ⒸⒾⓃⓉⒶ ⓀⒾⓇⒶⓃⒶ Profile picture
Nov 5, 2020 221 tweets >60 min read Read on X
Based On True Story

Ngalebur Tapak

-
-
-
A thread

@bacahorror @BacahorrorCom @IDN_Horor @bagihorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google Image
Cerita ini adalah kejadian yang sedang dialami oleh keluarga saya sendiri dan masih berlangsung sampai sekarang, sampai saat saya menuliskan cerita ini.
Untuk kalian yang membaca thread ini, semoga kalian sehat selalu dan berada dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Saya meminta doa dari kalian semua untuk keluarga saya agar baik-baik saja, terutama ibu saya agar segera pulih.
Saya menuliskan cerita ini secara runut seperti catatan harian dari hari ke hari. Dan karena cerita ini masih berlangsung, entah kapan saya bisa menyelesaikan tulisan ini. Semoga kejadian ini segera berakhir dan saya bisa menuliskan akhir cerita yang bahagia.
Hari Pertama
Pagi ini sebelum saya pergi bekerja, saya melihat Ibu saya sedang merintih kesakitan. Ibu memegangi kakinya dan berkata kakinya seperti kebas. Saat Ibu pergi ke kamar kecil pun, langkahnya tertatih-tatih kesulitan untuk berjalan.
Memang sudah beberapa hari Ibu mengeluhkan sering cepat letih dan lemas. Ibu merasakan rasa sakit dipinggangnya dan kakinya terasa sangat pegal.
Sore harinya, saat saya selesai bekerja, adik saya Tika menelepon saya untuk segera pulang dan mengantarkan Ibu ke rumah sakit. Ia mengatakan kondisi Ibu yang semakin memburuk. Saya segera pulang dengan hati yang was-was.
Sesampainya di rumah, saya melihat Ibu yang terkapar di atas kasur depan ruang TV lantai atas. Kedua kakinya kini sudah tidak bisa Ibu rasakan dan gerakkan, bahkan untuk duduk saja Ibu tidak mampu.
Saya lalu mengambil kunci mobil dan bergegas menuju mobil. Dengan susah payah Ibu dibopong oleh kakak laki-laki saya Kak Windu dan adik ipar saya Dheka menuju mobil.
Sepanjang perjalanan saya mengemudikan mobil dengan perasaan yang kacau, sambil sesekali melihat kaca spion dalam. Melihat Ibu terbaring sebari merintih kesakitan di kursi belakang.
Kak Windu duduk di samping kursi kemudi, dan Dheka pergi terlebih dahulu ke rumah sakit menggunakan sepeda motor untuk meminjam dan mempersiapkan kursi roda.
Hari itu hari Kamis, sekitar pukul delapan malam kami tiba di rumah sakit, Ibu langsung dilarikan ke IGD. Ruangan IGD tampak dipenuhi oleh beberapa pasien.
Karena protokol kesehatan selama masa pandemi Covid-19 ini mengharuskan penunggu pasien hanya 1 orang, akhirnya aku yang menemani Ibu. Kak Windu dan Dheka menunggu di halaman depan rumah sakit.
Ibu masih saja merintih merasakan badannya sangat tidak nyaman dan nyeri disana sini. Saat dokter menghampiri kami, dokter bertanya tentang beberapa hal yang mungkin saja menjadi penyebab kelumpuhan yang terjadi secara tiba-tiba pada Ibu.
Seperti, apakah Ibu terjatuh? tidak, ibu sama sekali tidak terjatuh. Apakah Ibu memiliki riwayat darah tinggi? ya, Ibu memang memiliki riwayat darah tinggi yang mungkin saja menjadi penyebab kelumpuhan. Perkiraan sementara Ibu terkena stroke akibat tekanan darah tinggi.
Setelah pengecekan dokter, Ibu lalu menjalani beberapa pemeriksaan seperti, cek lab, CT scan dan lain-lain. Kami menghabiskan waktu di ruang IGD cukup lama.
Karena Ibu harus dirawat inap, akhirnya sekitar pukul setengah sebelas malam, Kak Windu dan Dheka diminta pulang ke rumah dan menunggu kabar kondisi selanjutnya di rumah.
Sisa saya dan Ibu. Saya mengelus-elus kening Ibu. Bibir dan wajahnya tampak pucat pasi. Ibu yang selama ini selalu semangat kini lemas tak berdaya.
Setelah selesai pemeriksaan ini dan itu, sekitar pukul satu dini hari Ibu dipindahkan ke ruang rawat inap di lantai 3.
Malam itu kami habiskan dengan mengobrol ringan sambil menyemangati Ibu yang sedang berusaha tegar.
Hari Kedua
Seorang suster datang untuk memasangkan infus dan mengecek tekanan darah serta memberikan beberapa obat. Tekanan darah Ibu 120/80, normal. Hari ini saya mengambil cuti agar bisa menemani Ibu. Ibu ditangani oleh dokter spesialis bagian dalam dan dokter saraf.
Ketika dokter datang untuk memeriksa, ia meminta Ibu agar berupaya menggerakan kakinya sekuat tenaga, tapi tetap saja Ibu tidak bisa melakukannya. Saat kakinya dicubit dan digerakkan oleh dokter pun sama sekali tidak terasa apa-apa.
Kemudian dokter melihat bagian perut Ibu yang membesar dan keras. Ibu lumpuh dari bagian sekitar ulu hati sampai ke ujung jari kaki sehingga Ibu tidak bisa mengontrol untuk buang air. Ibu akhirnya dipakaikan kateter urine dan diapers.
