Kalau ga ngecek, takutnya itu lela dan dia sakit beneran. Kalau saya cek dan ternyata bukan Lela tp makhluk halus ngajak kenalan, duh males banget.
"Mau ris, tapi kamu bisa tolong samperin sini ga?" Pinta saya.
Walaupun awalnya terdengar bingung akhirnya Aris mau.
Saya mematikan laptop dan membereskan peralatan jahit..
Tak lama, terdengar suara ketukan dipintu kamar saya, "Evaa, ini Aris"
Saya membuka pintu dan ada Aris di depan pintu kamar saya.
Kamar Lela masih gelap dan sepertinya tidak ada orang didalamnya.
Lalu saat kami berjalan menuju pintu keluar, sekilas saya melirik kearah jendela kamar di sebelah kamar Lela..
Kini kami sudah di burjo dan menikmati pesanan kami masing2.
Saya tidak menjawab pertanyaan Aris dan hanya mengaduk-ngaduk susu coklat saya, masih mencerna, itu tadi yang nangis orang beneran atau bukan.
"Oi.. ditanya diam aja, Mikirin apaan?" Tanya aris dengan muka penasaran.
"Bayi yang kemarin?" Tanya aris
"Iya, tapi ini ada backing vocalnya, lama-lama kedengeran suara perempuan nangis selain suara bayi. Terus dia ngirintih sambil teriak sakit sama tolong." Cerita saya.
"Nah itu, aku sempet ragu ris, mau ngecek keluar tapi ragu, soalnya kamu Denger kan logatnya mba Lela itu jawa Timur banget? Yg beda ris.. aku mau keluar takutnya mba Lela sakit, tapi kalau ternyata bukan mba lela siapa dong?"
"Nah, pas banget tadi kamu telepon, abis kamu telepon suara nangisnya ilang." Lanjut saya.
Aris masih diam, lalu dia mengusap-usap jidatnya seperti orang pusing
"Eh iya, tadi juga, waktu aku dari kamar mandi mau solat isya, aku juga ngeliat perempuan rambut sepundak lagi..
Aris diam, dia menatap saya dan menutup mulutnya dgn kedua tangan, sehingga saya tidak bisa membaca ekspresinya.
"Yaudah aku temenin kamu. Kayanya ini ada yg ga beres, walaupun aku ga tau apa2" kata Aris
"lagian positive thinking aja, itu yg nangis mba Lela dan yang masuk kamar itu beneran anak baru." Terkait saya.
Tiba-tiba hp saya berbunyi, ternyata itu dari si Dika, "hallo, kenapa ka?" Saya menjawab telepon.
"Dikosan, lagi di burjo depan sama Aris" jawab saya.
"Eh, gue kesana ya, Aris suruh tungguin, laper gue." Kata dika, lalu mengakhiri telepon.
"Si dika mau kesini, kamu suruh nungguin, laper katanya." Saya kasih tau Aris.
Saya ikut ketawa membayangkan rumah Dika yang terletak di daerah Monjali.
"Loh kamu belum tidur say?" Lela menegur saya.
"Belum mba, darimana nih mba?baru pulang atau dari kamar?"
"Baru pulang say, tadi kita nongkrong tempat temen." Jawab Lela
Lela lalu mencari kursi yang kosong dan duduk disana bersama Andi.
Lalu tak lama, Dika datang dan saya beserta Aris menjelaskan problem yang saya hadapi di kostan saya.
"Ah, engga lah, ga enak ama tetangga lo kali ka." Saya menolak.
"Tetangga gue kan cuek." Dika masih membujuk.
"Engga ah, tetep aja ga enak." Tolak saya.
"Gue mencoba positive thinking aja ka." Lalu saya mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain.
Aris dan Dika mengantar saya sampai depan kamar, Aris terlihat celingukan kearah kamar sebelah mba Lela.
Saya mengangguk pelan mengiyakan pesan Aris yang sepertinya sudah khawatir itu.
Sesekali saya juga melihat perempuan rambut sebahu masuk ke kamar mandi atau kamar sebelah kamar Lela.
Saat saya masuk periode 1,5 bulan menempati kosan, saya dapat kerja sambilan di sebuah coffee shop dan distro lewat rekomendasi Dika.
Sampai akhirnya, momen mengerikan itu terjadi..
Yang kedua saya mulai terbiasa dgn keadaan kosan yg kadang berisik sama suara tangis.
Setelah memarkir motor, saya berjalan menuju areal kamar kos. Saat akan membuka pintu pagar areal kosan, samar-samar saya mencium bau anyir seperti bau darah...
Makin lama aroma anyir makin santer tercium, seketika bulu kuduk saya berdiri, mengingatkan saya akan tragedi kak Bella..
Akhirnya saya memberanikan diri membuka pagar..
Areal kosan gelap karena ga ada satupun lampu yang nyala.. Aroma anyir masih kuat tercium dan lama-lama bikin mual..
Saya berjalan perlahan kearah saklar lampu pelataran yg seharusnya ada disekitar ada di depan kamar saya.
"sret.. sret.. sret.."
akhirnya saya menemukan saklar, reflek saya pencet, dan ternyata itu lampu dapur, jadi hanya cahaya tamaram yang saya dapat, karena dapur posisinya berada dibalik tembok tempat saklar,
dan saya pun membalikkan badan...
karena saat itu, tepat didepan saya, kira2 posisi didepan kamar kosong disamping kamar lela, berdiri seorang perempuan...
***
Dia curiga sama lampu pelataran yang masih gelap, padahal saya sudah pulang dan saya rajin menyalakan lampu.
Rasanya kaki saya masih lemas dan saat saya teringat sosok mba cantik berdarah itu, saya langsung merasakan mual dan berlari ke kamar mandi, saya tidak bisa menahannya, saya muntah2 saat itu juga.
Pertanyaanya, siapa dia?...
"Tolong.. sakit.." End
Next Part 5
"Hentikan"
Besok, jam 19.30