Ganja memang sudah menjadi komoditi penting untuk menyajikan masakan yang lezat masa Kerajaan Acheh dulu.
Dalam Kitab Tajul Muluk, sebuah manuskrip kuno karangan Ulama Acheh Syekh Isma’il bin Abdul Muthalib Al-Asyi juga membahas pengobatan dengan menggunakan ganja. Di Mesir, kitab ini dicetak oleh Makatabah Halabi pada bulan Muharram tahun 1344 Hijriah.
Dalam kitab Tajul Muluk, ganja dijadikan obat untuk penyakit kencing manis atau diabetes.
Akar ganja direbus dan airnya diminum untuk kencing manis.
Tidak hanya di Acheh, catatan sejarah juga menyebut masyarakat Maluku sudah sejak ratusan tahun lalu memanfaatkan ganja sebagai bagian dari ritual, pengobatan dan alat tukar.
Ahli botani Jerman-Belanda, G. E. Rumphius pada tahun 1741 menulis buku berjudul Herbarium Amboinense. Dalam buku itu, ganja digunakan oleh masyarakat Maluku untuk kepentingan ritual dan pengobatan.
Di Acheh, Tanaman ini juga dijadikan bahan dasar bumbu masak oleh ibu-ibu rumah tangga. Bumbu masak ini tentunya tidak mengandung zat kimia seperti decade sekarang melalui penyedap rasa instan tersedia di pasar.
Penggunaan ganja sebagai bumbu masak pun tidak berlebihan. Hanya secukupnya untuk penyedap atau agar daging yang dimasak bisa lebih cepat matang. Karena masakan daging ada dicampur sedikit biji ganja akan mempermudah lunak daging, sehingga lezat untuk disantap.
Zaman dulu, tanaman ganja bahkan menjadi penghias di halaman rumah. Tanaman ini tumbuh di mana saja, bahkan menjadi tumpang sari untuk berbagai tanaman di perkebunan.
Untuk pertanian, ganja ditanam di pinggir area persawahan, sehingga hama serangga tidak akan makan padi karena aroma dari daun bunga dan biji itu sudah menyengat buat hewan.
Secara budaya, Bangsa Acheh dulu memang telah lama mengonsumsi ganja untuk hal positif. Bukan penggunaan yang negatif seperti saat ini dijadikan rokok yang bisa memabukkan.
Sejak beberapa abad lalu, penggunaan ganja di Acheh juga untuk kepentingan positif. Masa Kerajaan dulu, nyaris tidak ditemukan penyalahgunaan tanaman yang sekarang diharamkan.
Ganja dipercaya sejak dulu bisa menjadi pengobatan alternatif. Diyakini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit yang diderita oleh masyarakat, seperti rematik, asam urat, diabetes, kanker, kusta, obat penambah stamina, anastesi dan juga sejumlah pengobatan lainnya.
Dalam Perang Acheh, saat pejuang terkena sabetan pedang maupun peluru Belanda dalam perang, ganja adalah obatnya.
Mereka mempergunakan ganja sebagai obat luka dengan cara menghaluskan daun ganja basah , lalu diperas airnya dan ditaruh pada luka tersebut. Banyak pejuang yang berluka parah menyebabkan demam dan sakit karena infeksi ringan.
Mereka diminta tabib untuk mengunyah daun ganja basah seperti memakan sirih, meludahkan airnya ke luka-luka sampai tenang dan tertidur pulas. Begitulah ganja pengobat luka peluru...
Pada 1927, Pemerintah Hindia Belanda memberangus ganja lewat Verdovende Middelen Ordonnantie, Undang-undang Anti-narkotika.
Pelarangan itu urusan persaingan dagang semata dan tak ada urusannya dengan kesehatan atau dampak konsumsinya.
Setelah Indonesia merdeka, larangan terhadap ganja menjadi salah satu warisan kolonial yang dipertahankan.
Di akhir 1970-an, Pemerintah Indon mulai memberantas ganja di Aceh. Pasalnya, ganja Aceh adalah sumber pendanaan Gerakan Aceh Merdeka yang ingin melepaskan Aceh dari Indon.
Kemudian pada 1997, ganja dikampanyekan sebagai salah satu narkotika paling berbahaya, tanpa landasan ilmiah apa pun.
Negara-negara yang memulai pelarangan ganja, kini sudah melegalkan ganja dan menjadikan ganja sebagai obat.
