, 58 tweets, 9 min read
My Authors
Read all threads
REKAYASA AIR DALAM SEJARAH JAWA

Penerapan teknologi rekayasa air adalah sesuatu yang setua catatan sejarah tentang eksistensi peradaban tinggi di Pulau Jawa. Tarumanagara, kerajaan tertua di Pulau Jawa yg eksis pd abad V-VII M, tercatat telah serius menerapkannya.
Tentang bagaimana Tarumanagara merekayasa air antara lain dapat ditengok dalam isi Prasasti Tugu dari medio abad V M, pada suatu kurun ketika daerah Bekasi masih menyandang nama kunonya yang puitis: Chandrabaga alias Bagasasi.
Prasasti Tugu menukilkan tentang titah Raja Purnawarman pd tahun ke-22 pemerintahannya utk menggali Sungai Chandrabaga & Gomati. Proyek tsb disebut dlm prasasti berlangsung 21 hari & menghasilkan saluran galian sejauh ±12 km.
Proyek penggalian Sungai Gomati & Chandrabaga 16 abad lalu itu cerminkan gagasan pengampu kekuasan Tarumanagara selaku negeri di kawasan pesisir untuk dapat mengelola air sebagai sumber pengairan, untuk dapat menghindarkan diri pula dari bahaya banjir maupun kekeringan.
Dalam istilah hidrologi modern, entah apa istilah yang tepat untuk menyebut proyek penggalian Sungai Gomati & Chandrabaga pd era Raja Purnawarman itu: normalisasi sungai ataukah naturalisasi sungai?
🙂
Abad-abad setelahnya, ketika kiblat kekuasaan atas Jawa beralih ke lebih ke timur, memasuki zaman Kemaharajaan Medang Jawa Tengah maupun Medang Jawa Timur, info-info soal pembangunan bendungan kecil di sungai utk irigasi pertanian menyelipi banyak prasasti dr abad VIII-X M.
Kisah seputar rekayasa air lebih menonjol ditemukan dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Jawa Timur, yakni sejak akhir zaman Medang Jawa Tengah yang diperintah Wangsa Sailendra serta memasuki zaman Medang Jawa Timur yang diperintah Wangsa Isyana.
Jika merujuk isi 'Nusa Jawa
Silang Budaya 3: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris' (Denys Lombard) & 'Peradaban Jawa' (Supratikno Rahardjo),
2 di antara buku-buku terkomprehensif lagi paling mencerahkan soal sejarah Jawa, rekayasa air termuat dlm prasasti-prasasti: ...
-Harinjing (921 M, era Maharaja Tulodong)
-Sarangan (929 M, era Maharaja Sindok)
-Bakalan (934 M, era Maharaja Sindok)
Prasasti Harinjing turut memuat kegiatan salah satu desa si tepian Kali Brantas dekat Kertosono saat ini yang membangun tanggul sungai serta saluran air untuk irigasi.
Prasasti Sarangan & Bakalan memiliki narasi yg ±bertalian: tentang serangkaian pembangunan saluran irigasi & beberapa bendungan sungai, serta pencetakan sawah-sawah baru di pedesaan di lereng Gunung Welirang, memanfaatkan aliran sungai yang akan berkuala ke Kali Brantas.
Proyek rekayasa air lain yang selanjutnya terbilang signifikan adalah yang dilakukan Maharaja Airlangga dr Kemaharajaan Kahuripan pd 1037 M. Menurut Prasasti Kamalagyan, ia menitahkan pembangunan bendungan di daerah aliran Kali Brantas, tepatnya di Waringin Sapta.
Proyek pembangunan bendungan oleh Airlangga tersebut dimaksudkan untuk melindungi daerah permukiman maupun pertanian seputaran Desa Kamalagyan dari ancaman luapan banjir Kali Brantas.
Proyek tersebut jg ditafsirkan sejarawan sbg salah satu bagian cara pihak Kemaharajaan Kahuripan dalam memastikan Kali Brantas pada medio abad XI M memiliki jalur yang cukup jauh, cukup dalam, dan akhirnya cukup aman untuk dilayari dari arah laut.
Dengan demikian hal tersebut adalah pula termasuk ikhtiar memajukan perniagaan, khususnya yang memakai jalur transportasi via sungai.
Sebagai informasi, Kahuripan era Airlangga telah mencatat kehadiran para pedagang asing, khususnya dari Anak Benua India, Indocina, & Tiongkok.
Kisah pembangunan bendungan Waringin Sapta oleh sejumlah pihak juga diyakini berkontribusi atas percabangan permanen Kali Brantas yang terus dikenal hingga kini, menjadi Kali Mas yang bermuara di Surabaya serta Kali Porong yang bermuara di Sidoarjo.
Sebelum menyambung utas ”Rekayasa Air Dalam Sejarah Jawa", saya persilakan Anda sekalian membaca utas dari Mas @Doneh yang mengulas lebih dalam tentang prasasti-prasasti era Airlangga perihal pengelolaan air & penanganan bencana banjir.

