Teguh Faluvie Profile picture
May 26, 2021 186 tweets 29 min read Read on X
MELATI
- Sebuah Kisah Cantika Dewi Sukma-

HORROR(T)HREAD
Based On True Story!

"kecantikan yang selalu disebut anugrah
bisa saja menjadi sebuah musibah"

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hallo selamat malam, setelah sekian lama tidak membagikan sebuah thread horror akhirnya saya kembali dengan sebuah suguhan cerita baru. Terimakasih kepada kalian yang masih saja terus menanyakan kabar dan kapan cerita akan segera di up, mohon maaf tidak semua DM bisa saya balas.
Rehat dengan waktu yang lama adalah salah satu alasan yang berkaitan dengan proses penulisan cerita ini dan kesibukan di real life yang tidak bisa dihindari, semoga "rindu kita masih sama, tentang bagaimana kita berjumpa dalam sebuah cerita."
Cerita kali ini mungkin akan jauh berbeda dengan beberapa cerita yang sebelumnya pernah saya bagikan, pesan dari pada Narasumber “bagikan saja semuanya, karna kesakitan yang waktu itu saya rasakan, dengan segala keanehan yang terjadi, -
- semoga bisa menjadi pelajaran dan kalian tidak akan benar-benar mengerti bagaimana tentang kengerian itu”.

Sebelum memulai ceritanya, segala hal yang terjadi didalam cerita hanya bertujuan untuk berbagi tidak ada maksud lain, jika ada nantinya pihak-pihak yang dirugikan -
- atau keberatan mohon maaf sebelumnya, karna semua hal sudah disesuaikan dalam cerita ini.

“kecantikan yang selalu disebut dengan anugrah bisa saja menjadi sebuah musibah”

Dan izinkan saya membagikan ceritanya, selamat membaca.

-----
Melati
Sebuah Kisah Cantika Dewi Sukma
Sudut pandang Angga

Tahun 1999-an
Pada kenyataanya hidup terus berganti, waktu terus berputar, segala hal yang pernah pikiran pertanyakan kepada hati, perlahan harus terjawab dengan dua hal, hidup dan waktu.
Masih saja lamunan tentang kenapa waktu dan hidup membawaku ke tempat ini. Tempat dimana semua berbalik dengan keadaanku sebelumnya, dimana semua sederhana berubah menjadi hal yang sangat tidak biasa.
“Ga kata Ibu nanti besok kalau berangkat dan pulang sekolah barengan saja sama aku, sama mang Dayat, gak usah pakai sepedah lagi, kan lumayan jauh” ucap Cantika sambil duduk tepat didepanku yang sedang makan

“eh Tik, udahlah engga apa-apa juga, lagian aku sekalian -
- bisa hapal jalan, dan juga melihat perkampungan ini” jawabku sambil berhenti makan, karna tepat sekali Cantika datang ketika makanan sudah habis

“ihh Ga, kenapa sih… Ibu cerewetnya jadi ke aku loh, lagiankan kita sodara Ga, kata Ibu juga kamu disinikan bukan sekedar kerja -
- aja sama Bapak, kamu juga harus sekolah yang bener, ingetloh Ga, itu pesen Ibu kamu disana dan janji Bapak aku juga, ah gimana sih…” ucap Cantika, dengan wajah yang sama dengan Ibunya kalau lagi bicara
“udahlah Tik, nanti malem aku bicara sama Ibu, lagiankan engga ada yang salah dengan pakai sepeda juga” ucapku

Belum saja Cantika akan menjawab lagi dengan apa yang barusan aku bicarakan, bi Isur dengan langkah yang cepat menghampiriku, sambil membawakan makan untuk Cantika
“Ga tadi siang sebelum kamu pulang, mang Dayat berpesan untuk langsung ke Pabrik saja, lanjutin belajar nyetirnya, takutnya bibi lupa juga bilang sama Angga” ucap bi Isur dan langsung kemudian kembali ke dapur

Aku hanya menganguk saja, tanda paham dengan apa yang disampaikan
oleh bi Isur, setelah pamit pada Cantika, dan bergegas salin pakaian, segera aku kembali mengayuh sepedaku menuju Pabrik Genteng milik bapaknya Cantika.

“Andai saja rumah sebesar ini yang isinya banyak pasti akan ramai” ucapku dalam hati, sambil keluar dari halaman rumah
Di sepanjang perjalanan menuju Pabrik Genteng aku masih tidak percaya dengan bagaimana usaha pak Yanto bisa melaju dengan pesat sampai sekarang, rumah yang besar, pabrik yang paling besar di kota ini, walaupun tempatnya di kampung.
Bahkan pak Yanto adalah orang yang paling terpandang dengan segala hal yang dia miliki sekarang, bu Sri istrinya sangat aktif di Desa membantu segala jenis program usaha untuk kepentingan masyarakat. Apalagi sangat sempurna dengan anak semata wayangnya Cantika,
sesuai Namanya tidak ada alasan untuk menyebutnya tidak sempurna, segala kecantikan yang dia miliki adalah anugrah dari bagiamana cara tuhan berkerja atas ciptaanya itu.
Hanya tentang keluarga Cantika saja aku membayangkanya, tidak terasa aku sudah sampai didepan pabrik genteng yang sangat besar bahkan paling besar yang berada di kampung ini. Walau selama perjalanan beberapa tatapan aneh yang warga berikan padaku, masih menjadi tanda tanya
kenapa mereka seperti itu “ah mungkin baru pertama saja melihatku” ucapku dalam hati.

Sampai di pabrik genteng, aku sudah melihat mang Dayat sedang berjalan mengecek semua pekerja, yang bisa terhitung tidak sedikit, melihatku yang sudah berjalan dan memarkirkan sepeda,
lambaian tangan mang Dayat langsung tertuju padaku.

“tumben mobil bapak tidak ada” ucapku dalam hati, sambil terus berjalan.

“Ga, minggu ini sesuai keinginan bapak kamu sudah harus bisa tidak apa-apa belum lancar juga kata bapak, biar urusan di kampung dan ke kota -
- nanti kamu yang antar bapak biar amang bisa focus disini, pembakaran genteng lagi banyak-banyaknya” ucap mang Dayat, sambil berjalan mengajaku langsung menaiki mobil untuk belajar.

“bapak kemana mang?” tanyaku sambil membenarkan posisi duduk didalam mobil
“dari pagi bapak ke rumah sakit sama Ibu, ada pekerja disni semalem kecelakaan” jawab mang Dayat sambil memarkirkan mobil untuk segera menuju lapangan luas

“oh pantesan aku tidak liat mobilnya dan di rumah juga cuma ada Tika sama bi Isur aja.” Ucapku
“iyah inikan hari ketiga kamu disini, kamu taukan bapak sebaik apa, usahakan hari ini sampai sore yah Ga.” Jawab mang Dayat

Segera aku berpindah dan menyetir mobil sambil kembali mengingat-ngingat apa yang sebelumnya mang Dayat ajarkan, beberapa putaran terus aku lakukan,
maju, mundur dan parkir kembali aku praktikan dengan baik.

“mang ini semua masih tanah milik bapak yah?” tanyaku, sambil istirahat karna tidak terasa sudah lumayan lama juga hari ini belajar.

