Pada 2 Desember 2020, Komisi PBB untuk Narkotika yaitu CND (the UN Commission on Narcotic Drugs) menyelenggarakan pemungutan suara atau voting terhadap beberapa rekomendasi WHO terkait perubahan sistem penggolongan (scheduling) narkotika khususnya untuk ganja dan turunannya.
Salah satu rekomendasi yang disetujui oleh mayoritas anggota yaitu dihapuskannya cannabis dan cannabis resin (ganja dan getahnya) dari Golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
Atas dasar adanya perkembangan baik dari dunia internasional ini, Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan menyerukan agar Pemerintah Indonesia juga mulai terbuka dengan potensi pemanfaatan ganja medis di dalam negeri.
Sebagai langkah konkrit, Pemerintah perlu menindaklanjutinya dengan menerbitkan regulasi yang memungkinkan ganja digunakan untuk kepentingan medis.
Sebelumnya, Koalisi yang mendampingi tiga orang ibu dari anak-anak yang mengalami cerebral palsy pada 19 November 2020 juga telah mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi yang melarang penggunaan Narkotika Gol I untuk kepentingan kesehatan.
Kesempatan ini harus dapat dijadikan momentum bagi Pemerintah untuk merombak kebijakan narkotika yang berbasiskan bukti (evidence-based policy).
Adanya hasil voting lembaga PBB ini sudah dapat dijadikan sebagai legitimasi medis dan konsensus politis yang harus diikuti negara-negara anggotanya termasuk Pemerintah Indonesia selama ini yang mengklaim selalu merujuk pada ketentuan Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sejak pertama kali diundangkan pada 2008, pasal pidana di UU ITE sudah dianggap bermasalah. Setelah digemparkan dengan kasus Prita Mulyasari, seorang Ibu yang dipidana karena mengirimkan kritik kepada pelayanan sebuah rumah sakit, UU ITE terus memakan korban.
Pada 2016, setelah rangkaian kasus dan uji materil di MK, UU ITE direvisi. Revisi itu ternyata tidak menghentikan daya rusak pasal-pasal pidana karet yang ada di UU ITE, beberapa kasus besar pun menyeruak ke publik.
Musuh besar kebebasan berekspresi dan berpendapat di ruang online kali ini tidak hanya Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan, melainkan ada “tamu” baru, yaitu Delik “kesusilaan” dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE dan delik “ujaran kebencian” dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE.
1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS sedunia. Hari ini diperingati pertama kali pada 1 Desember 1988 dengan tujuan memberikan pengetahuan pada publik bahwa HIV-AIDS adalah isu bersama, tidak hanya isu yang selalu dikaitkan dengan kelompok yang dipinggrikan dalam masyarakat.
HIV-AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat, sesuai dengan apa yang sudah dikomitmenkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.