AKHIR TRAGIS HAKIM SYAFIUDIN KARTASASMITA AKIBAT "MENGGANGGU" KELUARGA CENDANA
a thread
Syafiuddin Kartasasmita, lahir di Jakarta pada 5 Desember 1940. Beliau yang merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini kerap mengadili perkara-perkara besar yang "berisiko tinggi", karena menyangkut nama nama penting dan berkuasa.
Hakim Syafiuddin pernah menangani perkara dugaan korupsi terkait yayasan milik Sang Smiling General. Tak ayal, hakim yang satu ini memang disebut sebut sebagai “spesialis" kasus-kasus terkait Orde Baru.
Pada 2001, beliau menangani kasasi
perkara korupsi Bob Hasan, pengusaha kelas kakap sekaligus mantan menteri yang dikenal dekat dengan mantan Presiden Soeharto semasa Orde Baru berkuasa.
Kasasi yg diajukan Bob Hasan ditolak Syafiuddin selaku Hakim Agung MA. Kala itu, MA mendukung putusan majelis hakim banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yg menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp15 juta serta ganti rugi kepada negara sebesar 243,7 juta dolar AS.
"MA tetap menyatakan Bob Hasan harus bertanggungjawab. Kami menilai putusan PT sudah betul. Kasasi ini sifatnya final. Jadi, sekali pun Bob mengelak, dia tetap bertanggungjawab," tegas Syafiuddin waktu itu kepada Tempo (12/7/2001).
Alhasil, Bob Hasan terpaksa harus meringkuk di Nusakambangan, dan Tommy Soeharto pun menyusul beberapa bulan berselang, lagi-lagi "gara-gara" Syafiuddin Kartasasmita, kendati berakibar fatal bagi sang hakim sendiri.
Saat Soeharto resmi menjadi terdakwa dalam perkara kasus dugaan korupsi terkait sejumlah yayasan, Syafiuddin jugalah
yang mengurusi perkara tersebut.
Syafiuddin saat itu duduk sebagai Ketua Majelis Hakim dengan anggota berisikan Hakim Hakim kredible dan dikenal tidak takut penguasa saat itu, sebut saja dua nama besar ini, Sunu Wahadi dan Artidjo Alkostar.
Sebelum kejadian naas itu terjadi, Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita memang sedang menangani kasus tukar guling PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog yang merugikan negara sebesar Rp 9,5 miliar. Kasus ini menyeret Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Tommy merupakan komisaris utama PT GBS sebagai pemilik saham 80 persen. Sementara Ricardo Gelael menjabat sebagai direktur utama perusahaan tersebut yg mengantongi saham 20 persen. Mereka terlibat perjanian "tukar guling" atau ruislag dengan Bulog pada 17 Februari 1995 silam.
Lahan milik Bulog berupa bidang tanah, gedung, kantor, dan gudang di Kompleks Pergudangan Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara seluas sekitar 50 ha tersebut akan ditukarkan dengan lahan seluas sekitar 125 ha, di kawasan Marunda, JakUt berupa rawa-rawa yang disiapkan Tommy.
Kasus itu muncul ke permukaan setelah diketahui tak ada proses lelang, melainkan melalui penunjukkan langsung atas kuasa ayah Tommy.
Semula di pengadilan tingkat pertama, yaitu PN Jakarta Selatan, Tommy, dan Gelael divonis bebas, tapatnya pada pada 19 April 1999. Namun Jaksa meminta banding dan di tingkat kasasi MA, Tommy divonis bersalah.
Ketua Majelis Hakim saat itu, yakni Syafiuddin Kartasasmita, menjatuhkan hukuman berupa wajib bayar ganti rugi Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara, pada 22 September 2000 silam.
Tommy sempat mengajukan grasi kepada Presiden saat itu, Abdurrahman Wahid. Namun Gus Dur menolak permohonan grasi Tommy melalui Keputusan Presiden Nomor 176/G/2000 yang dirilis pada 3 November 2000. Selanjutnya, Tommy "hilang" melarikan diri.
