Setelah mendengar kabar soal kesulitan ekonomi keluarga kami, saya mulai menghitung sisa tabungan saya yg tersisa.
2 hari kami mencari kosan, akhirnya kami ketemu juga kosan dengan budget miring yang bentuknya "lumayan", sebulannya 100rb plus listrik 25rb jadi total 125rb, menghemat sekitar 150% dari biaya kosan yang lama.
Saya memilih kamar yang dipojok, dekat kamar mandi dan dapur karena luas kamarnya lebih luas ketimbang yang lain.
"Va, kok sepi banget ya" ardi ngomong setengah berbisik saat dia kembali ngecek tempat cuci jemur.
Sekali lagi matanya beredar ke sekeliling bangunan kosan, "ya lumayan sih, lah kamu piye?" Dia balas bertanya.
"Ya dicoba aja lah, waktunya mepet juga di." Kata saya akhirnya ambil keputusan untuk mengambil kost itu.
Deni terdiam seperti pasang telinga, lalu beberapa saat kemudian dia mengangguk,
"denger di"
"Punya bayi baru lahir pak? Cucunya?" Tanya saya basa basi karena memang usia pak Yanto cukup tua untuk punya bayi lagi.
"Oh, kadang suka nangis emang" jawab pak Yanto singkat.
"cuy, nih kosan masuk kategori bebas ga beradab cuy.." celetuk deni di parkiran motor.
"Kayanya sih gitu" jawab saya, sambil berharap tembok kosan kedap suara.
Kosan lama saya masuk bebas-beradab, peraturan kosan ga terlalu ketat tapi anak2nya masih terkontrol dan kosan yang baru ini kaya bebas-ga beradab.
Besok pagi2, saya izin ke ibu kos agar teman2 saya bisa masuk kamar untuk angkut barang, karena temen2 saya laki2 semua dan yang cewe 1 org aja.
Merekalah org2 yg membuktikan pertemanan sejati itu ada untuk saya saat saya diatas dan dibawah.
Malam itu kami merapikan barang2 yang masih belum tertata, saya melipat baju dan putu menata buku2 saya.
"Eh, tuh lo denger ada suara bayi ga?" Tanya saya sejenak menghentikan kegiatan.
Putu diam sejenak, "iya, denger..."