun, karena jenazahnya seorang wanita, maka, pak sumardi dan Jeka tidak turut hadir dalam memandikan jenazah tersebut.
Kedatangannya bukanlah sebuah berita yang baik. Jika Pak Sumardi telah membawa peralatan seperti minyak, sisir dan hal lainnya di salah satu rumah warga.

Berarti, besar kemungkinan kedatangannya adalah memberikan duka bagi keluarga tersebut.
Kali ini, pak sumardi mendatangi salah seorang rumah warga untuk bermaksud memandikan jenazah.

Namun, karena memang jenazahnya wanita, kali ini, pak sumardi kedatangan seorang pemandi jenazah wanita baru.
Ada wanita lain yang bernama Bi Ipah. Dia masih dalam satu keluarga dengan Pak Sumardi. Hanya saja, bi ipah ini baru saja tinggal di desa Tejo Kromo semenjak kematian dari saudarinya yaitu Ibu Sumi.
Kedatangan Pak Sumardi, jeka dan juga seorang pemandi jenazah wanita baru disambut hangat oleh keluarga almarhumah.
Mereka berdua segera menemui keluarga Rumi untuk menanyakan terkait keadaan Almarhumah dan kapan proses pemandian akan dilaksanakan.
‘’Pak Sumardi … ‘’ Ucap dari Keluarga Rumi
‘’Sudah siap semuanya?’’ Tanya Pak Sumardi
‘Saya gak sanggup lihat jenazah putri saya.’’
‘’Mengapa memangnya?’’
‘’Bapak boleh melihatnya sendiri sebelum dimandikan.’’
Akhirnya, mereka bertiga pun diberi kesempatan untuk melihat jenazah wanita yang nantinya akan dimandikan oleh Bi Ipah.
Akan tetapi, saat mereka memasuki sebuah kamar yang di dalamnya sudah terdapat jenazah wanita, mereka bertiga terkejut saat melihat posisi dari kepala jenazah tersebut sudah berada di bagian belakang.
‘’Mardi … ‘’ Ucap Bi Ipah
‘’Ndalem.’’ Jawab Pak Sumardi
‘’Wedok iki wes didadike tumbal.’’
(Perempuan ini sudah dijadikan tumbal)
‘’Tumbal? Soko sinten, bi?”
(Tumbal? Sama siapa, bi?)
Bi Ipah tidak menjawab pertanyaan dari Pak Sumardi. Dia lebih memilih untuk meninggakan ruangan dan bersiap diri untuk memandikan jenazah yang kelak menjadi tugas terberatnya saat ini.
Pak Sumardi mengikuti langkah Bi Ipah. Begitu pun juga dengan Jeka. Sepertinya, mereka bertiga ingin mengobrol lebih dalam terkait dengan kejadian aneh yang baru-baru saja terjadi terhadap jenazah wanita tersebut.
Mereka berjalan menuju tempat yang letaknya sedikit menjauh dari rumah almarhumah. Entah karena apa Bi Ipah melakukan hal ini, namun, dirinya merasakan hal yang tidak biasa saat melihat jenazah aneh tersebut.
‘’Aku tidak ingin menerima jenazah wanita itu. Aku tidak ingin memandikannya.’’ Jelas Bi Ipah yang tiba-tiba meminta kepada Pak Sumardi untuk membatalkannya
‘’Bi, ada apa? Kalo semisal gak ada yang mandiin, bisa dapat dosa besar kita semua. Kan itu kewajiban kita sebagai pemandi jenazah.’’ Jelas Pak Sumardi
Bi Ipah tidak menjawab sama sekali.
Ia hanya menggigiti jari jempolnya sembari melihat raut wajah keluarga almarhumah yang sedang dilanda kebingungan sekaligus penuh kesedihan akan kematian misterius dari anak perempuannya.
‘’Bi? Bi Ipah gak ingat? Dulu, sumi juga pernah menghadapi hal yang sama bahkan lebih parah.’’ Jelas Pak Sumardi
‘’Justru itu … ‘’
‘’Justru itu?”
‘’Kematian Sumi disebabkan karena dirinya telah merelakan diri untuk memandikan jenazah yang telah ditumbalkan.’’
Pak Sumardi tidak terkejut dengan kejadian itu. Dia menyadari bahwa isterinya telah melakukan sebuah perbuatan yang benar bahkan memperjuangkan hak-hak korban yang telah ditumbalkan pada insiden ngunduh jiwo.
