Namaku Luh De, sudah pasti ini nama samaran karena gila saja aku mengatakan yang sejujurnya di platform ini. Aku seorang perawat di rumah sakit swasta yang terkenal di Bali. Ah bukan terkenal di Bali, mungkin di wilayah Denpasar dan sekitarnya saja.
Umurku sudah 32 tahun tapi maaf wajahku masih terlihat seperti 20an. Aku tergolong perawat yang sering digoda oleh beberapa dokter dan rekan kerja lainnya. Tapi ya, aku tau mereka bercanda. Kenapa? Karena aku sudah bersuami dan mempunyai seorang anak balita yang lucu.
Bukan balita deh, umurnya sudah 5 tahun jalan. Karena dia lahir di akhir tahun, aku memutuskan untuk menyekolahkannya pada saat ia berusia 6 tahun saja. Anak itu diurus oleh mertuaku. Oh ya, aku tinggal di rumah mertua sekaligus rumah asli dari suamiku.
Suamiku orang asli Denpasar, ia bekerja pada sebuah perusahaan konstruksi dan kebetulan sedang memegang proyek di luar Bali. Tapi setiap akhir bulan pasti dirinya menyempatkan diri untuk pulang. Disini kita panggil saja namanya sebagai Bli Nyoman.
Aku dan Bli Nyoman bertemu pada tahun 1996 di sebuah acara jalan santai. Awalnya hanya ditawari es kelapa. Seiring berjalannya waktu, 2 tahun kemudian ia juga yg menawari diriku untuk menjadi istrinya. Kalau dijadikan sinetron mungkin judulnya, “es kuud cinta.”
Dua tahun bukanlah sebentar. Kami berdua melalui puluhan bahkan ratusan kisah pahit manis yang membuat hubungan ini semakin harmonis. Mulai dari motor mogok sampai bertemu mertua sudah kami lewati bersama. Tapi namanya jodoh, bukan seperti kalian hey tukang ghosting.
Lima tahun menjalani bahtera pernikahan yang lancar membuatku mengerti bahwa dialah cinta yang sebenarnya. Kami tak pernah mengalami konflik yang besar seperti warisan, bermasalah dengan mertua, bermasalah dengan desa atau adat.
Bahkan saat ia memberitahuku bahwa dirinya akan dipekerjakan di luar Bali, aku biasa saja. Lagipula pada tahun ini sudah ditemukan telfon genggam merk Sony Ericsson jadi kami bisa saling bertukar kabar jika rindu sedang melanda.
Bli Nyoman juga sempat memberi tahuku bahwa dirinya akan bekerja selama 6 bulan saja disana. Aku tak akan mengatakan lokasinya dimana tapi yang pasti tempatnya di Pulau Jawa. Menurutku ditinggal selama 6 bulan bukanlah hal yang sulit, apalagi seperti yang aku katakan –
- bahwa dirinya akan berkunjung setiap bulan. Aku juga sempat mendengar bahwa uang pesangonnya besar, ya hitung-hitung untuk investasi anak kita nanti. Sebulan biasa, dua bulan biasa tapi semua berubah saat bulan ketiga.
Awalnya ia mengaku bahwa proyeknya sedang ngebut dan melakukan lembur berkali-kali. Sebagai seorang istri yang tak pernah bertengkar dengan suami, aku pun percaya saja. Aku tetap bekerja, mengurus anak dan melakukan pekerjaan rumah seperti biasa, sampai akhirnya –
- kejanggalan baru muncul. Bli Nyoman mengaku dirinya tak bisa pulang dalam beberapa bulan terakhir dengan alasan yang sama, lembur. Lagi-lagi aku percaya padanya sampai akhirnya tempo proyeknya selesai. Benar sekali, sudah lewat 6 bulan tapi dirinya tak datang.
Aku lupa memberi tahu, kami tetap saling menelfon satu sama lain sampai awal bulan ke enam, semua cara untuk menghubunginya terputus. Pada bulan ke-7, aku iseng menelfon ke kantor suami, ternyata proyek sudah selesai pada bulan kelima karena banyak melakukan lembur.
Terkejut dan bingung, aku langsung bertanya bagaimana keadaan suamiku. Mereka malah bingung karena ternyata suamiku sudah mengundurkan diri dari kantor. Dan juga mereka bilang bahwa suamiku sempat ke Bali setelah proyek selesai lalu menyerahkan surat pengunduran diri.
