, 19 tweets, 3 min read Read on Twitter
TELINGA, LAGAK, & UMBARAN KATA-KATA

Orde Baru-nya Soeharto rubuh 1997-1998.
Demokrasi & Ekonomi Terpimpin ala Sukarno rontok 1965-1967.
Hindia Belanda runtuh pada 1942, gagal jg ditegakkan kembali pd 1945-1949.

Ketiganya harusnya bisa diingat sebagai pelajaran penting...
.. bahwa hal indera yang paling perlu didayagunakan oleh kaum penguasa adalah telinga.
Membukanya selebar-lebarnya.
Menajamkannya sepeka mungkin terhadap setiap suara.
Terlebih keluh-kesah yang datang dari para kawula.
Terutama lagi manakala mulai terdengar—sekalipun samar—gemerisik gerundelan dari mereka yang tidak puas tentang hari-hari terkini, ketakutan tentang hari-hari depan, juga kedongkolan tentang pengistimewaan segelintir kalangan, sedangkan anak bangsa selebihnya diabaikan.
Kaum penguasa pun seharusnya selalu ingat untuk meredam aneka lagak berlebihan, sebisa mungkin mengekang diri untuk tak mengumbarkan kata-kata hingga mubal.

Janganlah mencontoh polah jemawa Kolonial Belanda pd sepanjang paro I abad XX—yg justru meruntuhkan kekaisaran mereka.
Belanda mungkin masih bisa dipahami dlm hal menumpas scr keras aksi Pemberontakan Komunis di Banten & Sumbar pd 1926-1927.

Terlebih komunisme sedang berada dlm tren pasang naik sejak Revolusi Bolshevik 1917.
Ide makar pun sampai menyebar lwt para jamaah yg sedang berhaji.
Namun, Kolonial Belanda jelaslah cenderung overakting, parno berlebihan, jg kurang membuka telinga dlm menyikapi geliat nasionalisme Indonesia sepanjang paro I abad XX.
Tengok saja apa yg dikerjakan Kolonial Belanda kala itu:
-Mati-matian bikin Centraal SI & cabang2 di berbagai kota terpecah belah status badan hukumnya sehingga ringkih secara koordinasi
...
-Menolak memberi Indische Partij (IP) status badan hukum parpol, juga menangkap hingga membuang ke Belanda trio pemimpin IP—Nes Douwes Dekker, Soewardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo—utk kasus penciptaan pamflet 'Als Ik Een Nederlander Was' & penyebarannya.
...
-Merintangi aktivitas Perhimpoenan Indonesia di Belanda maupun Partai Nasional Indonesia di Hindia Belanda, lalu memenjarakan para pemimpin 2 organisasi pergerakan itu, khususnya Hatta & Sukarno—yg justru memancarkan status ketokohan keduanya pd tahun2 sesudahnya.
-Menciptakan dinas intelijen pengawas politik di kepolisiannya: PID (Politieke Inlichtingen Dienst) yg lalu berubah jd ARD (Algemeene Recherche Dienst). Dinas ini represif & sering overakting. Contoh dlm momen Konggres Pemuda II 1928 & peristiwa kematian Hoesni Thamrin.
Penggambaran polah PID setidaknya bisa ditengok melalui penceritaan Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru, khususnya dalam 'Rumah Kaca' yg hadirkan tokoh intel skizofrenik Pangemanann, pemberangus aktivisme Minke.
-Melalui Wilde Schoolen Ordonantie 1932, Kolonial Belanda juga cb membendung penyebaran ide nasionalisme Indonesia dalam sekolah-sekolah partikelir, khususnya yg berafiliasi dng kaum pergerakan seperti Taman Siswa & Ksatrian Instituut
-Hal paling keterlaluan dr Kolonial Belanda yg kurang menajamkan telinganya & meremahkan geliat nasionalisme Indonesia ya penolakan mereka terhadap Petisi Soetardjo 1936.
Penolakan itu nantinya terbukti berikan kerugian besar bagi Kerajaan Belanda maupun bangsa Indonesia.
Petisi Soetardjo sendiri adalah petisi kepada pihak Kerajaan Belanda. Inisiatornya Soetardjo Kartohadikoesoemo, anggota Volkaraad. Petisi itu mengusulkan pemberian status persemakmuran, pemerintahan otonom, jg parlemen bagi Indonesia dlm proses2 berangsur-angsur ±10 tahun.
Belanda menolak petisi dari Soetardjo tadi antara lain dengan alasan bangsa Indonesia belum siap mengurus pemerintahan sendiri.
Meremehkan sekali kan?
Sungguh tidak memerlihatkan itikad baik mereka sebagai penguasa.
Alhasil, ketika Belanda menghadapi ancaman serbuan Jepang pada 1941 & 1942, para elite nasionalis Indonesia maupun masyarakat Indonesia pada umumnya tak seberapa antusiastik membantu Belanda, bahkan terbilang menyambut sukacita kekalahan Belanda.
Upaya Belanda mendirikan kembali kerajaan seberang lautan kebanggaannya di Kepulauan Nusantara pd 1945-1949 beroleh perlawanan hebat.
Sampai akhirnya kehilangan setiap jengkalnya, termasuk perusahaan-perusahaan mereka yg dinasionalisasi Indonesia pd jelang akhir 1950-an,...
... lalu juga separo bagian barat pulau besar New Guinea yg sejak peralihan abad XX - XXI dikenal sebagai Provinsi Papua & Provinsi Papua Barat RI.
Melihat kehilangan demi kehilangan yg dirasakan Belanda di Kepulauan Nusantara pd 1942-1963, pihak Belanda agaknya banyak menyesali polah intel PID hingga penolakan mereka thdp Petisi Soetardjo, serangkaian hal yg menilaskan kecewa2 tak termaafkan dlm hati bangsa Indonesia.
Missing some Tweet in this thread?
You can try to force a refresh.

Like this thread? Get email updates or save it to PDF!

Subscribe to yosef kelik
Profile picture

Get real-time email alerts when new unrolls are available from this author!

This content may be removed anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just three indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!