Akan tetapi, takdir berkata lain. Tidak semua terkait apa yang kita inginkan, semuanya akan benar-benar terjadi dengan sempurna.
Bahkan, mereka juga makin menyadari akan pekerjaan berat yang sesungguhnya adalah orang-orang yang mengurusi jenazah.
Bukan hanya karena persoalan memandikan, mengurusi, mengkafani, lalu menyolati korban.
Akan tetapi, mereka juga berhak memandikan serta membersihkan segala sesuatu yang tertempel di badan sang jenazah. Baik itu hal yang kurang baik ataupun kecacatan yang dimiliki oleh sang jenazah.
Selain memandikan, jenazah dan yang lainnya, tugas terberat dari seorang pemandi jenazah dan pengurusnya adalah merasakan hawa yang kurang tidak disukainya.
Beruntung jika sang jenazah benar-benar dalam keadaan yang baik-baik saja. Dalam artian, jika meninggal dalam keadaan yang baik, maka, tidak aka nada halang rintangan dan yang lain sebagainya.
Namun, jika jenazah dalam keadaan yang kurang tidak baik, maka memungkinkan adanya bentrokan energi yang mampu membuat pemandi jenazah merasakan hal yang kurang tidak disenanginya.
Paksaan yang diberikan Pak Sumardi membuat Bi Ipah terus berpikir berulang kali. Dia sadar, saudarinya (Bu Sumi) meninggal karena hal yang sama.
Entah karena memang takdir yang sudah menggariskan perjalanan hidupnya, akan tetapi, mau tidak mau, bi ipah harus siap menanggung resiko besar tersebut.
‘’Bi … Aku mohon …’’ Ucap Pak Sumardi
‘’Baiklah … Akan aku lakukan dengan satu syarat. Aku lakukan ini agar nantinya aku pribadi tidak terjun ke dalam kasus yang sama.’’
‘’Satu syarat? Apa itu, bi?’’
‘’Aku minta, tatkala semuanya sudah diselesaikan, aku tidak ingin mencampuri lebih dalam akan penyebab kematian dari wanita itu yang jelas-jelas karena telah dijadikan tumbal oleh tuannya.’’
Pak Sumardi mengangguk paham. Ia tahu, apa yang dilakukan oleh Bi Ipah memang seharusnya dia lakukan agar tidak terkena dengan kasus yang sama.
Lebih dalamnya lagi, bi ipah ingin menjaga dirinya sendiri agar apa yang terjadi setelah dia memandikan dan mengurusi jenazah tersebut,
dia benar-benar terhindar dari rongrongan terror yang menghantuinya. Setelah disepakati, akhirnya, bi ipah mau memandikan jenazah seorang wanita yang kepalanya sudah terbalik ke arah belakang.
Ini adalah kasus pertama yang ditangani oleh Bi Ipah mengingat kematian aneh yang sering terjadi di desa Tejo Kromo meningkat setelah berlakunya insiden Ngunduh Jiwo.
Mereka kemudian kembali lagi ke lokasi semula. Keluarga almarhumah telah menunggu sejak lama. Mereka takut jika anaknya tidak jadi dimandikan diurusi.
Sesampainya di hadapan keluarga almarhumah, pak sumardi meminta satu hal kepada mereka,
‘’Tolong rahasiakan akan kematian aneh Putri Bapak. Saya tidak mau, jika kasus yang sama akan terjadi lagi dan issue akan hal-hal yang kurang mengenakkan menimpa kami dan juga Keluarga Bapak.’’
‘’Ba—baik, pak. Akan saya rahasiakan semuanya. Saya mohon, agar anak saya dikebumikan layaknya manusia pada umunya.’’
‘’Itu pasti.’’
Pak Sumardi pun meminta kepada orang tua almarhumah tersebut untuk membawa si almarhumah ke tempat pemandian jenazah sebelum nantinya jenazah tersebut dimandikan.
Jika telat dan berlama-lama dalam prosesnya, maka resiko terbesarnya adalah jenazah tersebut tidak bisa diluruskan kembali tubuhnya.
Beberapa anggota keluarga dari Almarhumah pun membawa tubuh Almarhumah menuju ke tempat pemandian jenazah.

