Pak Kyai @cholilnafis , ijin sedikit update realisasi belanja sd 14 Agustus 2020:
Belanja Rp 1.321,6 T (48,2%)
Belanja Pusat Rp 851,8 T (43,1%)
TKDD (Daerah) Rp 469,8 T (61,5%)
Realisasi 20% itu stimulus covid-19. Selain merujuk Om @msaid_didu (KAMI), boleh jg diskusi dg kami.
Belanja Rp 1.321,6 T (48,2%)
Belanja Pusat Rp 851,8 T (43,1%)
TKDD (Daerah) Rp 469,8 T (61,5%)
Realisasi 20% itu stimulus covid-19. Selain merujuk Om @msaid_didu (KAMI), boleh jg diskusi dg kami.
Pak Kyai @cholilnafis , justru karena pendapatan negara turun dan kebutuhan belanja meningkat, maka kita membiayai APBN dg utang. Mohon dukungan, ke depan penerimaan pajak dapat lebih optimal shg kita semakin mandiri. Utang pun kita ke Bank Indonesia, skema burden sharing.
Utang ini memang pilihan pahit, tapi toh harus kita ambil karena pilihan terbatas. Kalau pajak digenjot saat pandemi, jelas tak bijak. Maka skema defisit melebar ini dibiayai dg penerbitan Surat Berharga Negara yg dapat dibeli Bank Indonesia dg skema berbagi beban.
Pak @cholilnafis ysh, ini adalah skema berbagi beban antara Pemerintah dan Bank Indonesia. Solusi yg “win win” di saat pandemi, kita bergotong royong saling tolong. Ada yg ditanggung BI, ada yg ditanggung Pemerintah, ada yg dipikul bersama. 
Ijin menambahkan, ini adalah alokasi stimulus dan defisit. Konsekuensi stimulus yg tinggi adalah defisit melebar. Kita meski melebar, tapi msh relatif rendah. Semoga stimulus benar2 bermanfaat buat rakyat. Mohon dukungan Pak @cholilnafis
