My Authors
Read all threads
CATATAN SURAM JABATAN

Bagian 2
(Cerita Dari Mereka)

Sebuah Utas
(A Thread)

@IDN_Horor @bacahoror @bagihorror @ceritaht @horrornesia @horrorthread
#bacaanhoror #threadhoror #bacahoror
Sebelumnya, mari berkunjung ke Catatan Suram Jabatan bagian 1 (Bagi sobat yang belum membaca)

Basmalah sebelum memulai membaca.

Bismillahirohmanirrohim.
Setelah kejadian "perkenalan" pertama kali itu, Risal mulai percaya terhadap hal-hal gaib di sekolah ini.

Setiap harinya ia selalu terlihat kelelahan, berbeda pada saat minggu-minggu awal menjabat sebagai ketua Osis.
Bu Santi yang kala itu melihat Risal tengah tertidur di meja rapat pun menegur.

"Nak Risal?" Guru itu membangunkan sang ketua Osis dengan cara menepuk-nepuk bahu anak itu.
Risal terkejut, ia tak sadar tertidur lelap di ruang Osis.

"Ini sudah jam 3, kamu tidak pulang?" tanya Bu Santi.
"Maaf, Bu. Saya ketiduran, tadi habis cek absensi, mata saya berkunang-kunang. Ini sudah jam 3?"

Bu Santi mengangguk

Dalam hati Risal memaki Idham yang tega meninggalkannya sendirian tanpa membangunkannya. "Sialan tuh anak, wakil ketua enggak ada ahlak!"
"Ibu belum pulang?" Risal bertanya balik.

"Belum, ini sedang kerja tugasnya pembina Osis kamu, Pak Eko yang belum pulang-pulang juga dari pelatihan di Jawa."

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?"

"Tidak usah, kamu pulang saja, istirahat."
Bu Santi adalah guru yang sangat tegas. Tatapan matanya bak Elang yang hendak menerkam mangsa siswa yang melanggar aturan. Namun, di balik ketegasannya beliau adalah guru yang perhatian terhadap siswanya.
"Tapi saya memaksa untuk membantu, tidak rela melihat Ibu kerja sendiri." Risal menawarkan sambil menyengir.
Ruang Pembina Kesiswaan terletak di depan pintu masuk gedung Kesiswaan. Dari dalam, Bu Santi kadang mengawasi siswa yang melanggar. Karena terletak di pinggiran sekolah, ruang ini memiliki lokasi yang sangat strategis dalam melakukan pengawasan.
Bu Santi sibuk dengan layar komputer untuk menyelesaikan administrasi kesiswaan, begitu pula dengan Risal yang membantu menyortir berkas menumpuk dari dalam lemari.
"Nak Sal, kamu belakangan ini rasanya terlihat kurang bersemangat. Ada masalah apa? Ibu juga pernah jadi guru BK beberapa tahun yang lalu, loh. Jadi kalau untuk curhat-curhat, boleh cerita ke ibu."
"Cuma masalah biasa, Bu." di dalam pikirannya sudah berkelabut pemikiran tentang gedung yang mereka tempati sekarang.
"Kamu meragukan keterampilan membaca pikiran saya? Mantan guru BK 3 tahun ini jangan diremehkan, pasti ada yang kamu sembunyikan, betul?"
"Jangan-jangan kamu sudah berkenalan dengan penghuni gedung ini?" ungkap Bu Santi.

Deg ... jantung Risal berdentum tiba-tiba, akibat mendengar tebakan Bu Santi.

"Ibu sudah tau?"
Bu Sinta tersenyum tipis, awalnya juga beliau tidak percaya dengan kehadiran "mereka" tapi setelah beberapa minggu berkantor di tempat ini, kejadian aneh pun berdatangan.
"Awalnya saya tertawa mendengar pernyataan Pak Umar, tapi setelah saya merasakan langsung. Mereka ada! mungkin saja ia sedang berada di sampingmu, menatap kamu dengan pandangan nanar," celetuk Bu Santi dengan nada sedikit bercanda.

"Ibu pernah melihat atau merasakan apa?"
"Banyak, ibu sering lembur. Kau tahu sendiri kan? Kadang ibu pulang sebelum maghrib. Tapi mereka hanya usil-usil mainkan kotak pensil, atau suara benda jatuh dari ruangan kalian. Tapi takut juga, sih."
"Itu sebabnya, ibu selalu sholat disini, minta doa supaya ibu diberi perlindungan sama Allah SWT," jelas Bu Santi.

"Tapi Ibu merasakan sesak, dingin, atau pengap secara tiba-tiba di gedung ini, tidak?"
"Terkadang, itu kalau perasaan saya tidak enak, bentengin diri dengan perbanyak doa." ekspresi Ibu Santi berubah drastis, dari yang optimis berkata seperti itu, kemudian seperti tidak yakin dengan apa yang beliau ucapkan. Pengap dan dingin dirasakan oleh Bu Santi saat itu.
Prak ...

"Astagfirullah," ucap Risal dan Bu Santi bersamaan ketika kotak pulpen jatuh secara tiba-tiba tanpa ada yang menyenggol.

"Tenang, Sal." Bu Santi terlihat panik duluan.
Istigfar dan Taw'udz mereka ucapkan berulang-ulang. Wajah Risal yang sudah pucat lelah dari tadi, di tambah dengan insiden ini.

"Kamu belum, sholat Ashar, kan? Gih, sana sholat dulu, Ibu juga mau beberes untuk pulang."
Hari itu adalah hari selasa, sehingga tidak ada eskul yang diadakan. Sekolah tampak sepi.