Pak Sumardi dan Bi Ipah segera melakukan tugasnya untuk memandikan jenazah tersebut. Namun, sebelum mereka Bi Ipah memandikan jenazah, tugas penting dari Bi Ipah adalah
‘’Memastikan kepalanya aman’’
‘’Bruk.
Bi Ipah sebelumnya sudah meminta kepada pihak keluarga ketika hendak ingin memandikan jenazah nanti, dia ingin meminta sebuah tempat untuk memberikan kenyamanan pada posisi kepala si jenazah.
Tubuh si almarhumah sudah berada di tempat pemandian. Tirai sudah ditutup dengan rapat. Bi Ipah sudah siap melakukan tugasnya.
Percikan air sudah memenuhi tong besar yang biasa digunakan untuk memandikan jenazah. Di luaran, suara reramaian orang-orang mulai terdengar karena keranda mayit sudah tiba.
Akan tetapi, suara riuh dari orang-orang yang sedang menunggu akan persiapan jenazah seperti membawa beban bathin bagi Bi Ipah sendiri.
Mereka semua penasaran dengan apa yang terjadi di tempat pemandian karena waktu penguburan sudah mundur dari ketetapan yang biasa dilakukan.
Dia bahkan tidak fokus untuk memulainya dari mana. Bi Ipah hanya membutuhkan fokus yang tinggi serta kesabaran yang luas untuk bisa kembali mengurusi jenazah wanita tersebut.
Saat Bi Ipah menanggalkan satu persatu pakaian yang dikenakan jenazah, bi ipah terkejut saat kondisi tangan dari jenazah telah ditutupi oleh kain berwarna hitam.
Ia bahkan mencium bau yang tidak sedap dari tangan si jenazah tersebut. mau tidak mau, bi ipah segera membuka kain yang membaluti tangannya untuk melihat apa yang terjadi sampai dibaluti oleh kain berwarna hitam.
Setelah Bi Ipah membuka kain hitam yang membaluti tangannya, wajah Bi Ipah mendadak menjadi penuh ketakutan.
Ia tidak sanggup untuk melanjutkannya tatkala melihat sesuatu yang mengerikan benar-benar terjadi kepada si jenazah wanita ini.
‘’Nduk! Apa yang kamu lakukan sampai-sampai semua hal buruk ini terjadi di hari kematianmu?’’
Pak Sumardi yang mendengar hal tersebut langsung panik. Kasus yang sama mirip seperti saat dimana Ibu Sumi memandikan jenazah misterius yang seluruh tubuhnya menekuk.
‘’Bi! Ada apa?’’
‘’Mardi! Aku tidak bisa melanjutkan ini! Ini di luar nalar kita! Biarkan orang yang yang mampu untuk menangani jenazah ini.’’ Ucap Bi Ipah dari dalam tempat pemandian jenazah
Hatinya begitu tidak tenang. Ia sama sekali merasakan kengerian yang luar biasa tatkala mendapati jenazah semacam ini.
Mungkin, jenazah yang meninggal dengan kepala terbalik itu telah mengejutkan sesuatu kepada Bi Ipah sampai-sampai ketakutan itu muncul dalam ucapan Bi Ipah.
Belum saatnya untuk Pak Sumardi turut bercampur tangan dalam masalah ini. Dia harus bisa menunggu dan mempercayakan ini semua kepada Bi Ipah.
‘’Bi Ipah?” Ucap Pak Sumardi
Pak Sumardi hanya bisa melihat dari luaran. Siluet bayangan Bi Ipah yang sedang terduduk benar-benar terlihat dengan jelas.
Sepertinya, tekanan kali ini lebih berat dari biasanya. Sedikit membedakan dari apa yang sudah terjadi kepada Ibu Sumi waktu pertama kali mendapati jenazah aneh dan misterius.
Lagi-lagi, kasus yang sama lebih mengerikan. Tekanan bathin benar-benar dirasakan oleh Bi Ipah sampai-sampai dirinya tidak ingin melanjutkan memandikan jenazah wanita malang itu.
Bi Ipah masih terduduk sembari memegangi besi ranjang pemandian jenazah tersebut. Dia terus menerus meyakinkan dalam diri agar bisa melakukannya dan menyelesaikan tugasnya dengan secepat mungkin.
