Kerinduan Seorang Perempuan Kepada Suaminya, Membuat Khalifah Umar Merubah Peraturan
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ibnu Jariir bahwa suatu malam ketika Khalifah Umar sedang ronda, ia lewat di depan rumah seseorang.
Dari dalamnya suara seorang perempuan terdengar lirih sedang bersenandung untaian syair: "Malam ini terasa sangatlah panjang dan semua sudutnya terasa kelam; Tidak ada kekasih hati bersenda gurau inilah penyebab air mataku bercucuran ;
Seandainya bukan perintah Allah Yang Maha Agung dengan berjihad tentunya semua penjuru ranjang ikut bergembira"
Umar bin Khatab lantas mengetuk pintu rumah perempuan tersebut kemudian menanyakan : “Apa yang membuatmu menyenandungkan syair itu?”
Dia pun menjawab: “Suamiku ikut berperang atas perintah mu dan sebenarnya aku sangat rindu.”
Umar bertnya lagi:
“Apakah kamu mnghendaki dia mundur dari medan perang?”
Perempuan tersebut menjawab : “Tidak mungkin aku menghendaki hal itu.”
Umar menyarankan : “Kendalikanlah dirimu saat ini! Nanti aku akan berkirim surat kepada komandan agar suamimu bisa pulang.”
Kisah tidak berhenti sampai di situ. Khalifah Umar berupaya mencari tahu, sebenarnya berapa lama waktu bagi seorang istri dapat menahan kerinduan akan suaminya.
Sosok bergelar al-Faruq itu lantas mengunjungi rumah putri kandungnya, Hafshah. "Wahai putriku! sebenarnya ada satu urusan yang membuat aku gundah, tolong hilangkan kegundahan ayahmu ini.
Berapa lama seorang istri mampu menahan (sabar) ditinggal pergi suaminya?"
Tanya sang khalifah kepada anaknya setelah berbasa-basi.
Awalnya Hafshah terkejut dan tersipu malu mendengar pertanyaan yang tak disangka itu. Lantas sang ayah melanjutkan perkataannya :
“Sesungguhnya Allah tidak menganjurkan sifat malu dalam hal kebenaran (ilmu)”
Setelah mendapatkan pengertian, sang putri menjawab: “Ada rentang waktu sekitar 3 atau 4 bulan kesabaran seorang istri untuk menunggu suaminya pulang.”
Sejak saat itu, Khalifah Umar menetapkan waktu tugas bagi seluruh prajurit Muslim di medan perang tidak lebih dari 4 bulan.
Di sadur dari kitab Irsyadu Az Zawjain, karya Syeikh Muhammad bin Abdul Qoodir Ba Fadhool hal 46-47
Wallahualam
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau berkata : "Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika telah melihat hilal bulan Sya'ban maka mereka semakin tekun membaca Al Qur'an,
yang kaya akan mengeluarkan zakat harta-harta mereka agar orang-orang lemah dan miskin bisa memenuhi kebutuhannya di bulan Ramadhan, para penguasa akan memanggil para tahanan, yg mendapatkan vonis hukum hadd maka akan segera dieksekusi dan yang tidak maka akan mendapatkan remisi.
lalu para pedagang akan melunasi hutang-hutangnya dan menarik piutang-piutangnya, sehingga ketika mereka semua telah melihat hilal bulan Ramadhan maka mereka akan membersihkan diri lalu beri'tikaf."
NABI IBRAHIM DALAM API BERKOBAR DAN NAFSU MUTHMAINNAH
Nabi Ibrahim AS ketika dimasukkan ke api yang berkobar (di masa raja Namrudz bin Kan'aan) nasfsu beliau berada di tingkatan nafsu muthmainnah.
Apabila nafsu duduknya disini tentunya orang tersebut tidak bergantung lagi kepada makhluq, hanya bergantung kepada Allah dan perasaan hati sangatlah tenang.
Sebgaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman pada surah Al Fajr ayat 27-28:
Amalan Jum'at terakhir bulan Rajab dari
Habib Salim Bin 'Abdullah As-Syathiri
Dalam kitab Kanzun Najah Was Surur disebutkan bahwa :
"Barangsiapa membaca “Ahmadur Rosululloh, Muhammadur Rosululloh” sebanyak 35 kali di jumat terakhir bulan Rojab pada saat khotib di atas mimbar, maka dirham tidak akan terputus di tangannya pada tahun itu."
Bagaimana kita membacanya? Sedangkan khotib di atas mimbar, dan di waktu itu kita di perintahkan untuk diam mendengar khutbah?
RAHASIA DIBALIK BACAAN TAHIYAT :
DIALOG RASULULLAH ﷺ DENGAN ALLAH ﷻ
Andai kita mengetahui bahwa sebagian dari bacaan shalat itu adalah dialog antara RASULULLAH ﷺ dengan ALLAH ﷻ tentu kita tidak akan terburu-buru melakukannya.
Ternyata bacaan shalat itu dapat membuat kita seperti berada di syurga.
Pada malam itu Jibril as mengantarkan Rasulullah ﷺ naik ke Sidratul Muntaha.
Namun karena Jibril tidak diperkenankan untuk mencapai Sidratul Muntaha.
Maka Jibril pun mengatakan kepada Rasulullah ﷺ untuk melanjutkan perjalanan sendiri tanpa dirinya.
Rasulullah ﷺ melanjutkan perjalanan perlahan sambil terkagum-kagum melihat
indahnya istana ALLAH hingga tiba di Arsy.
ISRA’ DAN MI’RAJ MERUPAKAN UJIAN BAGI ORANG-ORANG YANG BERIMAN
Di bulan Rajab tepatnya di malam 27 Rajab ada satu peristiwa yang sangat istimewa bagi Nabi Muhammad ﷺ
yaitu peristiwa bertemunya seorang hamba dengan Allah
peristiwa ini diabadikan oleh Allah ﷻ didalam firmannya:
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat
Al-Isra'
KATA "al-KHAIR" BISA DISEMATKAN KAH KE MAYYIT FASIQ?
Sehabis do'a sholat jenazah biasanya disebut kata "al khoir" sebagai kesaksian atas mayyit tsb, dalam hal ini jenazah yg semasa hidupnya sering berbuat baik memang layak disematkan kata ini.
Terus bagaimana dengan jenazah yang semasa hidupnya sering berbuat fasiq seperti penzina,pencuri,perampok,peminum khomar dll?
Hal tsb bisa saja disematkan bukan berarti dia baik dalam hal kehidupannya, namun baik dalam hal dia berhenti melalukan dosa akibat kematiannya.
Berdasarkan hadist periwayatan Imam Bukhori dari Abu Qotadah bin Rib'i bercerita:
Rasulullah yang di ketika itu ada jenazah lewat di depan beliau, lantas beliau bersabda:
Mayyit tsb merupakan mustariiih dan mustarah minhu
Kemudian sahabat bertanya: