My Authors
Read all threads
SESUDAH OMNIBUS LAW DITUNDA, @DPR_RI HARUS KRITISI PERPPU CORONA. (A Thread)
Kemarin, Jumat, 25 April 2020, Presiden @jokowi akhirnya menunda pembahasan klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
Meski penundaan ini masih jauh dari tuntutan publik yang menginginkan RUU tsb ditarik kembali, namun setidaknya penundaan tersebut tak kian memperkeruh suasana ‘lockdown’ yg sedang berlangsung di tengah masyarakat.
Sebelum penundaan itu diumumkan, kita mendengar kaum buruh mengancam akan melakukan aksi massa melibatkan 50 ribu orang jika pembahasan omnibus law ini diteruskan oleh Pemerintah dan @DPR_RI.
Ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena bisa merusak kebijakan ‘isolasi’ dan ‘social distancing’ yang tengah diterapkan untuk memutus rantai penyebaran wabah. Walaupun saya juga mendengar aksi massa tersebut akan memperhatikan jarak fisik para peserta.
Bagaimanapun, penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja memang sudah seharusnya dilakukan. Di tengah situasi krisis dan darurat nasional Covid-19, pembahasan omnibus law yg sejak awal ditolak keras oleh berbagai elemen masyarakat tsb sangatlah tak bijak.
RUU itu bukan isu mendesak yg harus diselesaikan Pemerintah dan DPR.
Saat ini, fokus Pemerintah dan @DPR_RI mestinya ditujukan pada insiatif-inisiatif mempercepat penanganan pandemi Covid-19. Kita tak ingin bernasib seperti negara-negara yg gagal menangani persoalan ini dengan benar sehingga jumlah korban sangat banyak.
DPR dan Pemerintah harus bijak mengambil keputusan. Fokus kita mestinya pada bagaimana menyelamatkan anak bangsa dari ancaman pandemi Covid-19.
Itu sebabnya, pembahasan omnibus law memang sebaiknya ditunda, atau bahkan selanjutnya ditarik kembali oleh Pemerintah, untuk menghindari ekses reaksi sosial yg akan menyulitkan kita di masa mendatang.
Sejak awal, kita tak melihat RUU ini penting untuk diprioritaskan. Apalagi, RUU ini memiliki banyak sekali catatan. Misalnya, antara diagnosa permasalahan dengan resep yang disusunnya tidaklah sinkron.
Di satu sisi, Pemerintah sering berdalih jika RUU ini penting untuk mendatangkan investasi. Namun, di sisi lain, norma yang banyak diubah justru mengenai peraturan ketenagakerjaan.
Padahal, menurut kajian World Economic Forum (WEF) pada 2019, faktor utama penghambat investasi di Indonesia adalah korupsi, bukan isu ketenagakerjaan.
Sehingga, jika tujuan RUU Cipta Kerja ini memang benar-benar untuk memperlancar investasi, maka semestinya yg diprioritaskan Pemerintah sbg pengusul adalah penguatan agenda pemberantasan korupsi, bukan justru pelemahan regulasi ketenagakerjaan. Itu baru satu isu.
Selain itu, ini yg paling mendasar, RUU semacam ini potensial membahayakan demokrasi. Bayangkan, dengan satu RUU omnibus law, Pemerintah bisa mengubah 79 undang-undang lintas sektoral sekaligus.
Padahal, sejauh yg sy pelajari, omnibus law di negara lain paling banyak mengubah 5 hingga 8 undang-undang saja, itupun yg materinya serumpun.
Misalnya, omnibus law ketenagakerjaan isinya ya hanya sebatas mengatur soal ketenagakerjaan, tidak mengubah norma undang-undang pers, undang-undang penyiaran, atau undang-undang lain yg tak serumpun.
Jadi, di luar isu ketenagakerjaan yang belum-belum sudah ditolak oleh kaum buruh, RUU omnibus law ini perlu dipertimbangkan kembali oleh semua anggota parlemen karena membuat kewenangan @DPR_RI sebagai pembentuk undang-undang jadi terdegradasi.
Hak @DPR_RI semakin direduksi oleh eksekutif. Sementara, di sisi lain, kekuasaan Presiden jadi demikian besar sekali. Tidak ada lagi Trias Politika, jika sebuah RUU bisa menerabas 79 undang-undang sekaligus. Logika ini bisa merusak demokrasi.
Itu sebabnya saya bisa memahami kenapa RUU ini ditolak oleh berbagai elemen masyarakat. Sebab, ada tendensi otoritarianisme di belakangnya. Kekuasaan eksekutif jadi sangat luar biasa besar, di mana parlemen sekadar jadi cap stempelnya saja. Parlemen semakin tidak relevan.
Saat ini @DPR_RI
seharusnya fokus mengkaji dan memperhatikan Perppu No. 1/2020 ttg Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Perppu tsb juga mendapat banyak sorotan dan bahkan tengah dalam proses digugat di Mahkamah Konstitusi.
Banyak materi dlm Perppu tsb yg harus dikritisi oleh @DPR_RI sprti
pelebaran defisit hingga 5 persen yg scr sepihak diputuskan oleh Pemerintah, rencana utang baru hingga lebih dari seribu triliun hingga akhir tahun ini,
serta alokasi anggaran penanganan Covid-19 yang nilainya lebih dari Rp400 triliun. Itu jauh lebih urgen dilakukan oleh @DPR_RI daripada membahas omnibus law.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Fadli Zon

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!