“iyah Ga, juragan tanah juga, bahkan dibeberapa kampung sebelah, -
- tanah bapak juga banyak dan tidak jarang sebutan itu melekat sama bapak selain pemilik pabrik ini, eh Ga, amang kira adik kamu dan Ibu juga ikut pindah kesini, hanya Ibu yah adik bapak satu-satunya.” Ucap mang Dayat

“kalau kesini ibu, rumah peninggalan Bapaku -
- siapa yang isi mang, iyah Bapak Cuma punya adik ya ibu aku mang, emang kata Ibu dari nenek dan kakek juga tidak banyak anaknya” ucapku perlahan, walaupun aku mengada-ngada alasan, ibu tidak mau ikut pindah kesini, belum pernah ibu memberikan alasan yang jelas padaku.
Walau hari dimana aku pergi dari rumah, ikut bersekolah dan berniat kerja di keluarga Cantika hanya raut wajah yang bimbang saja yang ibu berikan, selalu demi kebaikan aku, hanya itu yang aku dengar,
dengan pertanyaan barusan dari mang Dayat membuat aku kembali kenapa raut wajah Ibu seperti itu.

Hari semakin sore, mang Dayat menyudahi belajar, dan langsung menyuruhku pulang saja, tentang bagaiamana nantinya aku menunggu perintah dari bapak saja.
“huh, aku masih kagum dengan usaha pak Yanto ini” ucapku sambil mengayuh sepeda pulang, diperjalanan masih saja beberapa warga yang berpapasan denganku atapun yang melihatku masih dengan tatapan yg sama, seperti sebelumnya, padahal sudah hari ke tiga aku berada di kampung ini,
walaupun aku masih saja berbalas senyum kepada mereka.

Sampai di halaman rumah, tepat sekali adzan magrib berkumandang. Aku melihat mobil yang biasa digunakan pak Yanto sudah terparkir rapih, segera saja aku menuju pintu belakang,
karna memang pintu ini yang lebih sering digunakan di rumah ini. Bapak dan Ibu kebetulan sekali sedang duduk berdua di halaman dapur yang sangat luas dan nyaman, sebelum aku berniat menyapa mereka, ada hal yang lain yang aku rasakan,
tidak tau kenapa bau bunga-bunga milik ibu keluar bau semerbak yang sangat menyengat, bulu pundaku berdiri dengan sendirinya, di iringi suara adzan yang berkumdang selsai, cahaya kuning yang menyorot ke arah ibu dan bapak Cantika perlahan menjadi gelap,
dan anehnya aku masih saja berdiri mematung seperti ada hal aneh yang aku rasakan, apalagi raut wajah bapak yang menatap kosong ke arah depan terlihat jelas sangat lelah dan berat.

“heh malah melamun!” ucap bi Isur sambil menepuk pundaku
“eh bi, kaget aku, -
- bibi nyium bau yang aneh engga?” tanyaku sambil berbalik menghadap bi Isur yang kemungkinan datang dari arah depan

“iyah bibi nyium…” ucap bi Isur perlahan

Aku langsung kaget seketika mendengar jawaban dari bi Isur
“bau kamu Ga yang belum mandi, cepet sana mandi magriban, langsung nanti makan” ucap bi Isur langsung berjalan melewatiku

“apa bi Isur benar-benar tidak mencium bau menyengat seperti ini, tapi kenapa makin merinding” ucapku dalam hati sambil mengelus pundak -
- dan memperhatikan sekitar dari kanan ke kiri, dan tepat sekali ketika padanganku ke arah bapak dan ibu mereka juga dengan tidak sengaja atau mungkin sudah melihat tingkah anehku ini. Karna tidak enak aku hanya mengangukan kepalaku ke arah bapak dan ibu,
kemudian berjalan senormal mungkin untuk masuk ke pintu belakang, walaupun perasaan aneh semakin menjadi aku rasakan, bahkan sesekali seperti ada tiupan angin yang menusuk ke arah telinga kiriku.

Karna kamarku bedekatan dengan ruangan belakang jadi tidak terlalu jauh
dari ruangan dapur yang sangat besar ini, ketika masih berjalan menuju kamar, aku berpapasan dengan Cantika.

“kenapa Ga pucet amat muka kamu, cepet magribannya aku sudah laper mau makan duluan.” Ucap Cantika sambil terus berjalan

Tanpa menjawab ucapan Cantika,
segera aku masuk ke kamar dan melihat diriku didepan kaca “benar-benar pucat” ucapku, sambil terus memperhatikan wajahku, perasaan tidak enak kembali hadir, dalam terang putihnya ruangan kamar ini, aku seperti di perhatikan dari arah kamar mandi,
tanpa aba-aba aku langsung berbalik ke arah kamar mandi kamar dengan cepat.

“hah bayangan siapa itu” ucapku, langsung menuju dimana bayangan itu berada di dalam kamar mandi

“kalau ada bayangan seharusnya wujudnya ada disini” ucapku sambil memperhatikan seisi kamar mandi,
yang ukuranya bisa dua bahkan tiga kali lipat dari kamar mandi rumahku.

“aneh…” ucapku, sambil berusaha tidak memikirkan segala khawatiran yang terjadi, bahkan aku mandi dengan sangat cepat, tidak seperti biasanya. Bahkan untuk memejamkan mata ketika air turun
dari arah atas kepalaku saja, aku masih ragu karna semakin berniat untuk melupakan hal-hal aneh, malah hal-hal tersebuat seolah datang untuk diundang masuk kedalam pikiranku sendiri.

Selsai mandi, aku langsung mengelar sejadah setelah bersarung dan kopiah,
tiga rokaat teraneh yang aku rasakan, lagi-lagi seperti ada yang memperhatikan di belakangku dari arah yang sama, karna arah kiblat kebetulan sekali mengahadap alawan arah dari kamar mandi, yang membuat tiga rokaatku berantakan.
“pada kemana tumben hanya Tika aja” ucapku dalam hati, di kejauhan melihat cantika sedang mengemil dan membaca buku

“eh Tik, ibu sama bapak sudah pada makan? Kemana bi Isur dan mang Dayat?” tanyaku sambil duduk berhadapan dengan Cantika di meja makan

“bi Isur sama mang Dayat-
didepan sama ibu dan bapak juga, gak tau katanya ada tamu salah satu keluarga yang kerja di pabrik.” Jawab Cantika tidak sama sekali menatap ke arahku

“Cantik sekali” ucapku dalam hati, sering sekali aku memperhatikan dan tidak sengaja.
bagaimana uraian rambut yang indah dua bola mata yang ingin sekali aku pandang terus menerus.

“heh makan cepet, malah liatinnya gitu lagi, Angga usil banget sih!” bentak Cantika, yang langsung membuayarkan lamunanku

“eh maaf Tik, beneran gak maksud apapun, maaf” ucapku. masih-
-dalam keadaan kaget, bahkan aku juga tidak mengerti setelah kejadian waktu magrib tadi kenapa aku jadi seperti ini.

Antara aku dan Cantika seketika hening, aku pikir Cantika kaget dengan sikapku barusan sementara aku masih mempertanyakan kenapa aku bisa seperti tadi
dan jauh sekali dengan sikap aku yang biasanya.

