• Profile picture
Jan 28, 2021 404 tweets >60 min read Read on X
"Ia yang terperangkap dalam bayang masa lalu"

- Rumah Kematian -

(Cinta "Mati" bagian ke 2)
#bacahorror #threadhorror
@bacahorror @IDN_Horor @ceritaht Image
Setahun setelah kematian “Ningrum” hidup Rudi tak pernah tentram, terlebih setelah beberapa bulan kebelakang, ia mengetahui rahasia yang selama ini keluarga besarnya simpan rapat-rapat.

#RumahKematian
Di malam saat Yudha menelusuri masa lalu sosok hitam itu, di malam yang sama pula Rudi ditunjukan kehidupan leluhurnya lewat mimpi yang seakan nyata.

mereka menelusuri masa yang berbeda, namun dengan tujuan yang sama. untuk kehidupan yang jauh lebih baik di masa yg akan datang.
“Assalamualaikum, Rudi pulang bu.” Ucapnya seraya masuk rumah di sore hari itu. tak ada jawaban meski ia lihat ibunya sedang berada di dapur.

Rudi hanya menatap sebentar punggung ibunya itu lalu masuk ke dalam kamar. sebuah pemandangan yang sudah tak asing lagi.
Ia letakan tasnya diatas kursi dan ia lihat secarik kertas diletakan di atas kasurnya.

Secarik kertas yg menjelaskan ibunya sedang tidak berada di rumah. Ah sungguh menyulitkan di tahun itu, tidak banyak orang memiliki ponsel, termasuk ibunya. Membuat semua menjadi lebih sulit.
Rudi hanya mengela nafas. Ia harus ikhlas bahwa kehidupannya kini tak sama lagi. kehadiran sosok itu sudah  menjadi  hal yang tak bisa ia hindari.

Sore berganti malam, bising berganti sunyi. Namun kegiatan di dapur itu semakin menjadi-jadi.
Terdengar suara pisau menyentuh talenan dan suara sutil beradu dengan wajan.

Rudi hanya berusaha merebahkan badannya, mencoba mengabaikan keriuhan itu setelah melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama.

“Ibu kapan pulang yah….” bisiknya dalam hati.
"AAAAAAAA!!!”  teriakan itu berasal dari dapur.

“Aduuuh!” Rudi tak kuasa menahan kengerian itu.
Meski ia sudah terbiasa dengan segala macam gangguan selama beberapa bulan ini, tapi rasa takut tetap ada.
Entah sudah berapa kali ibunya mencoba mengusir sosok itu dengan bantuan kerabat yg ia kenal, namun semua gagal.

Pindah rumah? itu sama saja, bukan rumahlah yang menjadi penyebabnya, namun sosok Rudi yg mengundang mahluk itu.

Satu-satunya cara hanya tinggal di rumah besar.
Rumah yg tak akan pernah bisa dihuni oleh mahluk seperti mereka.

“MAKAAAAA!” teriakan itu semakin kencang. Mahluk yg mampu mengeluarkan suara dan menampakan wujudnya di dunia manusia, rudi tak bisa membayangkan betapa kuatnya mahluk itu di dunianya sendiri.
“Bu.. cepat pulang dong!” bisiknya dalam sunyi

‘Tok tok tok…’ suara ketukan tiga kali terdengar dari balik pintu kamarnya.
Rudi berusaha untuk menutup wajahnya dgn bantal, mencoba tak mengeluarkan suara sedikitpun

‘Tok.. tok.. tok.” ketukan itu terdengar untuk yg kedua kalinya
“TOK TOK TOK!!!” ketukan yg ketiga terdengar seperti gedoran dan pukulan keras kearah pintu, seolah mahluk itu merangsak untuk masuk.

Rudi tak henti melantunkan ayat suci yang ia hafal di luar kepalanya meski dengan terbata-bata.
Lalu jendela kamar nya yg mengarah ke luar rumah di ketuk oleh seseorang.
‘Tok tok tok….’
“Mas… Mas… Buka mas…!!” Yudha mengetuk jendela tanpa henti mencoba mengalihkan perhatian Rudi yang terfokus pada pintu kamarnya.

“Mas Rudi!! pintu depan tolong dibuka!” Teriaknya lagi.
“Aku ga bisa Yud, di depan pintu ada dia!!” Rudi membalas dari dalam kamar.

“HIHIHIHIHIHIHIH” Suara tawa sosok itu terdengar memekikan telinga.
“Gapapa, buka ajah!” teriak Yudha.
Rudi tetap menggelengkan kepalanya.

“BUKA MAS!!!” Suara Yudha berubah menjadi bentakan.
Tiba-tiba sosok Yudha di jendela itu berubah menjadi asap hitam yg menyerupai manusia.

Rudi semakin kalang kabut dan tak tahu harus bagaimana.

Sampai cahaya putih itu menyilaukan matanya.
Cahaya yang ia lihat dalam mimpinya kala itu, kembali lagi. Image
* * *
*Kembali ke malam itu*

Yudha yg baru pamit pulang kembali masuk ke kamar rawat Rudi.
Ia meminta ijin untuk menginap semalam di rumah budhe nya itu.

Tidak aneh, namun tak biasanya dia ingin menginap.
Mengingat jarak dari rumah besar dan rumah budhenya sangat dekat dan tidak ada alasan ia untuk menginap sendiri disana.

Namun budhe-nya mengiyakan tanpa bertanya lebih lanjut.
Rudi yg setengah tertidur, mendengar percakapan singkat mereka.
“Tumben …” ucapnya lirih.
“Kamu udh bangun?”
“Tadi cuma ketiduran sebentar. Itu Yudha beneran nginep di rumah? biasanya pas aku di rumah jg dia gak mau kalo diajak nginep”

“Justru karena kita lagi disini, jadi dia berinisiatif untuk jagain rumah kita yg kosong, lagipula di rumah besar jg kan bnyk orang.”
“Masuk akal jg sih.” balas Rudi.
“Bu…”

“Hmmm”

“Ibu ga tanya aku?”

“tanya apa?”

“Yaah, kemarin malem pas ibu ke dapur… dan penyebab aku kaya gini?”

“Emang kamu mau cerita? sebulan lalu ajah ibu tanya macem2 ttg berita itu kamu gak mau bahas, malah cemberut.”
“Eh iyah gitu? hehehe lupa aku.”

“kalo kamu mau cerita, ibu siap mendengarkan. kalo kamu gak mau cerita jg ga apa2. yg pasti ibu selalu ada kalo kamu butuh apa2.”

Rudi tersenyum sambil melihat wajah lelah ibunya itu.
Hal yang terjadi padanya kemarin malam pasti sudah membuat ibunya terkejut, namun tak satu pun pertanyaan itu keluar dari mulut sang ibu. Rudi sangat bersyukur akan hal itu, karena bagaimanapun jg, cerita itu terdengar sangat tak masuk akal bahkan untuk dirinya sendiri.
Melihat ibunya sudah terlelap di kursi samping kasur, Rudi mencoba memejamkan matanya.

belum sampai beberapa menit, ia terbangun dan berada di sebuah kamar besar.

Ia melihat seorang lelaki tua terbaring di kasurnya yg mewah. di sampingnya berdiri laki-laki muda  seusianya.
“Sampaikan permintaan maafku pada anak itu. dan bawa dia beserta istrinya ke rumah ini.” ucap lelaki tua itu dengan suara yg serak.

“Baik tuan.” Jawab pemuda itu
belum sempat ia mengucap pesannya yg lain, lelaki tua itu menghembuskan nafas terakhirnya--
Dipembaringan mewah yg sebagian penyangganya dilapisi emas.

pemuda itu menunduk lemas, ia tutupi wajah tuannya dgn selimut yg awalnya menutupi hanya sebagian tubuhnya.

ia berjalan keluar dengan wajah sedih. Memberitahukan kepada semua orang yang telah menunggu di luar kamar--
Bahwa tuan mereka telah tiada.

“Lalu bagaimana dengan nasib kami semua?” tanya salah satu pelayan rumah itu.

“Tuan menyerahkan semua urusan rumah ini kepadaku.” jawab pemuda itu.

semua orang mengangguk setuju karena mereka percaya pemuda yg dikenal sebagai--
Cakra, pesuruh pribadi tuannya itu memang sangat pintar dan cekatan dalam membantu bisnis tuan mereka. terlebih orang tuanya sudah mengabdi dengan keluarga itu sejak dulu.

Lalu sang pemuda menghampiri anak kecil yg sedang duduk di bangku luar.
“Mulai hari ini, kita semua akan tinggal disini." ucapnya

“Termasuk ibu?” tanya sang anak

“Termasuk ibu. Kita semua akan tinggal disini.” ucap pemuda yg ia kenal sebagai ayahnya itu. Ia tersenyum dengan tulus.
Sepeninggal tuannya, rumah itu dikepalai oleh Cakra (termasuk keluarga kecilnya).

Ia merasa, kewajiban utama dia adalah menjaga rumah ini, sedangkan ia tahu, anak kandung tuannya tidak berpikiran sama.
Ia terlalu kekanak-kanakan dan lebih memilih wanita yg kini menjadi istrinya dibanding ayahnya sendiri. Itulah yg selama ini Cakra pikir ttg Tuan mudanya itu.

Namun, setelah satu tahun tinggal di rumah itu, istrinya jatuh sakit dan meninggal beberapa bulan setelahnya,
Membuat Cakra menyadari kenapa istri tuannya (dan ibu dari tuannya) meninggal tak lama setelah  di anugerahi pewaris selanjutnya.

Rumah ini hanya bisa ditinggali oleh satu kepala keluarga.
Seketika ia juga menyadari kenapa tuan muda pewaris rumah ini lebih memilih untuk pergi daripada menghabiskan kesendiriannya di rumah ini tanpa sang istri.

Namun, Cakra yg cerdas serta santun berubah seketika manakala harta mulai menguasai dirinya,
Ia merasakan nikmat yg tak pernah ia peroleh sejak dulu. harta dan kekuasaan.

Ia merasa, ini sudah menjadi takdirnya meski ia tahu di luar sana masih ada darah asli keturunan sang tuan yg mungkin akan kembali suatu saat nanti.
Wijoyokusumo yg kerap dipanggil jaya oleh sang ayah, hanya mengangguk mengerti ketika  Cakra menjelaskan bahwa ia akan menjadi pewaris rumah besar dan meminta anaknya untuk tetap menjaga rumah ini apapun yg terjadi.

Tanpa menjelaskan resiko yg kelak ia hadapi.
Sampai ia tumbuh dewasa, dan menikah dengan gadis pujaannya. Semua terasa bagaikan surga ditambah ketika mereka dianugerahi 4 putri yg cantik.

Namun kebahagiaan itu sirna saat sang istri melahirkan anak ke 5 nya yg sekaligus menjadi pewaris rumah ini selanjutnya.
Ia meninggal setelah sang putra sudah bisa melepaskan diri dari tuntuntan seorang ibu (untuk memberi asi). Ia meninggal saat Pandu (putra bungsunya) berusia 2 tahun.

dan kutukan itupun berlanjut hingga pandu menikah dan memiliki seorang putra.
Istrinya meninggal karena kecelakaan ketika Yudha berusia 2 tahun.

Dan tiba-tiba.....
Rudi terbangun dari mimpi panjangnya itu. Ia menatap langit kamarnya. Gelap.

Jam menunjukan pukul 2 pagi dan ibunya masih terlelap.
“Mimpi apaan sih?” bisiknya pelan.

Meski ia mengenal sang kakek, namun mimpi yg ia alami beberapa saat lalu seolah membuat ia lupa akan wajahnya.

Ia merasa berada di dimensi yg lain dengan pelakon yg lain pula. ia seolah hanya menjadi penonton dalam mimpinya itu.
Sampai sekelebat bayangan putih membuyarkan lamunannya.

Rudi bangun terduduk. ia melihat ruangan di sekitarnya. tak ada apapun disana.

Ia kembali membaringkan diri, mencoba mengabaikan.
namun bayangan itu muncul kembali, dan kali ini berada tepat di depan kasurnya.
Ia yg tertidur dan menengadah keatas tentu tak melihat secara langsung, namun ia merasakan hembusan angin di kakinya.

Ia kembali bangun terduduk. Sampai…

“Krieeeettttt…….” pintu kamarnya terbuka. ia tak melihat siapapun disana.
Rudi diam tak bergerak saat sesosok bayangan putih itu mulai masuk dari balik pintu. dan perlahan menghampirinya.

Sosok putih itu bagaikan selembar kain putih yg menutupi tubuh besar seorang pria. tak terlihat wajahnya dan tak nampak pula kakinya.
Rudi mulai bergetar.....
Ia mengucap kata ibu namun tak ada suara yg keluar dari bibinya yg kering.

Rudi menelan ludah, keringat mengucur deras dari pelipisnya menuju mulut. asin.

Itu yg ada dibenaknya.
“Bb---buu…..” Suara nya lirih, mencoba sekuat tenaga agar suara itu keluar lebih keras lagi. Namun usahanya gagal.

Semakin mendekat sosok itu semakin kaku pula tubuh pria jangkung itu.

Sosok bayangan putih itu langsung masuk ke dalam raganya, Rudi teriak.. Ia menggeliat.
Ia melawan-pun percuma, kekuatan itu terlalu besar sampai ia tak mengeluarkan suara sedikitpun

Mulutnya menganga, namun sunyi. Airmatanya mengalir menahan sakit.

Ia terperangkap dalam bayangan lorong waktu yg membawa ia ke mimpi sebelumnya. Namun dengan sudut pandang yg berbeda
* * *
"Mungkin ini jalan yg terbaik” ungkap seorang suami kepada istrinya di sebuah gubuk  di pinggiran kaki Gunung.

“Mas yakin?” tanya sang istri. suaminya hanya tersenyum simpul dan menggangguk.

kehidupan dua sejoli itu penuh kebahagiaan--
- selama ada beras untuk mereka masak, dan air untuk melepas dahaga, semua itu sudah lebih dari cukup.

Gubuk itu hanya memiliki satu kamar tidur dan satu dapur dengan kamar mandi berada di luar. beralaskan tanah serta berbilik satu lapis, -
Gubuk itu tak sebanding dengan rumah besar yang sebelumnya lelaki itu tempati.

Namun ia jauh merasa damai tinggal disana, entah apa alasannya, hanya ia yg tahu.

Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama saat sang istri mengandung anak pertama mereka.
Kebutuhan yang semakin meningkat tak sebanding dengan pendapatan yg terus menurun. Ditambah, di musim penghujan saat itu, sangat sulit bagi sang suami untuk bekerja di ladang milik juragannya.

"Tok.. Tok.. Tok..” ketukan pelan terdengar dari balik pintunya yg rapuh-
-mungkin si pengetuk paham betul jika ia mengetuk terlalu kencang pastilah bilik yg ada disamping pintu itu akan ikut ambruk.

Sang istri membukakan pintu dengan pelan.

“Maaf cari siapa?” tanyanya yg melihat asing pada sosok  di hadapannya.
Lelaki itu tersenyum dan memberikan bingkisan yg lumayan besar pada perempuan itu.

“Tolong titip ini untuk pak Guntur.” ucapnya

“Maaf tapi suami saya sedang tidak ada di rumah.”

“Tidak apa2. titip saja itu, bilang dari Cakra.”
Lelaki itu melihat perempuan yg dihadapannya dengan sedikit penasaran.

“Bulannya yah?” Ucap Cakra sambil menunjuk perut buncit perempuan itu.

Ia hanya menjawab dengan anggukkan.

“Sepertinya laki-laki” Candra begitu yakin.
“Benarkah? bagaimana anda bisa tahu?” mata perempuan itu berbinar

Lelaki itu hanya tersenyum lalu pamit pulang.

Sang istri tidak berani membuka bingkisan itu tanpa ijin suaminya, jadi ia simpan bingkisan itu dan menunggu hingga suaminya pulang.

#bacahorror
Sore berganti malam, suaminya tak kunjung pulang. Namun ia tetap menunggu dengan sabar.

Sampai tiba-tiba...... Pintu rumahnya digendor dengan sangat kencang, membuat bilik-bilik disekitarnya bergetar, hampir rubuh.

“Bu Minah!! Bu Minah!!” Teriak seseorang dari balik pintu.
Ia kenal suara itu. Sugih, salah satu pekerja di ladang kopi sekaligus rekan suaminya

“Kenapa toh pak? sampe teriak2 gitu.” Jawabnya seraya membuka pintu

Wajah Sugih bergitu panik. keringat bercucuran dari pelipisnya. Ia terengah2 mengatur napas seakan telah berlari sejauh 10km
“Pak Guntur bu…. pak Guntur pingsan di ladang!!” suaranya masih dengan desahan kelelahan.

Aminah dengan perut buncitnya berlari mengikuti  Sugih. Menerjang gelapnya malam dan semak belukar di pinggir hutan.

