Apakah Muhammad SAW manusia biasa atau manusia luar biasa? Pertanyaan ini mungkin klise bagi sebagian orang, namun meniscayakan dua konsekuensi teologis yang sangat krusial.
Bila biasa disepakati sebagai kata bermakna "tak bebas kesalahan, kelupaan dan keburukan", maka ada lima asumsi jawaban sebagai berikut :
*Jawaban pertama:*
Dia adalah manusia biasa.* Karena biasa (bisa salah dan lupa), maka ajarannya biasa ( dan lupa). Karena ajarannya (biasa) bisa salah dan lupa, maka ajaran Tuhan yang benar tidak bisa disampaikan.
Karena tidak bisa disampaikan kepada manusia, maka agama yang diajarkannya tak diterima.
Ini bisa diumpamakan dengan orang yang menolak makan martabak yang sama sekali tidak sesuai dengan ekspektasinya tentang martabak yang layak dimakan.
Singkatnya, pemberi jawaban pertama menolak ajarannya dan tak menganggap pembawanya sama dengan manusia lainnya yang bisa salah pikirannya dan buruk perbuatannya.
*Jawaban kedua:*
Dia adalah manusia biasa dan ajarannya juga biasa.* Karena ajarannya biasa, maka pembawanya pun biasa.
Dengan kata lain, seraya menganutnya, tidak menerimanya sebagai benar secara mutlak.
Karenanya, ia tak menganggap semua ajarannya relevan diterapkan dalam setiap konteks, bahkan perlu dikoreksi dan diganti dengan pandangan-pandangan lain yang dinilai lebih logis dan relevan.
Dengan kata lain, pemberi jawaban kedua adalah penganut agamanya, meski mengimaninya sebagai manusia biasa dan ajarannya sebagai ajaran biasa.
Ini bisa diumpamakan dengan orang yang menerima martabak biasa bahkan sangat biasa. Sambil menggerundel menambahkan garam, telur dan beberapa bahan sebelum menyantapnya.
Pemberi jawaban kedua kerap dicerap liberal. Gagasan-gagasan kritis kelompok ini hampir tidak pernah mengalami kemajuan. Setiap tokohnya hampir mengulang-ulang lontaran tentang isu-isu langganan, semacam kritik terhadap apa yang disebutnya “bias gender”
dalam hukum waris, poligami dan semacamnya dalam teks-teks suci, al-Qur’an dan Hadis.
Namun, selain berhadapan dengan masalah metodologi dan epistemologi, kelompok ini bermasalah secara teologis dan logis.
Yang menjadi landasan utama pemikiran kelompok sebenarnya adalah pandangannya tentang kenabian dan Nabi yang dianggapnya sebagai “manusia biasa”.
Salah satu tokoh kelompok ini mengatakan, “Muhammad SAW adalh tokoh historis yg harus dikaji dg kritis, (shingga tdk hanya menjadi mitos yg dikagumi, tanpa memandang aspek beliau sebagai manusia yang banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah).
Menurutnya, karena Muhammad adalah manusia biasa, maka ia tidak imun dari pengaruh di luar wahyu, dan karena itu, kebijaksanaannya selama di Madinah sangat dikondisikan oleh konteks sosial dan sejarah yang spesifik pada saat itu.
Jawaban ketiga:*
Dia adalh manusia biasa (tdk bebas dr kesalahan dan kelupaan), namun ajarannya luar biasa (bebas dr kesalahan).
Bagi pemberi jawaban ini, memuliakan sosok Muhammad, adalh syirik dan memperingati hari kelahirannya adalh bid'ah yg dilakukan oleh orang² sesat.
Karena terlanjur memposisikan logika dan rasio sebagai musuh nomer satu, kelompok ini menafsirkan teks-teks ayat dan riwayat metaforis secara skriptural dan literal, terutama yang berkaitan dengan Tuhan.
Jangan heran bila mereka menafsirkan “istawa ala al`arsy” sebagai “nongkrong di atas singgasana”. Selain tidak perlu diherankan, penafsiran mereka yang visual dan fisikal terhadap Tuhan tidak patut disalahkan, karena ia hanyalah konsekuensi dari sebuah pandangan fundamental, ...
...yaitu bahwa pengawal agama dan perantara Tuhan dengan manusia hanyalah manusia biasa.
Singkatnya, Kelompok ini, meski menganggap Muhammad manusia biasa dan ajarannya biasa-biasa, tetapi menganggapnya sebagai Nabi. Mestinya bergabung dengan kelompok pertama.
*Jawaban keempat:*
Dia adalah manusia luar biasa, namun ajarannya biasa-biasa saja.
Pemberi jawaban keempat ini lebih sibuk memuji sosok Muhammad tapi tak memfilter dan tak mengkritisi teks-teks yang justru merendahkannya dan tidak menolak teks-teks ajaran irrasional yang tak patut disampaikan oleh manusia luar biasa yang bebas dari kesalahan dan keburukan.