“eh malah pada melamun lagi…” ucap Ibu Cantika membuyarkan pikiranku yang masih saja bersikap seperti barusan

Untungnya Cantika tidak menceritakan kejadian barusan kepada ibunya, hanya saja sikap Cantika jauh berbeda
dari sebelumnya “apa yang barusan aku lakukan, sampai Cantika segitunya” ucapku dalam hati, Ibu memberi tau bahwa mulai besok aku harus pergi dari rumah ke sekolah bareng dengan Cantika saja, walau terkesan dari raut wajahnya seperti ada masalah besar.
Setelah itu ibu dan Cantika pergi meninggalkanku sendirian, langsung saja aku bergegas mengambil makan, dan kembali duduk di meja makan. Tidak tau bahkan kehadiran bi Isur didepanku saja aku sama sekali tidak menyadarinya.
“Ga makan sambil melamun itu tidak baik” ucap bi Isur tepat berada didepanku, sama sambil duduk

“eh iyah bi, maaf, eh bi barusan tamu siapa? Kok tumben lama yah bapak terima tamu, kata Cantika salah satu keluarga dari yang kerja di pabrik bapak?” tanyaku, sangat penasaran.
“iyah biasa itu Ga, keluarga dari korban kecelakaan, Dayat engga cerita emang barusan sore bapak engga ada pergi kemana?” jawab bi Isur dengan perlahan

“kenapa bi Isur menjawabnya seperti itu” ucapku dalam hati, karna seperti menahan sesuatu yang ingin dia sampaikan
“cerita kok bi, katanya kecelakaan di pabrik yah, kenapa bibi bilangnya biasa bi?” tanyaku begitu saja

“iyah sering, sebelum kamu datang kesini saja sudah dua orang yang celaka di Pabrik dan ini yang ketiga kalinya Ga…” ucap bi Isur sambil menatap ke arahku
Aku hanya terdiam saja dan sangat kaget dengan ucapan bi Isur barusan

“bibi minta saja kamu harus hati-hati mau gimanapun bibi kenal betul dengan Ibu dan almarhum bapak kamu, kamu juga taukan bibi sudah ikut bapak disini seumur dengan kamu sekarang, tahun ini saja kamu-
-sudah kelas 1 SMA, udah lama sekali bibi tau kamu dari kecil” ucap bi Isur khas seorang ibu yang sedang memberi nasihat kepada anaknya

Angukan berkali-kali pertanda paham aku perlihatkan kepada bi Isur, karna aku sadar itu bentuk khawatiran saja,
walau aku tidak mau banyak lagi bertanya karna wajah dan gelagat bi Isur seperti ketakutan sekali.

Akhirnya aku habiskan makan dengan cepat, agar aku bisa cepat kembali ke kamar dan beristirahat dengan nyaman, walau segala pertanyaan masih saja menjadi bayangan dalam pikiranku
Baru saja selsai makan dan mimum, bapak sudah terlihat jalan menuju arahku dan bi Isur dengan perlahan.

“Ga gimana kata Dayat hari ini belajarmu lebih cepat, baguslah untuk awal-awal jangan dulu belajar soal pabrik, antar saja kalau bapak kemana-mana biar Dayat sama Soni-
-dulu ajah yang urus Pabrik, besok Soni juga datang baru pulang dari kampung nya” ucap pak Yanto sambil duduk disebalahku

Dan bi Isur tidak tau kenapa pergi begitu saja, tiba-tiba berdiri dan tanpa sepatah katapun keluar dari mulut bi Isur, kemudian pegi.
Aku yang terperanga dengan sikap bi Isur yang tidak biasanya itu hanya melihatnya saja.

“sudah bi Isur lagi cape kali Ga, pertanyaan bapak belum kamu jawab” ucap pak Yanto sambil merangkul bahuku dengan hangat

“alhamdulilah pak, Angga tinggal melancarkan saja, -
-mungkin butuh dua sampai tiga hari lagi insallah bisa lancar, besok mang Dayat mengajak langsung ke jalan.” Jawabku, tangan pak Yanto masih saja berada di pundaku.

“bagus, kamu emang seperti ibu kamu, kalau apa-apa selalu cepat belajarnya” ucap pak Yanto sambil beridiri dan
kemudian beranjak kembali kedalam.

Tanpa berlama lama lagi, aku segera berbegas menuju kamar dan perlahan pikiran tentang segala keanehan yang terjadi hilang begitu saja, “padahal barusan saja aku masih melihat anehnya sikap bi Isur, tapi kenapa setelah bapak merangkul pundaku-
-jadi biasa saja.” Ucapku sambil masuk kedalam kamar

Diatas kasur dengan wajah yang mengahadap ke atap kamar, sementara barusan cahaya putih lampu kamar benganti dengan kuning lampu tidur, “ada apa sebenarnya ini, apa yang dikatakan bi Isur soal khawatiranya padaku,-
-dan soal pabik” ucapku, sambil mata aku paksa untuk terpejam.

“Ga, Angga…”

Segera aku kembali terbangun, dan membukakan pintu.

“eh Tik, tumben ada apa…” ucapku

Tanpa menjawab Cantika masuk begitu saja dan duduk diatas kasur
Ga, taukan tadi tamu bapak dan ibu itu maksud kesini apa?” tanya Cantika menatapku

“iyah bi Isur bilang, itu keluarga korban kecelakaan pabrik” jawabku

“tiga tahun terakhir ketika aku SMP, aku suka sakit hati tentang gosip pabrik bapak Ga, aku yang belum terlalu berpikir-
-seperti sekarang masih menganggap hal-hal yang terjadi di Pabrik adalah hal yang wajar, tapi kamu harus tau kenapa teman-temanku tidak pernah mau di ajak ke rumah, karna kabar tentang tumbal pabrik waktu itu jadi gosip yang terjadi di kampung ini, -
-sampai beredar entah kemana ujungnya” ucap Cantika perlahan

Aku kaget dengan apa yang dibicarakan Cantika kali ini, bahkan aku tidak berani lagi bertanya karna mata Cantika yang sudah kelihatan berlinang

“jangan diam aja Angga, kamu tidak percayakan sama kaya aku-
-soal kabar itu, kamu sodara aku Ga, masa kamu mau percaya dengan hal seperti itu” tanya Cantika dengan memaksa agar jawaban kelak yang keluar dariku adalah jawaban yang ingin dia dengar

Aku masih diam, dengan kalimat yang Cantika ucapkan.
“Jawab Ga…” ucap Cantika

“Tik, pertama aku sodara kamu, bapak kamu adalah kakak dari Ibu aku, semenjak Bapaku meninggal waktu aku sekolah kelas 4 SD ibu cerita Bapak kamu yang biaya hidupku dan Ibuku juga ketika lahir adiku sama juga keluargamu yang bantu,-
-Iyah aku tidak percaya” ucapku perlahan

Cantika hanya mengangguk saja berkali-kalai setelah mendengarkan ucapanku

“soal kejadian tadi didapur aku minta maaf Tik” ucapku begitu saja

“iyah sudah Ga, lupain aja aku bosan aja dan sering banget tatapan seperti itu menghampiru,-
-risih aja rasanya aku merasa akan di makan oleh tatapan seperti itu.” Jawab Cantika

Seketika Cantika berdiri dan kemudian kembali berjalan keluar kamar, yang aku ikuti langkahnya.

“besok ingat berangkat sekolah barengan Ga.” Ucap Cantika
Langsung aja aku kembali terbaring di atas kasur, mencoba menerima segala keanehan yang baru saja aku tau, tentang pabrik dan semuanya yang baru saja aku rasakan setelah tiga hari tinggal di rumah ini.

***
Pagi datang begitu cepat, apalagi ketika bangun rasa istirahat yang cukup membayar aktivitasku kemarin yang terasa sangat melelahkan sekali, padahal itu biasa saja. Setelah menyiapkan segalanya, langsung aku menuju meja makan untuk sarapan.
Dan seperti hari-hari biasanya di pagi hari Ibunya Cantika selalu rajin menyiram berbagai jenis tanaman, karna saking banyaknya, bahkan aku tidak tau nama-nama jenis tanaman dan bunga itu.

Mang Dayat seperti biasa sudah beberapa kali keluar dan masuk dapur,
dari mulai mengambil sarapan sampai terakhir mengambil kopi, sementara aku dan Cantika sarapan dengan cepat karna harus segera berangkat.