Sekitar 3 abad berselang dr era Airlangga, jilid II Wangsa Rajasa di bawah kepemimpinan Dyah Wijaya dirikan Majapahit yg lantas tumbuh jadi kemaharajaan dominan di Jawa maupun Nusantara, menyambung pencapaian Tumapel-Singhasari. Serius jg mengelola air, termasuk sungai.
Keseriusan atau minat Majapahit dlm pengelolaan air, khususnya sungai, contohnya bisa ditengok dari Prasasti Canggu 1358 M yg dikeluarkan Maharaja Rajasanagara (Hayam Wuruk). Prasasti yg jg disebut Ferry Charter itu merekam pengelolaan sistem transportasi pd 2 sungai terpanjang:
1. Bengawan Wulayu (Bengawan Solo)
2. Bengawan Brantas.

Prasasti Canggu menyebut tentang adanya 44 desa panambangan (penyeberangan sungai) di sepanjang Wulayu & 34 panambangan di sepanjang Brantas. Representasikan bagaimana Majapahit mengelola hilir mudik manusia & barang di...
...seantero wilayah Jawa Bagian Timur maupun Tengah, antara kawasan pesisir hingga pedalamannya. Memelihara suatu kontinuitas di bidang perhubungan maupun perniagaan yg telah terbentuk sedari abad X atau malah IX M.
Majapahit pun nyatanya memang tumbuh membangun diri sebagai kemaharajaan yang menempatkan pusat kekuasaannya selalu di tepi sungai besar, dalam hal ini pilihannya adalah aliran Brantas.

Perhatikan sj 3 pilihan ibukotanya sepanjang sekitar 230 tahun eksistensinya.
Ibukota pertama di Tarik, Sidoarjo, terletak di bagian hilir Brantas. Sisi utara dari sungai besar tersebut.

Jika utamanya merujuk tuturan 'Pararaton', Tarik agaknya merupakan ibukota pada sepanjang era Dyah Wijaya yg ber-abhiseka Kertarajasa Jayawardhana.
Trowulan, situs terbesar bangunan-bangunan kuno warisan Majapahit yg ditemukan kembali sejauh ini, rupanya adalah ibukota kedua. Kemungkinan menyandang status demikian sejak pertengahan masa pemerintahan Jayanegara, setelah Peristiwa Pemberontakan Kuti.
Trowulan terletak juga di hilir Brantas, sisi selatan bengawan itu. Berseberangan sisi sungai dengan Tarik. Jarak antara keduanya cuma sekitar 23 km.

Trowulan agaknya bernama asli Antawulan, lokasi di mana candi pendarmaan Jayanegara didirikan ketika maharaja II ini wafat.
Bbrp bangunan warisan Majapahit di Trowulan tunjukkan tentang suatu peradaban yg berminat tinggi sekaligus piawai kelola air:

- Kolam Segaran berikut Balong Bunder & Balong Dowo-nya
- Petirtan Candi Tikus

Blm lagi jika turut menghitung sistem kanal yg konon jg ada di situ.
'Desawarnana'/'Negarakertagama' juga memuat sekuen yg gambarkan orang-orang Majapahit menguasai teknik mendirikan bangunan di atas perairan pantai.
Ini contohnya bisa dilihat dari pesanggrahan yg dibangun Arya Suradikara, penguasa vazal di Patukangan, dekat Panarukan saat ini.
Pesanggrahan tepi pantai tersebut didirikan sebagi lokasi singgah & beristirahat Maharaja Hayam Wuruk serombongannya ketika melakukan muhibah keliling negeri pada 1359 M.
Pesanggrahan tsb tersusun dr wisma-wisma yg didirikan di atas tiang-tiang penyangga tinggi.
Dinding-dinding wisma-wisma itu terbuat dari anyaman bambu. Atap-atapnya dari jalinan rapi ilalang.
Satu wisma dengan lainnya dihubungkan dengan jembatan bambu yang berayun-ayun ketika ditapaki.
Ibukota ketiga & terakhir Majapahit, yg digunakan pd periode surut, ±1478-1527 M, adalah Daha, di atau sekitar kota Kediri saat ini. Terbilang bagian hulu dr Brantas.