#RumahKematian
“Kesini bu, pak Guntur sudah di bawa ke klinik dekat balai desa.” Ucap Sugih sambil menunjuk arah yang berlawanan dari ladang.

Di depan Klinik, sudah berkerumun orang-orang yg tak lain adalah pekerja ladang. salah satu dari mereka menghampiri Aminah dan Sugih.
“Bu…. yang sabar yah.” Ucap lelaki itu yg membuat Aminah tak bisa berkata-kata.
tepat di malam itu, sang suami telah tiada.

Tak ada yg tau apa penyebabnya, saksi yg pertama kali menemukannya, hanya melihat Guntur tergeletak tak berdaya di semak2 di bawah pohon kopi.
Kehilangan seorang lelaki yg ia cintai mungkin menjadi titik runtuhnya kehidupan Aminah. Tapi bagaimanapun ia tak bisa menyerah, ada darah daging suaminya yg saat ini masih belum terlahir ke dunia. Ia harus berjuang, demi sang jabang bayi.
Seperti yg lelaki tempo hari katakan, Aminah melahirkan bayi laki-laki yg sehat dan tampan.

Ia beri nama Rahadi, berharap kelak anaknya bisa menjadi orang yg bersinar dan berkedudukan tinggi. Ia besarkan anak itu dengan penuh kasih sayang.
“Belum datang juga yah...” Aminah menatap langit yg mulai gelap dari luar. tampaknya sedang menunggu seseorang datang. Rahadi yg sudah terlelap, ia tinggalkan sejenak di dipan kamarnya.

Sosok itu datang, membawa bingkisan yg memang sudah ia siapkan.
Cakra, orang yg tempo hari membawa bingkisan itu datang kembali.

Aminah yg saat itu masih berduka, tak ingat sama sekali dengan bingkisan yg ia terima. hingga beberapa hari setelah kematian suaminya, Cakra datang kembali dengan membawa bingkisan yg sama.
Ia tahu, orang yg ia kunjungi telah tiada, namun untuk yg kedua kalinya ia sengaja membawa bingkisan itu untuk aminah dan calon anakknya.

Dan rutinitas itu berlangsung sampai hari ini, Kedatangannya tidak menentu, tapi dalam dua bulan, dia pasti kembali.
“Ibu sengaja menunggu saya di luar?” Sapa Cakra ketika melihat perempuan itu mondar-mandir di depan gubuknya. Ia hanya tersenyum.

“Anu pak,… persediaan beras dan uang yg bapak kirim bulan kemarin sudah habis, jadi saya bingung.” Ucap Aminah sambil memainkan jari jemarinya-
- menutupi kegugupan yg ia rasakan.

Cakra terdiam sebentar, ia yakin dengan keadaan mereka seperti ini (rumah gubuk dan baju sederhana) tentu uang yg ia kirimkan sudah lebih dari cukup.

“Uang itu, sebagian saya berikan untuk orang tua saya yg sedang sakit."
Ucap Aminah seolah dapat membaca kecurigaan di mata Cakra

“Uang itu saya siapkan untuk putra almarhum suami anda. Tolong pergunakan uang itu dengan bijak.” ucapnya ketus

“kalau memang begitu, kenapa kami tidak boleh tinggal disana? biarkan anak kami hidup berkecukupan disana.”
Suara lantang Aminah menyulut emosi cakra.

“Tuan saya sedang sakit keras, dan melihat anda datang ke rumah besar akan memperparah keadaannya. Terlebih jika ia tahu anak semata wayangnya telah tiada.”

“Tapi ada cucunya disini.”

“Itu tidak mengubah apapun.”
Cakra pergi setelah meninggalkan bingkisan itu.

malamnya, Rahadi demam. Aminah yg panik tak kuasa menahan tangis, ia membawa anaknya untuk berobat.

Rahadi sakit tifus. penyakit yg sangat mematikan pada masa itu. terlebih di usianya yg masih 4 tahun.
Uang yg ia terima dari Cakra perlahan habis untuk biaya berobat anaknya, ia tak tahu harus kemana lagi mencari tambahan mengingat baru beberapa hari uang itu ia terima, terlebih ketika Cakra tau uang itu ia berikan sebagian kepada orang tuanya, pastilah membuat cakra enggan-
-untuk datang kembali selama beberapa bulan ke depan.

Akhirnya ia nekat, Aminah memutuskan untuk pergi ke rumah besar itu.

Sesampainya disana, ia mengetahui fakta yg mengejutkan. Pemilik rumah telah tiada 5 tahun lalu. Mertuanya telah meninggal bahkan saat suaminya masih hidup.
Kedatangan Cakra pertama kali ke rumah mereka, bertepatan dgn meninggalnya sang suami, itu sudah cukup membuat Aminah paham ada sesuatu yg lelaki itu sembunyikan

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kecurigaan aminah membawa ia kepada kemalangan yg jauh lebih dalam
Ia meninggal dalam perjalan pulang untuk membawa rahadi ke rumah yg seharusnya menjadi miliknya.

Aminah terjatuh ke jurang saat sebuah kereta kuda menabraknya dari arah belakang

#RumahKematian
Kisah berlanjut saat Rahadi yg masih terbaring di klinik balai desa, dibawa pulang oleh orang yg mengaku kerabatnya.

Ia dibawa pergi tanpa ada penolakan dari tempat itu setelah semua biaya perawatan telah ia lunasi.
Itulah terakhir kalinya warga di kaki Gunung itu melihat keluarga Guntur.

Gubuk itu ambruk setelah beberapa bulan ditinggal oleh para penghuninya.

#RumahKematian
Rahadi tumbuh dewasa bersama seorang wanita tua yg ia sebut ibu.

Seorang wanita yg dulu bekerja di rumah besar itu, wanita yg sama yg memberitahu Aminah tentang kebenaran tentang rumah besar dan pemiliknya.

Ia sadar, jika pemilik baru itu tahu Rahadi bersamanya, mungkin Ia-
-akan bernasib sama seperti ibu dan ayahnya. Maka ia memilih untuk diam dan menjaga anak itu hingga akhir hayatnya.

Waktu berjalan cepat dan Rahadi-pun menikah. Anak pertamanya ia namai Setyo dengan ditambahi nama belakang sesuai namanya.
Keluarga itu nampak bahagia, ditambah ibu angkatnya masih tinggal dengan mereka yg boleh dibilang penompang ekonomi tersebar mereka terlebih saat Rahadi masih belum menemukan pekerjaan tetap.

Semua berjalan lancar sampai suatu ketika, Rahadi membawa teman ke rumah mereka.
Teman yg ia perkenalkan sebagai majikan barunya. Wijoyokusumo

Rahadi senang bukan main saat akhirnya ia mendapat pekerjaan di pabrik beras milik Pak Jaya (sapaan akrabnya) namun rasa senang itu tak bisa diperlihatkan oleh ibu angkatnya. ia menyambut Pak Jaya dengan ala kadarnya.
“Akhirnya aku bisa dapat kerja bu…!!” Rahadi terlihat begitu polos saat menceritakan bagaimana pertemuan ia dengan Jaya. “Ketemu di pasar saat jadi kuli panggul, aku ngga sangka bisa ketemu dia lagi, eh malah ditawari pekerjaan pula!”

“Kamu kenal dia dari kapan?” Ibunya heran.
“Dulu waktu aku masih kerja sama bapaknya.”

“BAPAKNYA?????”

“Oh dulu bu, aku dulu pernah kerja di pabrik pak Cakra. itu pas ibu lagi sakit. aku ngga bilang karena ibu pasti melarang.”

Wanita itu terdiam. Ia tahu betul bagaiamana liciknya Cakra,
Ia meminta Rahadi untuk menolak pekerjaan itu, namun percuma, Rahadi tetap bersikukuh.

“Aku dengar pak Cakra sudah meninggal dan sekarang semua pabriknya dipegang oleh Pak Jaya.”

“Benarkah?” wanita itu sedikit lega. Jaya dari kecil memang jauh lebih baik daripada ayahnya,
Tp itu tak membuat ia yakin 100% jika keputusan Rahadi untuk bekerja di sana adalah pilihan yg tepat.

Rahadi yg selalu membawa Setyo kemanapun ia pergi (termasuk ke tempat kerjanya), berangsur-angsur menikmati kehidupannya yg baru.
Apapun yg ia kerjakan, ia tunjukan pada anak semata wayangnya itu. Seakan ingin membuat anaknya tumbuh menjadi pria yg hebat dan kuat

“Setyo!!!” Panggil seorang gadis kecil melepas pegangan ayahnya
Sang ayah tertawa geli “Semenjak ketemu Setyo, Tari mau ikut terus ke pabrik.”
-ucap ayah sang gadis. “Gak apa-apa pak, biar Setyo ada temennya jg disini” keakraban keduanya begitu kental sehingga membuat status mereka tak terlihat sama sekali.

Yah, kehidupan memang sulit ditebak, kebahagiaan itu tak berlangsung lama, setelah ‘ibunya’ meninggal.
Rahadi sering sakit-sakitan. Entahlah, sepertinya semenjak kecil ia sudah terlalu rapuh. Bisa hidup sampai usia setua itu saja mungkin sudah sangat hebat.

Dan puncaknya, Setyo harus menerima hidup sebatang kara saat Ayah yg sangat ia cintai meninggal dunia saat terjatuh
-dari lantai dua pabrik beras tempat ia bekerja.

Disusul dengan kematian ibunya yg ia temukan bersimbah darah di kamarnya.

Semua mengatakan itu bunuh diri, tapi apa yg Setyo tahu tentang itu? yg ia tahu, ibu dan ayahnya sudah tidak ada di hadapannya lagi.

#RumahKematian
"Ooohook!!!! Oohoook!!!"

Rudi tak henti2nya terbatuk, seolah ia ingin mengeluarkan sesuatu yg besar dari dalam tubuhnya...

Tangan kanannya memegang leher sedangkan tangan kirinya berusaha meraih ibunya yg masih terlelap tidur.

"Buk....oohoooh!" Rudi masih terus berusaha.
Sampai akhirnya sosok putih itu keluar dari tubuhnya.

Sosok itu berdiri di depan kasurnya, Rudi masih terduduk. Wajahnya pucat. Ia tak mampu bergerak.

"Jadi ini bukan mimpi" gumamnya lirih..

Perlahan sosok itu menampakkan wajahnya.
Lelaki tua. Ia tak mengenalinya.
Namun wajah itu terasa familiar.

"Haaaaaa" Rudi menarik nafas

Sosok itu adalah sosok yg sama yg Rudi lihat di pembaringan. Ayah dari Kakek buyutnya

Sungguh rumit, Rudi bahkan tak mengingat silsilah keluarga yg baru ia saksikan lewat sosok itu
Sosok itu terdiam menatap Rudi.

Rudi tak bergeming. Ia melirik ke kiri dan kanan. Mencoba mencari pertolongan.

"Kini saatnya kamu kembali ke rumah itu"
Suara itu masuk ke dalam benak Rudi.
Namun sosok itu tetap diam, hanya suaranya yg dapat terdengar,

"Jaga rumah itu."
Lalu sosok itu menghilang.

Rudi baru bisa bernafas lega.

Rudi terdiam sejenak. Mencoba mengingat2 sesuatu.

"Cakra dan Guntur, Wijoyokusumo dan Rahadi, Pandu dan Setyo..  Kini, Yudha dan Aku??" Bisiknya berbicara sendiri...
Rudi tersadar akan sesuatu, dari dua kepala keluarga dari masa yg berbeda itu, hanya keluarganya lah yg selalu menjadi korban. Namun ia juga kembali tersadar, kini dua keluarga yg bertentangan itu sudah menjadi keluarga nya sendiri. Keluarga dari ayah dan ibunya.
Ia tak bisa berpihak kemanapun.

Kalau saja hal yg dialami Rudi terjadi pada Setyo, mungkin ia tidak akan menikah dengan Tari, dan semua itu tak akan serumit ini.
Tapi mungkin saja Setyo memang sengaja menikah dengan Tari meskipun ia tahu rahasia ini. Dan semua ia lakukan agar kedua keluarga ini bisa mendapatkan titik temu dari peperangan dingin selama beberapa generasi.

Rudi pusing. Ia memilih untuk tidur kembali.

#RumahKematian
Namun setidaknya, Ia sudah mengetahui semua kisah tentang keluarganya. Dan cerita malam itu selesai.

Tanpa sepengetahuan Rudi, Yudha juga mengalami malam yg luar biasa.

* * *
*Kembali ke masa itu*

Asap hitam dari balik jendela yg awalnya menyerupai Yudha, masih bertengger di sana. Ditambah dengan suara gebrakan pintu yg meminta Rudi untuk keluar.

Namun sosok putih itu kembali. Dengan kalimat yg sama. Menyuruhnya untuk kembali ke rumah besar.
Rudi berusaha terus memejamkan mata, berharap semua ini segera berhenti. Berharap ibunya bisa segera pulang.

"BRAKKK!!!!"

Pintu itu terbuka. Tak ada siapa2...

HIHIHIHIHHIHIHIHI

Namun suara tertawa ringkih itu semakin terdengar jelas.

"Apa salahku????" Teriak Rudi.
Yg ia tahu, sosok itu adalah Ningrum, wanita yg tanpa sengaja tak sempat ia tolong. Tak lebih dan tak kurang.

Semua rahasia Ningrum tak sempat Yudha ceritakan. Mungkin memang senjaga ia simpan demi kebaikan Rudi. Tapi untuk apa? Toh sosok itu hanya mengejar Rudi,
-bukan Yudha ataupun keluarganya.

Jika saja Rudi tahu betapa bahayanya mahluk yg mengikutinya, mungkin ia tak akan berpikir dua kali untuk pindah ke rumah besar itu.

Meski ia tahu, itu berarti Yudha harus keluar dari sana.
Semilir angin masuk ke dalam ruang kamarnya. Bulu kuduknya berdiri menahan ngeri

Selama ini, ia hanya dihantui lewat mimpi, namun kini semua terasa begitu nyata

"Hiissssss.." suara desahan mirip angin atau lebih terdengar seperti desisan seseorang. Rudi tak bisa membedakan itu.
Selain lantunan ayat suci, ia tak henti2nya memanggil ibunya. Sungguh ironis,.. lelaki jangkung itu sangat bergantung pada wanita mungil yg ia panggil ibu.

"Drrttt....drrrtttt...." ponselnya bergetar.

Nama Yudha terlihat pada kayar kecil ponsel motorolanya itu.
"Yudddd!!! Tolong aku!!! Tolong ke rumah sekarang!!" Teriak Rudi.

"Mas... mas kenapa mas??? Mas tolong dengarkan aku, sekarang mas ke rumah besar, sekarang mas..... budhe mas... Budhe meninggal." Terdengar isak tangis Yudha di balik telepon.

HIHIHIHIHHIHIHIHI....
Suara ringkihan itu seolah merayakan kemenangan.

Rudi terdiam. Dunianya seakan berputar. Dan perlahan runtuh dihadapannya. Ia tak mampu berpikir jernih. Teriakan Yudha tak ia hiraukan. Hidupnya tak mungkin semenyedihkan ini, pikirnya.

Rudi, Dia tak bereaksi sedikitpun.
Rudi berdiri, taptapannya masih kosong. Ia beranjak dari kamarnya dan berjalan perlahan. Rasa takut yg ia rasakan sebelumnya tak berbekas sama sekali.

Ia marah, bahkan kemarannya bisa membuat mahluk itu beringsut pergi.
Rudi berjalan perlahan ke luar, dan dalam sekejap ia berlari menuju rumah besar itu.

Malam sudah dipertengahan jalan, ia lihat rumah itu masih sepi. Namun isak tangis terdengar dari balik pintu tebal itu.
Rudi melihat Yudha yg mondar-mandir di depan pintu seakan menunggunya untuk datang.

“Mas…!!” teriaknya saat ia lihat Rudi masih diam memantung di depannya.

Yudha menarik tangannya untuk segera masuk ke rumah.
Semua kakak dari ibunya berkumpul di kamar yg bekas ayah mereka--
-menangisi kepergian adik mereka tercinta, “Bapak sedang keluar menyiapkan segalanya mas.” Ucap Yudha saat Rudi menatapnya, seakan ia mengerti apa yg akan ditanyakan Rudi.

“Dokter bilang, budhe terkena serangan jantung saat tidur.” Ucap Yudha.
‘Serangan jantung? sejak kapan ibu punya penyakit jantung?’ gumam Rudi dalam hati.

“Kemana dokternya?”
“Tadi sudah pulang setelah di jemput bapak. tadi bapak juga keluar sekalian antar dokternya.”

“Siapa Dokter yg memeriksa ibu?”
“Ohh.. Dokter Hilman, yg tempat prakteknya di jalan menuju pasar minggu. Itu dokter terdekat yg bisa kita panggil mas.”

Rudi tak bertanya lagi, ia diam sediam2nya tanpa mengucapkan sepatah katapun, termasuk pada keluarga ibunya.
Hampir jam 1 malam, Rudi yg masih berada di rumah besar, memutuskan untuk pulang.

"Besok aku kembali.” Ucap Rudi setelah diberitahu jika pemakamannya akan dilaksanakan besok pagi

Yudha dan Pandu terdiam, mereka merasa bersalah karena tidak bisa menawarkan Rudi untuk menginap.
Rudi yg sudah tahu alasannya, memilih untuk mempermudah kerisauan mereka.

Kesokan paginya, rumah itu sudah dipadati oleh pelayat. Rudi yg sudah datang semenjak subuh, hanya menyapa para pelayat sekedarnya. Ia terlalu fokus mengurusi segala keperluan untuk pemakaman ibunya,
-sampai ia tak menyadari ada tamu asing datang.

Mungkin asing kata yg terlalu berlebihan, karena Rudi sudah pernah bertemu dengan orang itu tempo hari.

Ia datang dalam diam dan menunggu rudi sampai prosesi pemakaman selesai.
“Cah bagus!!” teriak seseorang saat Rudi hendak pulang malam itu ke rumahnya.

Rudi mengenal orang itu. tentu saja, siapa yg bisa lupa dengan sosoknya yg begitu mencolok.

“Sedang apa bapak disini?” tanya Rudi heran.
“Ya ampun, tentu saja aku datang untuk melayat. bukannya aku-
-pernah bilang tempo hari kalau orangtuamu itu teman lamaku.” Ucap pria itu yg tak lain adalah Suryo
Rudi hanya terdiam.

“Aku boleh berkunjung ke rumahmu?” pinta Suryo saat Rudi tak memberikan respon apapun dari penjelasan ia sebelumnya.
“Boleh, mungkin sebaiknya jalan saja, rumah saya dekat.” Balas Rudi.

Merekapun berjalan sambil sesekali membuka obrolan ringan.

“Oohh tanah kosong ini sekarang jadi rumahmu?” Ucap Suryo yg dibalas tatapan heran Rudi.
“Aaaah… dulu ini tanah kosong, disebelah panti asuhan-
-tapi sekarang semuanya sudah berubah, hahaha” Suryo menjawab tatapan heran dari Rudi.

“Ayo silahkan masuk pak.”

Suryo mencoba untuk masuk tapi langkahnya tiba-tiba terhenti. ia seakan tertahan oleh sesuatu yg melarangnya untuk masuk.

“Pak??” Rudi kebingungan
“Lek, sebaiknya kita ngobrol di luar saja, bagaimana?” Rudi hanya menjawab dengan anggukan.

Obrolan ngalor-ngidul itu tak membuat semuanya terlihat menarik sampai Suryo menawarkan sesuatu yg tak pernah Rudi pikirkan sebelumnya.
“Bagaimana kalo kamu tinggal di rumah saya?” tawaran Suryo tentu membuat Rudi kaget.

“Maksud bapak?”

“Aku bingung mau mulai darimana, Cerita ini akan sangat panjang….. ini juga berhubungan dengan wanita itu. wanita yg tempo hari kalian tanyakan kepadaku.”
“Ningrum?” tanya Rudi

“Ningrum? Hah…..” balasnya dgn nada penuh ejekan.

BRUGGG!!!

Sesuatu terjatuh dari dalam rumah, seakan menunjukan kemarahan atas kedatangan tamu itu.

Namun suara itu tak menghentikan Suryo untuk bercerita tentang kebenaran yg sepantasnya Rudi ketahui.
Rudi diam seribu bahasa.
Seakan cerita itu sulit dicerna.

“Mungkin kamu nggak akan percaya, tapi itulah kenyataannya. Aku akui memang aku ini orang bejat. Tapi aku tak ada hubungannya dengan kematian keluargamu. Setidaknya aku ingin menebus sedikit kesalahanku untuk menawarkan
-kamu tinggal di rumahku.”

“Apa bedanya disana dgn disini?” Rudi hilang harapan.

“Di rumahku, kau bisa tinggal di tempat yg tak bisa dia itu datangi. kau bisa tinggal di kamarnya”

Rudi kaget, tawaran itu terdengar jauh lebih gila dari semua cerita yg baru saja ia jelaskan
"Aku tahu itu terdengar gila, tapi percayalan. disana jauh lebih aman daripada kamu tinggal disini.” Ucap Suryo sambil melihat sekeliling rumah.

Rudi masih belum mengiyakan, ia meminta waktu untuk berpikir.

Dan Suryo-pun pergi.
Malamnya, Rudi tinggal di rumah sendiri. ia sudah siap dengan segala resiko yg akan dia hadapi.

Dihantui seorang wanita yg tergila2 pada ayahnya adalah hal jauh dari apapun yg pernah ia bayangkan akan menimpanya.

Pintu ia kunci dan jendela ia tutup rapat2.
Namun entah dari mana, semilir angin masuk ke dalam kamarnya.

Rudi berusaha untuk tidur, karena besok ia masih harus membantu acara tahlilah ibunya di rumah besar.

“Rudi, buka nak… ini ibu.” suara lirih yg mirip dengan ibunya terdengar di balik pintu.

Rudi terperanjat.
Ia yakin itu pasti bukanlah ibunya, tapi ada keingingan yg kuat untuk ia membuka pintu itu.

Meski ia tahu resikonya, tapi Rudi terus berharap untuk bisa bertemu dgn sang ibu untuk yg terakhir kali. Untuk meminta maaf serta berterima kasih karena telah menjadi ibu terbaik baginya
"Rudi….” Suara itu semakin terdengar lembut.

Rudi bangun dari kasurnya dan melangkah ke arah pintu.

“Ibu?.....” Ucap Rudi dari celah pintunya.

Rudi mencoba melihat celah itu.
Kosong.... Tak ada siapapun disana.

“Iyah ini ibu, coba buka pintunya.”
Suara itu terdengar kembali meskipun sudah jelas2 Rudi tak melihar siapapun disana.

“Krieeeetttt…..” Rudi membuka pintunya secara perlahan.

Tak ada siapapun.

“Bu?....”  Rudi berusaha mencari keberadaan ibunya, sungguh bodoh, tapi itulah yg ia lakukan.
“Sini nak…..” suara itu pelan mengarah ke dapur. Rudi ikuti suara itu.

Terdengar suara tawa pelan mengiringi suara ibunya

Tiba2 kaki Rudi di tarik, dan ia jatuh seketika.

“Aaaaaaaakh...!!!” Teriak Rudi menahan rasa sakit saat tulang ekornya membentur lantai.

#bacahorror
Ia tergelatak namun masih sadar dengan sekitarnya. Ia tak bisa bergerak, ia ingin bangun namun sulit.

Suara itu kini terdengar sangat dekat di telinganya.

“Ini ibuu nak….” suara itu berpindah dari telinga kiri ke telinga kanan. Air mata Rudi mulai menetes.
Ia masih menahan sakit namun badannya tak bisa digerakkan.

Belaian lembut ia rasakan menyentuh kakinya.... Lalu menjalar ke perut hingga sampai ke wajahnya.

Bibirnya kelu, ia tak bisa mengucapkan sepatah katapun. Ketakutan itu benar2 menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Aaahkhhhkh…” Rudi berusaha berucap namun ia tertahan. Kini sosok itu menampakan diri didepan matanya.

Bukan ibu, bukan pula wajah ningrum, tapi sosok yg jauh lebih tua. Rambutnya terurai ke  bawah menutupi wajah dan mulut Rudi yg menganga menahan sakit.
“Ohhoook….” Rudi tersedak, rambut hitam panjang itu masuk ke mulutnya... Namun sosok itu malah tertawa kegirangan.

Sosok itu melayang tepat diatas tubuh Rudi yg tak berdaya.

Rudi pasrah, mungkin inilah akhir dari hidupnya.

“BRAAAKKKK”!
Pintu rumah didobrak dari luar oleh seseorang yg tak lain adalah Pandu. pamannya.

Sosok itu menolak pergi meski Pandu sudah bersusah payah menyingkirkannya dari tubuh Rudi.

Sampai pergulatan itu dimenangkan Pandu yg dibantu oleh Yudha sesaat sebelum Rudi jatuh pingsan.
Jam sudah menunjukan pukul 2 pagi, Rudi terbangun dan melihat paman serta sepupunya berada disampingnya

“Gimana keadaan kamu?” tanya Pandu yg dijawab rintihan oleh Rudi.

“Rudi, paklik sama Yudha sudah berunding, kamu lebih baik pindah ke rumah besar. Biar kami berdua yg pergi."
“Iyah Mas, sepertinya Gendis semakin berbahaya. ditambah mas tinggal sendiri sekarang.”

“Gendis? kok kamu bisa tahu?” Rudi mengernyitkan dahi.

“Anuu….. sebeneranya aku sudah tau semua tentang Ningrum. bahkan cerita yg mas Rudi waktu itu.” Ucapnya polos
“Tunggu..... Jadi mas juga tahu?” lanjut Yudha yg menyadari kalau Rudi sudah tau tentang sosok itu.

“Kakaknya datang kesini untuk menceritakan semuanya.”

“Kakaknya?? Maksud mas, Pak Suryo itu??” Yudha kembali mengingat cerita Rudi sekaligus masa lalu yg sempat ia lihat.
Rudi mengangguk. “Dia menawarkan aku untuk tinggal dirumahnya.”
Kedua ayah dan anak itu saling bertatapan dan serempak menolak usulan itu.

“Bahaya Rud, mending kamu tinggal di rumah besar saja.” Ucap sang paman.
“Setelah lama berpikir, aku sadar tentang satu hal, tentang kenapa bapak bersikukuh untuk keluar dari rumah besar. Mungkin sejarah keluarga kita cukup kelam untuk diingat, tapi setelah bapak menikah dengan ibu, tentunya bapak ingin memutus kutukan itu dan melepaskan rumah besar
-untuk selamanya.” Ujar Rudi.
“Maksud kamu apa?” Pandu mencoba memahami.

“Sosok putih itu datang…. dan menceritakan semua hal tentang keluarga kita.”

“Sosok putih?” Yudha mencoba menerawang, mengingat kejadian saat di gudang kala itu.
“Aaah jadi dia juga datangi kamu?” ucap Pandu yg dibalas tatapan heran Yudha dan tatapan kaget Rudi.

“Dia juga mendatangi Paklik?”

“Dulu.. dulu sekali, saat bapak kamu blm menikah dengan mbakku. Sosok itu mendatangi kami berdua. Dan jauh sebelumnya, ia juga mendatangi bapak.”
"Awalnya bapak sama aku bersepakat untuk pergi dari rumah dan menyerahkan semuanya untuk bapakmu. Tp dia menolak & tetap ingin pergi. Ditambah dia ingin menikahi ibumu yg tak lain adalah keluarga kami

Dan sebenarnya, kutukan itu sudah hilang saat bapakmu mengikhlaskan rumah itu"
"Kutukan yg mana? Ttg satu kepala keluarga?"

"Keduanya...  kutukan ttg satu kepala keluarga dan ttg istri dari ahli waris rumah besar."

"Tapi kenapa buklik dan bapak meninggal klo bapak sudah mengikhlaskan rumah itu."
"Istriku memang memiliki penyakit kronis. Jadi itu bukan semata2 karena rumah besar... dan untuk bapakmu.. itu semua karena WANITA itu. Kalo saja ia mau pindah ke rumah besar, mingkin semua ini ga akan terjadi."

"Jadi, jangan biarkan aku merasa bersalah untuk kedua kalinya-
Jadi skrg kamu lebih baik tinggal di rumah besar."

Yudha mengangguk setuju dgn usulan ayahnya.

"Nggak Paklik, aku skrg mengerti kenapa bapak mengikhlaskan rumah itu. Kakek adalah orang baik. Terlepas dari masa lalu yg kelam itu, kalian semua adalah org baik yg bapak percaya-
'bisa menjaga rumah itu. Ditambah, kalian jg keluargaku. Aku ga bisa merampas itu semua. Jadi tolong ijinkan aku untuk tinggal di rumah Pak Suryo. Mungkin dari sana aku bisa melepaskan diri dari Gendis untuk selamanya."

Yudha dan pandu saling bertatapan.
"Apa pak Suryo menjelaskan hal itu? Ttg melepaskan diri dari Gendis?" Yudha penasaran

"Dia cuma bilang, rumah itu adalah tempat yg tak bisa dia datangi"

"Bagaimana kamu yakin?" Tanya Pandu

"Paklik bisa tanya sama Yudha. Aku yakin dia tahu rahasia Pak Suryo. Meski gak semuanya"
"Pak Suryo, dia sepertinya tahu bagaimana menghadapi Gendis." Yudha berusaha menjelaskan kepada ayahnya.

"Baik. Untuk saat ini memang itu pilihan yg terlihat jauh lbh baik daripada kamu tinggal disini. Tapi kami akan tetap mengawasi kamu." Ucap Pandu.

Rudi mengangguk setuju.
Keputusan sudah dibuat dan Rudi pun menghubungi nomor yg ditinggalkan Suryo tempo hari untuk menerima tawarannya.

"Aku senang kamu setuju untuk tinggal disini. " Ucap Suryo saat menyambut Rudi di rumahnya.
"Aku akan antar kamu ke loteng atas, aku ngga akan banyak cerita, tapi aku akan beri kamu satu malam untuk mengetahui semua hal yg akan kamu hadapi. Dan setelah itu, kamu boleh bertanya apapun kepadaku."

Rudi mengernyitkan dahi. Seolah bingung dengan maksud ucapan Suryo.
"Hahaha aku tahu.. aku tahu.... intinya, aku tak tahu harus bercerita dari mana, jadi kalau kamu mau tau sesuatu, silahkan tanya padaku. Dan ingat, jangan mengambil keputusan secara sepihak."

"Dan satu lagi, kamarmu ada di loteng, dan jangan sekali2 masuk ke kamar yg lain."
"Kalau ke dapur dan ruangan lain?" Rudi bertanya polos

"Aku bilang kamar. KAMAR! Kamu itu polos apa bodoh sih hahahah"

Rudi hanya membalas dgn tawa sarkasnya

"Yasudah, biar Agus antar kamu ke atas, aku harus pergi dulu." Ucap Suryo sambil menunjuk salah satu abdi di rumahnya.
Rudi mengangguk kepada orang tua itu sambil memperkenalkan diri.

"Mas-nya yg waktu itu datang kesini kan?" Ucap Agus

"Oh iyah pak. Masih ingat rupanya. Hehe"

"Lha iyah pasti inget lah... " Lalu mereka melanjutkan obrolan basa basi itu sambil berjalan menuju kamar atas.
"Bapak sudah lama kerja disini?"

"Mungkin lebih lama dari usia mas nya."

"Ooh berarti bapak kenal sama orang yg dulu tinggal di loteng rumah?"

Langkah Agus terhenti. Ia menatap Rudi dalam2.

"Mas-nya kalau mau tanya apa2 lebih baik langsung sama bapak." Ucap Agus dgn sopan.
"Aah iyah." Rudi mengangguk

"Oh iyah.... Apa kabar dengan teman mas yg sebelumnya ikut jg kesini?"

Rudi terdiam.

"Setelah sehari kalian datang, besoknya dia datang lagi ke rumah ini." Agus berusaha mengingat kembali.

"Maksud bapak????"
"Bapak kenal Hamdan??"

"Aah namanya Hamdan.....Saya ndak kenal mas. Cuma kebetulan ketemu lagi besoknya. "

"Untuk apa dia datang kemari?? Trus bapak liat dia pulang dari sini? Bapak sempat ngobrol gak??"

Dengan panik, Rudi melontarkan pertanyaan bertubi2 kepada Agus.
"Aduh mas, saya ndak tahu... saya cuma lihat saja. Lebih baik mas nya tanya sama bapak."

Jawaban Agus selalu sama. Mulutnya seolah terkunci. Dan apapun pertanyaan, jawabannya pasti "tanyakan pada bapak" seolah apapun yg dikatakan tuannya menjadi pedoman kebenaran di rumah itu.
Rudi tahu betul, ada sesuatu yg disembunyikan Suryo dan rumah ini. Tapi ia berusaha tahan karena setidaknya rumah ini menjadi tempat teraman yg bisa ia tinggali untuk menjauh dari Gendis

Tanpa ia sadari, ada sosok yg jauh lebih mengerikan daripada Gendis bersemyaman di rumah itu
“Yg ini mas kamarnya, semalam sudah saya bersihkan. “ Ucap Agus seraya membuka pintu kamar itu.

kamar yg terletak di lantai paling atas ini berukuran cukup luas. Dengan perabotan yg cukup tua namun kokoh, sepertinya bukan pilihan buruk untuk ditinggali.

#RumahKematian
Namun keadaan yg lembab serta gelap meskipun di siang hari membuat suasana kamar sedikit mencekam. Terlebih ketika Rudi tahu siapa pemilik kamar ini sebelumnya.

