My Authors
Read all threads
JAYABHAYA & JAYABAYA

Apakah Jayabhaya & Jayabaya (*dibaca "Joyoboyo" menurut kaidah lazim bahasa Jawa) merujuk kepada satu tokoh yang sama?

Saya rasa kebanyakan orang, terlebih orang Jawa, akan menjawab "Ya".

Apa Anda termasuk memberi jawaban "Ya"?
Untuk waktu yang cukup lama, bertahun-tahun, saya pun termasuk yang berpikir serta meyakini bahwa Jayabhaya & Jayabaya/Joyoboyo adalah 1 tokoh yang tak berbeda.

Namun, itu pikiran & keyakinan saya sebelum ±5 tahun terakhir, sebelum saya membacai ...
... 'Kalangwan'-nya PJ Zoetmulder & 'The History of Java'-nya Thomas Stamford Raffles.

2 buku tadi menyimpan kepingan-kepingan data yg menunjukkan bahwa Jayabhaya & Jayabaya sejatinya merupakan 2 tokoh yang tidak sama. Eksistensi keduanya pun ada di dimensi berbeda.
Jayabhaya adalah tokoh historis. Ia adalah maharaja/prabhu di Panjalu-Kadiri yg bertakhta 1135-57 Masehi.

Sampai dng paro I abad XII tsb, Jayabhaya terhitung maharaja Jawa dng catatan sejarah yg banyak, bergabung dlm 1 liga dng Kayuwangi, Balitung, Sindok, & Airlangga.
Sumber sejarah yang mendukung kesejarahan tokoh Jayabhaya sebagai sosok riil yg memang pernah hidup & berkiprah penting pada abad XII berupa:
-prasasti-prasasti yg terbit atas titahnya
-kitab-kitab sastra berformat kakawin yg memuat pujian kpdnya selaku patron penulisan.
Jika merujuk aneka prasasti & kakawin abad XII yg mendukung eksistensinya sbg tokoh historis riil, Jayabhaya memiliki gelar abhiseka "Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa".
Dari prasasti-prasasti era Panjalu-Kadiri yg isinya menyebutkan masa pemerintahan Jayabhaya, Prasasti Hantang atau Ngantang dari tahun 1135 M kiranya adalah yang terpenting. Di situ turut disebutkan frase bahasa Kawi "Panjalu Jayati" yg dpt diterjemahkan sbg "Panjalu Menang".
"Panjalu Jayati" dalam Prasasti Hantang 1135 M diyakini para sejarawan sbg penanda keberhasilan Panjalu Kadiri semasa pemerintahan Jayabhaya mencapai dominasi total atas Jawa dengan mengalahkan pesaingnya sejak medio abad XI, Jenggala, yg jg sesama cabang Wangsa Isyana.
Kakawin-kakawin era Kadiri—yg digubah sbg pengembangan lakon-lakon dari India—dan pujangga-pujangganya menyebutkan Jayabhaya sbg patron penulisan pun diyakini para sejarawan menyiratkan glorifikasi kemenangan terhadap Janggala di dalam narasinya.
Contoh terpenting kakawin yg ditulis pd masa pemerintahan Jayabhaya, lalu menyiratkan kisah kemenangan Kadiri atas Jenggala tentu saja 'Bharatayudha' anggitan Mpu Sedah pada awalnya, & dilanjutkan Mpu Panuluh sampai akhirnya rampung 1157 M.
'Bharatayudha' berkisah tentang perang besar di Kurusetra antara Pandawa vs Kurawa, sesama Wangsa Bharata.
Penulisannya dilakukan atas titah & sokongan penguasa Kadiri, yg turun-temurun berperang dng Janggala—sesama bagian Wangsa Isyana—sejak ±1050 M.
Perbandingan menarik 'kan?
Nanti pd bagian selanjutnya dr utas ini, saya akan ganti
bahas soal Jayabaya—tokoh yang identik dlm memori kolektif Jawa sbg maharaja berkemampuan linuwih sbg peramal lintas abad.
Tp, perihal itu, ada baiknya Anda membaca bbrp twit dr @infiniteteeth ini:
Jika dipandang dari komparasi sumber, tokoh Jayabaya yg populer dlm masyarakat Jawa sbg raja besar pd masa silam yg sekaligus peramal ulung menunjukkan identifikasi yg tidak cocok, sangat beda, dng Jayabhaya menurut prasasti-prasasti & kakawin-kakawin dr era Panjalu-Kadiri.
Tokoh Jayabhaya historis, Maharaja di Kadiri, tidak selalu berada dlm kesadaran & memori kolektif Jawa. Ia baru kembali ada ±100-150 tahun terakhir, buah kerja perunutan & rekonstruksi oleh para sarjana sejarah & sastra yg berasal dari Eropa maupun Indonesia sejak medio abad XIX.
Sebelum ±100 tahun lalu, dan agaknya berlangsung mulai dari runtuhnya Majapahit, yg ada dlm kesadaran & memori kolektif orang Jawa adalah Jayabaya yg diidentikkan sbg raja besar sekaligus peramal ulung, bukan Jayabhaya penitah penulisan Prasasti Hantang & Kakawin Bharatayudha.
Oh ya, sbg informasi, ada setidaknya 2 versi tentang kurun bertakhta Jayabaya sang raja sekaligus peramal, yg dalam masyarakat Jawa berdasar legenda/memori kolektif turun-temurun lazim juga disebut memakai versi gelar lebih lengkap Sri Aji Jayabaya:
...
...
1. Menurut Naskah Daerah Jawa Bagian Timur, Sumenep, & Bali, yg dikumpulkan Natakusuma, pejabat Panembahan Sumenep:

Aji Jayabaya memerintah pd 701-756 tarikh Jawa/Saka, setara 779-834 Masehi, & dia ga disebut sbg maharaja Kediri/Kadiri, tapi ... di Medang Kamulan.
😀
...
2. Menurut Naskah Ramalan Aji Jayabaya yg pada dekade II abad XIX dimiliki Susuhunan Pakubuwana IV dari Surakarta:

Aji Jayabaya memerintah Kediri mulai 800 Jawa/Saka atau 878 Masehi, tp tanpa disebutkan tahun berakhirnya.
2 versi tahun pemerintahan maupun kerajaan yang diperintah oleh Sri Aji Jayabaya tsb direkam oleh Thomas Stamford Raffles dlm 'The History of Java' yg terbit 1817, hasil pengumpulan data selama ia menjabat sbg Letnan Gubernur Jawa & Sumatera pd 1811-1816.
Dalam 'The History of Java' edisi terjemahan bahasa Indonesia oleh Penerbit Narasi, data tadi bisa ditengok dalam 2 dari 3 tabel silsilah raja-raja Hindu yang ada di halaman 440-441.
2 versi masa pemerintahan maupun kerajaan yang diperintah Sri Aji Jayabaya tampak jelas sekali tidak cocok dengan masa pemerintahan Maharaja Jayabhaya menurut sumber prasasti & kakawin era Panjalu-Kadiri. Ada selisih 3,5-4,5 abad. 🙂
Ketidakcocokan lain antara Sri Aji Jayabaya versi legenda & catatan pihak Jawa pasca runtuhnya Majapahit dengan Maharaja Jayabhaya versi prasasti & kakawin abad XII adalah Jayabhaya tidak tercatat memiliki kemampuan linuwih sebagai peramal, apa lagi menulis kitab ramalan.
Dari sekian banyak kitab-kitab kakawin warisan Panjalu Kadiri yg kembali ditemukan sejauh ini nyatanya tidak ada satu pun kitab yang memuat ramalan hasil penulisan Maharaja Jayabhaya.
Para pujangga susastra Panjalu Kadiri seperti Mpu Sedah, Mpu Panuluh, dll tidak pula pernah mencatat Maharaja Jayabhaya mampu meramal ataupun menulis suatu kitab ramalan.
Dari situ saja, bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa Sri Aji Jayabaya lebih merupakan tokoh legenda dengan catatan historis lemah dan rancu. Ia bukan benar-benar tokoh yang sama dengan Maharaja Jayabhaya yang kesejarahannya memiliki dukungan mencukupi dari prasasti & kakawin.
Kesejarahan soal Maharaja Jayabhaya memerintah Kadiri/Kediri 1135-57 jauh lbh memiliki bukti andal drpd kesejarahan Sri Aji Jayabaya yg berkuasa di Kediri 878 M.
Spjg zaman Jawa Kuna (abad V-XVI) jg cm tercatat 1 maharaja bergelar Jayabhaya, yg 1135-57.

Sktr 878 M, daerah Kediri masih blm jd daerah pusat pemerintahan suatu kemaharajaan, kerajaan kecil pun belum. Banyak dihuni penduduk pun belum. Pada tahun tersebut, pusat pemerintahan Jawa masih di Jawa Tengah Bagian Selatan: Kedu serta Yogyakarta.
Pada ±abad VIII & IX M itu, daerah di Jawa Timur yg jika merujuk catatan prasasti berikut sebarannya telah cukup banyak dihuni, jg rasakan geliat kegiatan pemerintahan adalah Dataran Tinggi Malang, Delta Sungai Brantas, bukan Kediri.
Setuju dng @infiniteteeth, tokoh Sri Aji Jayabaya dlm memori kolektif orang Jawa sejatinya terbentuk pd abad-abad stlh Majapahit runtuh. Berembrio/terinspirasi sosok Maharaja Jayabhaya, tp sdh tak punya lagi sumber rujukan tertulis utk narasi yg akurat.
Kerancuan narasi kronik Jawa hasil penulisan pasca runtuhnya Majapahit, khususnya lagi stlh masuk zaman Mataram, terlebih ketika menulis tentang tokoh-tokoh dari zaman Jawa Kuna yg masih didominasi Hindu-Buddha, bukan barang baru, bukan cuma terjadi pd sosok Sri Aji Jayabaya.
Itu lazim dilakukan pihak Jawa & terbilang 1-1nya pengetahuan "sejarah" orang Jawa hingga abad XIX berakhir:
-Ranggalawe bukan muncul di fase awal Majapahit, tp malah di fase surut
-Gajah Mada & Hayam Wuruk cm jd tokoh minor, tidak mainkan peran penting, kalah dr Brawijaya
Dugaanku, naskah ramalan kepunyaan Susuhunan Pakubuwana IV itu ya tulisan para pujangga Kraton Surakarta aslinya, khususnya di sekitar peralihan abad XVIII ke XIX, berbarengan dng merebaknya bayangan apokaliptik siklus 100 tahun.

Visi di balik penulisannya boleh jadi mirip-mirip dng penulisan Serat Suryaraja yg dilakukan/dititahkan pada jelang akhir abad XVIII oleh Putra Mahkota Yogyakarta, yang kemudian naik takhta menjadi Sultan Hamengkubuwana II.
Kembali kpd Jangka Jayabaya, seberapa ramalan itu bs diyakini sbg hasil karya seorang raja besar zaman Jawa Kuna bernama Sri Aji Jayabaya?

Kiranya utas lawas ini dapat ditengok bahwa ramalan itu kemungkinan justru adalah karya R Ngabehi Ronggowarsito:
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with yosef kelik

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!