Pak Yanto sama seperti hari - hari sebelumnya tidak pernah terlihat di meja makan, setelah pamit pada bi Isur dan Ibu,
aku langsung bergegas menyusul langkah Cantika menuju mobil yang sudah ditunggu mang Dayat.

“nah gitu Ga, barengan aja lagiankan kamu juga di rumah ini bukan siapa-siapa, biar sekalian hari ini juga mang Dayat ngurus semua biaya kamu sekolah” ucap Ibu
Aku hanya mengangguk saja dan melanjutkan menuju mobil, “padahal kalau memakai sepeda saja hanya sekitar 30 menit sampai sekolah” ucapku dalam hati

Didalam perjalanan anehnya Cantika dan mang Dayat yang duduk didepan tidak ada obrolan sama sekali,
berbeda dengan Cantika kalau sedang beruda denganku begitu juga dengan mang Dayat “kenapa mereka ini” ucapku dalam hati

Karna memang sekolah ini, Sekolah Menengah Atas terbaik di kota ini, sehingga memang kebanyakan yang bersekolah disini bisa dikatakan
menengah ke atas dalam keadaan ekonominya. Sampai didepan sekolah, hampir setengahnya waktu kalau aku memakai sepeda.

Ketika sampai, Cantika pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan mang Dayat, “mang aku duluan yah” ucapku sambil salam ke mang Dayat
Mang Dayat tidak menjawab hanya tersenyum saja padaku, sedang berjalan ke arah kelas tiba-tiba Bayu teman baru satu kelasku menegorku yang membuat aku lumayan kaget

“woy Ga, kamu masih keluarganya si Tika yah?” tanya Bayu sambil berjalan barengan denganku

“Udahlah Ga santai-
-aja kenapa emang kaya malu kamu ngakuinya, pantesan dari kemarin kamu aku tanya rumah dimana selalu jawab hanya menunjukan arah aja hahaha” ucap Bayu

“iyah Bay masih sodara, aku numpang sekolah dan kerja di keluarga Tika, bapaknya Tika kakak ibu aku Bay,-
-jangan bicara ke siapa-siapa lagi yah Bay…” jawabku ketika sampai didepan kelas dan duduk satu bangku dengan Bayu

“yaelah, semua juga bakalan tau kali Ga, orang kamu turun satu mobil dengan Tika bakalan pada tau, percaya deh sama aku” ucap Bayu
Ada benarnya juga dengan apa yang dikatakan Bayu, aku hanya diam saja sambil mempersiapkan untuk pelajaran pertama hari ini.

“Ga, udah taukan kabar yang beredar soal Pabrik milik bapaknya si Tika” ucap Bayu dengan tiba-tiba
Aku langsung menatap ke arah Bayu dan benar-benar kaget, apalagi dari cerita Bayu satu sekolah menengah pertama dengan Cantika, dan Bayu tinggal jauh dari kampung dimana aku dan Cantika tinggal.
“kabar apaan Bay” jawabku pura-pura tidak mengetahui apapun

“ah sudahlah Ga, gak enak juga apalagi kamukan keluarganya juga takutnya kabarnya salah juga, sudah lupain aja” ucap Bayu

“jangan gitu Bay engga apa-apa bilang aja, lagian sejak dulu , baru sekarang aku-
-melihat Pabriknya langsung, dulu hanya tau dari cerita ibu saja.” Ucapku agar Bayu merasa enak bercerita padaku

Bayu hanya menganguk dan seolah setuju dengan apa yang aku katakan, baru saja Bayu mau bercerita.
“selamat pagi…” ucap Pak Aji, guruku

“nanti istirhat aku cerita Ga…” ucap Bayu berbisik

Aku hanya mengiyahkan saja, walau rasa penasaran tidak bisa aku bohongi membuat datang dengan cepat ke pikiranku, apalagi kemarin kejadian kecelakaan di Pabrik
dan informasi dari bi Isur, ditambah rasa khawatirnya padaku membuat beberapa jam pelajaran sebelum waktu istirhat tiba membuatku tidak bisa fokus pada berlangsung pembelajaran dalam kelas.

“kenapa Ga? Jangan melamu…” ucap Bayu menegorku berkali-kali
Waktu istirahat yang ditunggu tiba, setelah hampir semua teman-temanku berjalan meninggalkan kelas untuk beristirahat aku dan Bayu masih duduk di meja.

“jadi begini Ga, dulu sekali aku lupa waktu aku kelas satu SMP setelah kenaikan kelas, waktu itu ibuku otomatis bertemu dengan-
-ibunya Cantika pada saat mengambil Rapot” ucap Bayu

“lalu…” tanyaku

“lalu sepulang di sekolah ibu cerita, dulu awal-awal pembukaan Pabrik itu ada yang kecelakaan sampai meninggal dan setelahnya pabrik semakin maju,
tapi kecelakaan di pabrik itu menjadi kabar beredar tidak baik, pemujaan dan hal-hal tidak baik selalu menjadi obrolan tentang keluarga Cantika, maaf Ga ceritanya seperti itu, dan itu tersebar dengan cepat begitu saja.” Ucap Bayu menjelaskan
“tapi bisa sajakan Bay, semakin majunya usaha yah memang karna usaha yang di lakukan bapaknya Cantika, terlepas kejadian itu atau apapun Bay.” Jawabku

“benar Ga, apalagi sekarang juga aku berpikir seperti kamu namanya juga kecelakaan bukan kita yang inginkankan Ga,-
-cuma itulah yang terjadi, terlepas benar dan tidaknya kejadian itu aku tidak tau Ga, maaf ini hanya kabar yang beredar saja, coba aku tanya beberapa hari setelah kepindahan kamu ke rumah Cantika ada yang aneh engga? Dari orang-orang sekitar aja” tanya Bayu padaku
“ada sih Bay, apalagi warga kalau melihatku seperti yang aneh gitu” jawabku

“sudahlah Ga, itu hanya yang aku tau saja, lupakan saja jangan jadi kamu seperti tadi jadi melamun ketika jam pelajaran, bisa – bisa di lempar sama kapur kamu sama pak Aji hahaha” jawab Bayu
sambil berdiri dan mengajaku keluar kelas. Informasi dari Bayu menambah lagi hal-hal yang belum aku ketahui “kenapa Ibu tidak pernah menceritakan semuanya padaku” ucapku dalam hati penuh pertanyaan.
Di sekolah aku bahkan tidak pernah bertegur sapa dengan Cantika, karna Cantika lebih memilih dengan teman-temanya yang sejak dulu dari SMP, Indah, Yuni dan Ani bisa dikatakan perempuan-perempuan paling cantik di sekolah ini.
Tidak terasa jam pelajaran di sekolah ini sebentar lagi akan berakhir, aku hanya memikirkan informasi baru yang diberikan Bayu, dan memikirkan apa yang terjadi nanti waktu pulang sekolah, ketika aku masuk kedalam mobil otomatis satu sekolah akan tau aku sodara Cantika,
padahal awal mulanya aku tidak mau banyak orang mengetahuinya karna aku merasa malu bahkan aku hanya menumpang hidup saja, karna keadaan keluargaku yang kurang mampu.

Dan hal aku takutkan terjadi, beda dengan kedatanganku ke sekolah yang berbeda-beda waktu,
sementara pulang sekolah waktunya bersamaan, ketika semua keluar dalam kelas karna bel pulang berbunyi sontak semua siswa dan siswi berbarengan keluar untuk pulang.

Tiba di halaman sekolah aku sudah melihat mobil mang Dayat terparkir jelas.

“Ga… Anggga…” sapa Cantika
“eh Tik…” ucapku sambil berjalan

Cantika langsung saja memperkenalku pada Indah, Yuni, dan Ani dan aku berkenalan dengan mereka.