Hari Ketiga
Dokter meminta saya untuk mengolahragakan kaki Ibu secara teratur dengan cara memutar pergelangan kaki atau mengangkat dan menekuk kaki Ibu agar tidak membengkak.
Ia menyampaikan pula bisa jadi Ibu mengalami saraf terjepit sehingga untuk pulih seperti sedia kala perlu dilakukan operasi.
Saya menyampaikan pada dokter, apakah keputihan yang banyak dan pendarahan yang sering berpengaruh juga pada faktor penyebab kelumpuhan Ibu. Sebenarnya keterangan ini ingin Ibu rahasiakan karena takut dirinya didiagnosa suatu penyakit oleh dokter.
Tapi tetap saya sampaikan tanpa persetujuan Ibu agar Ibu bisa sembuh secara total. Dokter menanyakan sejak kapan mengalami hal tersebut dan beberapa pertanyaan lainnya. Ibu akhirnya mau terbuka dan memberikan keterangan dengan detail.
Setelah mendapatkan informasi, dokter meminta Ibu untuk melakukan USG dan pemeriksaan lainnya.
Hari Keempat
Dari awal Ibu masuk rumah sakit, saya yang selalu menemani Ibu. Tapi hari ini Ibu meminta saya pulang dan beristirahat digantikan oleh Kak Windu yang hari ini libur bekerja. Kak Windu tiba sekitar pukul sembilan pagi tepat saat Ibu dipanggil untuk melakukan USG.
Ibu diantarkan Kak Windu ke lantai satu untuk pemeriksaan dan saya menunggu mereka kembali sebelum pulang. Cukup lama saya menunggu sampai akhirnya mereka datang.
Dari raut wajah masing-masing saya sudah bisa menebak hasil pemeriksaannya.
Pasti buruk.
Saya melihat Kak Windu yang hanya terdiam sambil menyembunyikan rasa gelisahnya.
Kemudian saya mengalihkan pandangan pada Ibu.
Kini Ibu menutupi kedua mata dengan satu lengannya, menutupi air matanya yang tidak terbendung.
"Mungkin waktu Ibu cuma sampai disini." ucapnya tiba-tiba dengan nada yang lirih.
Ibu divonis kanker serviks tingkat lanjut. Rumah sakit ini tidak menyanggupi untuk melakukan tindakan lebih lanjut, sehingga Ibu harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.
Keadaan di ruangan ini masih hening. Kak Windu mencari tahu seputar kanker serviks melalui handphonenya. Saya menyemangati dan meyakinkan Ibu kalau Ibu bisa melalui ini dan semua akan baik-baik saja.
Lalu saya berpamitan pulang. Di rumah saya menjelaskan kepada anggota keluarga yang lain tentang kondisi Ibu dan meminta keluarga untuk selalu mensupport Ibu.
Malamnya saya kembali ke rumah sakit. Meskipun dirawat, biasanya Ibu tetap semangat dan makan dengan lahap sambil menonton televisi. Tapi hari ini, Ibu tampak lesu dan tidak selera makan, bahkan lebih sering melamun.
Sepertinya Ibu belum bisa menerima dengan lapang atas kondisinya saat ini. Sambil menahan tangis, dalam hati saya terus menerus berdoa agar Ibu bisa ditegarkan hatinya dan pulih seperti sedia kala. Dan saya pun harus bisa kuat untuk menguatkan Ibu.
Hari Kelima
Hari ini hari Senin, saya harus pergi bekerja.
Pagi-pagi sekali bapak sudah datang untuk menggantikan saya menjaga Ibu. Bapak baru pulang dari dinas luar kota, ia kaget dan tidak menyangka dengan kondisi Ibu saat ini.
Bapak memeluk Ibu tanpa kata-kata, seolah ia kehilangan bahasa untuk diucapkan.
Saya lalu pamit berangkat bekerja, meninggalkan mereka berdua di ruangan ini.
Hari ini rencana Ibu keluar dari rumah sakit. Ibu harus pulang terlebih dahulu ke rumah sambil menunggu proses pendaftaran ke rumah sakit rujukan.
Sepulang bekerja saya kembali ke rumah sakit. Disepanjang perjalanan saya terus menerus menangis. Saya menjadi orang yang secengeng itu. Saya tidak bisa menangis di depan Ibu karena takut Ibu akan tambah bersedih.
Tiba di rumah sakit saya sudah menyeka air mata dan menguatkan diri untuk bertemu Ibu dengan memasang senyuman dan menyapanya.
Saat Bapak sedang mengurus persyaratan rujukan di meja suster di bagian depan lantai 3, Ibu menceritakan apa yang terjadi hari ini.
Ibu bilang Bapak hari ini menangis terus melihat Ibu, Bapak tidak tega melihat Ibu tidak berdaya seperti ini. Bapak yang merupakan tentara yang terlihat gagah ternyata bisa menangis seperti itu juga.
Mereka lalu saling intropeksi diri satu sama lain, barang kali telah membuat suatu kesalahan sampai harus sakit seperti ini.
Selama menjaga Ibu, Bapak lebih sering melamun, pikirannya berpikir keras terlihat dari raut wajahnya.
Bapak membelai dan menggenggam tangan Ibu sambil terus menyemangati kalau Ibu adalah wanita yang kuat dan pasti bisa bertahan melalui ujian ini.
Malamnya Ibu kembali ke rumah.
Agar mempermudah mobilisasi, Ibu ditempatkan di ruang keluarga lantai 1 dan tidur menggunakan tempat tidur single adik bungsu saya Rara yang diangkut dari lantai 2.
Saya dan Bapak menggelar kasur di lantai di samping tempat tidur Ibu agar kami bisa terus menemani Ibu.