Saat Polri melalui Tim Kobra dipimpin Tito Karnavian, membentuk Tim Khusus Pemburu Tommy sedang berusaha memburu Tommy inilah, terjadi peristiwa yang merenggut nyawa Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
Pada 26 Juli 2001, seperti biasa, Syafiuddin Kartasasmita menjalani aktivitasnya. Pagi sekitar pukul 08.00 WIB, ia berangkat ke kantor dengan mobil. Syafiuddin tidak menyadari, maut sedang mengintai, ia diikuti dua orang tak dikenal yang berboncengan mengendarai motor RX-King.
Saat melintasi Jalan Sunter Raya, dekat Kemayoran, terdengar ledakan. Mobil Honda CRV berwarna silver dengan nomor polisi B 999 KZ itu menabrak warung rokok dan tempat tukang cukur. Rupanya, ban kanan belakang mobil yg ditumpangi Syafiuddin itu kena tembak sehingga oleng.
Menurut warga yang melihat, sempat terdengar teriakan minta tolong dari dalam mobil, namun itu tak lama karena motor RX-King sudah ada di depan mobil naas itu. Si pembonceng motor bergegas turun dan menodongkan senjata ke arah Syafiuddin yang masih berada di dalam mobil.
Todongan senjata ini bukan sekedar gretakan. Pelatuk tersebut benar benar dilepaskan ke arah hakim Syafiuddin. Timah panas tembus ke lengan, dada dan rahang kanan Syafiuddin. Sejurus berselang, dua pelaku penembakan tadi bergegas memacu motornya, melarikan diri.
Situasi di tempat kejadian perkara saat itu sebenarnya cukup ramai. Tapi tidak ada satu pun yang berani bertindak lantaran si pengendara RX-King mengacungkan pistol ke arah orang-orang di sekitar tempat itu.
Seorang saksi mata menceritakan, “Ciri-ciri orang yang menodongkan senjata itu, dia tidak pakai helm, badannya besar, tingginya sekitar 170 cm, pakai jaket hitam, celana jeans biru, dan sepatu kets putih. Kulitnya coklat kehitaman. Dia berkumis tipis dan rambut cepak."
“Sedangkan pengendara yang memboncengkan mengenakan helm, jaket kulit hitam, dan celana jeans. Saya tidak memperhatikan sepatunya. Karena temannya turun, orang pakai helm itu juga turun. Dia menyandarkan motornya dalam keadaan hidup," imbuhnya.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut ketika motor tersebut pergi langsung memberikan pertolongan. Syafiuddin masih bernapas saat itu, namun nyawanya tidak sempat terselamatkan. Sesampainya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Syafiuddin telah wafat.
Aparat kepolisian diwakili dengan Tim Kobra, yg kala itu masih terus melakukan pencarian terhadap Tommy Soeharto yang buron, menduga kematian sang Hakim adalah akibat dari kasus kasus yang beliau tangani, dan nama nama besar bermunculan sebagai kemungkinan dalang pembunuhan itu.
Kurang dari 1 bulan, polisi menemukan titik terang. Pada 7 Agustus malam, Mulawarman diringkus di Jln Fatmawati. Sehari kemudian, polisi menangkap Noval Hadad di Bidara Cina, Jatinegara. Kedua orang eksekutor pembunuhan Syafiuddin Kartasasmita.
Keduanya terbukti adalah pelaku pembunuhan tersebut. Mulawarman yang bertugas membawa motor RX King, sementara Noval Hadad sebagai juru tembaknya.
Namun fakta lainnya juga terkuak, keduanya dibayar 10ribu dollar AS atau saat itu sekitar 100juta rupiah oleh sang Pangeran Cendana
Mengetahui Tommy terlibat, 25 Penyidik dari Tim Kobra terus memfokuskan pencarian. Hingga akhirnya ditemukan jaringan komunikasi orang-orang terdekat Tommy. Diketahui, pola komunikasi kerap dilakukan di empat tempat, yakni Menteng, Pondok Indah, Bintaro, dan Pejaten.