“besokan libur Ga, temen-temenku mau pada masak-masak di rumah besok juga aku kenalin sama Danang teman aku dari SMP juga.” Ucap Cantika
“iyah Ga besok ikutan aja” sahut Indah

Aku hanya mengangguk saja apalagi mobil mang Dayat sudah dekat, segera aku masuk dan Cantika ke dalam mobil, tatapan heran dari siswa dan siswi padaku jelas seperti heran kenapa aku bisa satu mobil dengan Cantika.
Di sepanjang perjalanan pulang sama seperti berangkat suasana dalam mobil hening “aneh ada apa dengan Cantika dengan Mang Dayat” ucapku dalam hati

“ga selsai makan nanti di rumah, amang tunggu di pabrik kita lanjutin yang kemarin yah” ucap mang Dayat,
sambil tatapanya tetap ke depan, sementara aku duduk dibelakang.

“iyah mang siap” jawabku singkat

Cantika yang mendengar jawabanku hanya mengelengkan kepalanya, kemudian kembali lagi tertunduk kepalanya tertuju pada buku yang dia pegang.
Sampai di rumah tidak terlalu lama, ternyata ibu sedang ada di dapur dengan bi Isur

“nah gitukan enak Ga, kamu tidak cape bisa ke pabrik lagi lebih awal kalau pulang bareng-bareng” ucap Ibu, ketika aku baru saja mengucapkan salam

Aku, Cantika, Ibu dan bi Isur kemudian
makan siang bareng, aku hanya lebih mendengar jawab Cantika ketika ditanya tentang sekolahnya hari ini, apalagi disusul dengan rencana cantika besok bersama temanya akan masak di rumah.

Selsai makan aku segera menuju pabrik, dengan sepeda yang masih aku kayuh
dengan lumayan cepat karna tidak mau membuat mang Dayat menunggu, benar saja bahkan dari kejauhan sebelum sampai pabrik, mobil yang biasa digunakan untuk aku belajar sudah terparkir di lapangan biasanya.

“sini…” teriak mang Dayat

Segera aku memarkirkan sepeda di tempat biasa,
dan langsung mengambil langkah cepat menuju dimana mang yang Dayat sedang beridiri dibawah pohon yang lumayan besar.

“Ga hari ini langsung kejalan aja, bapak kasih kabar minggu ini sudah ingin kamu yang antar kemana mana?” ucap mang Dayat

“sekolahku mang?” tanyaku
sambil masuk kedalam kemudi mobil dan mang Dayat duduk disampingku.

“bapak kemungkinan nunggu kamu selsai sekolah dulu baru melakukan aktivitas tadi juga aku tanya begitu Ga, sekarang gak tau kemana bapak juga hanya bilang itu saja” jawab mang Dayat
Segera aku belajar dengan cepat mengendarai mobil di jalanan lansung, mang Dayat tidak hentinya memberika ilmu mengemudi yang baik dan aku lansung praktikan juga sesuai yang mang Dayat perintahkan.

Hari semakin sore, bahkan aku tidak tau lagi jalan-jalan yang aku lewati
dengan mang Dayat “di depan ambil kiri, kita istirahat dulu disana” ucap mang Dayat, segera aku menuruti kemaun mang Dayat dan meminggirkan kendali mobil

Mang Dayat menyodorkan minum, sambil keluar mobil dan aku mengikutinya. Kemudian mang Dayat menyalakan rokok kreteknya.
“ngerokok Ga…” ucap mang Dayat sambil menyodorkan rokok serta korek apinya

“engga mang aku belum ngerokok, belum bisa cari uang sendiri, belum kerja” jawabku sambil meminum kembali air minum yang aku gengam
“inikan lagi kerja Ga, walau masih belajarkan” ucap mang Dayat tidak sambil menatap ke arahku

Aku hanya membalas apa yang dikatakan mang Dayat dengan senyuman aja, kemudian mang Dayat mengusap-usap kepalaku berkali-kali

“sudah tiga tahun sejak kejadian itu, neng Tika-
-tidak pernah bicara sedikitpun pada amang Ga, padahal amang memang tidak bisa menjawab waktu itu binggung apa yang harus amang jelaskan pada neng Tika, akhirnya sejak pertanyaan terakhir neng Tika sampai sekarang tidak pernah ada obrolan lagi.” Ucap mang Dayat,
sambil perlahan rokok di jepitan jarinya berkali-kali dia hisap.

“selama itu mang?” tanyaku penasaran karna kaget dengan apa yang diucapkan mang Dayat barusan

“iyah selama itu, pasti kamu akan tanya pada amang juga, kejadian apa?” ucap mang Dayat sambil melihat ke arahku
Aku hanya mengangguk berkali-kali pertanda apa yang diucapkan mang Dayat benar adanya.

“waktu itu ada tragedi kecelakaan seperti kemarin di pabrik, lebih parah dan bukan satu orang dalam satu hari dua orang mengalami kecelakaan di tempat yang sama, tempat pembakan, -
*pembakaran (maaf typo) -Angga juga pasti tau tempatnya, kemudian beredar kabar soal tumbal di kampung ini, kabarnya cepat sampai kemana-mana bergulir liar jadi sebuah ketidakbenaran yang terus menerus diolah menjadi gosip yang semakin meluas.” Jawab mang Dayat,
sambil menatap kosong ke arah tepat dimana kepala yang Dayat menghadap.

Aku hanya mendengarkan saja dengan baik, apalagi siang tadi di sekolah aku mendapat cerita juga dari Bayu, teman satu kelasku

“sampailah gosip itu pada neng Tika, otomatis neng Tika bertanya kepada amang,-
-karna dulu sekali bapak jarang ada di rumah dengan ibu lebih sibuk mengurus penjualan genteng berjumpa dengan banyak klien sampai luar kota. Dan amang tidak bisa menjelaskan dengan baik, hanya karna takut salah, padahal harusnya amang tidak begitu,-
-membuat neng Tika percaya sama amang.” Ucap mang Dayat

Karna hari semakin sore dan waktu magrib segera tiba, selsai bicara mang Dayat langsung mengambil kemudi menuju rumah.
“kalau mang Dayat tidak bisa menjelaskan, apa kejadian yang berakaitan dengan Tumbal itu,-
-benar berarti adanya?” ucapku dalam hati

Sepanjang perjalanan mang Dayat tidak bicara lagi, sementara aku masih saja kaget dengan hal-hal yang aku ketahui tentang pabrik dan keluarga Cantika ini.
Semakin apa yang ingin aku tau datang, semakin aku tidak mengetahui harus bagaimana mengambil sikap selanjutnya.

“kerumah saja langsung yah Ga, engga apa-apa sepeda simpan saja disana, udah terlalu sore.” Ucap mang Dayat ketika tepat sekali berhenti didepan halaman rumah
Segera aku turun dan mengucapkan terimakasih kepada mang Dayat, aku berjalan dari halaman ke arah belakang, Ibu dan Cantika sedang duduk didepan tanaman-tamanan dan bunga-bunga yang sering sekali ibu rawat. Selepas semuanya selsai, dari mulai makan dan mengerjakan beberapa tugas
sekolah, pikiranku masih saja mengingat tentang hal-hal baru yang aku ketahui, apalagi tentang cerita keluarga Cantika yang membuatku tidak menyangka, ternyata pabrik dan segala sisinya memiliki kabar yang kurang baik. Tubuh yang semakin nyaman ketika berada diatas kasur,
dengan terbentang melihat ke atap kamar, membuatku berpikir tidak karuan apalagi, ucapan selamat datang belum genap sepuluh hari aku berada disini sudah disambut hal-hal yang mungkin sebelumnya tidak pernah sama sekali aku pikirkan.
Jarum jam terus bergerak, matanya yang mulai lelah akhirnya terlelap begitu saja, bahkan malam ini sekitar jam 1:45 dini hari tidak biasanya tenggorokan haus sekali, walau harus melawan rasa malas bangun, tetap saja aku paksakan keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.
Dalam keadaan mata yang masih mengantuk aku memegang gelas dan tangan satunya mengarahkan teko air agar airnya tertuang, pandangan dimana meja makan berada sangat lurus dengan posisi tempat duduk yang tempo di hari ketika sore bapak dan ibu duduk,
tidak tau kenapa seolah pandanganku ada hal yang menarik untuk melihat kesana.