Risal berjalan menuju mushollah, perasaannya masih bergejolak, belum tenang. Badannya terasa menggigil sejak di ruangan tadi.
Ketika ke mushollah, ia berpapasan dengan Mang Uyut, satpam sekolah. Mang Uyut memiliki waktu lebih lama di sekolah ketimbang di luar sekolah, bagaimana tidak, ia tinggal di kompleks sekolah, hehe.
Untuk menanyakan pengalaman yang menyeramkan, sangat tepat untuk bercerita dengannya. Tapi cerita tentang Mang Uyut tidak untuk sekarang, Risal tidak ingin menceritakan kejadian yang barusan terjadi di ruangan Bu Santi. Lagi pula, itu hanya gangguan kecil saja.
"Mang, belum pulang?"

"Eh, harusnya Mamang yang tanya seperti itu, gimana sih. Mamang kan tinggal di sekolah. Oke, Mamang balik tanya, Dek Risal belum pulang?"
Risal menggaruk kepalanya yang tak gatal mendengar gurauan Mang Uyut. "Hehe, sedang bantu Bu Santi. Biasalah Mang, tuntutan pekerjaan sebagai ketua Osis."

"Oh pantesan Mamang jarang lihat Risal sekarang. Jadi orang sibuk ya, hehe. Dek Risal mau kemana?"
"Mau ke Mushollah Mang, belum sholat Ashar."

"Oh iya, kalau begitu Mamang mau perbaiki pompa air di WC belakang. Oh iya, satu lagi, kalau kamu pulang, jangan lupa mandi, ya!"
Risal bingung dengan pernyataan Mang Uyut, jelaslah, Risal akan mandi karena badan yang kotor setelah seharian beraktivitas di sekolah

Mang Uyut tahu betul, bahwa ada yang menempel di tubuh Risal saat itu.
Sesampainya di tempat wudhu, Risal langsung menyucikan diri untuk melaksanakan sholat. Setelah wudhu, badannya terasa nyaman dari sebelumnya, serta perasaannya terasa lega. Entah dari tadi ia merasa tidak tenang.
"Allahu Akbar ... " Risal mengangkat telapak tangan dan bertakbir untuk memulai shalatnya.

Perasaannya terasa sejuk dan khusyuk selama shalat.

"Assalamualaikum warohmatullah." Salam mengakhiri sholat Risal.
Tiba-tiba Risal merasakan kesedihan yang amat mendalam.

Air matanya mencucur tak terbendung. Sedih itu bukan dari dalam dirinya. Ada rasa yang menyerang hatinya secara tiba-tiba.

Sedih, tapi entah karena apa.
Risal mengeluarkan sedih itu. Ia mengeluarkan air mata. Nalarnya sudah tidak berfungsi, ia bersengguk sengguk sambil mengeluarkan bulir-bulir air dari matanya.
Kemudian kata-kata menyerang masuk di dalam kepalanya.

Seperti kumpulan kalimat orang yang sedang curhat.
"Aku hanya ingin melanjutkan sekolah ...."

"... ketika orang tuaku melarang ...."

"... bukankah aku sudah membanggakan mereka dengan terpilih sebagai siswa yang berprestasi? .... "
"... tidak, mereka tidak peduli dengan semua itu ...."

"... kenapa mereka tidak pernah menghargai usahaku di sekolah? ...."

Kata-kata tersusun di kepala Risal dengan runtut, ia serasa mendengar orang lain sedang bercerita, ia menangkap seluruh kesedihan orang itu.
"... mereka selalu membandingkanku dengan anak yang mampu menghasilkan uang dengan cepat ...."

"... apa karena mereka tidak berpendidikan, lantas mereka membunuh harapan pendidikan anaknya sendiri? ...."

Risal masih sesenggukan, bahkan ia belum berwirid dan merapalkan doanya.
Saat itu, Risal telah bersatu dengan frekuensi perasaan sedih dari yang tak dikenalnya.

Ada yang menusuk relung hatinya yang paling dalam, rasa tak di hargai, hina, sakit hati melebur menjadi satu, membuat buliran air mata tak kunjung kering dari matanya.
Kata-kata yang tersusun di kepalanya mulai menghilang berganti dengan gambar-gambar layaknya sebuah slide show. Semakin ia menutup mata, semakin jelas gambar yang tertera.
Risal semakin sedih melihat gambar yang terpajang tanpa ia kenali siapa orang yang ada di dalam gambar itu.

Risal semakin menutup erat matanya untuk melihat gambar-gambar itu. Penasaran yang semakin membuat ia sedih.
"Tidak ...!"

"Jangan ...!" Risal berteriak seakan ia ingin mencegah seseorang untuk melakukan sesuatu.
Gubrak ... Tubuhnya terkejut seperti tersengat listrik ketika gambar terakhir yang terpajang di pikirannya berupa seorang anak yang mengantung dengan ikatan tali tambang di lehernya.
Risal semakin tersedu-sedan, ia merasakan setiap rasa dan peristiwa tentang gambar yang terpampang di pikirannya itu.
Risal menghela napas panjang, mencoba untuk tenang sejenak. Ia membuka matanya, jantungnya bergetar ....

Anak remaja yang ia lihat di gambar yang timbul di kepalanya tanpa sebab muncul secara nyata di hadapannya.
Kisah tentang Risal dan catatan suramnya menjabat sebagai Ketua Osis akan di lanjutkan ke bagian selanjutnya🙏
Silahkan follow akun saya untuk mendapatkan kisah-kisah horor kedepannya.
Mampir juga di cerita tentang KANDOLE 😉

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Keep Current with #Catatan Alien_Ex

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!