Perhitungan saya, berbasis data harian BNPB 22-28/9/2021:
Angka positivitas (PR) Jakarta 0,89% Luar Jakarta 11,52% (keterangan rinci di gambar).
Usul, 80 rb PCR/hari dari 851 lab selama 3 pekan, diikuti tracing-treatment, Angka Positivitas akan benar-benar terkendali.
Aminn.
Tes antigen positif, 99,99% PCR nya positif. Kalau beda, masalahnya di alat atau caranya. Bila tes antigen negatif, cukup besar kemungkinan PCR nya positif. Terutama bila kontak erat atau gejala khas.
Bila tes antigen positif, segera ditindaklanjuti, tidak perlu menunggu hasil PCR. Sebaliknya bila tes antigen negatif, baru ditindaklanjuti dengan tes PCR sebelum memutuskan simpulan akhir. Hal ini termuat eksplisit dalam Kepmenkes 3602/2021.
Di area A seperti Jakarta, hanya menghitung PCR, tanpa tes antigen. Yang area A seperti ini seharusnya juga berlaku untuk banyak Ibu kota propinsi. Minimal di Jawa Bali, ditambah kota-kota besar seperti Medan, Makassar, dan yang setingkat.
Di area B, ketika tes antigen negatif, HARUS dikonfirmasi ulang 5 hari kemudian dengan PCR. Baru disimpulkan. Maka, hasil tes antigen negatif, tidak bisa serta merta dihitung sebagai kasus negatif. Simpulan nya berarti dihitung sebagai PCR.
Di area C, bila antigen negatif, maka 5 hari kemudian dikonfirmasi ulang dengan tes antigen lagi, karena memang benar-benar tidak ada akses ke PCR. Area C ini tentu seharusnya sedikit sekali. Mengingat ada 851 Lab jejaring PCR se Indonesia saat ini.
Angka positivitas antigen relatif rendah. Hanya 0,5-1,5% (jarang di atas 1%). Ini sesuai Kepmenkes 4641/2021.
Masalah pertama, tes antigen 4-5 kali lipat tes PCR. Ini terbalik (ingat area A, B dan C). Seharusnya justru tes antigen proporsinya kecil.
Masalah kedua, tes antigen negatif, masuk sebagai pembagi perhitungan PR. Dengan proporsi tes antigen yang jauh lebih tinggi, dan proporsi tes antigen negatif yang sangat besar, maka PR gabungan terlaporkan rendah. Bahkan di pernah <1%. Sangat melenakan.
Masalahnya bertambah, proporsi PCR baru mencapai target harian di Jakarta. PCR nasional mencapai 91% target, Jakarta 11,1 kali target. Rata-rata 49,53% dari PCR nasional itu dilakukan di Jakarta. PCR luar Jakarta 48,70% dari target. Belum memenuhi syarat.
Padahal dalam Kepmenkes 4641/2021, perhitungan PR baru bisa dilakukan bila jumlah pemeriksaan memenuhi target minimal. Bahkan Kemenkes sendiri telah menetapkan strategi, bila PR meninggi, maka PCR juga harus dilipat gandakan target minimal jumlahnya.
Jumlah PCR memang mash kurang. Bila dihitung lebih tepat, rata-rata PR 7 hari terakhir secara nasional adalah 6,19%. Tapi harus hati-hati. Bila dirinci 0,89% di Jakarta ( jumlah PCR cukup), dan 11,52% di luar Jakarta (dengan catatan jumlah PCR kurang).
Bila jumlah PCR ditingkatkan, maka dalam waktu pendek, ada risiko akan meningkatkan PR. Tentu kemudian kita respon dengan pelacakan dan tata laksana kasus. Maka kemudian setelah sekian waktu, maka PR justru akan menurun dengan penurunan yang sebenarnya.
Maka saya usulkan, kita genjot 80 ribu PCR/hari dari 851 lab selama 3 pekan, pisahkan dari tes antigen, maka justru akan lebih jelas bahwa PR kita miming benar-benar dapat dikendalikan.
Aaminn...
@ TDA 29/9/2021
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Banyak pertanyaan hasil tes antibodi paska vaksinasi. Saya selalu jawab "Alhamdulillah, sudah cukup, yang penting sudah ada". Belum ada kesepakatan berapa yang cukup. Bahkan seandainya "rendah sekali" pun, tetap bersyukur sudah ada sel memorinya.
"Kok beda-beda satuannya?"
Karena beda metode pengukuran walau targetnya sama, satuannya bervariasi. WHO menetapkan standar, satuannya BAU/mL. Muncul angka konversi setiap metode. Maka hitung dulu konversinya, menjadi BAU/mL, baru dibandingkan.
"Sebenarnya butuhnya berapa sih?"
Belum ada kesepakatan. Yang ada baru laporan awal. Untuk mencegah gejala ringan pada angka 18 BAU/mL. Pada penelitian tersebut, dirinci lagi per jenis gejala, tapi kisarannya memang pada angka 18 BAU/mL tersebut.
Setelah suntikan pertama, sekitar hari ke 12, antibodi mulai terbetuk. Masih sedikit sekali. Setelah suntikan kedua di hari ke 14 baru meningkat. Hari ke 28 baru mencapai level proteksi terhadap covid bergejala.
Proteksi yang diharapkan dari vaksin covid saat ini adalah mencegah gejala bila terinfeksi covid. Jadi memang masih berisiko terinfeksi, tapi menurunkan risiko mengalami gejala berat. Risiko gejala bagi yg tanpa vaksin sebesar 3x lipat.
Apalagi di hari-hari sebelum 28 hari, maka risiko terinfeksi dan timbul gejala, masih tinggi. Maka tetap harus sangat hati-hati sampai terinfeksi.
Setelah banyak yang tervaksinasi, dapat diperoleh data lebih lengkap ttg daya proteksi vaksin covid.