“hah, ngapain Tika duduk di situ…” ucapku kaget melihat Cantika duduk sendirian diluar

Kemudian aku perhatikan dengan jelas, sampai haru mengesek kedua mataku, takutnya apa yang aku lihat salah.
“benar Tika…” ucapku, sambil menarik nafas sangat dalam dan mengeluarkan perlahan

Kemudian Cantika berjalan dengan perlahan menuju ke arah bunga-bunga tepat dilokasi yang aku sering melihat ibu juga berdiri disana.
“bete kali Tika, tapi masa malem-malem begini juga sih” ucapku dengan tenang, kemudian pergi kembali kedalam kamar, dengan membawa gelas berisi air.

***
Pagi datang dengan seharusnya, pancaran cahaya terang perlahan masuk ke dalam kamarku, gorden tebal yang menghalangi kaca seolah tidak bisa menahan cahaya itu harus masuk diantara cela-cela gorden.

“hah…” ucapku ketika bangun sudah sangat pagi, jam 9 lebih.
Segera aku mandi dengan cepat, walau aku masih heran dengan tidurku, apalagi setelah kejadian semalam di tambah banyaknya keringat di bajuku, ketika aku tersadar dari bangun pagi ini.

Selsai semuanya, segera aku keluar kamar, dan benar saja bi Isur langsung menyapaku
dengan pertanyaan-pertanyaan, dan aku hanya menjawab baik-baik saja. Yang ingin aku temui adalah Cantika, ketika bertanya kepada bi Isur, ternyata Cantika sedang ke pasar kota, untuk belanja diantar oleh mang Dayat.
“beneran Ga, kamu engga sakit? Bibi bangunin kamu ada tiga kali, ngeliat kamu keringetan apalagi sambil mengigil bibi gak tega bangunin kamu.” Ucap bi Isur

“engga bi aku baik-baik saja mungkin kecapean aja kemarin bi” jawabku agar membuat bi Isur tenang
Aku mencoba menenangkan bi Isur, padahal dengan apa yang bi Isur ucapkan jelas membuatku jauh lebih tidak tenang. Karena aku sama sekali tidak merasakan apa yang bi Isur lihat.

“ada yang aneh” ucapku dalam hati, tanpa alasan.
“udah bangunya siang, padahal aku minta anter ke pasar, malah ngelamun lagi”

Kaget bukan main, apalagi Cantika sambil menepuk pundaku

“eh Tik… iyah maaf engga antar kamu ke pasar.” Jawabku sambil membantu membawakan bahan-bahan masakan yang dibawa oleh mang Dayat
“iyah engga apa-apa kalau kamu tidak sakit, udah aku bangunin paksa tuh, untung bibi bilang dan pas aku liat kamu tidurnya gitu banget” jawab Cantika sambil terus berjalan ke arah dapur

Sebelum kembali ke pabrik, mang Dayat memberi tauku kalau masih sakit tidak apa-apa
hari ini pakai saja untuk beristirahat, mungkin mang Dayat sama seperti Cantika, dapat kabar dari bi Isur. Aku hanya mengiyahkan saja, apalagi mang Dayat mengetahui kalau teman-teman Cantika akan datang dan aku malah di suruh untuk membantunya takut ada keperluan yang kurang.
Pagi ini aku benar-benar sangat terkejut, hampir seisi rumah menganggapku sakit, padahal aku dalam kondisi baik-baik saja, yang sakit adalah pikiranku dengan keanehan yang aku rasakan saat ini.

Tidak lam benar saja pagi menuju siang teman-teman Cantika silih berdatang ke rumah,
terlihat Indah, Yuni dan Ani sudah duduk di halaman belakang yang teramat sangat nyaman, aku membantu bi Isur menyiapkan masakan untuk mereka. Ketika aku sedang berjalan mengantar minum menuju mereka, perasaan tidak enak kembali datang apalagi ketika mengingat kejadian semalam,
bagaimana Cantika berjalan ke arah tanaman-tanaman dan bungga-bunga yang berjejer sangat indah padahal.

“ini minumnya Tik…” ucapku, sambil menyimpan dengan rapih diatas meja

“eh Angga, gabung aja sini Ga…” sahut Indah sambil melihatku
Tatapan empat perempuan ini termasuk Cantika sangat heran terhadapku “apa ada yang salah” ucapku dalam hati

“eh anu, aku bantu bi Isur dulu, biar masakanya cepet selsai, eh iyah mana Tik, temen kamu yang kamu ceritakan tempo hari itu, jadi datang?” tanyaku
Agar suasana jadi tidak kaku saja, aja mencoba berbasa-basi.

“tuh kebetulan Danang baru datang” jawab Cantika

Kemudian aku melihat ke belakang dan benar saja, lelaki yang jauh lebih bersih dan rapih dariku sedang berjalan menuju dimana aku dan teman-teman Cantika berada.
“assalamualaikum” ucap Danang

Sambil Danag menyalami satu per satu, terlihat sangat sumbringah kedatangan Danang ini

“eh mas, kenalin saya Danang, teman mereka dari SMP, bahkan dengan Indah dari SD hehe” ucap Danang sambil bersalaman denganku

“Angga, aku sodaranya Cantika,-
-Bapak Cantika kakak Ibuku mas” jawabku

“oiyah Tik, di mobil aku bawa oleh-oleh buat bapak dan Ibumu nanti deh aku bawa balik lagi” ucap Danang

“biar saya saja mas yang bawakan” jawabku

Danang menolak dengan sopan dan langsung bergegas bersamaku menuju mobilnya
untuk membawa oleh-oleh untuk orang tua Cantika, dan bahkan ketika berjumpa dengan bi Isur, Danag sudah sangat kenal, terlihat dari cara mereka mengobrol menanyakan kabar satu sama lainya.

Ketika Danang kembali lagi menuju Cantika dan teman-temanya langsung saja aku
bertanya kepada bi Isur soal Danang.

“Danang itu anaknya baik sekali Ga, sudah sejak lama suka main kesini dulu bareng orang tuanya, Ibunya teman dekat ibu Sri dulunya satu kampung sama nenek dan kakeknya Cantika dari Ibu. Sampai sekarang kalau engga salah bapaknya Danang-
-masih berbisnis sama pak Yanto.” Ucap bi Isur menjelaskan dengan perlahan

“pantesan bi, keliatan dari sosoknya juga baik dan rapih” ucapku, sambil terus membantu bi Isur memasak

“iyahlah Ga, orang berada engga jauh sama keluarga ini, hebatnya Danang itu pesantren sejak SD,-
-kemudian satu sekolah dengan Neng Tika, eh kalau gak salah kelas 3 pesantren lagi sampe sekarang mungkin Ga.” Ucap bi Isur

Aku yang mendengarkan penjelasan bi Isur sambil melihat Cantika dan teman-temannya tidak jarang mengundang suara ketawa yang sangat kecang sekali,
tapi tidak tau kenapa tatapan pada deretan tanaman-tanaman dan bungga-bunga itu membuat rasa penasaran yang tinggi pada tempat itu.