Aku sebagai istrinya langsung membantah karena jelas-jelas suamiku tak pulang dari bulan ketiga. Dengan keterbatasan komunikasi, aku berusaha menghubungi semua rekan kerjanya, tapi jawaban mereka sama. Aku duduk di sebuah bangku taman kota sambil mengusap dahi.
“Gimana sekarang ini?” Gumamku.
Yang aku pikirkan adalah apakah ia mengalami masalah yang besar di luar sehingga tak memberikan kabar yang jelas untuk keluarganya? Wah, pikiranku sudah berlari kesana kemari seperti pemain bola.
Aku pulang dalam keadaan bingung dan resah. Sesampai di rumah, kulihat mertuaku sedang membuat canang di bale tempat aku dan suamiku selalu bercerita di waktu senggang. Air mataku tak tertahan lagi namun aku harus menjadi wanita kuat untuk keluarga ini.
“Masuk jani Luh ?” Tanya ibu mertua kepadaku. (Kerja sekarang Luh)
Aku menghentikan langkahku dan menarik nafas panjang, “Ah mangkin pun bu.” (Ah sekarang dah bu)
“To be ade jukut nangka, makan malu nah.” Pintanya padaku. (Itu udah ada sayur nangka, makan dulu ya)
Aku tak bisa menahan tangis lalu pergi sambil membalas perkataan ibu dengan anggukan semata. Sampai di kamar aku terus memegang telfon genggam ini sambil berharap ada sms atau telfon darinya, minimal ada kabar dari seseorang yang mengetahui keberadaannya.
Perasaan itu tetap aku pendam selama beberapa hari sampai akhirnya aku tak bisa menahannya lagi. Saat itu malam hari, setelah aku pulang kerja dari rumah sakit, ibu menghampiriku.
Aku tak bisa menjawabnya dan langsung memeluk tubuh dirinya yang sudah tua itu. Disanalah aku mulai menceritakan semuanya, kedua mertuaku pun terkejut mendengar ceritaku. Tanpa pikir panjang, malam itu juga ibu memintaku untuk menghubungi dua kakak iparku.
Jam 11 malam, kita semua sudah berkumpul. Ada dua kakak iparku dan mertuaku disana, awalnya mereka mendengarkanku lalu tanpa disadari mereka mulai menyerangku dan menuduhku aneh-aneh. Ya begitulah memang jika kita berdebat dan curhat dengan keluarga besar.
Tapi pertemuan malam ini menghasilkan sebuah solusi, dimana kedua kakak iparku akan mencari melalui surat kabar dan kepolisian, sedangkan aku diminta untuk fokus bekerja saja. Tapi gila memang, istri mana yang bisa tenang kehilangan suaminya.
Aku berangkat bekerja namun bukan untuk bekerja, tapi untuk cuti selama 2 minggu. Alasanku adalah ada upacara keluarga namun aku memutuskan untuk berangkat ke pulau Jawa untuk menyusul suamiku. Memang awalnya ditentang tapi aku memang wanita yang kuat.
Dengan menunjukan keteguhan hati ini, aku mendapat izin dari kedua mertuaku dan menitipkan si kecil yang untungnya belum sekolah kepada mereka, lalu tanpa pikir panjang aku berangkat ke tempat itu dengan Pesawat.
Aku habiskan 5 hari waktuku disana namun nihil. Dari ke tempat proyek, tempat mess, tempat makan, tempat rekreasi bahkan tempat hiburan malam pun aku datangi sambil menunjukan kertas berisi wajah suamiku yang memakai baju kemeja dengan latar merah.
Di hari terakhir, aku duduk di lantai kamar hotel sambil menggenggam kertas berisi foto dan tulisan, “dicari.” Bingung dan capek merasakan ini semua. Aduh. Semuanya terasa menghakimiku. Aku ingin mencarinya tapi anakku begitu membutuhkanku di Bali.
Dengan perasaan yang kosong, aku menarik koper menuju bandara dan pulang ke Bali membawa harapan yang sia-sia. Suamiku tak pernah berselingkuh bahkan benci perselingkuhan, aku tau karena ia selalu mengomel melihat para atasannya tidur dengan wanita lain di hotel.
Sesampai di Bali, aku pulang namun tak berkata apapun. Kulihat mertuaku sedang memandangku lesu sambil menahan rasa malu. Sudah pasti, kalau orang tua baik pasti merasa malu melihat mantunya kesana kemari mencari keberadaan anaknya yang hilang.
Aku masuk ke kamar dan langsung mengunci pintu. Tidur merupakan pilihan utamaku tapi apa daya pikiranku kemana-mana. Pintu kamar tetap ku tutup sampai akhirnya ibu mertuaku mengetuknya dan memintaku keluar sebentar.
