Saya nggak mau memburuk-burukkan presiden. Saya cuma mau bilang: Jokowi adalah simbol paradoks demokrasi. Dan mungkin dia akan jadi inspirasi tak habis-habis untuk perenungan praktis dan akademis tentang politik Indonesia ke depannya.

Sedikit telaah menyambut sahnya #OmnibusLaw.
Jokowi adalah presiden pertama yang terpilih pasca-Reformasi tanpa latar belakang yang wah. Ia tak berlatar belakang militer, tak dibekingi ormas agama terbesar atau partai, tak lahir dari trah politik tertentu. Karier politiknya ketika memenangi pilpres baru seumur jagung.
Sebagai "bagian dari rakyat biasa," kemenangan-kemenangan dia seolah menyimbolkan bahwa demokrasi berjalan di Indonesia. Kemenangan dia dalam Pilgub 2012 dan Pilpres 2014 disambut euforia yang luar biasa—seluar biasa itu kalau kalian ingat.
Bukan cuma warga Indonesia. Para pengamat politik dari dalam maupun mancanegara juga tercantol dalam euforia ini. Jokowi dianggap sudah menyelamatkan demokrasi. Dia sudah mengalahkan lawan yang merupakan pengejewantahan dari oligarki. Contoh:

muse.jhu.edu/article/556415…
Tapi lantaran statusnya sebagai "orang luar" yang tak punya modal sama sekali di dunia politik Indonesia selain citra merakyatnya—yang bisa membantunya cuma ketika pemilu datang—dia tersandera di mana-mana.
Keadaan tersandera itu beberapa di antaranya:
- Oleh partainya sendiri, ia sering tidak dianggap (gesture ia "petugas/subordinat partai" sering banget dipajang terang-terang)
- Dia tidak punya afiliasi-afiliasi belakang layar yang bisa membantunya lobi ke parpol-parpol
Akhirnya, dia mengandalkan sosok seperti Luhut yang sudah jadi sponsornya sedari awal ia maju sebagai walikota Solo. Luhut punya semua yang tidak dipunyai Jokowi: afiliasi dengan parpol, khususnya Golkar, afiliasi dengan militer, modal bisnis. Cek:

indoprogress.com/2020/04/lord-l…
Apa yang bisa dilakukan Jokowi sebagai pariah politik? Transaksi politik. Menawarkan imbalan sebesar-besarnya bagi yang bisa membantu kebijakan-kebijakannya jalan. Kedua, melakukannya dengan mengangkangi prosedur bahkan membatalkan pencapaian reformasi.
Militer dilibatkan dalam program-program eksekutif. Dwifungsi diam-diam diaktifkan lagi. Dengan partai tak di bawah kendalinya dan kerumitan birokrasi, Jokowi coba membentuk pengaruh lewat polisi dan militer yang memang jaringannya sampai ke tingkat desa.

newmandala.org/jokowis-author…
Pelibatan polisi dan militer ini jadi gamblang pasca 2019. Menteri-menteri dipilih dari mantan petinggi polisi atau militer. Sebagai presiden yang disponsori bekas petinggi militer, dia nampaknya belajar dan diajari bahwa aparatus ini yang efektif buat memuluskan kebijakan.
Dan kalau Jokowi tampak sungkan mengintervensi UU kontroversial dan merugikan yang diajukan bukan cuma dari DPR tapi juga bahkan dari Kementeriannya sendiri (ehem, UU KPK), itu karena keleluasaan politik yang diserahkannya kepada partai-partai.
Yang termutakhir tentu saja UU Cipta Kerja. Saya merasa sangat banyak pasal selundupan dalam UU yang akan merombak 76 UU ini. Selundupan partai maupun selundupan pengusaha. Motif Jokowi sendiri dengan UU ini sepertinya adalah menadah investasi sebanyak-banyaknya.
Meski memang Jokowi sudah pening dari lama dengan hambatan investasi, pendorong utama tercetusnya UU ini adalah presentasinya World Bank: dari 33 pabrik yang direlokasi Cina ke Asia Tenggara, tidak ada satu pun yang direlokasi ke Indonesia.

bloomberg.com/news/articles/…
Tapi, bagaimana caranya UU yang sangat berpengaruh bisa disahkan secepat-cepatnya? Kesepakatan dengan partai-partai. Polanya pada titik ini sudah kelihatan seharusnya. Partai-partai, atau paling nggak elite-elitenya, diberikan ruang menumpangkan kepentingannya ke UU ini.
Paparan kepentingan partai atau elite-elitenya sudah terang pada dokumen bikinan LSM seperti @jatamnas. Hal lain yang bisa saya bagiin di sini adalah analisis @remotivi ini:

remotivi.or.id/pantau/643/lum…
Beberapa media jelas-jelas mendukung UU ini. Dan mereka yang mendukung adalah yang bos-bosnya dilibatkan dalam Satgas UU Cipta Kerja. Hasilnya, di sektor penyiaran, UU Cipta Kerja berpotensi melicinkan dominasi segelintir konglomerasi media besar. Cek:

remotivi.or.id/meja-redaksi/6…
Dan sudah tak usah diterangkan lebih jauh lagi rasanya bagaimana UU ini disahkan dengan manuver-manuver yang sangat tidak demokratis.
Dan... semua penyelewengan demokrasi ini terjadi di masa pemerintahan Presiden yang digadang-gadang awalnya sebagai simbol demokrasi, sebagai kemenangan rakyat. Penyebabnya pun salah satunya karena sang presiden "terlalu merakyat"—tidak punya kendaraan dan afiliasi politik.
Itu dia kenapa di awal saya nyatakan Jokowi adalah simbol paradoks demokrasi.

Kenyataannya, dalam sistem politik kita sekarang, dukungan rakyat cuma berguna pada saat pemilu. Pengecekan kekuasaan, itu pun belum tentu efektif, terjadi cuma lima tahun sekali.
Jokowi bilang dia akan memimpin tanpa beban di periode kedua. Sekarang, terang bahwa beban yang dimaksudnya adalah "beban elektabilitas". Tanpa beban ini, dia dapat menunjukkan transaksi politik secara terang dengan pihak-pihak yang sudah disebutkan bisa memuluskan kebijakannya.
Versi yang diterbitkan jadi esai oleh @mojokdotco.

mojok.co/ggr/esai/jokow…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Geger Riyanto

Geger Riyanto Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @gegerriy

8 Oct
Saya sempat mengumpulkan beberapa literatur tentang hubungan antara upah minimum dan lapangan kerja untuk bahan tulisan di @indoprogress. Saya bagikan saja di sini karena tulisan saya sepertinya nggak akan langsung menyentuh isu ini.
#OmnibusLawUUCilaka
Disclaimer muka: aku sori nggak sori jebol literatur-literatur ini via sci-hub. Kami butuh ini.
Disclaimer muka 2: latar belakangku antropologi, bukan ekonomi. Tapi, aku sudah coba petakan diskusi dan perdebatan di belakang literatur-literatur ini. Literatur-literatur ini terbilang penting dan otoritatif.
Read 22 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!