Teuku Raja Moeda Ulee Balang bawahan Teunom ini adalah Putra dari Panglima Lam Ara yg terkenal pada tahun 1880 membunuh dua orang Perancis pencari emas Wallon dan Guilhaume di Tui Peuria.
Raja Teunom Teuku Nyak Imum Muda menjadi penanggung jawab atas insiden itu atas tindakan Pang Lam Ara itu walau mereka berdua berbeda pandangan trhadap warga perancis yang ingin menambang emas tersebut.Raja Teunom ingin memberi perlindungan karna menganggap mereka Non Kombatan
Peristiwa itu membuat Teunom dihukum oleh Belanda dengan blokade pelabuhan ekspor Teunom dan Kuala Bubon oleh pemerintah.
Yg kemudian oleh Raja Teunom melawan dengan menyandera para awak kapal Nicero yang membuat Belanda harus membayar tebusan serta melonggarkan blokade pelabuhan ekspor Raja Teunom.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ganja memang sudah menjadi komoditi penting untuk menyajikan masakan yang lezat masa Kerajaan Acheh dulu.
Dalam Kitab Tajul Muluk, sebuah manuskrip kuno karangan Ulama Acheh Syekh Isma’il bin Abdul Muthalib Al-Asyi juga membahas pengobatan dengan menggunakan ganja. Di Mesir, kitab ini dicetak oleh Makatabah Halabi pada bulan Muharram tahun 1344 Hijriah.
Dalam kitab Tajul Muluk, ganja dijadikan obat untuk penyakit kencing manis atau diabetes.
Akar ganja direbus dan airnya diminum untuk kencing manis.
Tentara Belanda yang tewas dalam perang Acheh saat agresi pertama, sebagiannya dikuburkan dalam kuburan massal di gampong Lampulo tepi Krueng Aceh.
Kuburan massal ini ditandai dengan sebuah tugu tinggi di bagian tengah, sementara di sekelilingnya terdapat banyak monument-monumen kecil sebagai nisan.
Penulis Belanda, GB Hooyer dalam bukunya menyebutkan, perang Acheh akan selalu menjadi pelajaran bagi Belanda. Pendapatnya sangat beralasan, ribuan tentara Belanda tewas di Acheh, dikuburkan di berbagai tempat di Acheh, baik sendiri-sendiri, maupun secara massal.
Alhamdulillah, loen pujoe Allah
Rahmat Neulimpah, ateuh dum hamba,
Seulaweut saleum, keu Rasulullah,
Yang ba risalah, ateuh rhueng donya
Dilanget manyang, bintang that ceudah
Peu neujeut Allah, neu hias donya,
Mata teupana, Alhamdulillah,
Beuleun limoeng blah, indah that rupa
Nibak malam nyoe , le that hikeumah
Ummat Rasulullah, cukoep mulia
Rasul mustafa, kuasa Allah
Tuhan iradah, katroeh ban pinta
27 Wahe sahbat , beuleun Rajab hijriah nama
Beuleun meuseujarah, mukmin dumna,
Nibak malam nyoe , kekasih Allah,,
Teuhibur gundah, hate lam dada
Teuboh ngoen nyawoeng, meurumpoek ngoen Allah
Meunan peuneugah, mandum 'ulama,,
Nabi Neu mi'reut, Meureumpoek Allah
Buraq yang indah, yang jeut keu kereta,,
Mengenang 22 Tahun Tragedi PEMBANTAIAN Arakundo oleh Serdadu Indonesia.
Tragedi Idi Cut 3 Februari 1999 atau lebih dikenal dengan tragedi berdarah arakundo terjadi di Aceh Timur.
Bedasarkan pengakuan saksi mata yang selamat, TNI aparat Indonesia membunuh masyarakat dengan sadis dan keji, masyarakat yang tak berdosa dibaringkan di jalan, diikat tangan dan kaki, lalu ditindih batu diatas badan kemudian aparat TNI menceburkan korban Hidup-ke dalam sungai.
Peristiwa ini tjd di Idi Cut, Pukul 1 malam 3 Februari 1999
Pembantaian ini diduga merupakan tindakan balas dendam ABRI atas penyisiran (sweeping) yang dilakukan sejumlah org tak dikenal dan berujung pada pembunuhan beberapa personel ABRI di Lhok Nibong pada tgl 29 Desember 1998
Acheh, Bangsa Asia Tenggara pertama yang berkunjung ke Eropa
Salah satu kerajaan Asia yang dihubungi para musafir niaga Belanda di Asia-Tenggara adalah Acheh, di utara Sumatra.
Acheh adalah kerajaan Islam yang pada masa itu sudah memiliki hubungan dagang dengan India, Persia dan Turki. Awal dari hubungan dengan Acheh oleh Belanda di nilai jauh lebih menguntungkan.
Karena waktu itu kedatangan mereka disambut baik oleh Raja Acheh. Lagi pula untuk melindungi posisinya di kawasan itu dari Portugis, yang menjadi pesaingnya dan sering menghasut orang Acheh untuk melawan Belanda.