Hari Keenam
Hari ini saya mengambil cuti untuk mengurus berkas Ibu ke rumah sakit rujukan. Saya berangkat terlebih dahulu menggunakan motor, Ibu menyusul dengan menggunakan mobil bersama Bapak dan tante yang merupakan adik Bapak yang sengaja datang dari luar kota.
Ibu adalah anak tunggal sehingga tidak ada yang bisa diminta bantuan selain anak-anaknya dan Bapak.
Ibu memiliki 4 orang anak. Kak Windu adalah anak sulung, ia sudah menikah dengan teman saya Sekar dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang kini akan genap berusia 2 tahun bernama Bayu.
Anak kedua adalah saya sendiri, Kirana.
Anak ketiga yaitu Tika, ia sudah menikah awal tahun ini bersama Dheka dan sekarang tengah hamil besar.
Terakhir adalah si bungsu Rara, sekarang ia sudah kelas 12 dan sedang sibuk belajar untuk persiapan kuliah tahun depan.
Kami semua tinggal dalam satu rumah dengan Kakek dan Nenek yang merupakan orang tua Ibu.
Setelah menunggu proses birokrasi yang cukup lama, ternyata Ibu tidak bisa diperiksa hari ini, karena dokter spesialis yang menjadi rujukan tidak praktek. Ibu kembali ke rumah dan diminta datang dua hari kemudian.
Hari Ketujuh
Beberapa saudara dan rekan-rekan Ibu datang ke rumah untuk membesuk. Kondisi Ibu masih belum stabil, ia masih sering bersedih dalam lamunannya.
Setiap kali saya membantu Ibu membersihkan badannya setiap pagi dan sore hari, Ibu selalu meminta maaf karena sudah merepotkan. Padahal sebagai anak, ini adalah bentuk rasa sayang pada seorang Ibu.
Hari Kedelapan
Hari ini Ibu kembali dibawa ke rumah sakit. Seperti biasa, saya mengambil cuti berkerja hari ini. Saya datang terlebih dahulu dan meminjam stretcher untuk Ibu gunakan.
Dengan kondisi Ibu yang tidak bisa menopang tubuhnya sendiri, Ibu kesulitan bila menggunakan kursi roda terlalu lama.
Hari ini Ibu melakukan beberapa pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter spesialis kandungan.
Ibu diputuskan untuk rawat inap karena kondisi Ibu yang tidak memungkinkan pulang pergi pada saat proses tindakan berlangsung.
Namun, karena hari ini ruangan kelas 1 sudah full terisi, Ibu diminta datang kembali 2 hari kemudian setelah melakukan booking ruangan.
Hari Kesembilan
Saya sudah mulai terbiasa dengan rutinitas baru. Sebelum berangkat dan ketika pulang bekerja saya menyeka tubuh Ibu dan mengganti diapersnya. Ibu tidak ingin diseka oleh keluarga yang lain. Mungkin karena Ibu merasa tidak enak takut lebih merepotkan banyak orang.
Kondisi Ibu saat ini sering merintih kesakitan dibagian dadanya dan terkadang merasa sesak napas. Ibu berkata dadanya seperti ditusuk-tusuk, sakit sekali.
Ibu juga sering sekali merasa kepanasan sampai berkali-kali berganti baju karena dibasahi oleh keringat yang bercucuran disaat orang sekitarnya merasa suhu ruangan biasa saja atau cenderung dingin.
Malamnya teman-teman saya datang berkunjung menengok Ibu dan menyemangati saya. Terima kasih pada teman-teman yang sudah mensupport kami.
Hari Kesepuluh
Hari ini Ibu mulai dirawat inap. Saya bertugas menemani Ibu setiap malam karena Ibu harus diseka pagi dan sore. Sedangkan Bapak menggantikan menjaga Ibu disiang hari.
Ruangan di rumah sakit ini nyaman dan bersih. Pelayanannya pun sangat bagus.
Selang beberapa menit, seorang suster menghampiri Ibu untuk memasang infus dan mengambil darah.
Saat memasang infus, tak tega rasanya melihat Ibu kesakitan setelah berkali-kali ditusuk jarum karena cairan infus yang tidak masuk.
Dari tangan kiri pindah ke tangan kanan, dan akhirnya pindah lagi ke tangan kiri, menyisakan bercak darah di tangan dan seprai.
Image
Hari Kesebelas
Pagi ini sekitar pukul 10 Kak Windu yang hari ini libur bekerja datang menggantikan saya menjaga Ibu. Saya lalu mencium kening Ibu, pamit pulang ke rumah. Jarak rumah sakit ini ke rumah cukup jauh, sekitar 45 menit menggunakan sepeda motor.
Sesampainya di rumah, Kakek langsung menanyakan keadaan Ibu. Kondisi Ibu belum ada perubahan sama sekali, Ibu harus melakukan biopsi untuk memeriksa jaringan kankernya kemudian melakukan pemeriksaan MRI.
Dokter saraf di rumah sakit yang sekarang pun menanyakan hal yang sama pada Ibu. Apakah Ibu terjatuh ataukah memiliki riwayat darah tinggi. Tapi selama Ibu dirawat dari rumah sakit sebelumnya hingga yang sekarang, tekanan darah Ibu normal bahkan lebih sering rendah.
Dari pertanyaan yang diajukan, dokter tampak kebingungan, karena kondisi Ibu yang menjadi lumpuh hanya dalam satu hari saja. Dan selang waktu kelumpuhan dari kaki kanan ke kaki kiri hanya dalam waktu 3 menit.