Namun, ini bukan soal untuk dapat melakukannya dengan cepat atau tidak. Ini persoalan dimana Bi Ipah harus benar-benar mengontrol emosinya dalam merasakan hawa keberadaan yang kurang mengenakkan sewaktu melihat luka di tangan wanita tersebut.
‘’Nduk … Aku minta maaf. Aku tidak bisa meneruskannya. Aku tidak mampu melakukan perintah terakhir Tuhan untuk mengurusi tubuhmu ini. Maafkan aku ya, nduk … ‘’
Selama Bi Ipah melakukan tugasnya, dia tidak pernah mendapati jenazah se-ekstrim yang pernah dilalui oleh Ibu Sumi.
‘’Maafkan aku, nduk. Aku tidak bisa. Aku tidak seperti saudariku yang dengan ikhlasnya menerima semua rasa sakit orang-orang yang akan dikebumikan.
Aku tidak mau kehilangan diriku yang berharga ini. Aku telah kehilangan saudariku untuk selama-lamanya … ‘’
Alasan utama dari Bi Ipah tidak sanggup memandikan jenazah tersebut karena dia mengenal dan mengetahui secara jelas resiko yang akan di hadapinya.
Mungkin tidak sekarang. Akan tetapi, semua keberlanjutan yang akan terjadi, semuanya akan terasa lebih cepat jika langkah yang diambilnya benar-benar salah.
‘’Bi! Aku mohon … ‘’
‘’Aku gak bisa, mardi.’’
‘’Pihak keluarga mempercayai kita, bi.’’
‘’Aku tidak ingin seperti Sumi.’’
‘’Bi … ‘’
Bi Ipah mengingat sesuatu. Dia teringat akan perkataan dari salah seorang yang sangat disayanginya. Perkataan itu adalah perkataan resmi dari Ayahnya yang merupakan tukang memandikan jenazah.
Entah mengapa, bi ipah seperti terobsesi untuk bisa mengikuti jejak ayahnya. Mungkin, dengan menjalani pekerjaan seikhlas-ikhlasnya, dia akan mendapatkan ketenangan seluas lautan.
‘’Sumi … Ipah … Kelak, jika nanti kalian menolong seseorang, jangan melihat kecacatan dalam orang tersebut. Namun, lihatlah hati kalian masing-masing. Hati kalian bahkan sejernih air dan lebih putih warnanya dari kain kafan.
Kalian semua akan melakukan pekerjaan yang sangat disenangi Tuhan.’’
Tiba-tiba, bi ipah kembali bangkit dari duduknya. Ia melepaskan rasa takutnya dan memilih untuk melanjutkan tugas mulianya.
Dengan keyakinan yang kuat, bi ipah kembali meneruskan pekerjaannya. Dia membuka perlahan kain hitam yang membaluti tangan si jenazah dan membersihkan luka di tangan wanita tersebut.
Tentu saja, bi ipah melakukan hal ini wajah yang tidak biasa. Namun, dia ingat akan pesan dari Ayahnya dan juga perjuangan besar yang telah dilakukannya.
Selama dalam membersihkan tangan si wanita tersebut, lehernya sering merasakan hawa merinding yang sangat besar. Di bagian telinganya sering terdengar angin kecil seolah-olah ada yang meniupnya dari belakang.
Lalu, muncul bisikan-bisikan aneh yang kerap datang secara tiba-tiba. Mula-mula, suara bisikan itu hanya bisikan-bisikan yang mungkin tercipta akibat ketakutannya sendiri.
Namun, lama kelamaan, bisikan itu muncul dan tercipta bukan karena ketakutannya semata. Bisikan itu benar-benar adanya dan jelas keberadaannya.
‘’Kok aku merasa da yang bisikin aku, ya?”
Bi Ipah tidak ingin mengambil lebih dalam resiko tersebut. Ia lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaannya dan berharap semuanya terselesaikan tanpa ada kendala yang aneh-aneh lagi.
Telapak tangan Bi Ipah mulai dioleskan dengan sebuah minyak. Setelah dioleskan ke telapak tangan, mula-mula Ibu Sumi mulai membereskan bagian kepala yang sedikit miring. Namun tetap saja, tidak ada perubahan.
Resiko yang besar saat dirinya memandikan jenazah adalah dia juga merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan jenazah.