“Saya tinggal dulu yah mas, kalau butuh apa2 bisa panggil saya. Nanti saya sekalian kenalkan sama pelayan yg lain.”
Agus pamit yg dibalas dgn ucapan terima kasih oleh Rudi.

Rudi menutup pintu kamar dan ia mulai berbenah dengan memindahkan pakaian serta barang-barangnya ke lemari di samping kasur.

Saat Rudi membuka lemari, ada lubang kecil di paling ujung lemari itu yg menembus dinding.
Sedikit mengganggu tapi Rudi coba abaikan dan segera mencari lakban untuk menutupinya

“Tok Tok Tok..” Rudi berjalan perlahan untuk membuka pintu

“Maaf mas, saya lupa bilang kalau di loteng ga ada kamar mandi, jadi mas kalo mau ke kamar mandi ke lantai 2 atau ke bawah yah mas.”
Ucap Agus yg berdiri di depan pintu.

"Oke pak, makasih banyak…. Oh iyah, bapak ada lakban?”

“Untuk apa mas?”

“Ini di pojok lembarinya ada lubang.”
Agus mengernyitkan dahi dan ia berjalan ke arah lemari yg dimaksud.

“Semalam saya cek ga masalah sama perabotannya,,,,,
...Tuh, ini ga ada lubang mas.” Ucap Agus sambil memeriksa lemari secara keseluruhan.

Rudi bingung, karena jelas2 ia melihat lubang sebesar buah anggur yg ada di bagian belakang lemari itu. “Apa saya salah liat yah.. heheh” Ucap Rudi sambil menggaruk kepalanya yg tidak gatal.
Setelah itu, Aguspun benar2 pamit. Hanya tinggal Rudi sendirian

“Drrtt…Drrtt...” ponsel Rudi bergetar dan terlihat nama Yudha di layar kecil itu.

“Udah sampe mas?” terdengar suara diujung sana.
“Alhamdullillah sudah Yud, ini lagi beres2”
“Oh syukur kalo gitu, aku cuma mau bilang mas jgn khawatir, acara tahlilan nanti kami yg urus disini, lagian jarak ke rumah itu kan cukup jauh, jadi mas cukup berdoa dari sana saja.”

Rudi mengerti seraya mengucapak rasa terima kasih kepada sepupunya itu.
“Na…. ngan….pa---ksrssss---- ya”

“Apaan Yud?” Rudi berusaha menangkap suara Yudha yg terputus2

“na….ngan….pa…..kkkssss” telpon terputus secara tiba-tiba dan jaringan mendadak sibuk saat Rudi mencoba menelopon kembali.
Hal itu tak menjadi pikiran dan Rudipun melanjutkan kegiatan yg sempat terputus barusan.

Sampai tiba2 pintu kamarnya terbuka dengan sedirinya.

“Oh kayaknya tadi aku lupa tutup pintunya.” gumamnya sendiri.

Sesaat Rudi akan menutup pintu terdengar suara rintihan dari arah luar.
Kamar loteng terletak di paling atas rumah yg bisa dibilang lantai ke 3 namun memang hanya terdapat kamar itu saja, lalu tangga di samping luar kamar akan langsung mengarah ke lantai 2. Jadi suara yg dia dengar mengarah ke lantai 2. ia coba turun dan mendengarkan dengan seksama.
Di lantai dua terdapat 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi, di tambah ruang tamu yg cukup luas berada di tengah2 yang disampingnya langsung menuju tangga lantai dasar.

Rudi coba telusuri asal suara itu. terdengar suara tangisan perempuan yg begitu lirih.
Ia coba buka kamar pertama, terkunci. Ia coba buka kamar kedua, juga terkunci. Dan suara itu terdengar semakin keras dari kamar ketiga yg jaraknya cukup dekat dengan kamar mandi.

Belum sempat ia membuka kenop pintu tiba2 pundaknya ditepuk oleh seseorang.

“Mas Rudi?”
Suara seorang wanita tua tersenyum dengan ramah ia membawa baki berisi makanan di tangannya. Rudi sedikit terperanjat.

“Iyah… Siapa?” Jawabnya polos

“Saya Mbok Dasmi, pembantu disini.” Rudi hanya menjawab dengan anggukan.

“Sedang apa disini?? Ahh… mau ke toilet yah?”
Sekali lagi, Rudi hanya menjawab dgn anggukan

“Permisi Mas.” Wanita itu membuka pintu kamar ke tiga sembari melihat Rudi berjalan.

Namun mata Rudi tetap awas. dilihatnya dari celah pintu, seorang wanita yg sedang duduk membelakangi dan menghadap ke arah jendela luar kamarnya.
Sesaat wanita itu hendak memutar badannya, pintu sudah ditutup rapa2 oleh mbok Dasmi.

Rudi yg tidak sedang ingin ke kamar kecil langsung kembali ke kamarnya, namun langkahnya terhenti saat ia melihat salah satu pelayan rumah yg lain sedang duduk di kursi di lantai bawah.
Ia adalah pelayan yg dulu pernah Rudi lihat bersama Agus.

“Permisi pak.” Sapa Rudi.

“Oh iyah mas, yg baru tinggal disini yah?? kenalkan saya Cecep.” Pria tua itu menyodorkan tangannya dgn ramah dan disambut oleh Rudi sambil memperkenalkan diri.
“Rokok mas?” Cecep menyodorkan bungkus rokok kretek ke arahnya

“Saya nggak ngerokok pak.”

“Bagus itu, mending jgn memulai, nanti klo udah coba sekali malah ketagihan haha.”

Rudi balas tersenyum, ia cukup senang karena orang2 disini begitu ramah & menyambut dia dgn sangat baik
“Pak Cecep sudah kerja lama disini?” Rudi membuka obrolan dgn pertanyaan yg sama saat ia pertama kali bertemu Agus.

Entah kenapa selalu ia bertanya hal itu, seakan pertanyaan itu sudah otomatis terucap saat bertemu org baru di rumah ini, kecuali dengan Mbok Dasmi,
Mengingat pertemuan mereka sedikit lebih tak terduga.

“Saya baru lima tahun kerja disini.”

“Kok baru? harusnya sudah lima tahun heheh.” Rudi balas dengan candaan garingnya.

“Saya bilang baru karena dibandingkan dengan teman2 sya yg lain saya yg paling junior. hahaha--
Mas Agus sudah bekerja disini lebih dari 30 tahun, sedangkan mbok Dasmi.. dia sudah bekerja disini mungkin saat rumah ini masih ditinggali pemilik sebelumya, dan jauh sebelum pak Suryo pindah kesini.” Ujar Cecep.

“Jadi rumah ini bukan dibangun oleh Pak Suryo?” Rudi penasaran
“Bukan, dulu rumah ini milik juragan beras di kampung ini, tapi dia bangkrut dan pindah ke kota lain,, jadi rumah ini di jual ke pak Suryo.”

“Ooh bapak asli sini? sampe bisa tahu sedetail itu.”

“Bukan hahaha itu saya dikasih tahu sama mas Agus…
Saya sebenarnya asli dari tanah sunda mas,,, Mas Agus itu kakak ipar saya, dan kebetulan lima tahun lalu saya lagi nganggur trus diajak kerja disini.”

“Oh jadi begitu, hahaha pantesan namanya jg agak asing klo untuk penduduk sini,” mereka berdua tertawa.
“Yang tinggal disini siapa ajah pak?”

“Hmmm,,, selain pak Suryo, disini ada 5 pembantu termasuk saya, mas agus, mbok Dasmi, Fitri sama Dian. Oh ya kalo Fitri sama Dian cuma bekerja dari pagi sampe sore saja, jadi selain satpam di depan yg menginap, hanya kami bertiga --
dan Pak Suryo di rumah ini.”

Rudi terdiam sejenak. “Sugeng gak tinggal disini?”

“Nggak mas, anak2 bapak tinggal terpisah. Mas Sugeng sama kakaknya tinggal di kota.”

“Emang pak suryo punya anak berapa?”

"Sebentar…” Cecep  menggerakan jarinya sambil menerawang.
“Saya lupa mas hahah…. soalnya anak dia banyak dan gak ada yg tinggal disini. paling kalo ada acara keluarga, baru deh mereka datang… tapi yg saya kenal cuma mas Sugeng sama mas Bayu ajah, mereka yg sering kesini.”

“Oh iyah, Pak Bayu, dia itu bos saya di pabrik pak.. hehe”
“Oh mas nya kerja di pabrik mas Bayu??” Rudi menjawab dengan anggukkan.

"Pantesan kenal sama mas Sugeng, hahah”

“Pak Suryo punya anak perempuan yah?” tanya Rudi polos yg membuat Cecep sedikit kaget.

“Ooh he,,he,, ada. satu… dia kakaknya mas Sugeng dan adiknya mas Bayu.”
“Dia tinggal dimana?”

“Loh, mas Rudi sudah disini toh?” Belum sempat Cecep menjawab, Mbok Dasmi turun dari tangga dan menghampiri mereka.

“Oh iyah Mbok…” Jawab Rudi singkat.

Mbok Dasmi terdiam sejenak, ia melamun namun tiba-tiba berkata,

“Saya barusan dari kamar Mba Sekar.”
“Mba Sekar?” tanya Rudi

“Itu mas, anak perempuan satu-satunya pak Suryo yg tadi mas Rudi tanya.” Ujar Cecep

“Lho, kata pak Cecep anak2nya pak Suryo gak tinggal disini?” Rudi sempat bingung karena ucapan cecep sedikit kontradiktif dengan yg ia sampaikan sebelumnya.
Cecep menatap mbok Ida sejenak.
“Iyah, Mas cecep bener kok, Mba sekar baru datang semalam. Dia sebelumnya tinggal di rumah bapak yg lain.” Mbok Dasmi menimpali.

Obrolanpun berlanjut dengan basa-basi diantara ketiganya, seolah keduanya berusaha untuk membuat rudi merasa nyaman--
-dan diterima di rumah itu.

“Mas, Nanti klo makan langsung ke bawah saja yah.” ucap mbok Dasmi menutup obrolan mereka seraya Rudi pergi ke kamarnya.

Ia naik ke lantai dua dan berhenti sejenak, melihat pintu di ujung lorong itu. suara tangisan itu kini tak terdengar lagi.
“Lumayan juga disini.” Ucap Rudi sambil merebahkan dirinya di Kasur.

“Ya ampun!! sampe lupa mau tanya soal Hamdan! hmm mungkin besok lagi saja.” gumamnya

Siang berganti malam, setelah selesai dengan segala urusannya, rudi kembali ke kamar dan mencoba beristirahat lebih awal--
-karena esok ia harus bekerja kembali setelah sisa cutinya habis.

“tak!! tak!!” jendela loteng itu seperti dilempari kerikil dari luar. Rudi yg sedang merebahkan diri langsung terbangun dan berjalan ke arah jendela itu.

Ia coba lihat ke bawah, tak ada siapapun disana.
Belum sempat Rudi berjalan ke kasurnya lagi, bunyi itu terdengar kembali dan sedikit lebih keras dari sebelumnya.

Rudi yg sedikit jengkel langsung berlari ke arah jendela dan betapa kagetnya ia saat melihat sosok Gendis sedang berada di luar gerbang rumah itu.
Ia menatap tajam ke arah Rudi yg reflek membuat ia bersembunyi dari balik gorden

Rudi mencoba megintip kembali, namun sosok Gendis masih mematung dan menatap Rudi ke arah tepat dimana dia berdiri. Seolah jarak yg jauh serta gorden yg menutupi badannya tak jadi penghalang.
Belum sempat bulu kuduknya turun dan melemas, suara tangisan itu terdengar kembali, ditambah semilir angin yg anehnya muncul dari dalam kamar berhembus dan menjalar ke seluruh tubuhnya.

Rudi langsung melompat ke kasurnya dan berusaha untuk mengabaikan itu semua.
Ia tarik selimut menutupi seluruh tubuhnya dan memejamkan matanya sambil membaca doa sebelum tidur.

“Astagfirullah!!” Ucapnya saat tiba2 selimut yg ia pakai ditarik dengan sangat cepat. Ia lihat sekelilingnya, tidak ada apapun.

sampai tiba-tiba
‘Ceklek….. krieeetttttt’ pintu kamar terbuka dengan sendirinya.

Rudi yg menyaksikan itu semua langsung merasakan hawa dingin di seluruh kamar itu. Belum sehari ia tinggal disini, namun sambutan yg ia terima sudah begitu luar biasa.
Ditambah, suara tangisan itu kini semakin keras. Suara itu sudah jelas berasal dari kamar Sekar.

Rudi berdiri dan mencoba menutup pintunya kembali, namun alangkah kagetnya ia saat pintu itu dibantingkan dengan sangat keras di depan matanya sendiri.

#RumahKematian
Rudi berusaha tetap tenang dan berjalan kembali ke kasurnya.

Pintu itu kini tertutup rapat namun suara tangisan tak kunjung usai.

Rudi berusaha mengabaikan itu semua dan kembali tidur.

#RumahKematian #bacahorror
Saat ia merasa semua sudah sunyi, tiba2 lemari yg ada disampingnya mengeluarkan suara yg cukup keras seolah ada sesuatu di dalamnya yg berusaha untuk keluar.

Dalam posisi terbaring, Rudi amati lemari itu yg terus bergerak tak beraturan.
-dan tangisan itupun terdengar kembali lagi, namun kali ini jauh lebih keras.

Sepertinya bukan berasal dari kamar karena suaranya menggema ke seluruh ruangan.

Entah darimana datangnya keberanian itu, namun kali ini Rudi sedikit kesal. Ia bangkit berdiri dan membuka pintu.
Dilihatnya pintu kamar Sekar yg berada di ujung lorong lantai dua sudah terbuka, tidak cukup lebar namun cukup bisa membuat Rudi melihat dari atas loteng klo kamar itu tak berpenghuni.

#RumahKematian
Loteng itu memang mampu melihat lantai dua dari berbagai sisi sehingga tidak sulit bagi Rudi saat ia melihat sosok wanita yg sedang duduk di ruang tamu menghadap tangga yg menuju ke lantai dasar.

Ada sedikit keraguan apakah ia harus turun dan menyapa atau abaikan saja.
Belum sempat Rudi memutuskan, sosok wanita itu berbalik dari posisi duduknya dan menatap ke arah loteng tempat Rudi berdiri.

Ia sontak kaget dan langsung berlari kembali masuk ke kamar serta tak lupa mengunci pintunya.

“Hampir saja.” gumam Rudi.
“Tok..Tok.. Tok…” Rudi yg masih berdiri di balik pintu seketika dikagetkan dengan ketukan dari luar.

Rudi reflek menahan nafas, entah apa fungsinya namun tetap ia lakukan. Berharap siapapun yg berada di balik pintu itu akan pergi.
“Tok..Tok Tok..” Ketukan itu kembali terdengar dengan diiringi suara lirih dari luar.

“Kenapa sembunyi mas?” ucap suara dari balik pintu.

Rudi tak mampu menyembunyikan ketakutannya, ia tak yakin apakah itu suara Sekar atau suara mahluk lain.
Jika memang Sekar, maka apa yg dilakukan Rudi memang terlihat tidak sopan, namun kalau bukan.. Rudi tak mau mengambil resiko.

“Tok.. Tok Tok..” ketukan itu terdengar untuk yg ketiga kalinya.

Berharap ketukan itu segera menghilang, namun  semuanya malah bertambah buruk.
Lemari disamping kasurnya kembali bergerak tak beraturan, terdengar suara gedoran dari dalam lemari. Ditambah, kaca jendela kamar loteng, untuk kesekian kalinya dilempari kerikil dari arah luar.

Gangguan itu terjadi cukup lama....
Tubuh Rudi semakin lemas….

Sampai puncaknya, pintu lemari itu terbuka dan keluar asap hitam yg perlahan membentuk 4 sosok tinggi besar.

Ketakutan sudah terlanjur menjalar ke seluruh tubuhnya sampai pandanganan Rudipun buram dan gelap. Rudi kembali tak sadarkan diri.
“Siapakan bubur dan teh panas” Suara samar terdengar di telinga Rudi. Ia coba membuka matanya, terlihat sosok Suryo sedang duduk di samping Kasur dan Agus yg berdiri disampingnya.

Pagi itu Rudi terbangun lemas dan menemukan dirinya sudah berada di atas kasur.
“Malam yg panjang yah?” Ucap Suryo melihat keadaan Rudi yg masih setengah sadar.

“Saya kenapa pak?”

“Semalam kamu tidur di lantai. Sepertinya pingsan… Coba ceritakan apa yg kamu alami semalam.”

“Huh?? maksud bapak? jadi bapak tahu?”
“Saya ndak tau lah, tapi saya yakin ada yg terjadi sama kamu.”