Siang harinya di rumah ada Tante Trisno datang beserta suami dan anak mereka. Di ruang tamu Bapak menceritakan keadaan Ibu dari sejak awal sakit hingga kondisi terkini.
Saya juga berada di ruang tamu, duduk di sebelah Tante Trisno. Tante Trisno adalah tetangga kami saat kami tinggal di komplek tentara dulu dan sudah kami anggap seperti keluarga sendiri.
Suaminya kini sudah pensiun dan mereka sekeluarga pindah ke kampung halamannya di daerah Salatiga di Jawa Tengah.
Saat Bapak sedang bercerita, Tante berbisik pada saya bahwa ia ingin mengobrol berdua saja dengan saya karena ada hal penting yang harus disampaikan. Kami pun pergi ke bagian dalam rumah dekat dengan kamar mandi agar obrolan kami tidak didengar.
Tante mulai bercerita pada saya dengan mimik wajah yang serius sambil sesekali menggenggam tangan saya.
Katanya jangan sampai Bapak tahu apa yang Tante sampaikan, karena Tante khawatir kalau Bapak tidak akan mempercayainya.
Jadi, Tante Trisno itu pernah mengalami sakit secara tiba-tiba. Bagian perutnya terasa sangat nyeri dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit.
Pihak rumah sakit mengatakan kalau Tante harus menjalani operasi agar bisa sehat kembali. Padahal Tante tidak pernah ada keluhan di bagian perut sebelumnya.
Akhirnya Tante memutuskan untuk menggunakan pengobatan alternatif. Tante mendatangi seorang ustad yang biasa membantu mengobati orang sakit di daerah Salatiga.
Saat pengobatan, ustad tersebut mengatakan bahwa sakit yang dialami oleh Tante disebabkan oleh adanya orang yang ingin Tante sakit keras bahkan hingga meninggal agar orang tersebut bisa merebut Om Trisno. Setelah itu Tante rutin menjalani pengobatan dan berangsur-angsur pulih.
Pada saat akan pergi ke rumah kami, Tante menceritakan pada ustad tersebut bahwa Tante akan pergi ke luar kota untuk mengunjungi temannya.
Ustad tersebut tiba-tiba merenung berpikir sejenak sampai akhirnya ia mengatakan kalau Ibu saya ini kasihan, Ibu diikat dibagian perutnya yang menyebabkan Ibu lumpuh.
Padahal Tante sama sekali belum menceritakan bahwa ia akan menengok Ibu, siapa nama Ibu dan apa yang sedang dialami Ibu.
Ustad tersebut kemudian meminta nama lengkap Ibu dan meminta Tante menunjukkan foto Ibu.
Ketika Tante memperlihatkan foto Ibu yang sedang duduk bersebelahan dengan Tante, ustad itu mengatakan kalau foto tersebut pasti foto yang diambil baru-baru ini. Ya, foto itu memang diambil kurang lebih 2 minggu sebelum Ibu jatuh sakit saat Tante berkunjung ke rumah.
Ustad tersebut mengatakan bahwa dalam foto itu sudah terlihat kalau Ibu sedang mengalami proses "pengikatan" secara ghaib. Ia menambahkan, sakit yang diderita Ibu memang ada faktor medisnya, akan tetapi faktor non medisnya tidak kalah berbahaya apabila tidak segera ditangani.
Ia lalu memberikan air doa dalam botol 1 liter yang harus diminumkan pada Ibu dan dioleskan ke bagian tubuh yang lumpuh.
Setelah Tante menjelaskan semua itu, ia pamit untuk pergi ke rumah sakit mengunjungi Ibu dan memberikan air doa pada Ibu.
Katanya, saat air doa itu diminumkan, apabila Ibu merasa mual dan ingin muntah, maka muntahkan saja jangan sampai ditahan.
Saya pun mengiyakan.
Setelah Tante pergi, saya masih berpikir keras, antara percaya tidak percaya kalau hal seperti itu menimpa keluarga saya sendiri.
(Maaf saya baru bisa melanjutkan ceritanya lagi. Sebelumnya terima kasih atas perhatian dan support dari kalian. Saya terharu😭)
Malamnya saya kembali ke rumah sakit menggantikan Kak Windu. Di rumah sakit Ibu bercerita tentang kedatangan Tante Trisno. Tante Trisno menjelaskan pada Ibu apa yang dijelaskan juga pada saya.
Pada Ibu, Tante meminumkan air doa itu dan mengambil sedikit airnya lalu mengoleskannya pada bagian kaki Ibu.
Dengan tiba-tiba bagian telapak kaki Ibu bergerak padahal Ibu tidak menggerakannya.
Walaupun hanya sebentar, tapi hal itu menambah keyakinan Tante kalau ada sesuatu yang janggal pada sakitnya Ibu. Tante kemudian menyarankan agar Ibu ikut berobat bersamanya ke Salatiga.
Tapi dengan kondisi Ibu yang sekarang, jangankan ke Salatiga, perjalanan dari rumah ke rumah sakit saja Ibu sudah kewalahan. Meskipun begitu, Tante berkata akan lebih sering mengunjungi Ibu dan membawa air doa.
Hari Kedua Belas
Hari ini saya harus masuk kerja, Bapak yang hari ini mengambil cuti sudah datang selepas subuh ke rumah sakit.
Karena jarak rumah sakit ke tempat saya bekerja cukup jauh, saya berangkat menggunakan kereta api yang berangkat pukul setengah enam pagi.
Stasiun kereta tampak senggang, tidak banyak orang berlalu lalang. Di dalam kereta saya memilih untuk duduk di kursi yang dekat dengan jendela.
Sepanjang perjalanan saya melihat banyak pemandangan dan hiruk pikuk kehidupan kota. Tapi di dalam pikiran saya hanya dipenuhi oleh Ibu.