“ada apa dengan pikirin aku ini” ucapku

“lah emang kenapa Ga” sahut bi Isur

“engga bi, melamun saja” jawabku perlahan
“jangan sampe aja” ucap bi Isur, sambil kembali memasak

Ingin sekali aku menanyakan maksud bi Isur dengan ucapan “jangan sampe saja” itu maksudnya apa, tapi anehnya tidak ada keberanian hanya sekedar untuk membuka mulut ini.

Sampai masakan satu persatu siap dan telah terhidang,
aku dan bi Isur silih bergantian mengatarkan semua makan kepada Cantikan dan teman-temannya termasuk Danang.

“mas ikut makan saja disini.” Ucap Danang

“iyah Ga, barengan aja disni makan cepet duduk” sahut Cantika

“aku masih kenyang Tik, nanti saja, lagian aku harus ke pabrik-
-kasian mang Dayat takut sudah menunggu, silahkan selamat makan.” Ucapku, sambil pamit kepada mereka

Indah, Yuni, dan Ani hanya tersenyum saja.

“kapan-kapan ajak mainlah Angga ini Tik ke rumahku, biar bisa ngobrol santai” sahut Danang

Aku hanya mengangguk dan pamit
kepada mereka juga bi Isur untuk menuju pabrik dan seperti biasa mengunakan sepeda siang ini. Sampai di pabrik aku langsung menghampiri mang Dayat yang sedang berjalan mengecek semua proses pabrik dan tentunya banyak sekali pekerja padahal ini hari libur.
“ini mang tempat pembakan yang tempo hari amang ceritakan itu?” ucapku

“eh iyah Ga, ini benar sekali, ini yang sejak dulu bapak memulai, sampai disusul dengan yang lainya.” Jawab mang Dayat, sambil berjalan dan aku mengikutinya

“hari ini harus lancar Ga, takutnya besok-
-bapak minta diantar kemana-mana yah” ucap mang Dayat berjalan menuju mobil yang biasa aku gunakan untuk belajar menyetir

Jam terus berputar, hari semakin siang, jalanan yang kemarin sudah aku lewati kembali hari ini terlewati begitu saja,
aku hanya berfokus pada yang mang Dayat ajarkan, dan semua yang mang ajarkan perlahan aku pahami dengan baik, sampai hari semakin sore dan sudah hampir sangat lelah aku dan mang Dayat kembali ke Pabrik.

“bapak tidak kesini mang?” tanyaku sambil istirahat

“tadi pagi sebentar,-
-terus pergi lagi bareng ibu ada ondangan pernikahan temanya bapak katanya Ga, kenapa memangnya” tanya mang Dayat

“engga apa-apa mang. Cuman akhir-akhir ini jarang bapak keliatan kesini” ucapku

“engga akhir-akhir ini Ga, dari dulu juga bapak begitu, tapi sekali sering kesini,-
-sering banget memperhatikan pabrik, biasa bapak sibuk terus kamu juga taukan” jawab mang Dayat

Setelah adzan asar berkumandang aku di izinkan oleh mang Dayat kembali ke rumah, dan segera aku bergegas dengan cepat menuju rumah, kembali mengayuh sepedaku.
“padahal kemarin sepeda di pabrik, tau-tau udah di rumah saja, mang Dayat baik banget emang” ucapku, karna mendengar pengakuan mang Dayat ketika mengajariku, sambil becanda mengayuh sepeda dari pabrik ke rumah hanya untuk mengantarkannya.
Sampai di rumah, mobil Danang masih terparkir rapih di halaman rumah, segera aku kebalakang dan langsung membantu bi Isur membasuh piring-piring bekas masakan.

“makan dulu Ga, kamu pasti cape” ucap bi Isur

“aku nanti saja bi, mau magrib saja” jawabku terus mencuci piring
Selsai mencuci piring dan membereskan tempat dimana sebelumnya teman-teman Cantika makan, keringat mulai turun. Benar-benar sangat terasa enak ketika ada angin yang menghampiri tanaman-tanaman, kemudian menghampiri bunga-bunga juga.

“pantas saja tempat ini nyaman” ucapku
Dan tidak tau kenapa ingatan tentang kejadian malam kemarin, benar-benar sangat menganggu pikiranku saat ini, aku ingat betul bagaimanan Cantika duduk dimana sekarang aku sedang duduk, kemudian aku berjalan perlahan ke arah bunga-bunga,
tepat sekali seperti malam itu cantika juga berjalan dengan perlahan, sambil mata terpejam dan mengikuti bau harum dari bunga-bunga itu.

“hah, apa yang aku lalukan” ucapku setengah sadar, ketika aku sudah berada tepat diantara bunga dan tepat sekali malam itu Cantika berdiri
Aku di kejutkan dengan teriakan bi Isur memanggilku karna Indah, Yuni dan Ani juga Danang akan pamit pulang, segera aku menghampiri mereka, dengan sapu yang masih aku pengang, karna bekas bersih – bersih.

Satu persatu pamit, dan bersalaman denganku.

“Ga, kamu ini hebat,-
-Cantika tadi cerita banyak tentang kamu, nanti kita harus ngobrol Ga” ucap Danang sambil bersalaman denganku

“iyah mas, lain waktu bisa, mohon maaf barusan aku masih sibuk ke pabrik, dan pulang-pulang membantu bibi membereskan rumah” ucapku perlahan
-Cantika tadi cerita banyak tentang kamu, nanti kita harus ngobrol Ga” ucap Danang sambil bersalaman denganku

“iyah mas, lain waktu bisa, mohon maaf barusan aku masih sibuk ke pabrik, dan pulang-pulang membantu bibi membereskan rumah” ucapku perlahan
Danang hanya menepuk pundaku berkali-kali, ternyata Indah, Yuni dan Ani pulang satu mobil dengan Danang, Cantika dan aku mengantarkan sampai halaman depan dan tidak lupa juga aku memarikiri mobil dan membukan gerbang.
Segera Cantika kembali kedalam rumah, berjalan masuk melalui halaman belakang dan memang bagian depan rumah jarang terbuka, hanya untuk tamu-tamu bapak dan ibu saja.

Sore berganti dengan malam sangat cepat, semua pekerjaan rumah membantu bi Isur selsai,
bi Isur sedang mempersiapkan makan untuk kepulangan ibu dan bapak, aku sudah berada di kamar setelah sebelumnya mengisi perut dengan sangat lahap.

“huh sangat memelahkan…” ucapku, sambil melemparkan badan ke atas kasur

Aku masih menunggu waktu kapan yang tepat
untuk menyakan kejadian semalam yang masih ada didalam pikiranku saat ini, sambil membayangkan suatu keadaan yang sekarang aku jauh dari ibu dan adikku dan benar-benar sangat jauh dengan sosok bapak,
setelah bapak meninggal walau soal meninggalnya bapak hanya cerita yang keluar dari mulut ibuku saja.