Berusaha bangun dengan kelopak mata yang lebam, aku membuka pintu itu dengan pelan.
“Mai malu Luh, ade nak ngalih.” Katanya sambil menarik tanganku.
Tubuhku yang lemas ini pun hanya bisa mengikutinya dari samping.
Terlihat ada orang tua duduk di teras depan. Aku sebut saja dia kakek karena memang bentukannya seperti kakek-kakek. Kakek itu memakai jaket tebal, ikat kepala putih seperti pemangku dan membawa tas yang bisa dikatakan besar jika dilihat dari ukurannya.
Aku duduk di sebelahnya sedangkan ayah dan ibu mertuaku duduk di hadapanku.
“Niki wak, mantun tiang e niki.” Ibu memperkenalkanku. (Ini kek, mantu ku)
Aku hanya mengangguk sambil berusaha tersenyum. Mereka mulai berbicara banyak dan bercerita bahwa suamiku tak pulang. Aku yang sudah putus asa hanya bisa mengangguk dan menunduk. Namun aku merasa kakek ini bisa membawa harapan.
Kakek ini langsung meminta 3 buah dupa. Dengan cepat ibu mertuaku bangun dan mengambil dupa di dekat sanggah. Sambil berjalan ke arahku, ia menghidupkan dupa itu. Setelah hidup, dupa itu diberikan kepada kakek ini.
Tangan kakek yang sudah keriput itu menerima menggenggam dupa sambil menutupkan mata.
“Oh…Diambil orang ini diajak ke Kalimantan.” Kata kakek ini dalam bahasa Bali halus.
Kita bertiga langsung melotot ke arahnya.
Aku yang awalnya sudah tak mempunyai harapan lagi, tiba-tiba bangkit dan bersemangat. Biarpun latar belakangku sebagai seorang perawat yang mana lebih percaya kepada hal-hal yang logis daripada bualan semata, tapi entah kenapa aku begitu semangat mendengar perkataannya.
Kakek itu melanjutkan kata-katanya, “Matanya ditutup, uripnya ditutup juga. Dia sudah lupa sama kamu, anakmu dan rumah ini. Susah kalau dibikin balik.”
Mendengar perkataan itu, semangatku mengkerut lagi. Yah. Aku kira harapan baru sudah muncul.
“Tapi…” kakek ini berusaha melanjutkan kata-katanya, “…aku bisa membuatnya pulang.”
Wah, dua kalimat itu seperti membawa harapan kembali. Aku mendekatkan diriku padanya sambil memohon. Apapun yang ia minta akan aku penuhi.
Melihatku memohon, kakek ini tertawa, “Hahaha, aku sudah tua dik. Yang aku pikirkan sekarang bagaimana hidupku tenang nantinya.”
Kakek tua ini mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.
“Tapi sarananya agak sulit ya.”
Kita semua mendekat dan mengamati dengan baik apa yang akan ia katakan.
“Aku akan membuatnya pulang, tapi sebelum itu kita harus menyiapkan pemutusnya.” Katanya sambil menaruh dupa di atas pot tanaman.
Ibu mertuaku bertanya, “Kalau bisa dibuat pulang, kenapa harus diputus?”
“Begini, jadi barangnya dia ini sudah menempel pada suamimu. Jadi kalau dia pulang ya sudah pasti dibuntuti oleh selingkuhannya.” Jawab kakek ini.
Kita menghela nafas mendengar semua jawaban itu. Sungguh gila sekali perlakuan wanita jahat pencuri laki orang.
“Jadi apa pantangan dan barang-barangnya?” Tanya ayah mertuaku.
Kakek itu menarik nafas, “Saat dia kembali, dirinya tak akan menemuimu-“ menunjuk ke arahku,
“-jangan sampai kau bertemu dengannya karena bahaya. Jadi nanti dia akan berkabar pada sodara-sodaranya. Nah setelah itu baru kita berikan sesuatu.”
“Apa itu kek?” Tanyaku.
Kakek itu menjawab, “PADA KAJENG KLIWON, CARILAH LELIPAN. JANGAN DIBUNUH DAN HARUS TETAP HIDUP SAMPAI AKU DATANG. NANTI TEPAT TENGAH MALAM AKU AKAN MEMBAKARNYA. SETELAH ITU AKU AKAN AMBIL ABUNYA DAN MENCAMPURNYA DENGAN KOPI. KOPI ITU HARUS DIMINUM OLEH SUAMIMU.”