Ingin Ibu segera pulih kembali, sampai tak terasa air mata mulai mengalir membasahi masker yang saya kenakan.
Saya tidak ingin berpisah dari Ibu.
Selama di kantor saya menghubungi Bapak lewat WA menanyakan kabar Ibu. Bapak bilang Ibu hari ini terlalu banyak makan jeruk sehingga mual dan muntah.
Tapi saya justru berpikir mual dan muntah itu efek dari air doa yang dikonsumsi Ibu, entahlah.
Hari ini juga Ibu melakukan pemeriksaan biopsi. Sample jaringan kanker Ibu diambil oleh dokter spesialis kandungan dan akan dianalisa di laboratorium.
Bapak mengatakan juga pada saya kalau malam ini tidak perlu datang ke rumah sakit karena akan ada Tante Wita adik Bapak yang akan menginap dan mengurus kebutuhan Ibu.
Bapak meminta saya untuk pulang dan beristirahat.
Sepulang kerja saya pun pulang ke rumah dan berkumpul dengan Sekar, Bayu, Tika dan Rara di kamar Ibu di lantai 2. Kamar yang sudah tidak ditempati semenjak Ibu sakit.
Saya duduk di kursi di depan lemari cermin rias Ibu, Sekar, Tika dan Rara duduk di atas tempat tidur Ibu, dan Bayu berlarian kesana kemari dari kasur ke tempat saya duduk.
Saya mulai bercerita pada mereka tentang kondisi Ibu dan menyampaikan apa yang Tante Trisno katakan lalu meminta agar kita semua rutin mendoakan kesembuhan Ibu.
Ditengah saat saya bercerita, Kak Windu yang baru pulang bekerja masuk ke kamar Ibu. Karena merasa tidak nyaman, Rara meminta Kak Windu untuk menutup pintu plafon yang terbuka sebagian sehingga menunjukan sisi yang sangat gelap di baliknya.
Pintu plafon ini terbuat dari triplek jadi memang sesekali terbuka sendiri, mungkin terkena angin sampai terbuka.
Kak Windu lalu menggunakan tongkat plastik panjang untuk menggapai pintu kemudian menyeret gagangnya agar tertutup.
Setelah itu tiba-tiba Bayu langsung berlari kearah saya dan bersembunyi dibelakang punggung saya sambil berkata “Kut...Takut...” sambil menunjuk-nunjuk ke pintu plafon yang baru saja ditutup.
Takut apa dek? tanya kami. Bayu menutupi wajah dengan kedua tangannya sambil terus ketakutan. Kami tidak bisa melihat apa yang Bayu lihat, tapi suasana saat itu membuat saya bergidik ngeri.
(Lanjut nanti ya)
(Terima kasih untuk kalian semua atas doanya 🥺, maaf pesannya belum bisa satu persatu saya balas 🙏. Saya lanjutkan dulu ceritanya)
Setelah kami yakinkan pada Bayu kalau tidak ada apa-apa, ia lalu berlarian lagi. Tapi setiap kali ia melihat ke arah pintu plafon, Bayu langsung berlari ke belakangku sambil ketakutan.
Akhirnya kami semua keluar dari kamar Ibu dan memutuskan untuk berkumpul di ruang TV saja.
Sebelumnya, Bayu juga sering takut melihat suatu tempat di rumah ini bahkan sampai menangis.
Pernah suatu malam di kamar Sekar, pada saat Kak Windu belum pulang bekerja, di kamar hanya ada saya, Sekar dan Bayu. Saya dan Sekar duduk di atas kasur, sedangkan Bayu bermain dengan mainannya di lantai.
Tiba-tiba Bayu berlari menaiki kasur sambil menjerit-jerit ketakutan sebari berkata "takut" "takut itu" dan menangis kencang. Ketua matanya ditutupi oleh telapak tangan tidak ingin melihat sesuatu yang ia takuti.
Saat ditanya Bayu takut apa, balita yang baru belajar berbicara dan berumur 1 tahun 8 bulan itu hanya menunjuk-nunjuk bagian atas lemari.
Padahal yang saya dan Sekar lihat, tidak ada apa-apa di sana kecuali dus-dus berisi barang yang ditumpuk.
Tapi setiap kali Bayu melihat kearah itu, ia langsung ketakutan dan menangis kencang lagi. Saya dan Sekar saling bertatapan, menyadari apa yang terjadi, tak ada ucapan yang keluar dari bibir kami. Bayu lalu di bawa keluar kamar dan ditenangkan.
Hari Ketiga Belas
Pagi ini di kantor, saya masih memikirkan kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi. Benarkah Ibu saya sakit karena diguna-guna dan benarkah di rumah saya ada penghuni lain.
Saya lalu menDM empunya cerita horror di twitter dan ia membalas seperti ini.
Image
Saya mulai membaca-baca diinternet tentang guna-guna, sihir hitam, dan lain sebagainya. Mencari tahu juga mengenai penyebab, cara menyembuhkan dan cara menghindari santet.
Biasanya saya gemar membaca thread horror di twitter, tapi ketika cerita seperti ini menimpa keluarga saya, untuk memikirkannya saja saya merasa tidak sanggup.
Selama di kantor konsentrasi saya hanya tertuju pada mencari cara bagaimana Ibu sembuh. Hingga tiba waktu pulang, saya harus kembali ke rumah sakit karena Tante Wita siang ini kembali ke luar kota digantikan oleh Bapak yang berjaga di rumah sakit.
Sepulang kerja saya menaiki kereta pukul setengah tujuh malam.
