Pertama, perlu dipahami bahwa semua uji klinis vaksin covid saat ini tidak didesain untuk membuktikan mampu mencegah infeksi. Yang dicoba buktikan adalah mampukah mencegah gejala paska infeksi. Maka terlepas dari angka efikasi sekian persen, itu kebal dari gejala bukan infeksi
Kedua, 'menurunnya' angka infeksi Brazil masuk akal ketika gejala ringan dihitung sehingga level proteksi yang tadinya 5x lipat (efikasi 78%) menurun ke 2x lipat (efikasi 50%). Namun gejala ringan biasanya tidak menyulitkan faskes
Ketiga, ada observasi studi di Brazil ketika fokus ke gejala severe/kritis, proteksinya 100% (tidak satupun di kelompok vaksin mengalami gejala severe). Ini juga terlihat di vaksin Pfizer
Jadi angka efikasi vaksin jangan di overrated tapi juga jangan di glorifikasi. kalau kita mau crush the curve,2T pertama dari 3T plus 5M kuncinya. Namun vaksin tetap berguna dengan harapan meringankan beban faskes merawat mereka yang bergejala sedang hingga berat (T ke3 dari 3T)
end
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Setelah saya lihat mayoritas referensinya bukan artikel ilmiah tetapi berita koran. tapi yang menarik bukan artikel yang disitasi, tetapi artikel yang tidak sitasi. Tapi saya sepakat (sejauh ini) satu hal: Vaksin tidak boleh buru2 diberikan apalagi belum terbukti efektif
Kenapa saya tertarik dengan fakta bahwa grup ini tidak mensitasi artikel yang 'berseberangan' terkait PCR, obat HC? Lazimnya tulisan ilmiah adalah mendiskusikan artikel yang 'berseberangan'. Mengapa tidak membahas kasus asymptomatic Diamond Princess misalnya?
Uniknya juga mereka menyatakan COVID sudah selesai, tetapi kenapa Swedia justru bersiap untuk memasifkan kontak telusur bersiap menghadapi gelombang berikutnya? Kasus yang tinggi di Stockholm tidak dibahas? Mortalitas yang tinggi pada kaum imigran di Swedia?