Tim Kobra itu kemudian memantau sinyal telepon dan merekam pembicaraan telepon untuk mencari Tommy. Hingga kemudian penelusuran itu membawa polisi ke rumah di Jalan Maleo II Nomor 9, Bintaro Jaya, Tangerang.
Kemudian pada Rabu, 28 November 2001, penggerebekan pun dilakukan untuk menangkap Tommy. Penggerebekan ini berhasil, Tommy yang sedang tidur saat itu ditangkap.
Setelah Tommy pada akhirnya tertangkap, kasusnya kemudian diajukan ke pengadilan, dan ia dinyatakan terbukti bersalah menjadi otak pembunuhan berencana. Majelis hakim PN Jakarta Pusat yang dipimpin Amirudin Zakaria menyatakan Tommy terbukti melakukan empat tindakan pidana:
Pertama, turut serta tanpa hak menguasai menyimpan dan menyembunyikan senjata api dan bahan peledak.
Kedua, tanpa hak menguasai menyimpan dan menyembunyikan senjata api dan bahan peledak.
Ketiga, membujuk atau uitlokker untuk melakukan pembunuhan berencana.
Keempat, dengan sengaja tidak menurut perintah atau menggagalkan suatu perbuatan pegawai negeri dalam menjalankan sesuatu peraturan undang-undang.
Sayangnya kerja keras pihak kepolisian dan hilangnya nyawa seorang hakim Syafiuddin nampaknya berbanding terbalik dengan putusan pengadilan. Sebagai otak pembunuhan, Tommy cuma dihukum 15 tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Pusat.
Bahkan selama menjalani hukuman itu, vonis Tommy terus turun. Usai mengajukan Peninjauan Kembali (PK), Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan yang memimpin sidang kala itu meringankan hukumannya menjadi 10 tahun penjara.
Padahal, dalam persidangan terungkap Tommy terbukti menyimpan sejumlah senjata api dan bahan peledak, terlibat pembunuhan Syafiuddin, dan kabur saat ditahan. Hingga akhirnya bebas, Tommy total hanya dipenjara 5 tahun. Sementara Noval dan Mulawarman divonis hukuman seumur hidup.
Kematian Hakim Syafiuddin seperti menjadi alarm bagi para penegak hukum saat itu bahwa Indonesia belum benar benar menerapkan "kesetaraan dimata hukum" dan bagaikan ancaman untuk jangan berani berani melawan keluarga berbahaya ini.
Artidjo Alkostar masih ingat masa-masa itu kendati penanganan kasusnya tersendat lantaran Syafiuddin meninggal dunia. “Waktu awal saya menjadi hakim agung tahun 2000-an saya pernah menangani perkara (mantan) Presiden Soeharto," sebut Artidjo dalam wawancaranya dengan Kompas.
“Waktu itu (mantan) Presiden Soeharto sakit, lalu ketua majelisnya itu Pak Syafiuddin (Kartasasmita) ditembak, kena tembak." Ujar Artidjo Alkostar, yang dikenal sebagai "Algojo para koruptor" di kemudian hari dan baru saja meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Sunu Wahadi, rekan Hakim Syafiuddin lainnya, yang juga menjadi hakim dalam sidang kasasi Soeharto, menilai almarhum adalah sosok penegak hukum yang berdedikasi tinggi, bersih, dan tegas terhadap koruptor.
Diungkapkan Sunu, Syafiuddin pernah mengatakan kepadanya bahwa ia ditawari uang sebesar 20 miliar rupiah terkait kasus korupsi yang sedang ditanganinya. Namun, tawaran menggiurkan itu tidak ditanggapi oleh Syafiuddin.
Kini sang Hakim pemberani dan bijaksana itu telah wafat membela kebenaran yang ia emban. Sepak terjangnya menghadapi orang orang tamak di negeri ini mungkin terhenti, namun kisah hidupnya jadi pemantik bagi generasi penerusnya kini.
Syafiuddin dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, beliau meninggalkan dua orang istri, dua orang putri dan satu orang putra.