Sempat Bi Ipah mengucapkan sesuatu seperti merasa kesakitan, pak sumardi pun segera menanyakan apa yang terjadi di tempat pemandian tersebut.
‘’Bi? Kenapa?’’
‘’Sebentar lagi akan selesai.’’
Hati Bi Ipah sempat terheran-heran dengan si jenazah tersebut.
‘’Apa yang membuatmu seperti ini, nduk? Mengapa kepalamu bisa terbalik seperti ini? Orang jahat mana yang telah melakukan ini, nduk?”
Tatkala Bi Ipah mengatakan hal tersebut, tiba-tiba, dari arah kanan telinganya, dia mendengar sesuatu yang tidak diduga-duga.
‘’SUJANMO TAN BISO PINILOYO!’’
Bi Ipah terkejut mendengar hal tersebut. Dia kemudian menatap ke segala arah sembari tangannya membersihkan sela-sela jari wanita tersebut.
'’Suara apa itu?”
Masih belum percaya. Itu yang ada di dalam pikiran Bi Ipah tatkala mendengar suara bisikan aneh yang menggunakan bahasa jawa.
Bahkan, dirinya sendiri masih belum mengerti arti dan makna yang terkandung dalam bisikan yang barusan dia dengar.
‘’SUJANMO TAN BISO PINILOYO? Aku tidak mengerti apa maksudnya.’’
Saat dirinya sedang kebingungan untuk mencari makna tersebut, hal yang di luar nalar kembali terjadi.
Saat dimana dirinya sedang membersihkan jari-jemari si jenazah, tiba-tiba, jari-jemari si jenazah bergerak dengan sendirinya dan menggenggam sesaat tangan Bi Ipah.
‘’Astaghfirullah!’’ Teriak Bi Ipah
Lagi-lagi, pak sumardi semakin khawatir. Dia takut hal yang sama terjadi kepada Ibu Sumi. Dia bermaksud untuk menerobos ke dalam tempat pemandian tersebut.
Entah sudah berapa lama tahap pemandian dilakukan, namun, durasi waktunya tidak lama seperti saat dimana Pak Sumardi dan Ibu Sumi mengurusi jenazah-jenazah lainnya.
‘’Nduk? Pesan apa yang mau kau sampaikan?” Tanya Bi Ipah
Wajah dari wanita yang sudah memucat itu benar-benar seperti bergerak dan hidup kembali. Bi Ipah harus bisa mengetahui apa yang memang dibutuhkan oleh si jenazah.
Dia sudah memutuskan untuk merasakan segala resiko yang akan terjadi tatkala dirinya sudah membantu jenazah tersebut.
Dengan perlahan, bi ipah pun mendekatkan telinganya ke bagian mulut wanita tersebut. Dia memberanikan diri untuk mendengar ucapan terpendam yang ingin dia ketahui agar bisa membebaskan wanita tersebut.
Dan benar saja, dia mendengar sesuatu yang terucap walaupun itu tidak jelas. Kalimat itu berbunyi terhadap sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
‘’Luwang Mayit.’’
Kalimat yang baru saja diucapkan oleh jenazah tersebut membuat Bi Ipah tidak bisa berkata-kata. Walaupun bibir dari si jenazah itu tidak bergerak, namun, dia dengan sangat jelas mendengarkan kalimat tersebut.
‘’Luwang Mayit?’’
Dengan cepat, bi ipah segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia harus memberitahukan hal ini kepada Pak Sumardi akan kejanggalan yang menipa kepada jenazah wanita tersebut.
Selesai Bi Ipah menyelesaikan semuanya, dia langsung meminta kepada Pak Sumardi untuk mencari tempat yang kosong agar bisa membicarakan ini semua.
Setelah usai mengkafani, jenazah tersebut kemudian di sholatkan. Banyak para warga yang sudah menunggu. Mereka segera memasuki rumah untuk menyolatkan si jenazah tersebut.
Dari kejauhan, pak sumardi, jeka dan juga Bi Ipah hanya terduduk diam. Keduanya benar-benar merasa ada lelah dan pegal-pegal setelah melalui semua proses itu.
Sebelum jenazah di bawa menuju ke pemakaman, pak sumardi menanyakan kepada Bi Ipah terkait apa yang baru saja terjadi sampai-sampai dirinya merasa ketakutan.
Padahal, ibu ipah terbilang sudah berpengalaman sama seperti Ibu Sumi
Namun, dilihat dari raut wajah yang tergambarkan saat itu, wajah Bi Ipah terlihat sangat pucat dan penuh tekanan.
‘’Apa yang aneh dari jenazah wanita itu, bi?”
Tanya Pak Sumardi

