Suwaid bin Shamit adalah penduduk Yatsrib (Nama kota Madinah di masa jahiliah), ia merupakan orang yang terkemuka dari kaumnya, bernasab mulia dan mempunyai kedudukan tinggi.
Ia juga seorang penyair yang cerdas sehingga memperoleh gelar Al Kamil (Sang Sempurna) dari penduduk Yatsrib. Ia termasuk sahabat yang memeluk Islam pada masa awal, yakni ketika beliau masih berada di Makkah.
Tetapi sayangnya ia tidak sempat bergaul dengan Rasulullah SAW dan saat mengalami masa keemasan Islam di Madinah.
Saat Suwaid sedang melaksanakan ibadah haji dan umrah di Makkah (masih dengan cara dan tradisi lama, yakni kebiasaan jahiliah)
Raaulullah mendatangi dirinya dan mengajaknya memeluk Islam. Sebagai seorang yang cerdas dan memiliki pengetahuan luas, Suwaid tidak langsung menerima ajakan Nabi, justru Suwaid berkata: “Boleh jadi apa yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku.”
Nabi SAW bersabda: “Apa yang ada padamu?”
“Hikmah al Luqman!” kata Suwaid.
“Tunjukkan padaku!” kata beliau. (SAW)
Suwaid mulai melantunkan apa yang dimiliki dan diketahuinya dengan rangkaian syair-syair yang sangat indah dan memikat perhatian.
Setelah ia selesai, Rasulullah SAW berkata: “Sungguh suatu kata-kata yang baik, namun yang ada padaku jauh lebih baik dan utama dari kata-katamu itu. Ini adalah Al Qur’an yang diturunkan Allah kepadaku, petunjuk dan cahaya.”
Kemudian Nabi SAW mulai membacakan beberapa ayat Al Qur’an kepada Suwaid. Ia tampak sangat terpesona dan khusyu’ mendengar bacaan beliau.
Sebagai seorang ahli syair yang cerdas, Suwaid tahu betul bahwa rangkaian kata dan kalimat seperti itu tidak mungkin disusun dan dibuat oleh manusia, sehebat apapun kemampuan dan kecerdasannya. Setelah Nabi SAW selesai membacakan Al Qur’an.
Suwaid berkata: “Ini adalah kata-kata yang benar-benar bagus.”
Setelah itu Suwaid bin Shamit menjabat tangan Rasulullah dan berba’iat memeluk Islam.
Suwaid pulang ke Yatsrib, dan tak lama setelah itu terjadi perang Bu’ats, perang saudara antara Suku Aus dan Khazraj, dan Suwaid terbunuh dalam peperangan tersebut.
Referensi 101 Sahabat Nabi (Sirah Para Sahabat Nabi)
Masyhur kisah Aisyah putri Abu Bakar As-Siddiq ra dalam berbagai khazanah sejarah. Kali ini saya akan menceritakan sekilas Sayyidina Abdurahman bin Abu Bakar ra (Abdullah)
“Duhai Atikah sayang, aku tak mampu melupakanmu sepanjang mentari masih bersinar.
Dan sepanjang merpati cantik itu masih bersuara indah.
Duhai Atikah, hatiku sepanjang siang dan malam.
Selalu bergantung pada dirimu tentang rasa dalam jiwa.
Tak terbayangkan orang sepertiku menceraikan orang sepertimu hari ini
Tidak juga orang sepertimu yg diceraikan tanpa kesalahan".
Begitulah salah satu syair kesedihan Abdullah bin Abu Bakar setelah ayahnya menyuruh dirinya menceraikan istri tercinta, Atikah.
"Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi sesudah mengalami kematiannya, lihatlah Thalhah!”
Itu adalah ucapan Rasulullah ﷺ saat perang Uhud terjadi.
Saat itu pasukan Muslim telah terpecah pelah sehigga hanya tersisa beberapa orang di antara mereka termasuk Thalhah bin Ubaidillah. Kemudian Rasulullah dan kamum muslimin yg naik ke bukit dihadang oleh musuh.
