My Authors
Read all threads
STATUS DARURAT SIPIL ADALAH UPAYA PEMERINTAH UNTUK LARI DARI TANGGUNG JAWAB. (a thread)
Pemerintah berencana menerapkan status darurat sipil dlm menghadapi wabah Covid-19. Hal itu disampaikan sendiri oleh Presiden @jokowi saat memimpin rapat terbatas dgn Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 lewat video conference dri Istana Bogor, Senin kemarin, 30 Maret 2020.
Menurut saya, itu keputusan yg aneh dan berbahaya. Sy sebut aneh, karena yang sedang kita hadapi saat ini adalah krisis kesehatan, bukan kekacauan keamanan. Sehingga, opsi menerapkan darurat sipil tentu saja mengherankan. #TolakDaruratSipil
Selain itu, kita telah memiliki UU No. 6/2018 tentang Karantina Kesehatan yg lebih baru, dan di dalamnya telah memuat berbagai klausul mengenai situasi darurat kesehatan sebagaimana yg tengah kita hadapi.
UU No. 6/2018 bahkan ditandatangani oleh Presiden @jokowi dan @DPR_RI periode 2014-2019. #COVID19Indonesia #TolakDaruratSipil
Kenapa Presiden justru kembali lagi ke UU No. 23/1959 tentang darurat keamanan yg sudah jadul? Selain jadul, UU lahir dalam situasi yg jauh berbeda dengan yg kini sedang kita hadapi.
Jangan lupa, UU No. 6/2018 tentang Karantina Kesehatan itu adalah inisiatif pemerintahan Presiden @jokowi sendiri. Untuk apa Presiden mengusulkan dan menerima undang-undang itu jika kini tak mau menerapkannya, padahal situasi saat ini sangat memerlukannya!
Keputusan untuk menerapkan status darurat sipil juga sy anggap berbahaya, karena akan memberi kewenangan koersif kepada aparat keamanan dgn mengesampingkan prosedur hukum standar. #TolakDaruratSipil
Penguasa Darurat Sipil, sesuai ketentuan tersebut, misalnya, berhak mengadakan sensor terhadap penerbitan, tulisan, percetakan, dan lain-lain. Jadi, Presiden, sbg Penguasa Darurat Sipil, mendapat kekuasaan ekstra yg sangat besar. #TolakDaruratSipil
Padahal, yg dibutuhkan saat ini hanyalah Presiden cukup menggunakan kekuasaan sebagaimana telah diberikan oleh UU No. 6/2018 saja. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengatasi krisis! #TolakDaruratSipil
Selain tidak sensitif dengan aspirasi para tenaga medis yg telah disampaikan dalam tiga pekan terakhir, dengan melempar isu darurat sipil Presiden juga tidak sensitif dengan aspirasi masyarakat sipil. #TolakDaruratSipil
Masyarakat punya trauma dgn UU No. 23/1959 tersebut terakhir kali digunakan oleh Presiden Megawati untuk memberlakukan status darurat militer di Aceh.
Mari kita dudukkan kembali persoalan ini pada porsinya. Isu utama dalam mengatasi pandemi Covid-19 adalah menyelamatkan kesehatan masyarakat. Sejauh ini, hanya ada 4 metode untuk mencegah dan mengatasi penyebaran virus tersebut.
Pertama, adalah isolasi, yaitu memisahkan orang-orang yang terinfeksi Covid-19 dari orang-orang yang sehat. #COVID19Indonesia
Kedua, adalah karantina, yaitu pembatasan aktivitas orang-orang yg diduga terkena virus namun belum menunjukkan gejala sakit. Karantina ini bisa diterapkan pada individu, atau juga wilayah. #COVID19Indonesia
Ketiga, social distancing, yaitu menjaga jarak dalam interaksi sosial. Tujuannya untuk mencegah penularan. Social distancing ini bukan hanya berlaku individual, tapi benar-benar sosial. Itu sebabnya knp aktivitas ekonomi dan perkantoran harus dikurangi, atau bahkan ditiadakan.
Dan keempat, community containment, alias penahanan komunitas. Ini adlh bentuk intervensi untuk membatasi akses dan aktivitas seluruh komunitas dan wilayah. Kecuali mobilitas untuk keperluan logistik vital, semua aktivitas lainnya harus dikurangi seminimal mungkin.
Itu adalah empat metode yg dikenal di dunia untuk mencegah dan mengatasi pandemi global, termasuk Covid-19. Dan tidak ada “darurat sipil” di dalamnya. Kita bisa jadi bahan tertawaan dunia jika melakukannya. “Darurat Sipil” adalah solusi dagelan di tengah Covid-19.
Konsep “darurat sipil” dalam UU No. 23/1959 adlh mengenai keadaan bahaya. Konteksnya adalah isu pertahanan dan keamanan yg bersifat politik. Jadi, sangat tidak relevan jika digunakan sbg dasar kebijakan penanganan wabah. #TolakDaruratSipil
Alih-alih memperjelas peta jalan penanganan krisis, saya kira pernyataan Presiden mengenai darurat sipil itu menandai babak baru ketidakpastian hukum, kebijakan, serta rantai tanggung jawab dalam mengatasi wabah Covid-19.