‘’Mungkin, ini yang sudah dirasakan oleh Sumi sewaktu dirinya hendak mengurus jenazah wanita yang meninggal dalam keadaan aneh.’’
Pak Sumardi tidak mempercayakan hal tersebut. Dia tidak percaya jika semuanya belum usai. Setelah kematian isterinya dan juga orang-orang yang memang menginginkan hal yang sama untuk menghentikan insiden mengerikan tersebut,
apa semua darah yang berjatuhan di tanah belum cukup untuk menyelesaikan ambisi orang-orang yang melakukan kejahatan ini?

‘’Ada satu lagi, mardi.’’ Ucap Bi Ipah
Ia kemudian mendekati Pak Sumardi sembari mengatakan sesuatu yang sangat mengerikan.

‘’Aku mendengar bisikan terakhir dari wanita itu.’’

‘’Bisikan terakhir? Tidak mungkin. Jenazah mana mungkin bisa mengucapkan sesuatu.’’
‘’Dia tidak mengucapkan kalimat apapun.’’

‘’Lalu? Apa yang dimaksud dengan bisikan itu.’’

Bi Ipah menyentuh dada Pak Sumardi sembari meyakinkan jika jenazah yang akan di kebumikan, dia masih bisa memberikan pertanda-pertanda tertentu.
Namun, untuk bisa menciptakannya, dibutuhkan hati yang bersih agar bisa mendengar bisikan tersebut.
‘’Hatimu harus sejernih air dan lebih putih dari kain kafan jika ingin mengetahui bisikan tersebut.’’
‘’Maksud Bi Ipah?’’ Tanya Pak Sumardi

‘’Dia ditumbalkan. Oleh seseorang. Persis saat dimana Ibu Sumi mendapati hal yang sama terkait jenazah wanita.
Dimulai dari bagian kepala yang terbalik, namun, apakah dirimu tidak mengetahui akan sesuatu yang terbungkus di bagian tangan kanan wanita tersebut?’’
‘’Sesuatu yang aneh yang terbungkus di tangan?’’

‘’Benar. Ada sesuatu yang aneh. Ada kain hitam yang menutupi tangan kanannya. Dan ternyata, itu adalah luka yang mengerikan. Aku bahkan tidak bisa melihat dengan jelas daging di tangan kanannya itu.’’
Tiba-tiba, bi ipah merasakan mual. Dari mulutnya keluar muntahan yang sudah lama dia pendam untuk menahan bau busuk yang disumberkan dari tangan kanan jenazah wanita tersebut.

‘’Kita tidak tahu, apa yang sudah terjadi oleh wanita tersebut. Namun, mardi. Semuanya belum usai.’’
Lagi-lagi, bi ipah mengatakan hal yang aneh terkait dengan kejanggalan-kejanggalan yang telah terjadi oleh jenazah tersebut.

‘’Belum usai?’’ Tanya Pak Sumardi
‘’Ngunduh Jiwo bukanlah awal dari petaka ini. Ada kemungkinan, jika orang yang sama atau mungkin orang yang masih berkaitan dengan insiden itu, merekalah pelakunya.’’
Tidak berselang lama, kalimat tarjih sudah didengungkan. Itu tandanya, segala persiapan sudah terselesaikan. Pak Sumardi, bi ipah dan juga Jeka mulai berdiri untuk menghormati jenazah yang akan di kebumikan tersebut.
Orang-orang juga mulai mengiringi jenazah sembari mengucapkan kalimat tarjih.
‘’La ilaha illallah … ‘’
‘’La ilaha illallah … ‘’
‘’La ilaha illallah … ‘’
‘’La ilaha illallah … ‘’
Namun, ada yang aneh tatkala jenazah mulai di bawa iring-iringi ke arah pemakaman. Jeka dengan polosnya mengatakan hal yang aneh tepat di atas keranda tersebut. Dia melihat ada bayangan hitam sedang menduduki keranda tersebut dan tatapannya mengarah ke arah mereka bertiga.
‘’Pak …’’

‘’Dalem, jeka. Ada apa?”