“Anu,, saya bingung darimana mulainya.” Rudi berpikir sejenak sampai ia mampu menuturkan insiden yg ia alami semalam. Dari gangguan gendis, lemari sampai dengan kunjungan Sekar.

“Sudah kuduga.” Ucap Suryo.
Ia mulai bercerita jika 4 sosok besar itu adalah iblis (majikan) yg dulu Gendis layani, itulah alasan mengapa Gendis tidak bisa masuk ke kamar ataupun ke rumah ini tanpa membawa tumbal. Iblis2 itu bersemayam di kamar Gendis sampai ada gadis baru yg akan menjadi budak mereka.
Sampai suatu ketika, saat Gendis masih hidup ia mencoba mengganti dirinya dengan Sekar. Hal itu tentu menyulut amarah Suryo. Mengingat Sekar adalah anak kesayangannya sekaligus anak perempuan ia satu-satunya dari wanita yg mampu menggeser Tari di hatinya.
“Waktu Gendis deketin kamu sbg Ningrum, dia berusaha menjerumuskan Sekar untuk menjadi penggantinya. Untungnya masih bisa aku selamatkan dengan bantuan guruku. Sampai satu hal yg luput dari perkiraan kami. Ternyata iblis2 itu sudah menandai Sekar. Mereka menyukai anak gadisku.”
-ucap Suryo dengan sedikit penyesalan dari nada suaranya.

“Sekar itu anak yg manis. Dia tumbuh seperti gadis normal lainnya. Tapi semenjak kejadian itu, jiwanya terguncang dan ia kini tidak bisa hidup normal.” lanjut Suryo.

“Separah itukah keadaannya pak?”
“Sekar saat ini mengidap penyakit aneh, ia seperi mayat hidup di siang hari tapi seperti orang normal ketika malam. Tubuhnya berubah gosong jika terkena Matahari dan dia harus tetap di ruangan lembab di kegelapan….Mungkin keadaannya akan lebih parah lagi.”

“Maksud bapak?”
“Tadi saya sudah jelaskan, meski kami sudah berusaha menjaga Sekar, mereka itu sudah menandai anakku. Jalan satu-satunya hanya mencari gadis pengganti. Namun sudah berkali-kali aku coba tetap gagal.”

“Sudah berkali-kali? artinya?” Meski Rudi tahu maksud perkataan Suryo,
-namun ia tetap menanyakannya.

“Aku bejat, kau tahu itu. dan demi anakku, akan ku korbankan siapapun.” jawabnya tegas.

“lalu apa maksud bapak menceritakan ini semua? apa tawaran untuk tinggal disini jg termasuk dari rencana itu?”

“Tepat sekali. Aku ingin kamu menikahi anakku.”
Mata Rudi tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Memutuskan untuk pindah ke rumah ini saja sudah cukup membuat ia gila, sekarang malah diminta menikahi wanita  gila???

“Mohon maaf tapi saya harus menolak permintaan bapak.” Tegasnya.
“Mungkin skrg kamu menolak permintaanku, tapi kamu akan tahu kalau kalian berdua saling membutuhkan. Menikahi Sekar adalah jalan keluarmu untuk terlepas dari Gendis. Begitupula dengan Sekar. Kalian berdua sudah berjodoh dari sebelum kalian lahir.”
Keluarnya Suryo dari kamar loteng dibarengi dengan masuknya mbok Dasmi sambil membawa bubur hangat untuk Rudi.

Ia letakan bubur itu di meja samping kasur lalu duduk di kursi yg sebelumnya diduduki Suryo.

“Sudah mendingan mas?” tanya Mbok Dasmi ramah. Rudi hanya mengangguk.
“Mohon maaf sebelumnya kalau saya nggak sopan, tapi saya nggak sengaja mencuri dengar percakapan mas Rudi sama bapak. Kalo ternyata Sekar bisa sembuh dengan dinikahkan sama mas Rudi. Saya siap melalukan apapun supaya mas Rudi setuju.” Lanjut mbok Dasmi.
Rudi tak merespon, namun itu tak menghentikan mbok Dasmi bercerita tentang masa lalu Sekar.

Dari cerita Mbok Dasmi, Sekar lahir dibarengi dengan kematian ibunya. Yg tentu saja menjadi pukulan terberat bagi Suryo mengingat ibunya Sekar adalah satu2nya ibu dari anak2nya yg-
-ingin ia jadikan nyonya di rumah ini.

Semua anak suryo memiliki ibu yg berbeda dan tidak satupun diantaranya dinikahi oleh Suryo. Sampai ia bertemu dengan ibunya Sekar.

“Saya kenal dengan semua ibu dari anak2nya bapak, termasuk ibunya Sekar…
-dan sangat disayangkan wanita muda itu harus meninggal secara tragis…” Mbok Dasmi sedikit ragu untuk menceritakan kisah kelam rumah itu.

"Lalu, kalau memang seperti itu ceritanya, kenapa ia punya anak lagi setelah Sekar dengan wanita lain?"
"Maksud mas Rudi, si Sugeng?? Cih! Anak itu lahir dari pembantu yg kurang ajar... Nyesel aku bawa ibunya kesini... datang cuma buat menggoda majikan." Tutur Mbok Dasmi dengan nada mencibir

"Itulah yg aku sesali.. semua ibu dari anak2 bapak sampai saat ini hidup tenang-
-meski mereka hidup terpisah, tapi setidaknya masih dijamin bapak." Lanjutnya.

'Dijamin? Jelas menjadi budak iblis bukanlah hal setimpal dengan jaminan itu' gumam Rudi dalam hati.
“Sedangkan ibunya Sekar, harus mati mengenaskan...dari awal aku sudah melarang dia untuk berhubungan dengan Suryo." Kini Mbok Dasmi menanggalkan sebutan 'bapak' untuk menyebut Suryo. Membuat Rudi sedikit terkejut

Mbok Dasmi yg menyadari reaksi Rudi langsung melanjutkan ceritanya
"Ibunya Sekar adalah cucu dari pemilik rumah ini sebelumnya. Entah dari mana kisah itu berawal, tapi saat ibunya dibawa kesini oleh Suryo, saya sudah punya firasat buruk, mungkin mas Rudi sudah faham bagaimana Suryo menyelami ilmu yg kini ia dapat
-sepertinya ada bentrokan yg membuat penjaga rumah ini dan penjaga yg Suryo bawa sehingga membuat ibunya Sekar menjadi rebutan. Saya pikir setelah kematian ibunya, tidak akan ada lagi korban.. tapi ternyata, wanita sialan itu malam membawa petaka yg jauh lebih besar…
Sekar, kini berada di dua dunia… yg membuat raganya hidup namun jiwanya seakan mati.”

“Wanita Sialan? Gendis?”

“Siapa lagi kalo bukan dia? pertama datang bersama dengan kakaknya ke rumah ini, saya sudah tidak suka dengan dia.
Alasan saya tetap tinggal disini semata2 karena janji saya kepada mbah kuncoro. pemilik rumah ini sebelumnya sekaligus kakek dari ibunya Sekar. Saya sudah gagal menjaga ibunya, jadi saya harus menjaga Sekar.” Tutur mbok Dasmi dengan mata yg berkaca-kaca
“Lalu selama ini sekar tinggal dimana?”

“Sekar dititipkan di rumah kerabat ibunya, dikurung dari pagi sampai malam tanpa boleh keluar kamar barang sebentar pun. Saya dan bapaknya bergantian pergi kesana, jaga2 kalau malam dia kumat… “

“Kumat?”
“Kesurupan. Klo sudah kumat, Sekar nggak segan2 untuk menyakiti dirinya sendiri. Awalnya saya juga ga tau kenapa Suryo maksa Sekar untuk dibawa lagi kesini, padahal dia paham gimana  bahayanya rumah ini. Baru sampai tadi saya mulai paham, ternyata rencana Suryo memulangkan Sekar-
berkaitan dgn kedatangan Mas Rudi ke rumah ini.“

“Saya sedih hal ini harus menimpa anak sebaik dia. Saya gak tahu bgmn caranya bisa merubah keputusan mas Rudi, tapi klo mas memberi kesempatan sedikit saja, ijinkan saya membawa mas ke Sekar dan memperkenalkan dia secara langsung.
“Sekarang?” tanya Rudi sedikit kaget

“Iyah sekarang. Saya akan bawa mas ke Sekar dengan kondisinya di siang hari.”
dengan sedikit keraguan, Rudi memberanikan diri untuk ikut dengan mbok Dasmi.

Keputusannya sudah bulat, ia tetap menolak permintaan Suryo maupun Dasmi, namun
-rasa penasaran yg ada dalam diri Rudi tak bisa menolak tawaran mbok Dasmi untuk memperkenalkan dia kepada Sekar

Rudi beranjak dari kasurnya dan berjalan mengikuti langkah mbok Dasmi

Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul 12 siang, di saat Matahari tepat berada di atas kepalanya
Krriettt

Pintu kamar Sekar dibuka perlahan, pemandangan yg sama saat ia melihat Sekar dari celah pintu tempo hari.

Deorang wanita yg terduduk menghadap jendela kamarnya.

“Katanya gak bisa terkena sinar Matahari?” tanya Rudi pelan.
“Jendela itu mengarah ke kamar kosong mas, cahaya itu berasal dari lampu di kamar itu, kami sengaja membuat Sekar tahu bagaimana suasana siang dan malam tanpa membuat ia terkena sinar Matahari.”

"Ooh..."

“Nduk.. Mbok datang.” ucap mbok Dasmi pada sosok yg tak bergeming itu.
Rambutnya terurai panjang dan hitam, tubuhnya kurus dan kulitnya pucat.

Perlahan ia membalikan badannya.
Ia menatap lurus ke arah mbok Dasmi, lalu tatapannya beralih ke sosok Rudi.

Rudi sedikit tertegun, Sekar memang cantik, namun auranya begitu pudar dan tak berenergi. Image
Terlihat luka cakaran di bagian pelipis serta pipinya. Bola matanya hitam pekat seolah memendam rasa sakit yg teramat sangat.

Tangannya penuh luka bakar serta jemarinya dipenuhi darah yg sudah menghitam. Ia menatap Rudi tanpa ekspresi. Menambah kengerian yg muncul dari sosok itu
“Kalau siang seperti ini mas, dia ga bisa diajak bicara. Tapi kalau malam dia terlihat normal… hanya saja…”

“hanya saja apa?”

“Malam adalah waktu yg sangat rawan dia kembali ngamuk… luka itu, sepertinya bekas semalam.” Ucap Mbok Dasmi sambil menunjuk cakaran di wajah Sekar.
“Kalau mas mau bertemu dengan sekar yg asli. mas bisa datang malam ini.”

Undangan itu membuat Rudi semakin penasaran tapi jg sedikit ngeri. Ia ingin tahu apa sebenarnya yg terjadi pada gadis itu. Namun rasa penasaran itu tak sebesar ketakutan yg ia rasakan.
Malam itu ia putuskan untuk mengunci diri di kamar. Rasa penasaran ia kubur rapat2. Dan setelah menimbang, ia memang harus keluar dari rumah ini sebelum semuanya terlambat dan bertambah runyam.

Dari siang, ia sudah berkali2 menghubungi Yudha namun entah kenapa jaringannya-
-selalu sibuk, ia ingin menceritakan semua hal yg terjadi di rumah ini pada sepupunya itu, berharap ia dapat memberikan solusi terbaik.

"Tok tok tok.." suara ketukan pintu itu terdengar kembali. Rudi coba abaikan dan membenamkan dirinya dibalik selimut tebal.

"Ini aku mas..."
Suara pelan seorang wanita terdengar dari balik pintu.

"Kenapa sih semua setan ga disini ga dirumahku hobi banget ngetok pintu" Rudi berusaha menghibur diri meski terkesan memaksakan.

Kini suara itu hilang. Rudi sudah cukup tenang.
"Jangan sampe jendela juga dilempari batu lagi" gumamnya

Pletak!
"Sialan" umpat Rudi saat apa yg ia ucapkan malah menjadi kenyataan. Batu kerikil itu kembali menghantam jendela.

"Jangan sampe lemari juga." Namun anehnya lemari itu diam tak bergerak.
Semenjak kejadian malam kemarin, Rudi sengaja mengeluarkan semua pakaian yg tadinya ia letakan di dalam lemari.

Sampai ia menemukan satu botol besar yg terletak di pojok bawah lemari itu. Ia simpan botol itu di luar kamar lotengnya.

"AAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHH"
Suara jeritan seorang wanita terdengar begitu kencang dari luar kamarnya. Rudi tanpa pikir panjang langsung keluar, begitu pula dengan semua orang yg ada rumah ini.

Suryo, mbok Dasmi, Agus dan Cecep berlarian ke lantai 2. Mereka menemukan Sekar mengamuk di luar kamar.
Sesaat sebelum Rudi turun, botol besar yg ia letakan di luar kamar kini telah menghilang.

"Nduk.. kenapa kamu nduk...??" Isak Mbok Dasmi melihat Sekar yg tak berhenti berteriak dan berusaha menjambak rambutnya sendiri.

"Mereka dataaang!! Mereka dataangg!!!" Teriak Sekar.
"Siapa yg datang nduk?? Siapa??"

"Mereka dataaang!!!" Teriaknya lagi

"Botol itu...." ucap Rudi yg seakan tahu alasan kenapa Sekar mengamuk.

Suryo menghampiri Rudi dan langsung menarik kerah bajunya

"Botol apa???" Teriaknya

"Botol itu kamu bawa keluar?" Teriak mbok Dasmi.
Rudi mengangguk pasrah dengan wajah ketakutan.

"Dasar bodoh" mbok Dasmi langsung masuk ke kamar Sekar dan mengunci kamar itu dari dalam

Agus dan cecep masih memegangi Sekar agar tetap tenang.

Wajah gadis itu kini penuh dengan cakaran dan darah mengalir dari celah cakaran itu.
Suryo meringis meratapi anak kesayangannya yg masih tak henti2nya berteriak. Cecep dan Agus saling bertatapan. Rudi hanya diam mematung.

"Rudi!" Teriak mbok Dasmi dari dalam kamar. Rudi bingung dan ragu, namun ia ditarik oleh Suryo untuk menghampiri kamar Sekar.

"I--iyaa mbok?"
"Cepat cari botol itu!" Teriak mbok Dasmi dari dalam kamar.

Rudi bingung bagaimana ia harus mencari botol yg sudah lenyap. Ia berlarian tak tentu arah sampai suara mbok Dasmi yg serak mengarahkan ia untuk mengambil botol itu di balik gerbang luar rumahnya.
"Dibalik gerbang?" Ucap Rudi mengulangi perkataan Mbok Dasmi.

"Tapi...."

"Cepatt!!" Teriaknya lagi.

"Apa yg kamu tunggu??!!" Suryo mulai tidak sabar.

"G--gendis ada d-di luar." Ucap Rudi terbata-bata.
"Dasar bodoh! Gendis dan Sekar adalah incaran mereka, cepat ambil botol itu." Teriak Suryo.

"T--tapiii..."

Suryo yg mulai kesal langsung menarik lengan atas Rudi dan membawa ia keluar rumah.

Benar saja, botol itu berada di luar gerbang.
Tapi tak ada Gendis disana, itu sedikit membuat Rudi tenang

Ia berlari dan mengambil botol besar itu dengan cepat.

Ia berbalik masuk ke rumah, belum sempat ia mencapai pintu, ia merasakan ada yg ganjil.

Rudi menengadah ke atas, ia melihat loteng yg tak lain adalah kamarnya
Terlihat sosok wanita berdiri mematung dibalik jendela kamarnya. Ia melihat ke arah Rudi sambil tersenyum.

Lutut Rudi lemas, ia hampir terjatuh sampai Suryo yg melihat langsung membopong anak itu masuk ke dalam rumah.
"D-dia ada di kamar saya" ucap Rudi setengah bergetar

"Dia siapa??" Tanya suryo sambil menarik Rudi masuk kedalam.

"Gendis." Langkah Suryo terhenti. Ia melihat botol kosong itu.

Suryo berlari sambil tetap menarik Rudi untuk ikut berlari bersamanya.
Kondisi Sekar semakin mengenaskan, bahkan cakaran itu kini mengenai tangan Agus dan Cecep, mereka terus memegangi Sekar sambil menahan sakit.

"Cepat masuk ke kamar itu dan bawa botol ini" Suryo mendorong Rudi untuk masuk ke kamar Sekar.
Ia tak bisa menahan rasa takut itu namun melihat suasana yg semakin kacau, ia berusaha untuk mengabaikan dan mengetuk pintu perlahan

"Cepat masuk saja!!" Teriak mbok Dasmi dari balik pintu. Rudi membuka kenop dengan gemetar.

Anehnya, di dalam kamar suasana nya sangat tenang.
Bahkan jauh dari kegaduhan yg Rudi dengar dari luar.

Mbok Dasmi duduk bersila di depan kasur Sekar. Ia terus mengoceh dengan bahasa yg Rudi tak mengerti.

"Buka botol itu." Ucap mbok Dasmi pelan.

"Iblis sialan itu kini berusaha membuat perjanjian dengan majikannya."
-ucap Mbok Dasmi dengan penuh amarah.

"D-dia ada di kamar saya mbok. Dia skrg bisa masuk ke kamar itu."

"Dia menjanjikan Sekar dan sebagai imbalannya, dia meminta kamu. Kalian berdua itu terlalu disukai iblis2 itu."

Rudi tertegun mendengar ucapan mbok Dasmi.
"Sekarang kamu keluar."

Rudi beringsut mundur. Suasana tetap tenang

Sampai ia keluar dan menutup pintunya lagi. Kegaduhan itu terdengar kembali

Teriakan mbok Dasmi dibarengi suara hantaman benda besar kembali beradu

Membuat Rudi semakin bingung dgn apa yg sebenarnya terjadi
Sampai teriakan yg paling keras terdengar memekikan telinga smua org yg berada di luar kamar itu. Dan diakhiri dengan cahaya terang muncul dari dalam kamar Sekar.

Semua saling bertatapan. Bingung.

Mbok Dasmi keluar kamar dengan darah yg keluar dari hidungnya.
Ia usap dgn lengan bajunya. "Untuk sekarang, semua sudah aman." Ucapnya.

Rudi yg menyadari hal itu, menatap mbok Dasmi dgn penuh kebingungan. Ia adalah orang yg sama yg tadi siang menceritakan ilmu yg Suryo dalami, tapi dilihat dari sudut manapun, mbok Dasmi jauh lebih unggul.
"Siapa dia sebenarnya" gumam Rudi dalam hati.

Mbok Dasmi yg menyadari tatapan Rudi langsung menunjuk Rudi dengan tatapan ketus.

"Sekarang, kau tahu bahayanya rumah inj. Cepat kembali ke rumah besar itu." Lalu ia jatuh pingsan.
Rudi melihat sekelebat bayangan putih keluar dari tubuh wanita tua itu.

Sosok putih itu. Sosok yg selama ini selalu muncul disaat Rudi mengalami kesulitan. Ia untuk kesekian kalinya meminta Rudi untuk kembali.
Sadar akan kesunyian yg berlangsung cukup lama, semuanya langsung membawa Sekar dan Mbok Dasmi masuk ke kamar

Wajah lelah tak dapat disembunyikan, semuanya terdiam dengan apa yg mereka saksikan. Cecep yg hendak membuka mulutnya langsung diberi kode untuk tetap diam oleh Agus.
Agus yg paham dengan situasi itu langsung mohon diri untuk kembali ke kamarnya, ia ajak Cecep meski adik iparnya itu sedikit keberatan dan masih ingin tinggal untuk mengetahui arah cerita yg mereka alami ini selanjutnya.

Sekar membuka matanya, ia meringis kesakitan dan menangis-
-dengan begitu menyedihkan. Persis seperti tangisan yg Rudi dengar di malam sebelumnya... Sedikit membuat ia merasa iba karena apa yg ia alami masih belum seberapa dengan penderitaan Sekar.

Mbok Dasmi yg ikut terbangun langsung memeluk Sekar dengan erat.
"Apakah menikahkan kami akan menjadi solusi yg tepat?" Ucapan Rudi membuat ketiga orang di kamar itu menatap nya dengan kaget. Termasuk Sekar.

"Apakah menikahkan kami akan menjamin kami mendapatkan hidup normal?? Siapa sebenarnya yg mengusulkan ide pernikahan ini?"
“Dia siapa?”  tanya Sekar pada mbok Dasmi.

Suasana menjadi agak canggung setelah mbok Dasmi menjelaskan secara singkat tentang Rudi dan tujuan ayahnya meminta ia tinggal disini.

Sekar yg sedari tadi terbaring lemas langsung berdiri dan memperkenalkan dirinya pada Rudi,
Ia terlihat normal, jauh dengan yg Rudi lihat saat siang hari.

“Mohon maaf karena bapak saya meminta hal yg tidak masuk akal. Tolong jangan dipikirkan tentang tawaran itu, saya ingin istirahat, jadi kalian semua bisa kembali ke kamar masing2.” ucapnya diakhir.

#RumahKematian
Ketiga orang itu langsung pergi meninggalkan Sekar.

“Malam ini saya harus pulang ke rumah.” Ucap Rudi pada kedua orang dihadapannya.

“Apa kamu gila?” Suryo tak percaya.

“Akan lebih gila lagi kalau saya tetap tinggal disini.
-alasan bapak meminta saya untuk tinggal disini bukan untuk menolong saya, tetapi menolong putri bapak. Saya ngga ada kewajiban untuk mengikuti kemauan bapak apalagi menyangkut hidup saya.” Rudi berlari ke atas namun mbok Dasmi mengejarnya.
Ia meraih tangan Rudi dan memohon untuk dia tetap tinggal di rumah ini.

“Saya mohon mas-nya bisa bantu Sekar. Saya siap melakukan apa saja agar mas mau menikahi Sekar. Kalau perlu mas bisa bawa sekar ke rumah besar itu.” Ucapan Mbok Dasmi langsung membuat Rudi terkejut.
Mbok Dasmi yg menyadari hal itu langsung menjelaskan bahwa saat sosok putih itu masuk ke tubuhnya, ia meminta Rudi untuk dipulangkan ke Rumah besar jika semua ingin selamat.

“Lalu apakah sosok itu menjelaskan juga apa yg harus dikorbankan jika saya dan istri saya kelak-
tinggal disana?” Tanya Rudi yg dijawab diam oleh mbok Dasmi.

“Dimanapun tidak ada tempat yg aman untuk saya ataupun untuk Sekar. ini sudah menjadi takdir kami berdua, dan akan menjadi hal yg buruk jika kedua takdir ini dipertemukan.” Ungkap Rudi.
Rudi masuk ke kamar loteng dan membereskan semua barang miliknya.

Di sudut ruangan, sosok itu terus mengintai, ia menyeringai seolah senang Rudi akan meninggalkan rumah itu.

Entah datang dari mana keberanian dalam benaknya, namun Rudi seolah tak ambil pusing-
-dan terus mengabaikan keberadaan Gendis

baru beberapa pakaian ia kemasi, sosok itu beringsut mendekat. Rudi tarik nafas dalam2 dan berusaha tetap fokus. Ia berdoa dalam hati meskipun dengan pikiran kalang kabut sampai sosok itu semakin mendekat hampir satu meter dibelakangnya.
“Tiddd…Tidd…Tidd….” Suara klakson mobil terdengar dari luar halaman yg entah kenapa membuat Sosok Gendis menjerit ketakutan, ia mengilang ditelan bayangan kegelapan.

“Mereka datang!!!” Teriak seseorang dari bawah yg tak lain adalah Suryo.
Rudi yg menyadari Gendis tak lagi ada di kamarnya berusaha mengemasi barangnya lebih cepat.

Dia menuruni tangga melewati kamar Sekar yg terkunci rapat. Bayang Mbok Dasmi dan Suryo tak terlihat disana, mungkin mereka sedang menyambut tamu itu. pikir Rudi.
Saat tiba di lantai dasar, ia lihat kerumunan orang yg tak lain adalah Suryo, mbok Dasmi, Agus dan Cecep. mereka berada di ambang pintu untuk menyambut tamu yg baru masuk itu.

Alangkah kagetnya Rudi saat ia mengenali salah satu dari mereka.
“Lama sekali kalian berdua cari orang!” teriak Suryo pada kedua laki-laki itu.

“Maaf bos, perempuan2 itu susah sekali diajak kesini” jawab salah satu dari mereka.

“Tapi tenang saja, berkat aku, semua bisa berjalan lancar” jawab yg satunya ikut menimpali,
-dengan suaranya yg khas itu. Membuat apa yg dilihat Rudi semakin jelas.

Laki-laki itu tidak lain adalah Hamdan, temannya yg telah lama menghilang.

Mata Rudi tak percaya dengan apa yg ia saksikan, ia yg awalnya begitu khawatir Hamdan telah dimusnahkan,
-namun nyatanya ia masih hidup bahkan dengan keadaan yg jauh lebih baik.

Ada rasa lega namun tak dapat dipungkiri rasa kecewa itu jauh lebih terasa, hamdan yg ia kenal baik, ternyata dibutakan oleh harta duniawi dan memilih untuk bersekutu dengan orang seperti Suryo.
Hamdan belum menyadari keberadaan Rudi saat itu, namun dengan langkah yg pasti, Rudi berjalan menghampiri Hamdan.

Sorot mata yg penuh kebingungan tak bisa Hamdan sembunyikan manakala sosok pria tinggi turun dari lantai dua rumah itu. “R—Rud..Rudi?” Ucapnya dgn terbata.
Rudi hanya melirik sahabatnya itu dengan tatapan yg penuh kekecewaan. ia lanjutkan langkahnya menuju pintu depan namun suara Suryo menghentikannya.

“Coba kau tunjukan salah satu gadis itu padanya.” pinta Suryo kepada Hamdan.
Hamdan terdiam dan menggelengkan kepalanya ke arah Suryo, ia terpaku dengan keadaan yg baru saja ia alami, sampai akhirnya Suryo meminta lelaki yg satunya lagi untuk melakukan apa yg ia perintahkan kepada Hamdan.

“Cih, pengecut! Joni, coba kau tunjukan mereka kepada pemuda itu?”
“Untuk apa bos?” ia sedikit heran. Namun Suryo hanya melotot dan Joni-pun tanpa pikir panjang mengikuti perintahnya. terlihat Hamdan yg masih tertunduk lesu.

“Woiii!” Teriak Joni saat langkah Rudi semakin menjauh. Namun tak dihiraukannya
“Ah sialan!” Joni  berlari menghampiri Rudi, ia menarik tangannya lalu meminta Hamdan untuk menyuruh gadis2 itu turun dari mobil.

“Hei, kau tuli apa? tak dengar boss ku itu memanggilmu?” Ucap Joni dengan logat khasnya.
“Kau lihat gadis2 itu disana?? Entahlah, tapi boss ku memintamu untuk melihat ke arah mereka.”

Dengan tangan kanannya yg masih memegangi lengan Rudi, Joni meminta Rudi untuk melirik ke arah tangan kirinya yg menunjuk ke halaman rumah.
Saat itu, Hamdan tengah berada diantara tiga gadis yg masih ranum, berusia sekitar usia Sekar, mereka seakan tertekan namun tak mampu berbuat apa2.

Sampai mata Rudi tak bisa dialihkan dari salah satu gadis yg ia kenali.

“Hah!” Rudi seoalah tak percaya apa yg ia lihat,
-apalagi saat ia tahu yg membawa gadis itu adlh Hamdan, yg sudah jelas2 mengetahui siapa gadis itu

Rudi berlari kearah Hamdan dan tanpa pikir panjang ia menghajar pria itu tanpa ampun, semua orang langsung memisahkan mereka berdua kecuali Suryo yg seakan puas dgn pemandangan itu
“Dasar baj*ngan! Tega sekali kamu bawa dia kesini!!” Teriak Rudi pada Hamdan, dan gadis yg dimaksud itupun tak mampu menahan tangis. “Sudah mas jangan berkelahi.” teriak gadis itu

Hamdan tak mengelak, ia tersungkur dgn wajah yg penuh luka. Ia tak menjawab umpatan Rudi sedikitpun
“Aduh, ada apa ini?” Ucap seseorang yg baru saja keluar dari dalam mobil.

Ia turun dari mobil dengan anggun  berjalan keluar sambil mengamati satu persatu orang yg ada di sekelilingnya.

Seorang wanita tua dengan sanggul yg melekat rapi di kepalanya.

#RumahKematian
Baju kebaya mewah yg berwarna maroon itu semakin menguatkan tampilannya. Ia menghampiri Suryo, dan dengan sigap Suryo mencium tangan wanita tua itu.

“Akh, jadi dia anak yg kau maksud itu….” Ucap wanita itu kepada Suryo.

“Nggih mbah. “ jawab Suryo singkat.
“Auranya kuat, percis seperti buyutnya. Dia bisa jadi pilihan yg terakhir kalau ketiga gadis ini gagal.” ucapnya lagi

Rudi yg mendengar pembicaraan mereka lgsg menatap Hamdan dengan sinis, seolah meminta penjelasan, Hamdan hanya menggelengkan kepalanya sambil meringis kesakitan.
Rudi tak bisa tinggal diam, dia langsung menarik tangan gadis itu dan membawa ia pergi dari sana.

Tak ada satupun yg menghentikan mereka sampai gadis itu menarik tangannya dari Rudi.

“Tunggu mas,” ucapnya meringis.

“Kalau aku pergi, nanti bapak sama ibu dalam bahaya!”
“Apa maksud kamu?”

“Aku dibawa kesini atas persetujuan mereka, mas.” Gadis itu tertunduk lemas. Rudi masih berusaha mencerna apa yg terjadi.

“Semenjak mbak meninggal, tidak ada lagi yg menjamin hidup kami. penyakit bapak semakin parah, sedangkan ibu…
--dia sekarang sering uring2an mas.” gadis itu menitikan airmatanya.

Rasa bersalah itu kembali muncul dalam benak Rudi, jika saja kecelakaan itu tidak terjadi mungkin wanita pujaannnya yg tak lain adalah kakak dari gadis itu akan tetap hidup
-dan tidak akan membiarkan adik kesayangannya menjadi seperti ini. Kecelakaan naas yg anehnya menewaskan sang penumpang namun dengan Rudi yg tak ada luka sedikitpun.

“Dwi, gmana kamu bisa kenal sama keluarga itu?” Rudi mencoba menggali informasi dr gadis yg dikenal dgn Dwi itu.
“Awalnya aku dengar ada saudagar kaya yg datang ke desa kami untuk mencari pembantu di rumahnya, lalu pak lurah merekomendasikan beberapa orang yg memenuhi syarat.”

“syarat seperti apa?”

“seorang gadis yg belum menikah.” ucapnya
“Si mbah yg tadi mas Rudi liat, dia tempo hari datang ke rumah kami atas rekomendasi pak luran dan dia menawariku pekerjaan dengan gaji yg tinggi. Tentu ibu begitu senang. Aku juga ikut senang. sampai tiba-tiba Mas Hamdan datang ke rumah kami dan meminta ibu menolak tawaran itu.”
Rudi menatap gadis itu dengan penuh keheranan. Dwi mampu membaca raut wajah Rudi. Ia kembali bercerita dengan derai air mata.

“Mas Hamdan bilang kalau pekerjaan itu berbahaya dan bisa mengancam nyawaku. Ibu gak percaya terlebih saat kami sudah menerima uang muka-
-dari gajiku yg cukup besar… awalnya aku juga yakin untuk bekerja disana tapi setelah mendengar penjelasan dari mas Hamdan aku ingin mundur.. tapi semua sudah terlambat mas… “

“Saat tau ibu sudah menerima uang dari si mbah, Mas hamdan tidak bisa berbuat apa2…
-tapi dia berjanji akan melindungi aku selama aku disana.” ucapnya lirih.

Rudi sudah tidak bisa berpikir jernih.

“trus sekarang kamu mau bagaimana?”

“Kita kembali lagi ke rumah itu mas… ditambah, sekarang ada mas Rudi, jadi aku lebih aman kalau tinggal disana.”
Ucap gadis itu seolah mendapat sedikit harapan baru.

Rudi terus menggaruk kepalanya yg tidak gatal, ia berusaha mencerna apapun informasi yg baru saja ia dengar namun semua terasa mental di kepalanya. Ia sudah pergi dari rumah itu dan tidak mungkin jika ia harus kembali lagi.
Tapi jika ia membiarkan Dwi tinggal disana dan menjadi korban dari kebejatan Suryo, tentu itu tak bisa ia biarkan.

“Sebentar, mas mau telpon dulu.” ucapnya sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

Tuuuttt…. Tuttt…..Tutt…..
Terdengar suara sambungan telpon yg masih mengudara, menunggu si penerima untuk menjawab panggilan itu.

“Ah sial, dari siang kenapa susah sekali hubungin anak itu?” gerutunya.

“Siapa mas?’

“Ah, Yudha, sepupu mas, mungkin kalo kita cerita...dia bisa kasih solusi terbaik.”
Dwi hanya mengangguk, ia tak mengenal siapa Yudha atau bagaiaman rupa sepupunya itu, namun saat ini, kembali ke rumah itu akan menjadi solusi yg paling masuk akal di tengah malam yg sepi ini.

“Mas, sebaiknya kita kembali ke sana.” bujuk Dwi.
Rudi tak punya pilihan lain dan akhirnya ia menahan ego nya dan kembali ke rumah itu.