Kita bertiga terkejut, apalagi aku. Hey. Aku seorang perawat dan biasa berkutat dalam dunia medis. Sejak kapan abu hewan berkaki seribu itu bisa membuat orang lupa dengan selingkuhannya.
“Dimana aku mencari lelipan?” Tanyaku pada kakek ini.
Kakek ini tersenyum ke arahku, “Jika dia berjodoh denganmu. Maka Tuhan akan membantunya. Bahkan aku percaya takdir Tuhan lah yang mengarahkanku kesini. Jadi percayalah pada Tuhan.
Aku mengangguk. Kita akhiri malam itu dengan baik dan sedikit harapan. Hari terus berjalan sampai akhirnya Kajeng Kliwon pun tiba. Aku yang awalnya skeptis dengan semuanya, malah ikut jalan menunduk ke bawah sambil mengangkat pot dan beberapa bebatuan.
Ada sekitar 3 jam aku menunduk sampai leherku mau jatuh sepertinya. Ah harapanku hampir pupus, bahkan aku berfikir diriku tak berjodoh dengannya lagi. Ku ambil handuk ku dan pergi menuju ke kamar mandi. Mungkin air yang segar dapat membuatku bekerja dengan baik.
Tapi saat aku akan masuk ke kamar mandi, AKU MELIHAT SOSOK WANITA DENGAN WAJAH YANG BERNANAH SAMBIL MELOMPAT-LOMPAT DI RUANG KELUARGA. TUBUHKU KAKU TAK BERGERAK MELIHAT GERAK-GERIKNYA. SUMPAH RAMBUTNYA BERANTAKAN SAMBIL MENJULURKAN LIDAH.
AKU BERUSAHA MENGGERAKAN KAKI UNTUK MUNDUR KELUAR. TAPI SAAT AKU BERHASIL MUNDUR, TIBA-TIBA WANITA ITU MENOLEH KE ARAHKU DAN MELOMPAT. PINTU DEPAN LANGSUNG AKU TUTUP, TANPA PIKIR PANJANG AKU BERLARI KE ARAH KAMAR MERTUAKU. KEBETULAN ANAKKU JUGA SEDANG MENONTON TV DISANA.
Dengan keringat dingin, aku bercerita pada mereka. Awalnya mereka tak percaya, tapi saat ayam-ayam jago peliharaan ayah mertuaku mulai ribut seperti diganggu, mereka percaya. Angin tiba-tiba bertiup kencang sampi daun jendela di kamar ini bergetar.
Anakku yang sedang menonton TV tiba-tiba memanggil kami bertiga.
“Kok hilang?” Tanyanya.
Kami semua menoleh ke arahnya. Ternyata tayangan TV tadi berubah menjadi semut. Semut maksudku adalah tayangan yang tak mendapatkan sinyal transmisi.
AKU MENCABUT KABEL TV SAMBIL MEMELUK ANAKKU. TAK LAMA TIBA-TIBA SUARA LANGKAH KAKI BERAT DI HALAMAN RUMAH. BAHKAN SAMPAI NAIK KE ATAS GENTENG. KITA BEREMPAT SALING MEMELUK SATU SAMA LAIN. AKU DAN ANAKKU MENANGIS SAMBIL GEMETARAN.
TAK LAMA KEMUDIAN SEMUA PINTU-PINTU DI RUMAH TERBUKA DAN TERTUTUP SEPERTI ADA BEGITU BANYAK ORANG YANG MENGGERAKKANNYA. PINTU ITU DIBANTING BERKALI-KALI DAN LAMPU-LAMPU HIDUP MATI HIDUP MATI SELAMA HAMPIR 20 MENIT. AKU BERTERIAK DAN ANAKKU MENANGIS.
KERIBUTAN ITU DIAKHIRI DENGAN PADAMNYA LAMPU. RUMAH MENJADI SUNYI, KECUALI SUARA TANGISAN ANAKKU YANG MASIH BELUM MENGERTI APAPUN. AKU YANG TERGUNCANG DARI SEGI MENTAL, BERUSAHA MENENANGKANNYA. YA, BENAR. PADAHAL AKU BELUM SEPENUHNYA TENANG.
AYAH MERTUAKU MENGAMBIL SEBUAH LILIN DAN KOREK. CAHAYA API KECIL MENGISI RUANGAN. HANYA ADA CAHAYA MERAH BIAS MENGELILINGI RUANGAN. NAMUN DI POJOK RUANGAN ADA SOSOK ANAK KECIL DENGAN TELANJANG DAN TUBUHNYA MEMUTIH.