Negara-negara di mana ganja legal atau boleh dikonsumsi sebagai obat di antaranya yakni AS, Kanada, Belanda, Inggris, Swiss, Korea Selatan, Jerman, Australia, hingga Denmark.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Teuku Raja Moeda Ulee Balang bawahan Teunom ini adalah Putra dari Panglima Lam Ara yg terkenal pada tahun 1880 membunuh dua orang Perancis pencari emas Wallon dan Guilhaume di Tui Peuria.
Raja Teunom Teuku Nyak Imum Muda menjadi penanggung jawab atas insiden itu atas tindakan Pang Lam Ara itu walau mereka berdua berbeda pandangan trhadap warga perancis yang ingin menambang emas tersebut.Raja Teunom ingin memberi perlindungan karna menganggap mereka Non Kombatan
Peristiwa itu membuat Teunom dihukum oleh Belanda dengan blokade pelabuhan ekspor Teunom dan Kuala Bubon oleh pemerintah.
Tentara Belanda yang tewas dalam perang Acheh saat agresi pertama, sebagiannya dikuburkan dalam kuburan massal di gampong Lampulo tepi Krueng Aceh.
Kuburan massal ini ditandai dengan sebuah tugu tinggi di bagian tengah, sementara di sekelilingnya terdapat banyak monument-monumen kecil sebagai nisan.
Penulis Belanda, GB Hooyer dalam bukunya menyebutkan, perang Acheh akan selalu menjadi pelajaran bagi Belanda. Pendapatnya sangat beralasan, ribuan tentara Belanda tewas di Acheh, dikuburkan di berbagai tempat di Acheh, baik sendiri-sendiri, maupun secara massal.
Alhamdulillah, loen pujoe Allah
Rahmat Neulimpah, ateuh dum hamba,
Seulaweut saleum, keu Rasulullah,
Yang ba risalah, ateuh rhueng donya
Dilanget manyang, bintang that ceudah
Peu neujeut Allah, neu hias donya,
Mata teupana, Alhamdulillah,
Beuleun limoeng blah, indah that rupa
Nibak malam nyoe , le that hikeumah
Ummat Rasulullah, cukoep mulia
Rasul mustafa, kuasa Allah
Tuhan iradah, katroeh ban pinta
27 Wahe sahbat , beuleun Rajab hijriah nama
Beuleun meuseujarah, mukmin dumna,
Nibak malam nyoe , kekasih Allah,,
Teuhibur gundah, hate lam dada
Teuboh ngoen nyawoeng, meurumpoek ngoen Allah
Meunan peuneugah, mandum 'ulama,,
Nabi Neu mi'reut, Meureumpoek Allah
Buraq yang indah, yang jeut keu kereta,,
Mengenang 22 Tahun Tragedi PEMBANTAIAN Arakundo oleh Serdadu Indonesia.
Tragedi Idi Cut 3 Februari 1999 atau lebih dikenal dengan tragedi berdarah arakundo terjadi di Aceh Timur.
Bedasarkan pengakuan saksi mata yang selamat, TNI aparat Indonesia membunuh masyarakat dengan sadis dan keji, masyarakat yang tak berdosa dibaringkan di jalan, diikat tangan dan kaki, lalu ditindih batu diatas badan kemudian aparat TNI menceburkan korban Hidup-ke dalam sungai.
Peristiwa ini tjd di Idi Cut, Pukul 1 malam 3 Februari 1999
Pembantaian ini diduga merupakan tindakan balas dendam ABRI atas penyisiran (sweeping) yang dilakukan sejumlah org tak dikenal dan berujung pada pembunuhan beberapa personel ABRI di Lhok Nibong pada tgl 29 Desember 1998
Acheh, Bangsa Asia Tenggara pertama yang berkunjung ke Eropa
Salah satu kerajaan Asia yang dihubungi para musafir niaga Belanda di Asia-Tenggara adalah Acheh, di utara Sumatra.
Acheh adalah kerajaan Islam yang pada masa itu sudah memiliki hubungan dagang dengan India, Persia dan Turki. Awal dari hubungan dengan Acheh oleh Belanda di nilai jauh lebih menguntungkan.
Karena waktu itu kedatangan mereka disambut baik oleh Raja Acheh. Lagi pula untuk melindungi posisinya di kawasan itu dari Portugis, yang menjadi pesaingnya dan sering menghasut orang Acheh untuk melawan Belanda.