Mestinya pemerintah menyempurnakan data statistik Covid-19 dengan data angka kematian probable dan kelebihan kematian akibat pandemi di samping angka kematian terkonfirmasi Covid-19. Bukan malah menghilangkan indikator kematian.
Data kematian menjadi salah satu indikator terpenting untuk melihat buruknya dampak pandemi.
Angka kematian yg selama ini diumumkan oleh pemerintah pun sebenarnya belum cukup untuk mengetahui dampak pandemi.
Fakta di lapangan jauh lebih mengerikan dari data yang dilaporkan.
Catatan LaporCovid19, ada selisih data kematian antara situs provinsi dengan rilis Kemenkes RI.
Untuk bulan Juli 2021 saja, ada 19.000 data kematian yang dilaporkan pemda tidak tercatat oleh pemerintah pusat. Kemana datanya? @jokowi@KemenkesRI@kemenkomarves
Wilayah dengan selisih kematian terbesar (per 7 Agustus 2021)
Jawa Tengah (selisih 9662 orang)
Jawa Barat (selisih 6215 orang)
DI Yogyakarta
Papua
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Kalimantan Tengah
Jawa Timur
Banten
Momen ini didedikasikan untuk seluruh relawan #LaporCovid19, serta untuk semua nakes dan masyarakat Indonesia yang terus menjaga asa di tengah tekanan pandemi.
Doa kami teriring untuk semua yang telah pergi dan keluarga yang telah ditinggalkan.
Perubahan signifikan pada tubuh terjadi ketika kita berhenti merokok. Menurut WHO, setelah 20 menit berhenti merokok, laju denyut jantung membaik dan tekanan darah menurun.
Bahkan, setelah 2-12 minggu, fungsi paru-paru menjadi semakin baik dan peredaran darah juga lancar. Dalam waktu 1-9 bulan sejak berhenti merokok, batuk dan sesak napas juga ikut berkurang.
Ketika fungsi organ tubuh membaik, maka tubuh akan lebih siap melawan penyakit yang diakibatkan oleh virus, termasuk COVID-19.