KAMI BERTIGA MELIHATNYA SAMBIL BERFIKIR BAHWA SIAPA ANAK INI. KENAPA BERTIGA? KARENA MATA ANAKKU AKU TUTUP DENGAN TANGAN KANAN. TAPI SIAPA ANAK INI? BENTUKNYA SEPERTI MAYAT HIDUP DENGAN MATA YANG MENGHITAM.
KALIAN TAU? AKHIRNYA ANAK INI BERJALAN MENDEKAT KE ARAH KAMI BEREMPAT, NAMUN BEBERAPA LANGKAH MAJU, TIBA-TIBA TUBUHNYA BERUBAH MENJADI SEEKOR LELIPAN BERKAKI SERIBU. LELIPAN ITU PANJANGNYA SEKITAR 15 CM DAN BERJALAN PELAN, TAK SEGALAK BIASANYA.
IBU MERTUAKU MENGAMBIL GELAS DAN MENARUHNYA DISANA. AJAIBNYA HEWAN ITU MASUK KE DALAM GELAS DAN MELINGKAR DI DASARNYA. KITA BERTIGA MASIH TAK HABIS PIKIR DENGAN KEJADIAN INI. GELAS ITU LANGSUNG KAMI BUNGKUS DENGAN PLASTIK AGAR TAK KELUAR ISINYA.
KERIBUTAN ITU SUDAH SELESAI. KAMI MASIH TAK BERANI KELUAR DARI KAMAR ITU SAMPAI JAM SETENGAH 12 MALAM. KENAPA JAM SETENGAH 12? IYA. Kakek itu datang bersama anaknya untuk melanjutkan ritual. Itulah pertama kalinya kami berempat keluar dan melihat bagaimana keadaan rumah.
Belasan ayam jago di pekarangan mati, kaca jendela pecah, beberapa genteng jatuh, ranting pohon kamboja tampak patah, barang-barang berceceran dan antena TV tampah menggantung diatas pohon. Intinya rumah kami bergitu berantakan.
Malam itu juga kakek ini duduk di gerbang sambil mengeluarkan beberapa sesajen. Lelipan itu dibakar sampai kering dan abunya dibungkus dengan daun. Aku sempat bertanya bahwa muncul sosok anak kecil yang berubah menjadi lelipan lalu mendekat seakan menyerahkan diri.
“Itu adalah makhluk yang beruntung. Dia menyerahkan dirinya untuk disupat sebagai bentuk penebusan dosa. Semoga ia bisa menjadi manusia nantinya.” Jawab kakek ini sambil menyerahkan bungkusan ini.
Setelah hari itu, benar saja suamiku datang ke Bali tapi menghampiri kakak keduanya. Kita yang sudah menyiapkan semuanya, langsung memberinya kopi dengan campuran itu. Kata kakek ini, tak semua lelipan bisa digunakan seperti itu dan memang ada mantranya saat ritual malam.
Jadi aku harap kalian tak mencobanya. Setelah itu suamiku kembali dan terlihat seperti orang kebingungan. Butuh waktu 1 tahun untuk membuatnya stabil, tapi aku tetap bersamanya. Kami sudah melewati begitu banyak cobaan bersama dan begitulah janji kami setelah menikah.
Tentang malam itu, ternyata pelakor itu berusaha mencelakai aku dan anaku tapi gagal. Pelakor itu tak muncul kembali, aku tak perduli. Intinya sekarang suamiku sudah menjadi pemborong, biarpun proyeknya kecil-kecilan, tapi setidaknya ia tetap bersamaku.
Sekian pengalamanku. Terima kasih.
Maaf semeton kemarin banyak gangguan, jadi aku upload sekarang. Suksma.
Sebelumnya terima kasih kepada beberapa kontributor yang sudah mendukung saya melalui saweria.com 🙏
Jika temen² ingin menjadi bagian dari kontributor dan membantu saya lebih semangat lagi dalam hal menulis, caranya dengan ikut berpartisi dalam saweria.
Dengan minimal nominal 10rb kalian bisa membantu aku lebih banyak berkarya lagi untuk kedepannya.
Sebelumnya aku mau minta maaf, kemarin aku lupa kalau hari ini ada job dokumentasi event pernikahan dan bener-bener kelabakan karena satu temenku gak bisa berangkat jadi harus dibackup oleh aku sendiri :(
Seorang gadis muda yang baru saja lulus SMA akhirnya mendapatkan pengumuman bahwa dirinya lulus seleksi penerimaan pada salah satu kampus di Malang. Oh ya, kejadian ini terjadi pada tahun 2000, dimana belum ada aplikasi sosial media kecuali wartel dan telfon umum.