Q: 'Coba sebutkan, SATU orang yang paling kamu sayangi dan kagumi di dunia ini!'
Dari sekian banyak jawaban, adakah yang sudah dengan berani menjawab "Diri aku sendiri!" ?
Jika belum, coba yuk, kita belajar mencintai diri kita dari 0
Entah mengapa, rasanya lebih mudah untuk kagum dan cinta sama orang lain, daripada diri sendiri.
Kesannya bakal dianggap egoislah, sombonglah, dan bnyk lainnya sama netijen maha benar.
Padahal, menyayangi diri sendiri tuh juga bentuk dari kebaikan pada orang lain, loh.
Waktu SD/SMP gitu, nyokap gue pernah ngmg gini :
👩"Irwan, kamu orang kedua yang paling mami sayang di dunia"
Terus aku kecil bertanya
👶"Loh, kok gak yang pertama?"
👩"Ya nomor 1nya diri mami sendiri donggg"
Waktu itu kusebel sama responnya, tapi ternyata ada benernya #curhat
Mencintai diri sendiri itu nggak sama dengan egois, sombong, atau hal lainnya.
Dengan takaran yang pas, justru kita dapat menyayang dan menjaga diri kita.
menghindarkan kita dari unfinished business yang kita lewatkan, gak selesai, dan bisa merugikan kita maupun orang lain.
Menurutku, istilah Self Love tuh seeerrriiiiinngggg banget muncul di mana-mana, tapi sebenernya gimana caranya bisa sampai 'CINTA' sama diri kita sendiri?
Next
Secara mendasar, ada 4 tahapan yang kita alami sehingga kita bisa mulai mencapai 'Self Love'.
1. Self Awareness (Kesadaran Diri) 2. Self Worth (Keyakinan Diri - bukan keyakinan agama ya bund bedaaa) 3. Self Esteem (Penghargaan Diri) 4. Self Care (Peduli & Merawat Diri)
1. Self Awareness
Kita paham dan (kudu) sadar dengan kondisi diri.
Bagaimana cara pikir dan emosi yang timbul pada diri ketika menghadapi ragam kejadian dlm hidup?
Lalu, respon apa yang kita lakukan?
Dengan menyadari itu, kita bisa memvalidasi diri
'ooh aku gitu toh anaknya'
2. Self Worth
Setelah sadar diri, kita bisa membentuk 'paham' tentang diri kita.
Salah satunya, paham akan kelebihan dan kekurangan kita. Kita menilai diri kita sendiri, dan menerimanya.
Setelah menerima/memvalidasi, baru deh, kita bisa ngembangin potensi, memperbaiki diri, dll
3. Self Esteem
Setelah memvalidasi diri kita, keyakinan kita pada diri sendiri akan meningkat.
Seiring dengan itu, kita akan lebih mudah untuk menghargai diri kita.
Kadang suka berasa "Tapi aku kan gapunya/gabisa apa apa?
Menurutku, bisa jadi di mata kita itu kesannya kecil.
Tetapi, cilik-cilik gitu, tetap berarti dan berdampak, loh.
It matters, yes, even the smallest one matters.
dan siapa tau, bisa berarti juga buat orang lain (tapi teteup kitanya dulu sih)
Semakin kita yakin dan menghargai diri, kita jadi punya 'smgt!' utk upgrade diri lewat..
4. Self Care
Setelah menerima, yakin, dan bangga sama diri kita, secara gak langsung kita jadi cinta sama diri kita.
Ingin ngasih yang TERBAIK buat kita.
Misalnya, olahraga rutin, rawat muka pake skincare, lebih berani speak up, dan beda" yah tergtg kebutuhan tiap org.
Sedikit #InMyHonestOpinion dari aku,
Panjang bener bang kek esai, tapi intinya, 1. Self awareness akan lead ke self worth 2. Self worth meningkat bisa ningkatin Self Esteem juga. 3. Dengan ketiga hal diatas kita alami, kita jadi punya semangat Self Care.
Proses mencintai diri sendiri itu sifatnya personal, mgkn bisa mudah buat beberapa orang, bisa juga sulit, atau suliiiiit banget.
Walau suuulit banget dah buat gak banding-bandingin sama orang lain (kupun juga masih suka banget:"),
Haloo! Kali ini aku mau bahas soal 👉Invisible Disability
Semakin ke sini, semakin sadar bahwa banyak 'derita' yg trnyt disimpan seseorang, sulit utk dijelaskan, ditambah 'nggak kelihatan'.
Tulisan ini tertrigger dri ketubiran bbrpa wktu lalu di medsos.
Jujur lupa detailnya, tapi tentang oknum yang "ngeviralin" seseorang yang kelihatannya baik-baik aja, tapi duduk di kursi prioritas saat transportasi umum lagi rame.
Ternyata, orang tersebut punya autoimun...
yaitu Multiple Sclerosis yang membuat seseorang sangat mudah lelah dan kaku otot"nya. (sc : nhs.uk/conditions/mul…)
Turns out, ada istilah "Invisible Disability" atau Disabilitas tak terlihat, yang mana nyata membatasi kehidupan seseorang walau sulit dilihat tandanya dari luar.
Siapa diantara temen" yang masih suka merasa bingung harus merespon apa ketika ada temen yg curhat? Takut memperburuk kondisi, salah respon, ikutan baper bahkan kemelunjakan (?).
Salah satunya dalam bentuk perbandingan yang tidak sehat dengan anak lainnya, baik saudara kandung maupun anak tetangga.
"Anakmu pinter ya mbak juara terus, gak kyk anakku"
"Kakaknya cakep, kok adiknya nggak"
dan lain sebagainya.
Anak belum dapat menyadari bahwa hal ini nggak "apple-to-apple".
Mereka akan beranggapan kalo dirinya harus sebagus anak orang lain, tapi dia gapernah bsa, Hal ini jusru malah membuatnya lupa utk berfokus pada kemampuannya..
*ps bahkan anak udh gede pun gak nyaman digituin dah.
maap gabisa bacain satu satu reply dan qrt :") tapi makasihh bnyk yg udh berbagi cerita dan perspektifny, dan aku harap buat tmen" yang sedang berjuang melewati burnout / lelah apapun itu, kalian hebat dan kuat, keep fightin! this too shall pass
Pernahkah kamu merasa gugup, cemas atau sedih tiba" karena hal yg tidak menyenangkan di masa lalu? Merasa tertekan akibat suatu beban yang terasa sulit dihadapi?
Lalu, bagaimana meringankannya?
Mungkin, teknik "Grounding" ini bisa kamu lakukan.
Ingatan masa lalu dapat hadir secara tak terduga. Hal yang buat kita trauma, kecemasan akan sesuatu yg membayangi dan ... tidak pasti, sedikit banyak bisa membuat kita merasa nggak nyaman.
Rasanya ingin kembali ke masa lalu dan memperbaikinya..
Tapi.....
Sebenarnya, yang kita bener-bener miliki dan bisa kendalikan, ya hanya diri kita saat ini saja.
Mungkin belum terlepas, tetapi kita tetap perlu melanjutkan hidup kita.
Tapi, gimana cara meringankannya?
Salah satu caranya adalah melalui teknik "Grounding".