“Sudah aku bilang, mereka pasti kembali.” Ucap Suryo pada wanita tua itu saat dua orang yg sedari tadi pergi kini berjalan menghampiri pintu rumah itu.
“Pilihan yg bijak!” Teriaknya saat menyambut Rudi masuk, Rudi hanya diam seribu bahasa. hanya ada Suryo dan wanita tua itu yg sedang duduk di teras rumah, orang-orang yg sedari tadi memenuhi halaman rumah, kini seolah telah terkunci di kamar mereka masing2.
“Kamu tenang saja, selama aku disini, si wanita jal*ng itu gak akan ganggu kamu.” Ucap wanita tua itu kepada Rudi

Rudi mengernyitkan dahi lalu menatap Suryo. “Hahahah maksud si mbah itu Gendis!” ucapnya dengan tawa menggema.
Dwi dibawa masuk oleh wanita tua itu menuju kamarnya, sedangkan Rudi masuk kembali ke kamar lotengnya.

keesokan harinya, ketiga gadis itu diperkenalkan kepada Sekar, tugas mereka bertiga adalah menjaga Sekar dan menemaninya secara bergantian.
Tak ada yg tahu maksud dari pekerjaan yg terdengar mudah itu, namun tanpa mereka sadari, bersama dengan sekar secara bergantian sama saja memperkenalkan diri mereka kepada empat sosok itu, siapapun yg mampu memikat para majikan, mereka lah yg nantinya akan menjadi pengganti sekar
Rudi yg tidak tahan dengan keadaan itu, mencari siapapun untuk ia tanyai tentang apa yg sebenarnya akan dilakukan oleh keluarga ini.

Tak ada satupun yg mau menjawab kegelisahan Rudi. Bahkan Cecep yg terkesan begitu terbuka diawal, kini bungkam seribu bahasa.
Hanya ada satu orang yg bisa memberikan petunjuk gamblang kepada Rudi. Ia yg tak lain adalah Hamdan, orang yg saat ini paling Rudi hindari.

Pintu kamar Rudi diketuk oleh seseorang, saat ia membuka pintu, dilihatnya pak Cecep membawa baki yg berisi wedang jahe.
“Oia... Mas Rudi, ditunggu mas Hamdan di parkiran mobil.” ucapnya sambil pamit pergi.

Rudi yg tak bisa berdiam diri saja akhirnya memutuskan untuk pergi menemui Hamdan.

Ia lihat lelaki itu sedang menghisap rokok di ruang istirahat di samping garasi mobil sambil melamun,
Wajahnya masih penuh dgn luka lebam. Saat menyadari Rudi berdiri disampingnya, ia menoleh

“Kamu cari aku?” tanya Hamdan yg membuat Rudi menatap heran. ‘Ah, ini pasti kerjaan pak Cecep’ ucapnya dalam hati saat tau ternyata Hamdan tidak mencarinya. Ia duduk di samping kawannya itu
“Ahh semua gara2 istriku yg bermulut ember itu. Hahaha” ucapnya sambil melirik ke arah Rudi.

“Kalau saja dia bisa diam barang sebentar, mungkin nasib kami ngga akan seperti ini.”

“Saat berita itu menyebar, orang2 suruhan Suryo datang ke rumahku dan membawaku kemari,
-Aku hanya diberi dua pilihan. bekerja kepadanya atau menyaksikan keluargaku musnah di depan mataku sendiri. Itu pilihan yg sulit, tau gak? hahaha” Ucapnya dengan nada candaan yg sedikit dipaksakan, Rudi hanya diam sambil menatap lurus kedepan.
“Apa yg akan terjadi pada gadis2 itu?” tanya Rudi menyela cerita Hamdan.

Sesaat sebelum Hamdan menjawab, ia hisap rokok itu dalam2 dan perlahan mengepulkan asapnya ke muka

“Antara mati atau jadi gila seperti anak gadis Suryo. kalau gadis2 itu gagal, mereka akan dibuang dan mati
-dengan sendirinya, kalau mereka berhasil yah, nasibnya akan seperti Sekar.”

“Lalu kau tega melakukan semua itu?”

“Aku tak punya pilihan lain, ini menyangkut dengan keselamatan keluargaku.”

#RumahKematian #bacahorror
“Lalu bagaiaman dengan keluarga mereka? jgn berpikir hanya keluargamu lah yg penting, mereka juga punya keluarga yg harus tau apa yg akan terjadi pada putri mereka.”

“Justru keluarga mereka yg menyerahkan putri mereka,
-aku saja gak habis pikir ada orang tua yg tega menjual anaknya untuk jadi tumbal demi harta yg gak seberapa.”

"Kamu gak ngaca?? Bukankah kamu juga sama seperti para orang tua itu?? Demi harta duniawi, km tega melakukan ini semua"

"Aku berbuat ini demi keselamatan keluargaku!"
"Sama saja! Itu hanya pembelaanmu!"

Kedua nya terdiam.... Sampai Hamdan tiba2 bercerita hal yg sama sekali diluar dugaan... Rahasia kelam tentang keluarga yg saat ini rumahnya mereka tinggali.

#RumahKematian
"Rud, kamu tahu wanita tua yg semalam melihatmu? dia adalah istri dari guru si Suryo. Wanita tua yg berhati iblis, tak berbeda jauh dengan suaminya, akh mungkin lebih parah…. dia bahkan membunuh suaminya sendiri.”

“Apa maksudmu?”

Hamdan menengadah ke atas sembari menerawang.
“Aku tidak yakin kau akan percaya ceritaku atau tidak,, tapi aku akan mencoba membuatnya terdengar lebih masuk akal, meski sebenarnya ini sangat gila… Suryo punya adik perempuan, akh aku bingung harus bagaimana menjelaskannnya…” Hamdan terdiam sejenak.

“Maksudmu Gendis?”
"Jadi kamu sudah tau?”

“Tentang Ningrum sebagai Gendis dan segala kegilaannya? yah aku tahu itu.”

“Gila kan???!! akh aku tak tahu ternyata aku akhirnya bisa berbagi cerita gila ini denganmu… tunggu, jadi kamu juga tau tentang Gendis yg mengejarmu itu?”

Rudi mengangguk.
“Ada banyak hal yg ingin aku bicarakan tapi ternyata kamu sudah tau semua… Hmmm mungkin cerita ini kamu belum tahu… Si Gendis itu melakukan perselingkuhan dengan gurunya, Membuat wanita tua itu murka dan membunuh suaminya serta memasung Gendis di kamar loteng-
-ia sengaja ingin membuat Gendis tersiksa dgn tidak langsung membunuhnya. Mungkin Suryo jg sudah muak dengan adiknya hingga ia akhirnya menuruti kemauan wanita gila itu.

Tapi apa kau tahu? ternyata diam2 Gendis melakukan ritual paling jahat yg pernah dilakukan seorang manusia,
Ilmu itu ia perolah selama dekat dengan gurunya. Ia bersekutu dengan iblis paling kuat yg tak akan bisa dimusnahkan oleh orang hebat sekalipun. Termasuk wanita tua itu…. Selain menginginkanmu, Ritual itu ia lakukan demi membalaskan dendamnya pada wanita gila dan kakaknya.....
Tapi dasarnya dia memang bodoh, bisa2nya dia terjerumus dan melakukan pantrangan dari ritual itu, dia mati ditangan sekutunya. Sekarang? Iblis itu sedang menjalankan misi balas dendam Gendis untuk Kakaknya dan wanita tua itu. Kalau mereka bilang ini demi Sekar? Alah omong kosong!
-mereka sebenarnya bukan melakukan ini untuk menyelamatkan gadis malang itu, mereka ingin menyelematkan diri mereka sendiri!”

“Apa maksudmu??”

“Sekar, dia sebenernya menjadi pelindung mereka!! dia lahir dari darah keluarga Kuncoro.
Pemilik tanah asli rumah ini dan juga sahabat buyutmu!! kalau Sekar mati, mereka semua akan ikut mati!! Jadi pernikahan kalian hanya akan menyelamatkan mereka!!"

Rudi tak sepenuhnya lercaya dengan apa yg dengar saat ini... Ia menatap wajah Hamdan dalam2...
Tak ada kebohongan disana. Hanya ada senyum yg terukir dari sudut bibirnya, seolah kelegaan dari seseorang yg memendam rahasia itu terlalu lama.

"Lalu sebaiknya apa yg harus aku lakukan? Untuk mengakhiri semua ini??"
Entah apa yg merasuki Rudi, seolah ia percaya Hamdan bisa memberikan solusi kepadanya.

"Kembali ke rumah besarmu dan ambil yg menjadi hakmu disana. Bawa sekar, dengan begitu mereka tidak akan pernah bisa menyentuhmu dan keempat iblis itu akan
mengambil Suryo serta wantia tua itu sebagai gantinya. Meski meraka menyukai Sekar, tapi dibawah lindunganmu, mereka takkan bisa berbuat apa2."

"Lalu dengan Gendis??"

"Kalau empat iblis itu tak mampu menyentuhmu di rumah besar itu, apalagi Gendis,
Apa kau lupa kalo Gendis itu mati ditangan para iblis itu? Dia hanya setan penggangu. Tidak lebih dari itu."

"Tapi bagaimna dgn Paklik dan Yudha. Aku tak bisa tinggal disana. "

"Kenapa kau harus peduli dengan mereka?? Dari awal mereka sudah merebut tanah itu-
-dari pemilik aslinya, pergi dari rumah itu jauh lebih ringan daripada hukuman yg seharusnya mereka dapatkan"

"Tapi bagaimanapun jg, mereka adalah keluargaku."

"Cih!!" Hamdan seakan muak dengan pembelaan Rudi.
Bukan hanya cerita Hamdan yg mampu membuat Rudi bergidig ngeri. Tapi pengetahuan hamdan yg jauh begitu dalam tentang rahasia besar keluarga ini dan bahkan keluarganya yg membuat Rudi sedikit terheran.
"Malam ini mereka akan melakukan ritual itu, jadi sebaiknya kau bawa Sekar dan gadis itu pergi dari rumah ini."

"Apa?? Tapi....."

Belum sempat Rudi bertanya lebih lanjut, suara seseorang mengalihkan perhatiannya.

"R--Rud, kamu cari aku??"
Ucap Hamdan yg ternyata baru datang menuju garasi mobil dan berjalan menghampiri Rudi yg masih duduk di dipan panjang depan tempat peristirahatan itu.

"Haaaah??!!!"

Rudi yg langsung menoleh pada sumber suara, hampir dibuat pingsan saat org yg datang itu tak lain adalah Hamdan.
Rudi perlahan menoleh 'Hamdan' yg sedari tadi duduk disampingnya....

Kosong. Tak ada siapapun disana.

Namun asap rokok itu masih mengepul jelas di tempat sosok itu duduk bersila.

#RumahKematian
"Kenapa kamu Rud?? Kok kaget gitu??"

Rudi hanya menggelengkan kepala dan langsung berlari ke lantai 2.

Ia mengetuk pelan pintu kamar Sekar, dan seseorang membuka pintu itu. "Cari siapa mas?" Ucap seorang gadis. Salah satu dari 2 gadis yg datang bersama Dwi malam kemarin.
Rudi tak tahu namanya namun dengan spontan ia menanyakan keberadaan Dwi.

"Dwi nanti malam jaganya mas. Sore ini dia lagi belanja sama temen saya yg lain." Ucap gadis itu ramah

'Bagus, klo malam, akan lebih mudah membawa Sekar dan Dwi keluar dari rumah ini' bathin Rudi.
Namun Rudi tertahah sedikit. Sosok yg menyerupai Hamdan tadi mengatakan kalau malam ini adalah ritual pertama.. dan malam ini pula Dwi yg jadi penjaga Sekar.. itu berarti...

"Sialan!!" Umpatnya yg sedikit keras, membuat gadis di depannya tertegun.
"Ma-mmaaf" Rudi langsung pamit dan bergegas kembali ke kamarnya.

Ia bungkus semua pakaian yg siap ia bawa nanti malam sampai aktivitasnya terhenti saat ada org yg mengetuk pintu kamarnya.

"Rud, ini aku" suara Hamdan terdengar jelas dari balik pintu.
Tanpa pikir panjang Rudi langsung membukanya dan menyuruh ia segera masuk.

"Ada apa sih Rud? Tiba2 kamu pergi dan sekarang berbenah? Apa yg sebenarnya terjadi?"

"Sudah ga ada waktu lagi, aku harus bawa Sekar dan Dwi pergi dari sini."

"Apaaa?? Kamu gila yah??? Untuk apa??"
"Dengar Dan, aku tahu kamu melakukan ini semua dengan terpaksa dan aku tahu kamu juga ingin menolong Dwi. Jadi, satu2nya yg bisa kamu lakukan adalah bantu aku keluar dari sini. Tolong, ini kesempatan aku untuk bisa bebas dari. Aku sudah tahu semuanya."
Hamdan terdiam sejenak, lalu ia meraih tangan Rudi.

"Ikut aku!"

Hamdan membawa Rudi ke basement, disana ada mobil butut milik Hamdan yg sempat ia perbaiki. Hamdan menyerahkan kunci mobil itu seraya berkata.
"Kalau kamu berhasil, tolong jaga keluargaku. Titip istri dan anakku." Ucapnya dgn sedikit tersedak

Rudi mengangguk

"Malam ini, sebelum ritual itu dimulai, aku akan membawa Dwi dan Sekar. Sisanya aku serahkan kepadamu. Ulur waktu semaksimal mungkin"
Hamdan mengangguk mengerti,
Rudi lalu pergi menuju kamar yg berada dekat dapur. Kamar yg ditempati Mbok Dasmi, satu2nya org yg mampu membantu ia membawa Sekar keluar.

Ia jelaskan semua rencana yg membuat mbok Dasmi langsung setuju untuk membantunya.
"Pokoknya mas jgn khawatir, kalo dua org itu ngamuk, biar aku yg urus semuanya."

Lega dengan semua rencana yg sudah ia susun, tinggal Dwi yg harus ia beri tahu. Tapi sampai sore itupun batang hidungnya tak terlihat sama sekali.

#RumahKematian
Sampai ia lihat Dwi berjalan masuk dengan satu gadis lainnya.

"Kasian yah..... kok bisa meninggal semua gitu..." ucapan samar Dwi kepada temannya.

"Udah lama kan kejadiannya? Itu tadi mungkin proses rekonstruksi nya... ga nyangka ada org yg sampe segitunya..." balas teman Dwi.
"Dwi!!" Teriak Rudi sambil melambaikan tangannya ke arah gadis itu.

Rudi membawa Dwi ke belakang rumah dan ia mulai menceritakan rencana gilanya.

Dwi terus menggelengkan kepalanya, seolah rencana itu terdengar bukan hanya gila tapi luar biasa mustahil.
"Dengar, mbok Dasmi dan Hamdan akan bantu kita, kamu cuma harus bawa Sekar keluar lalu menuju mobil itu." Tunjuk Rudi pada mobil yg ada di samping mereka.

Dengan segala upaya akhirnya Dwi setuju dengan rencana itu.

Malampun tiba, semua sudah dipersiapkan dengan matang...
Kamar Sekar sudah dipenuhi dgn sesajen dan dinyalakan kemenyan yg aromanya sudah menjalar ke seluruh ruangan

Rudi masih menunggu di mobil dgn tidak sabar. Sekar yg sudah diberitahukan oleh mbok Dasmi, tak mampu menahan tangis saat harus berpisah dgn org yg selama ini merawat dia
"Ini saatnya kamu bahagia, nduk... mbok sudah tua, kalaupun mbok mati malam ini, setidaknya mbok bisa mati dgn tenang dan bisa  mengobati rasa bersalah mbok terhadap keluargamu."

Sekar terisak dan memeluk wanita tua itu untuk terakhir kalinya.
"Non, ayo pergi sekarang" ucap Dwi sambil menuntun Sekar.

Ritual itu tetap berlanjut dengan Sekar dan Dwi diganti oleh dua gadis itu... terlihat kejam tapi setidaknya, mbok Dasmi dan semua org dirumah itu berpihak pada sekar.
Sesaat Rudi melihat Dwi dan Sekar menuju mobilnya, la menyalakan mesin itu.

Mendengar suara mesin yg samar, Suryo sedikit curiga.. "mobil siapa itu?"

"Mungkin Joni pak" ucap Agus.

"Joni saya liburkan hari ini.... Hamdan, coba kamu cek."
Hamdan pura2 bergegas ke garasi dan mobil itu sudah melesat dengan cepat.

"Syukurlah." Ucapnya lirih.

"AAAAAAHHHHH SIALAN!!!!!!!!!!! KEMANA MANUSIA BIADAB ITU!!!!" Teriak wanita tua itu dalam kamar sesaat ia buka tudung wajah kedua gadis itu yg ternyata bukan Sekar dan Dwi.
"SURYOOOOO!!!!!"

Suryo langsung masuk ke dalam kamar dan mendapati semua barang berserakan, wanita tua itu mengamuk...