Sebenarnya saya keluar kantor pukul lima sore, akan tetapi waktu keberangkatan kereta ke rumah sakit hanya ada pukul setengah lima sore dan setengah tujuh malam. Jadi saya harus menunggu satu jam lebih hingga kereta datang.
Kereta malam ini tidak terlalu penuh. Di luar sudah gelap, tak banyak yang dapat dilihat dari dalam kereta. Hanya lampu-lampu jalan yang temaram dan sesekali sorot lampu kendaraan yang melintas. Sesampainya di stasiun, saya berjalan kaki menuju rumah sakit.
Bapak pulang setelah saya datang. Ibu malam ini banyak mengeluh, katanya tulang punggung dan tulang belikatnya sakit, mungkin efek dari kondisi Ibu yang terlalu sering terbaring.
Sesekali saya menaikkan posisi kasur agar Ibu bisa duduk, itu pun Ibu lakukan sambil berpegangan pada pagar pembatas tempat tidur karena Ibu lumpuh sehingga membuatnya tidak bisa duduk dengan seimbang.
Selain itu, Ibu juga selalu merasa kepanasan dan ingin selalu dikipasi. Katanya, penderita kanker memang sering merasa kepanasan.
Jam 12 tengah malam Ibu membangunkan saya. Ibu merasa serba salah karena tidak bisa tidur dan tak tahu harus diapakan. Akhirnya saya membantu Ibu tidur menyamping dan mengusap-usap bagian punggungnya sampai Ibu merasa lebih baik.
Hari Keempat Belas
Pagi ini selepas saya menyeka Ibu, saya berangkat bekerja. Bapak sudah datang sejak subuh.
Hari ini rencananya Ibu akan menjalani MRI, tapi karena kondisi ginjal Ibu sedang tidak baik, MRI diundur esok hari.
Sorenya saya kembali ke rumah sakit menggunakan kereta. Malam ini saya ditemani oleh Kak Windu yang ikut berjaga di rumah sakit.
Selain membantu segala keperluan Ibu, tugas kami sebagai anak saat ini adalah menjaga semangat Ibu agar tidak menyerah dan tetap semangat menjalani pengobatan.
Hari Kelima Belas
Seperti biasa, pagi ini saya kembali bekerja. Hari ini Ibu ditemani oleh Kak Windu yang ijin tidak bekerja dan Bapak yang datang sambil membawakan kami sarapan.
Sekitar pukul sepuluh pagi Ibu menjalani proses MRI. Diagnosa sementara dari hasil MRI adalah Ibu mengalami gangguan di bagian tulang belakang.
Bapak dan Kak Windu sama-sama melihat hasil MRI dan melihat susunan tulang belakang Ibu yang agak tidak beraturan. Hasil selengkapnya akan diberikan oleh dokter sekitar satu bulan ke depan.
Malam ini yang berjaga di rumah sakit adalah Kak Windu dan Tante Wita yang datang dari siang. Saya pulang ke rumah sekitar pukul 8 malam karena ada urusan dulu.
Saat sampai gerbang rumah, entah kenapa halaman rumah terlihat sangat gelap dan mencekam. Ada aura yang tidak nyaman rasanya.
Saya lalu buru-buru masuk ke rumah.
Di rumah, Tika menceritakan pada saya ada kejadian janggal yang terjadi subuh tadi.
(Lanjut nanti)
Seperti biasa Kakek bangun sekitar jam 2 dini hari untuk sholat tahajud dan tadarus Al-Qur'an sambil menunggu adzan subuh. Saat sedang mengaji, Kakek melihat ada sehelai rambut hitam panjang yang menjuntai di depan keningnya.
Kakek lalu meraih rambut itu dan mengambilnya, tapi Kakek tak menemukan ada rambut ditangannya. Kakek lalu lanjut mengaji lagi.
Kemudian rambut itu kembali menjuntai. Kakek meraih dan menariknya lagi tapi tetap tidak ada yang terambil.
Kejadian ini seperti sebuah firasat, selanjutnya Kakek mengatakan pada Tika kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan sakitnya Ibu.
Memang saat awal sakit Ibu juga pernah mengatakan bahwa bisa jadi sakitnya Ibu adalah karena ada seseorang yang tidak suka dengan Bapak atau Ibu. Menurut Ibu, ada banyak orang yang ingin berada diposisi jabatan Bapak saat ini.
Hari Keenam Belas
Hari ini pihak rumah sakit mengatakan pada Ibu bahwa Ibu tidak bisa melakukan operasi karena kanker yang ada di dalam tubuh Ibu sudah menyebar dan akan sangat beresiko apabila dioperasi. Akhirnya dokter menyarankan pada Ibu untuk melakukan terapi sinar atau radioterapi.
Akan tetapi terapi tersebut tidak bisa dilakukan di rumah sakit ini karena keterbatasan fasilitas. Akhirnya Ibu harus dirujuk lagi kerumah sakit yang lebih jauh untuk melakukan terapi. Untuk saat ini Ibu masih dirawat sampai berkas rujukan selesai dibuat.
Hari ini seharian Bapak menemani Ibu. Sepulang kerja saya langsung menaiki kereta menuju rumah sakit. Bapak mengirim pesan bahwa malam ini Bapak akan menginap juga di rumah sakit menemani saya dan ada hal yang ingin Bapak sampaikan.
Saat saya tiba di kamar Ibu ternyata Bapak akan pulang dulu ke rumah untuk mengambil perlengkapan Ibu dan beberapa pakaian ganti. Saya yang penasaran dengan cerita Bapak menanyakan pada Ibu apa yang terjadi.
