Berikut kami akan berbagi artikel trkait syarat mendirikan partai politik. Tulisan ini tlah tayang di @berdikarionline dngan judul "Pembatasan Partai Politik Atau Pembatasan Partisipasi Politik Rakyat" ditulis oleh Een Rohaeni
Rancang bangun sistem politik Indonesia ke depan kian jelas diperuntukan hanya bagi segelintir orang yang memiliki uang dan menguasai sumber daya (oligarki)
Sekarang ini, agar sebuah partai bisa mengikuti Pemilu, selain berbadan hukum, punya kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kepengurusan kabupaten/kota di Provinsi, dan 50 persen kepengurusan kecamatan di Kabupaten/Kota
Rintangan tidak berhenti di situ. Sekarang ini, di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehubungan dengan pembahasan revisi UU Pemilu, ada rencana menaikkan ambang batas parlemen dari 4 % menjadi 5% hingga 7 %
Dengan persyaratan memberatkan itu, partai baru bisa terhalangi, apalagi jika tak punya uang dan sumber daya yg cukup untuk bisa menjadi kontestan pemilu. Bisa lolos ikut belum tentu tembus parlemen
Model demokrasi hari ini, yang berusaha dipertahankan oleh partai-partai besar, sesungguhnya adalah “demokrasi pasar bebas”, yang di ujung dari persaingan2 ini akan mencapai tingkat monopoli
Atau setidaknya mencapai kesepakatan antara faksi-faksi politik yang ‘paling berpengaruh’ untuk membagi kue kekuasaan negara di kalangan mereka sendiri
Proses ini akan memaksa kekuatan-kekuatan politik yang ‘tidak/kurang/belum berpengaruh’ untuk berikhlas-hati keluar dari arena elektoral bila tidak ingin menjadi subordinan dari salah satu faksi politik yang ‘berpengaruh’
Satu argumentasi yang paling sering disampaikan terkait hal ini adalah penguatan sistem presidensil yang dikatakan tidak dapat dikombinasikan dengan sistem multi-partai
Sistem multi-partai, menurut argumentasi tersebut, cenderung mempersulit presiden mengambil keputusan politik karena harus menggalang dukungan dari lebih banyak kekuatan politik di parlamen
Sebaliknya, dalam sistem ‘presidensil murni’, yang idealnya menerapkan two-party system (sistem dua-partai), presiden akan lebih leluasa menjalankan pemerintahanya
Untuk diketahui bersama, bahwa two-party ini sendiri sedang menuai kritik keras di negara seperti AS karena keterbatasannya menyediakan alternatif politik
Di sini kita belum akan masuk pada diskusi tentang sistem pemerintahan seperti apakah yang terbaik untuk negeri ini; presidensil kah, parlamenter kah, atau suatu bentuk kreatif yang lain
Bentuk atau sistem pemerintahan terbaik di masa depan, dalam hemat kami, adalah akumulasi dari capaian-capaian obyektif perjuangan massa rakyat untuk merebut kedaulatan ekonomi-politiknya
Sementara, untuk mencapai ke arah tersebut, ‘penyakit anti-politik’ yang ditinggalkan oleh sejarah puluhan tahun depolitisasi orde baru belum dapat diobati dalam iklim liberal ini
Justru sbaliknya, sedang & akan diprparah dngn menjauhkan kesadaran rkyat dri proses politik, dngn menyebar anggapan bhwa politik adalah urusan segelintir “orang pintar” atau “kaya” & rakyat ckup menjlankan porsi kehidupan yg “bukan politik”
Langkah memperberat pendirian partai politik, seperti disebut pada awal tulisan, akan berakibat semakin terbatasnya orang yang dapat ambil bagian dalam prakarsa politik formal
Yang harus dibenahi sebetulnya partai politiknya, agar dikelola layaknya organisasi modern, punya pijakan ideologi yang jelas, sehingga mengurangi konflik kepentingan yang tidak perlu di parlemen
Sebab, banyak konflik politik justru dipicu oleh persaingan kepentingan di antara elit.
Ini juga untuk memastikan kualitas parlemen bisa lebih baik, dari gagasan hingga produk legislasinya
Kalau terjadi penyederhanaan tanpa membenahi sistem kepartaiannya sendiri, itu tidak lebih sebagai upaya menyumbat aspirasi dan partisipasi politik rakyat
Pengelompokan partai-partai kemudian tidak lagi berdasarkan gagasan politik yang konsekuen dengan tindakan, sebagaimana lazimnya sistem politik modern berjalan
Pengelompokan hanya akan berdasarkan kepentingan2 sempit dari pemodalnya yang ucapan-ucapannya dapat berayun-ayun ke kiri dan ke kanan sesuka hati, tanpa prinsip
Di atas landasan ini, bila bangunan politik baru nanti dikatakan untuk “memperkuat pemerintahan”, maka dapat dipastikan bahwa itu hanya akan memperkuat kendali oligarki atas politik
Bagi saya, partisipasi politik rakyat tak bisa diukur sekedar memberi hak pilih dan memilih, tetapi juga hak untuk mendapat pilihan-pilihan politik yang tak dibatasi
Pandemi covid-19 tak hanya membuat seluruh dunia panik dan terdampak. Kaum perempuanlah yang paling terdampak. Hal ini bisa dilihat pada tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi
Walaupun ada penambahan jumlah perempuan di parlemen namun belum juga mampu memberikan kepastian akan memuluskan Rancangan Undang Undang penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang menjadi agenda bersama gerakan perempuan
Politik kerakyatan telah sirna, keadilan, kemakmuran hanya jargon, pemanis politik untuk memoles pahitnya kehidupan rakyat, karena politik hanya memperjuangkan kelompok, elit kelompok dan tuan pemodalnya