Sementara Tommy Soeharto, yang dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada 28 November 2001, nyatanya sudah menghirup udara bebas pada 1 November 2006 lewat serangkaian pemotongan masa tahanan dan kembali masuk ke dunia politik Pemilu 2019 dengan Partai Berkarya.
Jika pembaca merasa info ini bermanfaat, kalian bisa bagikan thread ini dengan retweet/QRT, like dan mention teman teman kalian agar kisah seperti ini tidak tenggelam dan terlupakan begitu saja. Terima kasih atas supportnya
Bukan gw, tapi rekan kerja dosen. Tugasnya ngecek suhu dan pressure tanki2 raksasa tempat pengolahan bahan kimia. Seharusnya, tanki ini dihilangkan trap gasnya, baru bisa dibuka. Saat itu doi lupa cek, main buka aja, meledak. Badannya kelempar ke udara, nyampe tanah udh ga utuh
Lebih detailnya, jadi tugasnya mendiang ini adalah pengawas operator gitu Dia ngecek suhu dan pressure tanki ini keliling. Biasanya, semua tanki pas dia cek udah ready buat dibuka. Tapi doi tetep rajin ngecek2in walaupun udah tau pasti udah ready.
Nah pas hari H ini, entah kenapa dia ga ngecek. Posisi tangkinya gede ya, yg ada tuas putarnya gitu diatasnya dan posisi dia berdiri tepat di atas tuas itu. Kejadiannya udah lama, karena dosen gw yg cerita inipun udah sepuh.
Mohon ijin mau share pengalaman, sekaligus kebingungan yang sampai sekarang saya rasakan. Karena jujur saya orangnya rasional dan sumpah dari dulu gapernah dapet gangguan sama sekali,
walaupun udah sering ikut kegiatan kemah ataupun diklat, tapi baru kali ini saya jadi agak percaya sama hal seperti itu dikarenakan rasional saya tidak bisa menjelaskan apa yg saya alami sendiri..
Misteri Pembunuhan Wartawan Udin. Tewas Setelah Mencoba Mengungkap Kebenaran, dan Pelakunya "Disembunyikan" Hingga Sekarang
a thread
Beberapa peristiwa kriminal masa lalu, hingga kini banyak yg tidak terungkap. Entah karena kurang data dan barang bukti, atau memang ada sesuatu janggal yang disembunyikan. Wiji Thukul, Munir, Ita martadinata, dll adalah contohnya, dan tokoh bahasan kita kali ini, wartawan Udin.
Malam itu, 13 Agustus 1996, selepas menyelesaikan pekerjaannya, Udin bergegas pulang. Jam menunjukkan pukul 21.30. Raut wajahnya nampak tegang dan gelisah ketika menghidupkan sepeda motornya, Honda Tiger 2000 berwarna merah hati.
Halo pembaca semua, maaf saya tidak bisa menyebutkan siapa dan darimana asal saya karena apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah pengalaman saya yang menyangkut privasi..
Namun, saya rasa saya perlu ceritakan ini.. Selain untuk pelajaran bagi pembaca, saya juga berharap nantinya akan ada saran saran dan jalan keluar yg bisa pembaca berikan kepada saya setelah membaca apa yang saya alami..
ITA MARTADINATA HARYONO, penyitas kasus asusila 98 yang tewas dengan leher hampir putus dan kemaluan dimasukkan balok kayu tepat 4 hari sebelum menjadi pembicara di sidang PBB
a thread
Nama Ita Martadinata mungkin tidak terlalu mendapat sorotan di masa sekarang. Namun ia adalah salah satu tokoh yang dibungkam dan dimatikan saat akan membeberkan kebenaran perihal tragedi asusila yang menimpa ratusan wanita selama kerusuhan Mei 1998.
Sebagaimana kita tau, saat kerusuhan Mei 98 pecah, ada diskriminasi dan tekanan kuat kpd beberapa kelompok masyarakat terkhusus chinese dan non muslim. Kala itu, banyak terjadi penjarahan, kekerasan dan bahkan tindak perkosaan yg dilakukan para perusuh kepada etnis ini.