Tapi Ibu tidak ingin menceritakannya dan meminta saya menunggu sampai Bapak kembali agar mendengar cerita secara langsung dari Bapak.
Sekitar jam 9, Bapak yang baru kembali ke rumah sakit langsung saya todong dengan pertanyaan apa yang ingin Bapak ceritakan.
Bapak lalu bercerita bahwa hari ini datang salah satu rekan kerja Bapak, Pak Satria ke rumah sakit bersama istrinya. Sebelumnya Bapak mengira Pak Satria ini datang sebagai perwakilan yang menjenguk Ibu karena Bapak meminta doa di grup WA rekan kerjanya untuk kesembuhan Ibu.
Yang aneh adalah atasan Bapak langsung mengirim pesan secara pribadi pada Bapak menanyakan nama lengkap beserta binti dan tanggal lahir Ibu setelah itu mengatakan bahwa akan ada anggota ke rumah sakit yang ternyata adalah Pak Satria.
Saat datang, Pak Satria menceritakan bahwa setelah melihat nama dan tanggal lahir Ibu, sakitnya Ibu ini memang ada faktor non medisnya. Pak Satria lalu meminta istrinya untuk memegang kedua telapak tangan Ibu dan melihat masih ada kesempatan atau tidak.
Istri Pak Satria mengangguk dan mengatakan bahwa masih ada kesempatan. Istrinya juga mengatakan pada Ibu untuk memotong kuku tangan dan kaki Ibu yang panjang.
Ibu memang selalu memanjangkan kukunya dan ternyata itu adalah hal yang tidak baik. Bapak lalu membantu memotong kuku jari Ibu yang panjang.
Pak Satria kemudian meminta Ibu untuk meminum air zam-zam yang sudah didoakan. Saat Ibu meminumnya, tenggorokan Ibu terasa panas dan seperti tercekik. Padahal baru beberapa teguk saja Ibu sudah tak kuat lagi meneruskan meminum air itu.
Karena penasaran, Bapak mencoba meneguk air itu, dan Bapak pun merasakan sensasi yang sama seperti yang Ibu rasakan. Padahal hanya beberapa teguk air putih tapi rasanya amat sangat tidak karuan dan menyesakkan saat diminum.
Pak Satria lalu memegang pundak Bapak sambil menerawang dan mengatakan bahwa Bapak juga terkena gangguan. Atau lebih tepatnya, gangguan ini sebenarnya diarahkan pada Bapak, hanya saja tidak mempan akhirnya mengenai Ibu.
Bapak lalu teringat, memang lima bulan sebelum Ibu masuk rumah sakit, Bapak sempat dirawat inap juga karena tidak enak badan dan sesak napas. Saat diperiksa oleh dokter, Bapak didiagnosa mengalami kelainan jantung.
Namun, setelah berkali-kali dilakukan pemeriksaan EKG, jantung Bapak baik-baik saja. Kemudian Bapak melakukan pemeriksaan dan rontgen paru-paru, hasilnya paru-paru Bapak juga sehat.
Bapak akhirnya dipulangkan setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit dan hanya diberi obat saja.
Sakit Bapak ini memang agak aneh, saat dirumah dan sesak napas, Bapak pergi ke beranda sambil membawa kasur kecil dan bertelanjang dada mengatakan kalau di dalam ruangan terasa sangat pengap dan panas. Padahal udara diluar dingin dan hanya Bapak saja yang merasa kegerahan.
Hal itu berlangsung beberapa lama. Bapak selalu merasa khawatir dan takut akan sesuatu padahal tidak ada apa-apa. Bapak yang terlihat kekar dan berani saat dilapangan, saat itu tampak seperti anak kecil yang ketakutan dan selalu ingin ditemani.
Mungkin saat itu adalah proses dimana gangguan tersebut menyerang Bapak dan Bapak terkena radiasi dari gangguan tersebut.
Sebenarnya, tahun ini hampir seluruh anggota keluarga kami masuk rumah sakit dan di rawat dengan sakit yang cenderung tidak jelas. Hari ini Bapak baru menyadarinya kalau itu semua adalah rangkaian dari gangguan yang ditujukan pada Bapak.
Setelah menceritakan semua itu pada Pak Satria, Pak Satria lalu mengusap punggung Bapak. Pak Satria mengatakan bahwa gangguan itu tidak mempan terhadap Bapak karena di dalam diri Bapak ada sesuatunya.
Bapak lalu menyampaikan pada Pak Satria kalau memang Bapak pernah dirajah oleh ayah angkatnya sebelum beliau meninggal. Rajah biasanya dilalukan pada benda mati yang kemudian dijadikan jimat.
Hanya saja pada kasus Bapak yang menjadi medianya bukanlah benda mati melainkan tubuh Bapak sendiri.
Ada tulisan ghaib yang tertulis dibelakang punggung Bapak, namun, setelah Bapak mencari tahu apa yang tertulis pada beberapa orang pintar, mereka semua tidak bisa membacanya termasuk Pak Satria.
Bapak ingin sekali melepaskan rajah ini karena memang Bapak juga tidak bisa dan tidak ingin mendalami untuk bisa menggunakannya. Tapi, sampai saat ini belum ada orang yang bisa mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam tubuh Bapak.
Pak Satria lalu kembali pada Ibu. Kini ia berdiri di samping Ibu sambil membacakan doa dan melakukan gerakan seperti mengambil dan menarik sesuatu. Beberapa kali Pak Satria menunjukan gerakan seperti diserang oleh sesuatu yang kemudian ditahan dan dilawan oleh Pak Satria.
Setelah pergulatan itu Pak Satria memasukkan sesuatu itu pada botol yang dipegang oleh istrinya dan memastikan pada istrinya apakah sesuatu itu sudah masuk atau belum.