"Ini semua pasti ulah kalian!!!! Dasar jahanam, awas kalian semua....!!!"

Belum sempat teriakan itu selesai ke empat iblis itu memenuhi ruangan.
Mbok Dasmi yg berada di luar kamar, meminta kedua gadis itu untuk segera keluar ... lalu mbok Dasmi mengunci pintu kamar dan meninggalkan dua orang itu di dalam.

Teriakan serta erangan tak henti2nya terus terdengar dari dalam kamar.. semua orang berdiri dengan penuh ketakutan...
Tak ada satupun yg mampu pergi, mereka semua seolah terpaku mendengar jeritan yg memilukan dari kedua majikan mereka.

Dari belahan lain, mobil itu terus melaju cepat keluar dari rumah hutan dan akhirnya sampai di jalan raya.

"Kita mau kemana mas??" Tanya Dwi
"Ke rumah besar. Itu tempat paling aman untuk kita."

"Rumah besar?? Rumah mas Rudi?"
"Iya." Ucapnya singkat.

Sekar yg sedari tadi diam saja akhirnya buka suara. "Terima kasih banyak... Terima kasih." Ucapannya dengan penuh ketulusan.
Ucapan singkat itu terdengar jauh lebih sejuk dari semua ucapan yg Rudi pernah dengar selama ini. Lirih namun penuh kejujuran. Rudi hanya tersenyum melihat gadis itu dari kaca spion tengah mobilnya. Gadis itu meringkuk di pelukan Dwi.
"Oalah... ini kan jalan ke pasar yg barusan aku lewati." Ucap Dwi.

"Iyah rumahku dekat pasar. "

"Berarti mas tau dong sama rumah besar yg terkena musibah kebakaran itu?"

Kriiiittttttt... mobil di-rem secara mendadak membuat kedua gadis itu hampir terpental ke depan.
"DASARR GILA... ANJING!! KAU MAU MATI APA!!!" Terdengar suara teriakan dari pengendara mobil dibelangkangnya.

"Apa maksud kamu Dwi??"

Dwi yg masih memeriksa keadaan Sekar tak menggubris pertanyaan Rudi.

"Dwiii!!!"
"Iyaaah mass..!!! Bikin kaget ajah.. tadi siang aku lewat jalan itu trus di depan rumahnya lagi rame.. katanya ada rekonstruksi kejadian sama tersangkanya..."

"Rekonstruksi??? Rekonstruksi apaa?"

"Aku dengar dari orang sekitar kalo beberapa hari yg lalu rumah itu kebakaran-
-dan menewaskan semua orang yg ada di dalamnya. Gak ada yg selamat!"

Rudi terkulai lemas, ia menangis sejadi2nya... membuat Dwi dan Sekar kebingungan.

"Ada apa mas??" Tanya Dwi.

"Jangan-jangan.. rumah itu.... rumah mas Rudi??"
Sekar menoleh ke arah Dwi.. "kamu bilang ada tersangkanya??" Ucap sekar yg membuat tangis Rudi berhenti sesaat.

"Aa-aku ngga tahu.. tapi katanya itu kebakaran yg disengaja..."

"Apa mungkin ini kerjaan bapak?" Sekar menebak yg seakan tahu isi hati ayahnya itu.
Belum sempat kesunyian itu berlangsung lama, tiba-tiba Dwi yg sedang melihat ke arah depan, dikagetkan dengan kemunculan sosok wanita menyeramkan berdiri di depan mobil mereka.

"Mmmm-aaass.. i--ituuu!!!" Dwi menunjuk ke depan. Rudi dan Sekar seketika mengenali sosok itu.
Tanpa pikir panjang, Rudi langsung menerobos sosok itu yg jelas menembus mobilnya.. Suara cekikian terdengar manakala ruhnya menebus mobil...

"Kita harus sampai di rumah itu malam ini juga. " ucap Rudi.
Sampai akhirnya, mobil itu terhenti tepat di depan rumah besar yg kini tinggal puing

Rudi tak mampu menahan air mata yg turun dengan begitu deras. Adikknya kini telah tiada. Untuk anak tunggal yg tinggal sendirian, tentu kehadiran Yudha sangat membantu ia melalui kesendiriannya.
Kini adikknya benar2 telah pergi, entah kenapa kepergian Yudha jauh menyakitkan daripada kepergian kedua orang tuanya... Yudha adalah orang yg tahu semua rahasian Rudi, seburuk apapun dia.

Ayah Rudi meninggal saat ia masih terlalu kecil untuk mengenal figur sang ayah...
sementara ibunya, tentu itu pukulan terberat karena ibunya adalah org yg selalu berada disisinya.. tapi tak semua rahasianya ia ceritakan kepada ibunya.

Berbeda dgn Yudha, ia sudah seperti adik sekaligus kakak baginya..
Jika Rudi mengalami kesulitan, pasti Yudha lah org yg lertama ia hubungi.

"Mass... ayo turun." Ucap Sekar lirih.
Sekar seolah melihat sesuatu dari rumah itu yg memanggilnya masuk.

"Semuanya sudah hancur. Bagaimana kita bisa tinggal disana. " ucap Dwi bingung.
Sekar menarik tangan Dwi, "kita bisa membangun semuanya dari awal." Ucapnya penuh ketenangan.
13 tahun setelahnya... di tahun 2018.

Seorang pemuda dengan laptop di pangkuannya tak kuasa menahan rasa gementar mendengar cerita masa lalu orang dihadapannya. Seorang jurnalis majalah bisnis itu tak bisa mencerna dengan baik apakah cerita yg ia dengar adalah fiksi atau nyata.
Awalnya ia hanya membahas masalah bisnis pabrik tekstil yg berkembang pesat milik pria itu, sampai ucapan ingin membuat biografi itu terlintas dalam perbincangan keduanya.

"Pak Rudi ini becandanya gak asik akh" ucap pria itu sambil sesekali melihat sekelilingnya..
"Loh, kok becanda sih... Kan mas Pram mau tau cerita lengkap hidup saya untuk biografi-nya.. itu saya ceritakan loh hahah tanpa dikurangi atau ditambahkan." Ucap pria itu tertawa terbahak.

"Tapi kalau ini nyata, kenapa bapak bisa tahu kejadian yg tidak ada bapak didalamnnya.. ?
Contohnya pas bapak pergi dari rumah itu, kok bisa tahu kejadian yg terjadi di rumah itu??"

"Hahah itu terserah mas nya... mau percaya atau tidak.... kan sudah saya jelaskan kalo banyak cara bagaimana saya bisa tahu tanpa berada di tempat itu."
"Iyah jg sih.. akh nyesel saya korek kehidupan pribadi bapak... isinya mistis semua Hahaha" balas pemuda itu sedikit gugup.

"Jangan dianggap serius mas, bapak memang suka becanda." Ucap istrinya yg membawakan kudapan untuk yg ketiga kalinya di sore hari itu.
"Iyah bu. bapak becandanya serem yah." ucap pemuda itu, namun matanya tak bisa berpaling dari kedua tangan wanita itu yg terlihat menghitam bekas luka bakar

Sadar akan mata yg melirik tangannya, wanita itu menutupi segera dgn menyelipkan tangannya ke dalam lengan baju panjangnya
Ia pamit pergi dan meninggalkan mereka berdua untuk kembali berbincang.

"Lalu apa yg terjadi dengan mertua bapak dan wanita tua itu?" Tanya pemuda itu.

"Seminggu setelah kami menempati rumah ini, aku dapat kabar kalau rumah hutan itu kebakaran..."
"Kebakaran?? Kebakaran lagi??? Nasib lain bagaimana?? Ada yg selamat??"

Rudi menggelengkan kepalanya. Dengan raut menyesal.

"Lalu bagaimana dengan Gendis???"

"Gendis??? Dia masih ada.. itu disebelahmu!"

Pemuda itu langsung terperanjat kaget yg dibalas dengan tawa Rudi...
"Mahluk seperti itu gak akan bisa hilang mas... yg penting kita jgn lupa ibadah dan inget sama gusti Allah.. tapi selama kami tinggal disini, ga ada gangguan yg muncul... mungkin rumah ini memamg benar2 dilindungi."
"Sepertinya ide membuat biografi bapak adalah ide buruk.. saya gak mau nanti malah dihantui pas nyusun ceritanya hahah"

Mereka berdua tertawa bersama. Sampai pemuda itu pamit pulang...
"Dwi!!! Bawakan mas pram bingkisan itu." Teriak Rudi ke sebelah gedung yg tak lain adalah gudah material untuk pabrik tekstilnya.

Pemuda itu lihat seorang wanita dewasa dengan kerudung menutupi seluruh tubuhnya membawakan bingkisan besar berisi kain2 unggulan di pabrik itu.
Ia menyerahkan kepada Rudi. Wanita itu tersenyum ramah kepada Pram.

"Titip ini untuk orang tua mas pram. Bahannya bagus, saya sengaja pilih yg impor. Bisa buat bikin baju atau seprai..." Rudi langsung memberikan bingkisan itu dan diterima pram dengan wajah sumringah.
"Terima kasih banyak pak." Pram begitu bersemangat menerima bingkisan itu.

"Untuk ukuran rumah yg bekas kebakaran, ini sudah sangat luar biasa.. bisa kembali mewah begini" ungkap pram sambil melihat sekeliling rumah itu.
Rumah itu kini tak berbentuk O, melaikan berbentuk U. Rumah dua lantai yg tengahnya terdapat lapangan besar yg digunakan untuk menjemur kain2 dari pabrik yg ada di sebelahnya.

"Ternyata gosip tentang rumah itu bohong yah.. hahahaa" ucap pram spontan.

"Gosip apa mas??"
"Eeehhh?? Aduh ngga pak.. cuma gosip murahan hahaha.. "

"Coba ceritakan??"

"Hmm anuu... sebenarnya, banyak orang yg bilang kalau rumah ini dibakar atas suruhan orang yg sekarang menepati rumah ini...hahaha aneh kan??
"Gak aneh kok... mungkin terdengar jauh lebih masuk akal daripada cerita saya, iyah kan??"

Mereka berdua tertawa.

Pram akhirnya benar2 pergi dari rumah itu. Rumah mewah yg banyak mengandung misteri.

Sebenarnya ada satu lagi gosip di luar tentang rumah itu,
-namun tak berani Pram ungkap karena sedikit lebih menyinggung bagi siapapun yg tinggal disana.

Gosip tentang rumah kematian bagi siapapun yg datang bertamu. Pram yg dengan penuh keyakinan, percaya hal itu tak mungkin terjadi.
Baru ia mau menyebrang menuju halte bus yg berada di sebrang, suara teriakan dari dalam rumah terdengar

"Mas!!! Jangan berhenti di tengah jalan, nyebrangnya harus sekali jalan yah!" Teriak Rudi.

Pram yg sedikit bingung hanya mengangguk.

"Iyah pak." Balasnya.
'Jalanan sepi gini kok' gumamnya

Ia berjalan perlahan sampai ada suara yg kembali memanggilnya...

"Temenin saya mas..." Pram berhenti sejenak sampai tiba2 truk besar menghantam tubuhnya ke tengah jalan.
Tanpa ia sadari, kini jalanan yg ia anggap sepi itu berubah dengan jalanan yg dipenuhi dengan kendaraan yg berlalu lalang.

Rudi yg melihat kejadian itu langsung berlari ke tengah jalan dan menghampiri kerumunan.... Ia mendapati tubuh pemuda itu hancur...
"Tuh tumbal lagi kan!!"
"Aku bilang jg apa.. bisnis gak halal pasti memakan korban..."
"Gini nih kalo kaya raya hasil pesugihan... istrinya jg hampir jadi korban.. sampe seluruh badannya kena luka bakar...." samar2 terdengar suara warga manakala Rudi tiba di depan kecelakaan itu.
Ia tertunduk lemas melihat nasib naas pemuda yg baru saja pulang dari rumahnya. Bungkusan yg ia berikan kini bercampur darah dan daging pemuda itu.

Rudi menatap sosok yg berada di sebrang. Sosok itu tertawa cekikikan.. seolah puas dengan apa yg ia lakukan.
Sekali lagi, Rudi sadar, hidupnya tak akan pernah tenang... ia memutuskan untuk menutup rapat rumah itu dari setiap tamu yg datang... ia tak peduli dengan gunjingan orang, ia hanya berharap, tak akan ada lagi korban...

Hingga saat ini, Rumah itu tak pernah sepi dari gunjingan
Pagar rumah yg menutupi sebagian kemegahan itu kini bertambah tinggi bahkan hampir menutupi seluruh bagiannya.

Untuk orang yg pertama kali datang ke daerah itu, tak ada yg tahu bahwa dibalik tembok besar, terdapat rumah mewah didalamnya...
Namun bagi warga sekitar, rumah itu bagai mimpi buruk yg seakan siap memakan korban.

Semenjak pemuda itu, tak ada lagi orang yg mengetahui rahasia menyedihkan dibalik rumah yg orang sangka diisi oleh manusia kejam.

Rudi hanya mampu menerima semua tuduhan.
Setidaknya itu jauh lebih mudah dibanding menceritakan hal yg mungkin akan menambah orang mencibir ia dan keluarganya.

Setidaknya untuk saat ini, meski jauh dari ketentraman, tapi rasa aman jauh lebih ia butuhkan.

Untuk sekarang.

-SELESAI-

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with

• Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BulanPurnama0

Jan 22, 2021
Cinta "Mati"

Raganya mati, namun tidak dengan cinta dan obsesinya.

- A THREAD -

@ceritaht @bagihorror @bacahorror @IDN_Horor @cerita_setann
#bacahorror #threadhorror Image
Suara rintihan misterius itu kembali terdengar dari luar. Semakin kencang hingga membuat Rudi menyembunyikan wajah takutnya dari balik selimut.

Cuaca yang mendung ditambah hawa yang sejuk membuat suasana malam itu semakin mencekam.

#bacahorror @bacahorror
Rudi yang sendari tadi bersembunyi tak merasakan hawa sejuk itu sedikitpun, tubuhnya basah oleh keringat dan pikirannya tak tentu arah.

Ia mengingat kejadian itu dengan jelas. Kejadian mengerikan yang tak akan pernah bisa ia lupakan seumur hidupnya.

Tok....Tok....Tok...
Read 243 tweets
Sep 23, 2020
"Jika mencintaimu adalah dosa. Maka aku siap menjadi pendosa selama sisa hidupku."

- Pengantin Berdarah -

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor #bacahorror #threadhorror Image
2015
“Mulai sekarang jgn kebanyakan begadang!” Ujar Marni pada anak sulungnya itu.

“Iya buk.” Balasnya dengan senyum ketir

“Ibu gak nyangka loh kamu sebentar lagi akan menikah. Duh, akhirnya perasaan ibu lega.” Terlihat wajah sumringah Marni mengingat
beberapa bulan lagi anak sulungnya akan dipersunting oleh lelaki mapan di kampungnya.

“Iyah buk, maaf yah selama ini Lastri selalu buat ibu khawatir.” Jawabnya

“Sudah-sudah, yg berlalu gak usah dipikirin, kamu juga harus lupain si Andi itu. anak gak tau diuntung emang.”
Read 205 tweets
Sep 10, 2020
"Ia hanya ingin pulang."

- ANDINI -

(Perjalanan maut part 2)
@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor #bacahorror #threadhorror Image
Januari 2012

“Sudah, Cepat kemasi barang-barangmu” Ucap seorang pria pada kawannya yg sejak tadi terlihat panik

“Aku takut Han” jawabnya dengan keringat yg terus mengucur deras

“Siapa suruh kamu peduli dengan wanita itu. Kita hanya menjalankan perintah,
urusan yg lain biar boss yang atur” Ucap Johan pada Aris temannya itu.

“Kalau tau begini, gak akan aku ikuti ajakanmu itu.” Aris mulai menyalahkan Johan atas kejadian yang menimpa mereka. Johan hanya melirik tajam dan lanjut mengemas barang2nya kedalam tas besar itu

#bacahorror
Read 258 tweets
Sep 3, 2020
"Perjalanan Maut"

Kisah menghilangnya para gadis ditelan gelapnya malam.

- A THREAD -

@ceritaht @bagihorror @bacahorror @IDN_Horor @cerita_setann
#bacahorror #bagihorror #threadhorror
January 2007

Kala itu langit mendung dan hujanpun tak dapat dihindari.
Seorang gadis belia berteduh di halte sambil menunggu bus datang. Sepi, tak ada seorangpun disana selain dia dan nyanyian para katak yang senantiasa menemani kesendiriannya.
Jam menunjukan pukul 18:00 WIB, sudah seharusnya dia berada di rumah, namun karena suatu hal, hari itu dia terlambat pulang.

“Tumben baru pulang.” Suara yang familiar menyambutnya dengan akrab saat dia menaiki bus yang baru saja berhenti di depan halte.
Read 212 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(