“Siapa yg berani melawan mereka dia akan menjadi temanku kelak di surga,” seru Rasulullah.
“Saya, wahai Rasulullah,” jawab Thalhah.
“Tidak, jangan engkau! Engkau harus tetap di tempatmu.”
“Saya, wahai Rasulullah,” kata seorang prajurit Anshar.
Bagi yang suka tarikh (sejarah) Sirah Para Sahabat, simak yuuk
☕️🌹
Saad bin Waqqash terekam dalam sahih Bukhari, Muslim merupakan salah satu dari 10 sahabat Rasulullah yang dijamin syurga dalam sabda Baginda Nabi saw.
Beliau memeluk Islam saat usia 17 tahun
Sayyidina Abu Bakar ra berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini. Ketika Sayyidina Saad bin Abi Waqqash ra memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad ﷺ dan meninggalkan agama nenek moyangnya, ibunya sangat menentangnya.
Sang ibu ingin agar putranya kembali satu keyakinan bersamanya.
Ibunya mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati putranya yang sangat menyayanginya. Ia baru akan makan dan minum kalau Saad meninggalkan agama baru tersebut.
Biar urusan politik kita serahkan ke ahlinya, kita ngaji aja
Deal eaa✌🏿😅☕️
بسم الله الرحمن الرحيم
Apa yang kamu baca saat ruku’, sujud dan salam?
Ada sebagian orang yang begitu kaku atau keras dalam memahami ibadah.
Pokoknya semuanya harus sesuai dengan apa yang Rasulullah contohkan, dan kita harus konsisten mengikuti ajaran Rasulullah. Baginya, hanya ada satu kebenaran, yaitu yang sesuai dengan contoh dari Nabi.
“Apa yang harus kita baca di saat kita ruku’ dan sujud dalam sholat?”
Perbedaan bacaan yang dilakukan oleh Nabi dari Hudzaifah ra :
Hadis pertama menceritakan bahwa Nabi membaca : “Subhana Rabbiyal A’zim” ketika ruku’ dan “Subhana Rabbiyal A’la” ketika sujud.
(Hr an Nasa’i).
Salah satu diantara macam-macam riya' adalah seseorang mengaku-ngaku bertemanan dengan orang-orang mulia, ia mengadakan walimah dan jamuan-jamuan untuk mereka dan ia juga mengunjungi rumah-rumah mereka dan memberi mereka banyak hadiah.
Ia melakukan hal itu semua agar ia dikenal akrab dengan mereka, bukan agar ia memperoleh manfaat dari mereka. Akan tetapi agar ia ikut dimuliakan oleh orang banyak dibalik kemuliaan orang-orang mulia yang diakrabinya itu, dan iapun memperoleh keuntungan lebih dan bertambah.
Dan simpelnya ia bilang: Saya duduk bersama dengan kyai fulan, atau saya makan bersama kyai fulan. Maka orang yang mendengarnya akan berkomentar: MashaAllah, dan mengira bahwa ia termasuk bagian dari orang-orang mulia itu, dan itulah yang sebenarnya diinginkan olehnya.
Dalam al Qur'an terdapat istilah almukaan (bersiul) & tasdiyatan (tepuk tangan) kedua kata ini terletak pada surah al Anfal 35 Dalam keterangan ayat ini bersiul dan tepuk tangan menjadi suatu ritual masyarakat jahiliyyah ketika beribadah di baitullah (ka’bah)
Bila kita merujuk pada kitab fiqih, semisal kitab Fathul Mu’in, maka terdapat istilah tasfiq (tepuk tangan), biasanya hal ini dilakukan oleh perempuan ketika sedang berada dalam shalat. Tindakan ini dilakukan untuk mengingatkan imam ketika lupa salah satu rukun dalam shalat.
Mengingat bersiul dan tepuk tangan adalah persoalan adab, maka kajian mengenai bersiul dan tepuk tangan ini sangat jarang dibahas oleh para ahli fikih. Sekalipun dibahas, itu hanya terkhusus di dalam permasalahan shalat,