Tragedi Berdarah Talangsari.

[Sebuah Utas] Image
Tragedi Talangsari 1989 berawal dari menguatnya doktrin pemerintah Soeharto tentang adanya asas tunggal Pancasila.
Untuk menunjukkan komitmennya, Soeharto menyebut prinsip tersebut dengan Eka Prasetya Panca Karsa dengan program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4).
Program P-4 banyak menyasar kelompok Islamis yang saat itu memiliki sikap kritis terhadap pemerintah Orde Baru.
Aturan tersebut memancing reaksi kelompok Islam di Indonesia termasuk yang terjadi di tragedi Tanjung Priok 1984, Barisan Jubah Putih di Aceh, dan kelompok Warsidi (Talangsari) di Lampung.
Peristiwa Talangsari tak lepas dari peran seorang tokoh bernama Warsidi.
Di Talangsari, Lampung Warsidi dijadikan Imam oleh Nurhidayat dan kawan-kawan. Selain karena tergolong senior, Warsidi adalah juga pemilik lahan sekaligus pemimpin komunitas Talangsari yang pada awalnya hanya berjumlah di bawah sepuluh orang.
Pada tanggal 1 Februari 1989, Kepala Dukuh Karangsari mengirimkan surat yang ditujukan kepada Komandan Koramil Way Jepara, Kapten Soetiman, yang menyatakan bahwa di dukuhnya ada orang-orang yang melakukan kegiatan mencurigakan.
Orang-orang tersebut adalah Warsidi dan kelompok pengajiannya yang menamakan diri sebagai Komando Mujahidin Fisabilillah, berlokasi di Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Lampung Tengah. Image
Pada 6 Februari 1989 pemerintah setempat melalui Musyawarah Pimpinan Kecamatan (MUSPIKA) yang dipimpin oleh Kapten Soetiman (Danramil Way Jepara) merasa perlu meminta keterangan kepada Warsidi dan pengikutnya.
Berangkatlah sebuah rombongan dari Kantor Camat Way Jepara, menuju kompleks kediaman Anwar. Dipimpin oleh May. Sinaga memimpin, Kepala Staf Kodim Lampung Tengah.
Rombongan terdiri dari Kapten Soetiman, Camat Zulkifli Malik, Kapolsek Way Jepara Lettu (Pol.) Dulbadar, Kepala Desa Rajabasa Lama Amir Puspamega, serta sejumlah anggota Koramil dan hansip. Seluruhnya berjumlah sekitar 20 orang.
Ketika tiba di desa Talangsari, terjadi kesalahpahaman di antara dua kelompok yang menyulut bentrokan. Kedatangan Kapten Soetiman disambut dengan hujan panah dan perlawanan golok. Dalam bentrokan tersebut Kapten Soetiman tewas. Image
Tewasnya Kapten Soetiman membuat Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyonomengambil tindakan terhadap kelompok Warsidi.
Sehingga pada 7 Februari 1989, 3 peleton tentara dan sekitar 40 anggota Brimob menyerbu ke Talangsari, pusat gerakan. Menjelang subuh keadaan sudah dikuasai oleh ABRI. Image
Pada hari itu juga, aparat menangkap dan membunuh anggota kelompok Warsidi di Talangsari. Image
Menurut data Komite Solidaritas Mahasiswa Lampung (Smalam), tim investigasi dan advokasi korban peristiwa Talangsari, setidaknya 246 penduduk sipil tewas dalam bentrokan tersebut.
Sementara menurut Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut 47 korban dapat diidentifikasi jenazahnya, dan 88 lainnya dinyatakan hilang.
Menurut buku Talangsari 1989, Kesaksian Korban Pelanggaran HAM Lampung, terbitan Lembaga Studi Pers dan Pembangunan dan Sijado, korban berjumlah 300 orang. Dan ratusan anak buah dan pengikut Warsidi ditangkap.
(Beberapa korba Tragedi Berdarah Talangsari 1989) Image
Sampai kini para korban peristiwa Talangsari masih hidup dalam stigma Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Komunitas Antipemerintah atau Islam PKI.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Literasi Aksara

Literasi Aksara Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @literasiaksara

10 Feb
Tragedi Berdarah Suku Dayak dan Madura.

[Sebuah Utas] Image
Konflik suku Dayak dan Madura di Sampit adalah peristiwa pecahnya kerusuhan antar etnis Indonesia yang berawal pada bulan Februari 2001 dan berlanjut sepanjang tahun.
Konflik dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh propinsi termasuk ibukota Palangkaraya bahkan ke seluruh Kalimantan Tengah antara suku Dayak asli dan warga migran dari pulau Madura.
Read 38 tweets
5 Jan
Menilik Sosok Tan Malaka, Sang Pahlawan Yang Terlupakan (1897-1949).

[Sebuah Utas]
Tan Malaka lahir di Suliki, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897.
Tan Malaka bernama asli Sutan Ibrahim, ia mendapatkan nama gelar semi bangsawan yang didapat dari garis turunan ibunya menjadi Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Read 29 tweets
5 Jan
Mengenal sosok Tan Malaka (1897-1949).

[Sebuah Utas]
Tan Malaka dilahiran di Suliki, Sumatra Barat pada tanggal 02 Juni 1897 dengan nama asli Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka.
Anak dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Sinabur ini merupakan tamatan Kweekschool Bukit Tinggi pada umur 16 tahun di tahun 1913, dan dilanjutkan ke Rijks Kweekschool di Haarlem, Belanda.
Read 5 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!