Dalam bahasa Arab, ulama itu berarti kumpulan para pakar. Ulama adalah jamak dari kata "aliim" yang berarti seorang pakar di bidang ilmu apapun. Di Indonesia, kata ulama sudah mengalami pergeseran arti.
Kata ulama yang jamak berubah menjadi tunggal, dan tak perlu menjadi pakar untuk mendapatkan gelar ulama. Penggunaannya pun hanya terbatas pada orang yang dipersepsikan mengerti ilmu agama, walau (sebagian) hanya bermodal hafal beberapa ayat dan atau hadits.
Pergeseran arti kata, dari aslinya bahasa Arab menjadi bahasa Indonesia, adalah hal yang wajar belaka. Hanya saja, setiap orang harus tahu persis ketika menggunakannya.
Ketika disebut kata ulama, kita harus tahu maksudnya: bahasa Arab atau sudah menjadi bahasa Indonesia. Hal ini penting agar tidak terjadi salah persepsi dan agar kita lebih hati-hati.
Contoh:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah, di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (QS. Fathir: 28)
Hadits Nabi Saw.
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Ulama adalah ahli waris para nabi. (HR. Timidzi)
Kata ulama yang ada dalam ayat dan hadits di atas memiliki arti para pakar, bukan berarti ulama yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia. Semoga paham ya, Doel...
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
عن معاذ عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن أخوف من أخاف عليكم ثلاث: جدال منافق بالقرآن، وزلة العالم، ودنيا تقطع أعناقكم
"Dari Mu'adz, Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Ada tiga perkara yang paling aku khawatirkan terhadap kalian: perdebatan orang munafik menggunakan Al-Qur'an, orang alim (intelektual) yang menyimpang, dan kekayaan duniawi yang memenggal leher kalian."
Hadits ini ditemukan dalam kitab Al-'Ilal Al-Mutanahiyah fi Al-Ahadits Al-Wahiyah karya Ibn Al-Jauzi.
Ini menarik. Terutama soal debatnya orang munafik menggunakan Al-Qur'an. Kata munafik memiliki arti menampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran.
Wabah covid-19 jadi kesempatan besar bagi umat beragama untuk memikirkan ulang konsep hubungan Tuhan dan alam raya ini.
Kata Albert Einstein, "Tuhan tidak bermain dadu." Artinya, Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sistem keteraturan yang sangat ketat.
Saking teraturnya, andai satu partikel saja bergeser, maka alam raya ini akan runtuh.
Dalam Islam, ilmu Tauhid mengajarkan manusia untuk menyadari logika dan rasionalitas. Ada silogisme dalam setiap argumentasi pendukung sifat wajib bagi Allah.
Diakui atau tidak, tak sedikit umat beragama yang gagal paham soal hubungan Tuhan dan alam raya. Mereka bahkan berasumsi bahwa Tuhan akan dengan mudah melakukan intervensi dalam kehidupan. Kausalitas tidak berlaku dalam asumsi ini.
Dalam kitab adz-Dzakhiirah, Imam Qurafi menjelaskan bahwa kaidah seluruh hukum terbagi menjadi dua: tujuan (maqshad) dan instrumen (wasiilah). Hukum setiap instrumen sama dengan hukum tujuannya. Contoh: hukum shalat Jumat adalah wajib (maqshad).
Maka, hukum berjalan (instrumen) menuju tempat shalat Jumat adalah wajib juga. Hukum mencuri adalah haram. Maka, berjalan ke tempat pencurian hukumnya juga haram. Begitu pula dengan hukum lainnya: sunnah, makruh, dan mubah.
Yang menarik, dalam hal instrumen, Imam Qurafi (tentu imam-imam lainnya juga demikian) pun membagi dua. Ada instrumen dekat (wasiilah qariibah) dan ada instrumen jauh (wasiilah ba’iidah). Dengan demikian, tidak semua instrumen memiliki hukum yang sama dengan hukum tujuannya.
Theresia Geoshili, umur 80 tahun, tinggal di satu rumah sebatang-kara. Ia hanya ditemani oleh dua ekor burung kenari yang ia beri nama Paula dan Carla.
Carla dan Paula selalu berkicau menemani Theresia di rumah.
Suatu pagi, Theresia jatuh di dapur. Ia tidak berdaya dan merasa akan habis masa hidupnya. Dalam kondisi seperti itu, Theresia terpikir tentang Paula dan Karla. Jika ia mati, siapa yang akan mengurus keduanya. Maka, ia berusaha keras untuk bangkit membuka pintu sangkar.
Theresia berharap Paula dan Carla pergi meninggalkan sangkar agar mereka bisa bebas mencari makan.
Tapi apa yang terjadi? Paula dan Carla malah bertingkah aneh. Keduanya hinggap di kanopi rumah Theresia. Berkicau nyaring sekali. Berisik dan menarik perhatian orang yang lewat.
Pagi2 ada yang tanya: apakah kita harus berjihad di zaman sekarang ini?
Jawab: ya, harus. Tapi jihad harus disesuaikan dengan konteks yang ada sekarang ini. Jihad bertujuan untuk menciptakan hidup yang lebih baik. Untuk diri sendiri dan untuk masyarakat.
"Tidak ada kebaikan sama sekali dalam wacana yang dibicarakan oleh manusia, kecuali orang yang memerintahkan untuk bersedekah, berbuat baik, dan pembicaraan yang mendamaikan sesama manusia...
Dalam kitab Ihya Ulumiddin, Imam Ghazali menjelaskan bahwa salah satu sikap tercela adalah sikap tawashshul (pakai shad, bukan pakai sin).
Tawashshul adalah sikap sok kenal dan sok dekat (SKSD) pada orang lain atau bisa disebut sikap fanatik: mengaku mencintai seseorang atau menjadi pengikutnya, tapi tidak mencontoh keteladanan orang yang dicintai.
Contoh: mengaku cinta pada Nabi Saw., tapi tidak meniru keteladanannya sama sekali.
Sikap ini juga bisa dalam bentuk merasa dekat dengan Allah hingga merasa hanya dirinya yang punya hak mengatasnamakan Allah. Orang lain-bahkan-dianggap sebagai penentang Allah.