Untuk kesekian kalinya Presiden, menurut saya, kembali menghindari tanggung jawab penanganan krisis. #TolakDaruratSipil
Sy mencatat, ada beberapa kali Presiden @jokowi mengelak mengambil tanggung jawab penuh dalam menangani krisis akibat wabah Covid-19.
Pertama, saat kasus pertama Covid-19 pertama kali diakui oleh Pemerintah pada awal Maret lalu, Presiden menolak menerapkan status darurat nasional. Padahal, sejak 10 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyurati Presiden agar menetapkan status darurat nasional.
Rekomendasi status darurat nasional itu bukan hal yg mengada-ada, sebab WHO sendiri sudah menetapkan status darurat global untuk menghadapi Covid-19. #COVID19Indonesia
Bukannya menetapkan status “darurat nasional”, Indonesia kemudian memilih status “darurat bencana Corona”. Secara resmi, status Indonesia saat ini adalah “status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus Corona”.
Itu sebabnya, krn tak diakui sbg darurat nasional, maka status darurat saat ini bukan diberikan oleh Presiden, melainkan oleh Kepala @BNPB_Indonesia (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Presiden malah mempersilakan tiap kepala daerah menentukan status daerahnya masing-masing.
Kedua, akhir pekan lalu Menkopolhukam @mohmahfudmd menyatakan jika Pemerintah (PP) sedang menggodok Peraturan Pemerintah mengenai karantina wilayah.
PP itu disusun untuk merespon kebijakan sejumlah kepala daerah yg menetapkan status ‘lockdown’ di daerahnya masing-masing. Status ‘lockdown’ secara substantif memang sama dengan istilah “karantina wilayah” yg ada dalam UU No. 6/2018.
Dibukanya opsi karantina wilayah adlh sebuah kemajuan, krn sebelumnya Presiden dan sejumlah menteri tegas menolak opsi tsb. Tapi belum berselang seminggu, ketimbang memperjelas rumusan PP mengenai karantina wilayah, Presiden kini malah melempar isu “darurat sipil”.
Sy kira, inti dari semua ini adalah Presiden dan Pemerintah sedang berusaha untuk mengelak dari tanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup rakyat di tengah situasi karantina.
Sebab, brdsrkn Pasal 55 UU No. 6/2018, Pemerintah diwajibkan menanggung kebutuhan hidup warga di wilayah karantina. Bahkan, bukan hanya manusia yg harus dijamin kebutuhannya oleh Pemerintah.
Sesuai Pasal 55 ayat (1) dan (2) UU No. 6/2018, hewan peliharaan pun harus ditanggung juga kebutuhannya oleh Pemerintah.
Sederhananya, kalau Pemerintah menerapkan opsi karantina wilayah, maka Pemerintah harus memberi rakyat makan dulu, baru kemudian melarang mereka bepergian.
Tapi, dengan status darurat sipil, rakyat dilarang bepergian, dan Pemerintah tak punya kewajiban memberikan apapun. Rakyat disuruh cari makan sendiri.
Saya kira intinya adlh itu. Pemerintah sedang bersiasat untuk mengelak dari tanggung jawabnya. Itu juga yg menjelaskan kenapa hingga saat ini status wabah ini tak pernah ditetapkan sbg darurat nasional.
Sebab, begitu ditetapkan sebagai darurat nasional, sesuai dengan UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka masyarakat terdampak akan mendapatkan perlakuan tertentu.
Selain harus diselamatkan dan dievakuasi, masyarakat terdampak juga akan dipenuhi kebutuhan dasarnya, mulai dari kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, hingga penampungan dan tempat hunian.
Selain itu, Pemerintah juga harus menyiapkan Posko Nasional, pos lapangan, pos pendukung, serta pos pendamping darurat bencana di semua wilayah. Saya kira, itu semua yang sedang coba dihindari oleh Pemerintah melalui opsi darurat sipil ini.
Jika benar itu adlh alasannya, maka jelas ini upaya lari dri tanggung jawab. #tolakDaruratSipil
Ketika UU Karantina Kesehatan dibahas di @DPR_RI salah satu alasan kenapa kita memerlukan UU ini adalah untuk mencegah terjadinya Public Health Emergency of Intenationai Concern (PHEIC) sebagaimana yang diamanatkan dalam International Health Regulations (IHR) 2005.
Dalam melaksanakan amanat tsb, sesuai rumusan UU No. 6/2018, Indonesia hrs menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dan dasar-dasar kebebasan seseorang serta penerapannya secara universal. Itu amanatnya.
Jadi, konyol sekali jika kini kita berusaha mengatasi public health emergency tadi dengan skema darurat sipil. #TolakDaruratSipil
Kesimpulannya, agenda untuk menerapkan darurat sipil itu harus ditolak. Di tengah situasi krisis, Pemerintah tak boleh lari dari tanggung jawabnya. #TolakDaruratSipil
Dan itu yang akan kita kejar: tanggung jawab Presiden dan Pemerintah dalam mengatasi krisis Covid-19 sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh UU No. 6/2018 tentang Karantina Kesehatan. #TolakDaruratSipil
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with Fadli Zon

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!