Menarik. Jadi menurut anda yg salah etnisnya, bukan jiwa kapitalisnya?
Wow, anda bisa menghubungkan benang merah antara bentuk wajah dan moral, ternyata. Siapa ya orang terkenal yg menghubung²kan etnis dengan moral?
Oh ya. Hitler.
Apakah kapitalis bangsat di Indonesia bny yg Cina? Oh yes. Apakah gue perlu membuktikan keindonesiaan gue dgn tunduk ama provokasi lu? Tentu saja tidak.
Silakan aja telusuri twit lama gue utk tahu bgmn gue menyerang industri rokok yg notabene punya Cina.
Lucu, dia yg pemuja rezim, gue yg disuruh membuktikan kalo gue Cina teladan.
Btw, jarang-jarang gue diserang penyembah rejim. Apakah ini artinya gue udah diakui sebagai SJW? Apakah gue akan disuruh mengembalikan beasiswa jugak? Apakah gue akan disuruh pulang ke Cina? Kita saksikan setelah pariwara berikut ini.
Dadah Kakak, salah mau pansos ama gue. Follower gue lebih dikit. Semangat yah. 加油!
Btw, Menteri Palu Gada dan Menteri Pertahanian luas hutannya berapa hektar ya? Mereka Cina terselubung juga jangan-jangan. Antek Kuminis utk bikin Chinese Empire di bawah bendera merah.
Alumni tengtara dapet duit beli hutan darimana ya, btw?
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Jadi begini.
Ada 2 fungsi vaksin; melindungi diri sendiri, dan orang lain. Bbrp org, krn kondisi kesehatanny, tdk bisa divaksin. Shg, cara melindunginy adlh dgn memastikan org2 di sekitarny tdk sakit alias divaksin. Namany herd immunity. Itu lho, yg kmrn diributin sblm ad vaksin.
Utk mencapai herd immunity, ada target% penduduk yg hrs divaksin. Krn it, semua halangan vaksinasi hrs diminimalisir, baik dr sisi penawaran maupun permintaan.
x1-ny, menghapus masalah akses krn biaya.
"Wah, orang2 mampu keenakan dong digratisin!"
Ya nggak gitu pemikirannya.
Lebih darurat mana, memvaksin semua orang secepat-cepatnya, sehingga konon ekonomi bisa kembali berjalan, atau menghemat segelintir duit, mengharapkan 'sosialisasi' bisa membuat org-org mampu utk sadar vaksinasi? 3M yg berbiaya rendah aja susah, apalagi vaksinasi.
Berkas Genosida Indonesia membuktikan bhw pembunuhan 1965-66 dikendalikan terpusat oleh militer. Dlm operasi ini, militer mengutus kelompok militia sipil dan death squads. Mrk mlakukan pembunuhan, penghilangan paksa, dan penyiksaan utk memaksa rakyat mendukung pemerintah militer.
Sejak 1964, militer secara aktif menyiapkan kudeta trhdp Indonesia. Militer khawatir dgn rencana Sukarno melemahkan monopoli angkatan bersenjata. Data US State Dept mnunjukkan militer merencanakan kejadian pemicu utk menjalankan pemberontakan dan membenarkan serangan trhdp PKI.
Kejadian pemicu it trjd dini hari 1 Okt'65, ktk sekelompok kecil tentara yg mnyebut diriny G30S menculik & membunuh pimpinan kunci militer, yg mrk tuduh mrencanakan kudeta trhdp Sukarno. G30S tdk berkaitan dgn keanggotaan PKI, namun militer dgn cepat menyalahkan partai tsb.
Wkt spt ini @KemenkesRI harus berbicara; kemudahan membeli kendaraan pribadi menyebabkan peningkatan kasus akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) melalui peningkatan polusi udara dan penurunan aktivitas fisik. Blm lg menyebabkan pembangunan kota yg ramah mobil, tdk ramah manusia.
Ujungnya, negara akan rugi krn kualitas SDM menurun, dan biaya JKN-KIS meningkat. Insentif tsb hrsnya dipakai utk membangun jaringan angkutan umum yg baik dan jalur pejalan kaki yg ramah iklim tropis. Jarak jauh ada angkutan umum, jarak dekat bisa jalan kaki dgn nyaman.
Blm pengalaman dgn Wall St menunjukkan keringanan pajak industri hny menguntungkan pemilik modal, bukan karyawan. Tp biar ekonom yg ngomong lbh jauh.
Menteri @Kemenperin_RI hrs naik ELF antar kota, biar tahu seberapa buruk kondisinya. Baru nanti bisa beli bus sama Gaikindo.
Sbg perantau dr Sumut ke Jakarta, bny culture shock yg gue alami. Mulai dari yg standar; kereta itu motor, motor itu mobil, sampai dengan pipet bukanlah sedotan. Tp culture shock plg berat yg gue alami adalah, jeng jeng jeng, martabak telor.
Di Sumut, martabak telor itu chapati diselimuti telur dikocok bawang daun & kentang, dimakan dgn siraman kuah kari India yang kental.
Nah bayangkan seberapa kagetnya gue melihat tukang martabak di Jakarta ngelempar-lempar kulit martabak selebar ubin, terus diisi daging dan telor.
Sejak shock therapy itu, gak ada yg namanya gue kangen masakan tertentu, aplg kangen masakan Indonesia pas gue di UK. Lah martabak telor yg gue tahu aja kaga bisa dicari di Jakarta. Belum lagi pas PTT di Maluku Utara; bakwan aja isinya kangkung, bukan kol. Enak sih, tp kan ....
Konsep negara maju-berkembang sudah ketinggalan zaman. Alasannya bisa dilihat dr respons COVID-19; status "maju" & "berkembang" tdk meramal kemampuan responsnya.
NZ, Aus, Korea negara maju. Vietnam, Senegal, Thailand negara berkembang. Semuanya berhasil menangani COVID-19.
Sebaliknya, AS, Inggris, Indonesia, adalah negara-negara yg gagal menangani COVID-19, walaupun memiliki sumber daya yg seharusnya cukup. Apalagi AS dan Inggris memiliki skor JEE (skor kesiapan menghadapi bencana kesehatan masyarakat) yang tinggi.
Oleh karena itu, dalam percakapan kesehatan global, istilah developed-developing sudah tidak dipakai lagi. Yg umum dipakai sekarang adalah High Income Countries (HIC) dan Low and Middle Income Countries (LMIC) versi World Bank, walaupun istilah tsb bukan tanpa perdebatan.