“Ga, Angga… kamu sudah tidur”

Kemudian aku terbangun mendengar beberapa kali memanggil namaku

“iyah sebentar…” jawabku, sambil melihat jam, sudah jam 10 malam
“ketiduran” ucapku dalam hati

“eh Tik, ada apa” ucapku setelah membukakan pintu kamar

“temenin makan yu aku laper, ibu barusan pulang bawa makanan kok, sambil titip surat ini untuk kamu, dari ibu kamu loh” ucap Cantika, sambil memberikan amplop
Segera aku berjalan ke dapur, dan Cantika benar saja langsung lahap makan bahkan tidak menawariku sama sekali “benar-benar lapar” ucapku pelan

“eh Tik, kamu sama yah dengan ibu suka tanaman sama bunga juga” ucapku membuka pembicaraan begitu saja
“keadaan pabrik gimana Ga” jawab Cantika, bahkan mengalihkan pertanyaanku

“aku hanya belajar menyetir saja, belum belajar dan mengetahui banyak soal pabrik Tik, kenapa memangnya, kamu jarang banget yah kesana?” ucapku

Cantika hanya mengelengkan kepalanya berkali – kali dan aku
tidak bertanya lagi, apalagi Cantika memasang wajah yang membuatku tidak enak lagi untuk bertanya lagi

“bunga-bunga itu dulu awal yang sengaja di rawat dan tumbuh di halaman belakang sana.” Ucap Cantika sambil berbalik dan menunjuk ke arah belakang,
karna posisiku yang menghap ke dapur dan bepandangan lurus ke arah Cantika dan juga halaman belakang

“oh, lalu?” ucapku

“lalu, tanaman-tanaman lain menyusul, kata Ibu dulu bapak suka sekali merawat bunga-bunga dan di ikuti juga dengan Ibu, sampai bapak sibuk-
-akhirnya bunga-bunga itu ibu yang mengurus di waktu luangnya kadang bi Isur kadang juga aku, dan sore juga kamu berada di situ Ga aku liat” ucap Cantika

Aku hanya mengangguk saja berkali-kali mendengarkan ucapan Cantika

“nah bunga melati yang berkumpul disana itu-
-yang bagus itu Ga kan banyak bunganya yah, itu tanaman pertama kata ibu bahkan itu kesukaan bapak untuk merawat dan mengrusnya” ucap Cantika

Ketika Cantika menjelaskan aku seperti melihat seseorang duduk di tempat yang sama,
ketika kejadian malam itu aku melihat cantika, dan aku perhatikan dengan jelas sekali.

“heh kamu yang tanya aku yang jelasin, kenapa kamu yang melamun sih Ga?” ucap Cantika

“eh maaf-maaf Tik” ucapku
“awas aja melamun kaya kemarin yang buat aku marah” ucap Cantika dengan wajah cemberut

“enggalah Tik, terus malam kemarin kamu ngapain kamu disana, aku kebangun ngambil air putih ngeliat kamu duduk sendirian disana, tapi denger kamu suka bunga juga wajar sih, -
-apalagi sore tadi juga harumnya kalau ada angin enak banget” ucapku

Cantika memasang muka heran dengan apa yang aku katakan padanya bahkan aku merasa ada yang salah dengan ucapku barusan.

“maksudnya Ga malam kemarin?” tanya Cantika
“iyahlah Tik, aku pikir karna besoknya libur, dini hari lagi jam 2 aku ingat kebangun, ngambil air minum disana” ucapku

sambil menunjuk ke arah dispenser air galon berada, dan seseorang yang barusan aku lihat masih duduk membelakangiku
“apa itu ibu, tapi kenapa tidak memakai kerudung” ucapku dalam hati

“kamu ini, orang aku tidur jam segitu, mana mungkin juga, aku belum pernah Ga ngeliat bunga jam segitu ngapain juga, kamu itu ngelindur yah, pantes saja paginya kamu sakit,-
-wajar Ga kalau lagi sakit suka kemana-mana pikiran kita tuh” jawab Cantika perlahan

Aku benar-benar kaget dengan apa yang Cantika ucapkan, apalagi di waktu yang sama sekarang, seseorang itu masih aku lihat jelas hanya bagian bahunya saja yang tertutup rambut terurai panjang.
*sampai sini dulu awal cerita Melati, cerita ini akan segera berlanjut dan cerita ini juga lumayan sangat panjang, untuk kalian yang tidak suka menunggu bisa membacanya ketika ceritanya selsai. Terimakasih, sampai berjumpa kembali, salam!
Hai! lanjutan cerita ini sudah di up terlebih dahulu di @karyakarsa_id

- Bagian 2 ✅
- Bagian 3 ✅
- Bagian 4 ✅

Yang mau baca duluan dan kasih dukungan/ TIP boleh sekali dengan senang hati 🙏 sebagai tenaga lebih untuk gw semangat menulis.

klik 👇

karyakarsa.com/qwertyping

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Teguh Faluvie

Teguh Faluvie Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

Oct 4
Permainan yang nggak pernah bakal gw ulang seumur hidup! Sampai gw trauma kalau denger ANAK-ANAK HITUNG 1.. 2.. 3.. SAMPAI 10, saat mereka main PETAK UMPET!

Gw masih ingat di kasih makan dalam wadah batok kelapa, yang ternyata itu cacing hidup!

"A THREAD"

#bacahoror Image
Image
Cerita ini adalah kiriman sender melalui DM, dia dapat teror setelah melanggar sesuatu ketika main petak umpet, ‘DIPIARA’ istri guru ngaji berhari-hari dan ‘TEROR’ yang ngeri! Bayangin dia dikasih makan cacing! bagian paling bikin gw mual!
Yuk langsung aja. Saya disini hanya membagikan cerita yang sudah dirapikan sedikit, atas kesepakatan dengan sender, agar lebih nyaman dibaca.
---------
Read 62 tweets
Sep 5
KAMPUNG KASARUNG

Diatas tanah kampung Jayamati, semua dipertaruhkan. Terdapat harga setimpal untuk kesepakatan, sekalipun itu kesesatan dan kematian.

"A THREAD"

[ Part 4 ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahoror Image
Selamat datang kembali teman-teman di Kampung Kasarung, mohon maaf beberapa minggu kebelakang harus absen karena ada beberapa kesibukan yang tidak bisa dilewatkan, serta kesehatan yang sedikit terganggu. Semoga upload kali ini seperti biasa dapat menemani kamis malam kalian.
Kini kita akan memasuki Part 4. Tapi sebelum itu ada informasi penting dulu yang harus teman-teman ketahui. Tepat tanggal ini, mulai tanggal 3-9 September, Buku Kampung Jabang Mayit sedang dalam Pre Order.
Read 38 tweets
Jul 4
KAMPUNG KASARUNG

Diatas tanah kampung Jayamati, semua dipertaruhkan. Terdapat harga setimpal untuk kesepakatan, sekalipun itu kesesatan dan kematian.

"A THREAD"

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahoror Image
[PROLOG]

Diatas tanah kampung yang mempunyai nama Jayamati dengan segala campur tangan sang pencipta sedang menampakan keberkahan luar biasa. Hasil bumi yang melimpah, ladang peternakan, hingga perkebunan telah menyelimuti kampung itu setidaknya dalam kurun 10 tahun kebelakang.
Hal itu terjadi setelah dapat mengusir monyet-monyet yang kerap turun dari bukit Jayamati yang selalu memakan hasil bumi adalah awal tombak kesejahteraan tertancap, dimana para petani dan orang-orang luar kampung bahkan tidak jarang menaruhkan nasib pada tanah kampung Jayamati.
Read 130 tweets
May 29
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 9 Tamat – Tangkal Mayit ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut bagian akhir! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par (1) Janur Kematian

Part (2) Tapak Sasar

Part (3) Juru Keramat

Part (4) Selendang Mayat



Read 226 tweets
May 23
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 8 – Kesumat Rasa ]

@IDN_Horor @bacahorror
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut!

Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan thread dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Part (1) - (4)

Part (1) Janur Kematian


Part (2) Tapak Sasar


Part (3) Juru Keramat


Part (4) Selendang Mayat



Read 135 tweets
May 15
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 7 – Tanah Pagelaran ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.

Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..
Read 164 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(