Daha adalah kota besar & selalu memegang peranan penting sejak pertengahan era Airlangga pd paro I abad XI M.
Sibuknya lalu lalang kapal & perahu di Kali Brantas seputar Daha pd masa Majapahit, petunjuk bahwa kota tersebut pernah jadi suatu bandar sungai yang ramai di pedalaman Jawa Timur digambarkan scr sekilas dalam kisah Buddhis perihal peleburan dosa: "Bubuksah & Gagang Aking".
Dari negara-negara bagian di wilayah inti Majapahit—yg sepanjang ±230 th eksistensi berjumlah 7-14 & masing-masing diperintah oleh seorang Bhre dr garis darah Wangsa Rajasa—di Jatim & Jateng, beberapanya adalah daerah pemegang kontrol penting atas aliran sungai besar.
- Kahuripan kontrol daerah hilir Brantas maupun Wulayu
- Daha kontrol daerah hulu Brantas
- Wengker kontrol sungai yg kini dikenal sbg Bengawan Madiun
- Matahun kontrol bagian tengah Bengawan Wulayu
- Pajang kontrol bagian hulu Wulayu
- Mataram kontrol Kali Progo & Serayu
Berakhirnya zaman dominasi Hindu-Budha atas Jawa pada medio milenia II tak menyudahi kehadiran raja & maharaja yang minati rekayasa air.

Raja & maharaja Islam di Pulau Jawa banyak juga yg memiliki rekam jejak di bidang ini. Ada yg berkarya positif, ada jg yg negatif.
Sosok penguasa Islam di Pulau Jawa yang menurut Dok @ronny_hadyanto terbilng menonjol & menarik diamati pencapaiannya dalam bidang rekayasa air adalah maharaja VI Banten: Sultan Ageng Tirtayasa.

Gelar kehormatan "Tirtayasa" milik sang sultan legendaris terabadikan sampai sekarang sbg nama salah satu kecamatan di Kabupaten Serang, 25 km sebelah timur kota Serang. Daerah itu tapak bekas kraton yang pernah didiami Sultan Ageng setelah meninggalkan Kraton Surosowan.
Secara pribadi, saya pun tertarik dengan pilihan gelar "Tirtayasa" yang representasikan tentang fokus, pencapaian, jg karya dlm pengelolaan air dan penciptaan bangunan-bangunan yang berkaitan dengan air.
Citra yg terasakan : Maharaja Pembangun.

cc @ronny_hadyanto @Doneh
Bandingkan gelar "Tirtayasa” dengan pilihan gelar para maharaja & raja di negeri yg terletak beberapa ratus kilometer sebelah tenggara dari Banten, yakni Mataram yang sejak 1580-an M dirajai turun temurun oleh anggota Wangsa Pemanahan.

🙂
Sejak 1601, para maharaja & raja Mataram dari Wangsa Pemanahan memakai gelar-gelar:
- Hanyakrawati
- Hanyakrakusuma
- Amangkurat
- Pakubuwana
- Hamengkubuwana
- Mangkunegara
- Pakualam

Benang merah gelar-gelar=arti "penguasa bumi/tanah yang sangat luas".
Tepatnya lagi jika diuraikan lebih lanjut adalah "penguasa bumi/tanah yang sangat luas berikut segala isi dan hasilnya maupun para penduduk yang memukiminya".

Citra apa yang terasakan?

Agaknya kurleb semacam "penguasa absolut".

Setuju ataukah menyanggah hal ini?

🙂
Lalu apakah para penguasa absolut Bumi Mataram tersebut lantas abai sama sekali terhadap urusan rekayasa air, memilih menyibukkan diri kpd urusan memungut upeti, pajak, dan cukai?

Tidak lah.

Banyak juga kok dari mereka yang memiliki kiprah menonjol dalam perihal rekayasa air.
Dalam hitungan saya, ada setidaknya 6 maharaja & raja Dinasti Pemanahan penguasa di Mataram yang memiliki kiprah dlm rekayasa air:
1. Sultan Agung Hanyakrakusuma
2. Amangkurat I
3. Hamengkubuwana I
4. Pakubuwana X
5. Mangkunegara VII
6. Hamengkubuwana IX
Apa kiprah Sultan Agung Hanyakrakusuma dlm hal rekayasa air?

Membendung sungai & meracuni air mengalirinya dlm Pengepungan Surabaya pd 1625 serta 2 x Pengepungan Batavia pd 1628 & 1629.

😶
Kalau kiprah Amangkurat I dlm rekayasa air?

Membendung Kali Opak untuk menciptakan Waduk Segarayasa pelingkar Kompleks Istana Plered yang pembangunannya memakan waktu 18-20 tahun (1648-1666/68) & sampai mengerahkan tenaga total sebanyak 300 ribu orang.
Sayangnya Kraton Plered berikut Waduk Segarayasa-nya tersebut rusak terbengkalai & ditinggalkan sejak 1677, setelah direbut & dijarah isinya oleh bala penyerbu aliansi pihak Madura & pengungsi Makassar di bawah pimpinan Pangeran Trunajaya.
Bekas Kraton Plered kian rusak ketika menjadi palagan pertempuran pihak Diponegoro melawan serbuan pihak Belanda & para sekutu Jawanya pada 1826.

Sisa-sisanya makin kabur ketika di atas lahannya yang disewakan ke pengusaha Belanda lantas dijadikan Pabrik Gula Kedaton pd 1862.
Manakala bekas Kraton Plered menjadi lokasi salah satu pertempuran besar dalam Perang Jawa, Waduk Segarayasa telah lama mengering genangan airnya.

Di atas lahan bekas waduk bikinan era Amangkurat I itu lantas hadir permukiman warga yg bernama Desa Segoroyoso.
Sosok raja selanjutnya dari garis darah Wangsa Pemanahan yg punya kiprah menonjol dalam hal rekayasa air ialah

Sultan Hamengkubuwana I,

seorang yang rasanya pantas dibilang sbg salah satu orang multitalenta mumpuni dalam sejarah Jawa.
Pria yg merupakan putra Susuhunan Amangkurat IV dari garwa ampeyan Mas Ayu Tejowati ini dalam kurun hidupnya 1717-1792 antara lain tercatat pernah memegang sejumlah posisi penting di bidang pemerintahan, politik, keprajuritan, dan bahkan pembangunan fisik.
Semasa masih bergelar Pangeran Mangkubumi ia antara lain pernah menjadi:
- "menteri" & penasehat kepercayaan bagi kakaknya, Susuhunan Pakubuwana II
- "arsitek" & "pimpro" pembangunan kompleks kraton & kota Surakarta, pengganti kraton & kota Kartasura yg rusak karena Pacina
...
- juru runding & lalu "jenderal" yang mengomandani penumpasan pemberontakan Tumenggung Martapura
- pemimpin utama bala tentara maupun pemerintahan perlawanan terhadap pihak aliansi VOC & Pakubuwana II maupun Pakubuwana III dalam Perang Suksesi Jawa III (1746-1757)
Proyek pembangunan kompleks kraton maupun kota Surakarta yang berlangsung 1743-1744 adalah kiprah menonjol pertama Pangeran Mangkubumi bakal Sultan Hamengkubuwana I dalam urusan yang berkenaan dengan rekayasa air.
Ketika tangani megaproyek utk ukuran medio abad XVIII itu, yg berupa pemindahan ibukota negara Mataram tsb, Pangeran Mangkubumi lakukan reklamasi atas lahan rawa-rawa sisi barat Bengawan Semanggi sktr Desa Sala. Ki Gede Sala, lurah desa setempat diberi ganti rugi 10.000 Ringgit.
Selang 2 tahun sj dr mengurusi pembangunan ibukota Surakarta, Pangeran Mangkubumi sekeluarganya tinggalkan kediamannya utk lakukan perlawanan bersenjata kpd VOC maupun kpd Pakubuwana II. Ini bersangkut paut sng sengketa tanah 3.000 cacah di Sukawati.
Tanah di Sukawati dng luasan 6x rerata luas tanah lungguh para pangeran maupun pejabat tinggi lain itu awalnya dinyatakan Pakubuwana II sbg hadiah bagi Pangeran Mangkubumi setelah adiknya ini berhasil memadamkan pemberontakan Tumenggung Martapura.
Namun, penghadiahan itu sulut iri & protes dr byk pangeran & pejabat tinggi lain, terutama Patih Pringgalaya. Gubernur Jenderal VOC, Gustaaf Willem van Imhoff, ketika desakkan perjanjian konsesi baru yg memberatkan Mataram pd 1746 turut menuntut Pakubuwana II spy batalkan...
...penghadiahan tanah 3.000 cacah di Sukawati kpd Pangeran Mangkubumi.
Pakubuwana II ternyata takluk thdp desakan Pringgalaya dkk serta pihak VOC. Lahan hadiah utk Pangeran Mangkubumi dikuranginya scr drastis sampai tinggal sebesar 1.000 cacah.
Tentu saja, Pangeran Mangkubumi sangat kecewa. Melipat gandakan kekecewaan lainnya sebelumnya karena Pakubuwana II dianggapnya terlalu tergesa meneken perjanjian konsesi usulan VOC, termasuk menyewakan seluruh Pesisir Utara Jawa scr terlalu murah, hanya 20.000 Real per tahun.
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with yosef kelik

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!