‘’Kenapa sosok bayangan hitam itu marah ke kita?’’

‘’Sosok bayangan hitam?’’
Jeka mengangguk. Ia kemudian mengatakan lagi hal yang lebih jelas terkait sosok bayangan hitam yang sedang duduk di keranda tersebut.
‘’Bentukannya seperti pocong ireng.’’
Part-3 ini akan menceritakan asal-usul keluarga Ibu Sumi dan salah seorang wanita dari Desa Tejo Kromo yang ternyata masih ada ikatan dengan Keluarga Mbah Asih.

Upload tiap hari Rabu, bagi yang mau baca duluan bisa langsung klik lini ini ya
karyakarsa.com/Restuwiraatmad…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Restu Wiraatmadja

Restu Wiraatmadja Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @RestuPa71830152

Feb 24
Ganendra Ratri Part 2

“Kutukan 12 Ningrat”

@bacahorror #bacahorror Image
Read 151 tweets
Feb 16
MAQBAROH

“Tiap kali tangan menengadah ke atas, tetesan darah segar atau bahkan kepala pocong sudah berada di atas sela-sela jari.”

@bacahorror #ceritaserem #kuburan Image
“Wan! Jangan cepet-cepet jalannya!” Ujar Afif saat meminta kepada Ridwan, temannya, untuk tidak buru-buru dalam menjejaki tiap petak tanah kuburan yang di lewatinya
Malam itu, mereka berdua menyelinap ke sebuah pemakaman yang disebut-sebut sebagai makam terangker. Kabarnya, makam itu dijaga belasan pocong dan sosok-sosok lainnya.
Read 86 tweets
Dec 19, 2023
“Seorang wanita dengan rambut kusut dan kering ditemukan hampir
menggantung diri setelah
kedua orang tuanya menganggapnya gila. Padahal, wanita itu terkena… BUHUL RIKMO!”

Apa itu Buhul Rikmo?

@bacahorror #rambutpembawamaut Image
Kasusnya sama seperti yang ini, ya. Mari kita bahas… Image
Upload jam sabaraha nih gaes?
Read 76 tweets
Nov 29, 2023
GANENDRA RATRI (1)
(Babad Keluarga Ningrat)

''Perjalanan baru dimulai''
@bacahorror #bacahorror Image
Rules: PULAU INI MEMILIKI CIRI SIGNIFIKAN SEBAGAI PULAU TERPENCIL YANG DIHUNI BANYAK TAWANAN YANG BERHARGA.
Read 190 tweets
Nov 9, 2023
TUMBAL PERSEMBAHAN

Sebuah kisah tentang seorang anak yang menjadi tumbal persembahan
@bacahorror #bacahorror #malamjum’at
#sengkolo #malamsatusuro #satusuro #pemandimayat Image
Sengkolo diyakini merupakan sebuah energi negatif yang menyelimuti manusia, dan membuat manusia berada dalam kesialan. Orang-orang yang terlahir di weton Sengkolo sering terlibat dengan hal-hal yang tak masuk akal.
Kisah ini merupakan sebuah pengadaptasian sosial terkait dengan salah satu keluarga yang terkena tulah (musibah) akibat melanggar sebuah ketetapan yang sudah turun temurun dilakukan oleh leluhurnya.
Read 96 tweets
Nov 1, 2023
KARANG MAYANG

“Perjanjian yang terikat di saat jabang bayi masih di dalam kandungan.”

@bacahorror #bacahorror #malamjumat #ceritaserem #pesugihan Image
Jam brp nih?
Sebelum masuk ke dalam sebuah cerita, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada narasumber yang mau membagikan cerita ini.
Read 159 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(