Saat istrinya mengatakan sudah masuk, Pak Satria kemudian menutup rapat botol itu dan melakukan gerakan seperti membungkus serta mengikat botol tersebut dengan tangannya.
Pak Satria meminta istrinya untuk menjelaskan pada Ibu dan Bapak apa yang sudah diambilnya. Istrinya berkata kalau ada makhluk hitam besar berbulu lebat dan bertaring panjang yang mendiami perut Ibu dan ada makhluk serupa dengan ukuran yang lebih kecil sedang menduduki kaki Ibu.
Pak Satria lalu menjauhkan botol itu dan berkata kalau kini botol tersebut sangat bau sekali. Bau busuk yang sangat menyengat. Hanya saja Ibu dan Bapak tidak dapat mencium bau busuk tersebut.
Pak Satria nantinya akan membawa botol itu dan membuangnya.
Setelah Bapak menceritakan semua itu, memang malam ini saat saya mengganti diapers Ibu, tidak ada bau yang biasanya selalu ada dan sangat menyengat dari keputihan Ibu yang membuat Ibu sering kali merasa tidak percaya diri apabila dekat-dekat dengan orang lain.
Apakah bau tersebut memang berasal dari makhluk yang dikeluarkan Pak Satria. Entahlah, pikiran saya sulit sekali mencerna kejadian demi kejadian yang terjadi.
(Rehat dulu)

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with ⒸⒾⓃⓉⒶ ⓀⒾⓇⒶⓃⒶ

ⒸⒾⓃⓉⒶ ⓀⒾⓇⒶⓃⒶ Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @cinta__kirana

Jun 24, 2020
Based On True Story

Malapah
#1 Cerita dari Irian Jaya

Penuturan Ibu Wira saat tinggal di komplek perumahan tentara di Irian Jaya.
-
-
-
A thread
@bacahorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google
Malapah adalah judul yang saya ambil untuk cerita-cerita pendek yang tidak berhubungan satu sama lain.
Pada Malapah #1 Cerita dari Irian Jaya, berisi tentang beberapa cerita pendek pengalaman yang disampaikan oleh Ibu Wira (ibu saya) saat beliau tinggal bersama ayah saya (Pak Wira) dan adik bungsu saya (Rara) di komplek perumahan tentara di Irian Jaya.
Read 117 tweets
Feb 27, 2020
Based On True Story

Gunung Gelap
“Tante satu, tante dua, tante tiga, tante empat.” hitung si kecil Ulan sambil menunjuk kami satu-persatu. Padahal perempuannya hanya kami bertiga.
-
-
-
A thread
@bacahorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google
Cerita ini saya dapat adik perempuan saya saat ia dan teman-temannya pergi berlibur ke Garut tahun 2018. Demi kenyamanan semua pihak, beberapa detail tempat dan tokoh saya samarkan.
Dalam cerita ini saya menambahkan beberapa improvisasi agar pembaca dapat memahami alurnya. Mohon maaf apabila terjadi kesalahan penulisan dan selamat membaca.
Read 100 tweets
Feb 17, 2020
Based On True Story

Mulang Tarima
“Kami melihat sepasang bola mata merah menyala di tengah gelapnya pepohonan.”
-
-
-
-A thread-
@bacahorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google
Cerita ini saya dapat dari ayah saya (lagi). Sejak beliau mengetahui bahwa anaknya menjadi penulis cerita horror, beliau sangat bersemangat menceritakan kisah supranatural yang dialaminya.
Kabar baiknya, saya jadi bisa mengobrol lebih dekat dengan beliau walaupun obrolan kita hanya seputaran hal gaib. Saya syukuri itu.
Read 71 tweets
Feb 11, 2020
Based On True Story

Ngampih
“Jaga tutur, yang disesatkan belum tentu dapat kembali.”
-
-
-
-A thread-
@bacahorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google
@bacahorror Sudah rame aja..makasih banyak semua 🙏 tunggu ya, saya masih nguli dulu..🙏🙏
@bacahorror Cerita ini saya dapat ayah saya saat beliau melatih prajurit tentara tahun 2018. Demi kenyamanan semua pihak, detail tempat dan tokoh saya samarkan.
Read 73 tweets
Jan 23, 2020
Based On True Story

-Kuntilanak Berambut Putih-
-
-
-
-A thread-
@bacahorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google.
@bacahorror Cerita yang baru-baru ini terjadi saya dapat dari teman saya yang berasal dari daerah Kabupaten Bandung. Demi kenyamanan semua pihak, detail tempat dan tokoh saya samarkan. Dalam cerita ini saya menambahkan beberapa improvisasi agar pembaca dapat memahami alurnya.
@bacahorror Padatnya penduduk kota Bandung saat ini, membuat beberapa developer memutuskan untuk membangun properti di Kabupaten Bandung dengan harga yang terjangkau.
Read 47 tweets
Jan 16, 2020
Based On True Story

-Silih-
Bukti Cinta yang Tak Terukur
-
-
-
-A thread-
@bacahorror l #bacahorror #horrorthread #horrorstories

Picture is taken from google. Image
@bacahorror Walau cerita ini di luar nalar dan tidak bisa dicerna oleh logika, tapi cerita ini benar-benar terjadi di dekat lingkungan saya ketika saya duduk di bangku SD.
@bacahorror Saat saya memutuskan untuk menulis cerita ini di twitter, Ibu saya menceritakan kembali peristiwa yang pernah menggegerkan tersebut. Demi kenyamanan semua pihak, detail tempat dan tokoh saya samarkan.
Read 77 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(