Memuliakannya juga menerima teks yang melukiskan dia depresi saat pertama kali menerima wahyu, pelupa, terkena sihir, dan aneka kisah "tidak biasa" lainnya memang terdengar ganjil. Tapi yang berpandangan demikian, bahkan mungkin terbanyak di antara umat.
*Jawaban kelima:*
Bila "biasa" berarti tidak bebas dari salah, lupa dan dosa, jawabannya adalah Muhammad SAW bukanlah manusia biasa. Namun bila "biasa" berarti "normal" dan natural, jawabannya; ya dia manusia biasa.
Muhammad diyakini oleh kelompok kelima sebagai sosok antroposteosis. Ia adalah entitas immanen yang menyejarah sebagai manusia sekaligus transenden sebagai manifestasi eksternal nama-nama dan sifat-sifat Tuhan.
Muhammad SAW adalah manusia sempurna yang merupakan cahaya kedua yang bersih dari prilaku yang bertentangan dengan citra kesucian.
Ia bukan hanya sebuah entitas personal yang pernah hadir dalam sebuah etape masa, namun ia adalah entitas impersonal yang eksistensial.
Kedudukan Jesus yang begitu tinggi dalam teologi Kristiani mengungkap makna antropotesitas ini dalam pandangan sebagian umat Islam. Karena itu, ada harmoni lintas agama dalam pemaknaan tentang hakikat Tuhan dalam emanasi, iluminasi dan gradasi.
Singkatnya, Kelompok kelima ini memandang ajarannya sempurna, karena itu meyakini kesempurnaan pembawanya. Ajarannya luar biasa dan pembawanya luar biasa.
Berdasarkan parameter validitas setiap pandangan , maka yang paling invalid adalah jawaban kedua karena mengimani ajaran yang tak bebas dari dugaan reduksi dan kesalahan alias biasa saja yang diwartakan oleh orang biasa yang tidak terjamin kebenarannya secara mutlak.
Namun yang lumayan invalid adalah jawaban ketiga, karena tidak menyadari bahwa keluarbiasaan sebuah ajaran adalah konsekuensi niscaya keluarbiasaan pewartanya.
Sedikit lebih baik dari jawaban ketiga adalah jawaban keempat yang melukiskannya sebagai manusia luar biasa kendati banyak info tentang perilakunya yang terkesan justru bertentangan dengan ajaran.
Sedangkan yang paling valid adalah jawaban kelima, karena mengimani ajaran yang luar biasa yang diwartakan oleh orang yang diyakini suci.
Imam Ali as t'lah berkata : "Semalam s'blm trjadi perang Badar, saya mimpi berjumpa dg
Nabi Khidir as,
saya bilang pdnya:
'Ajarkan kpdku s'suatu
yg dgnya saya beroleh kemenangan atas musuh.'
Dia berkata kepadaku : 'Ucapkanlah Yâ Huwa yâ man lâ Huwa illa Huwa'
[Wahai Dia, wahai yg tdk Dia slain Dia].
Saat pagi dtg saya cerita mimpi tsb kpd Rasulullah Saw, lalu beliau berkata: 'Wahai Ali, engkau tlah diajari nama yg agung.'
Nama Allah Yang Agung, tiada tauhid selain Dia
Huwa (Dia). Huwa adalah sebuah nama yang ditujukan kepada yang gaib, huruf 'Ha' yang ada pada 'Huwa' adalah
'tanbih' atau peringatan atas makna yang tetap, wawunya isyarat kepada yang gaib yang tidak dapat dijangkau oleh indra, ...
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka kembali ke jalan yang benar.
[2:18]
Pandangan seorang Sufi terhadap orang-orang yang menganiaya dirinya,
selalu dalam bingkai pandangan Ilahi.
Aniaya yang dilakukan orang jahat
padanya, akan mengantarkannya berpikir pada kuasa Ilahi, tak kan berpikir
tentang alat yang digunakan si orang jahat itu.
Seperti kata Bayazid Basthami, “Sudah tiga puluh tahun saya bercakap-cakap
dengan Tuhan, dan mendengarkan sesuatu dariNya. Namun orang-orang
menyangka saya berbicara dengan mereka dan mendengarkan mereka.”
Agus adalah tipe orang yang berpikir simple dan cenderung meremehkan teori bahkan tak jarang mencemooh analisa dan segala pernyataan ilmiah dengan menyebutnya ruwet, lebay, sok ilmiah, sok filosofis, tidak aplikatif, tidak praktis dan ucapan-ucapan senada.
Suatu hari setelah menerima gaji awal bulan Agus mengambil keputusan membeli sebuah alat elektronik merek ternama yang belakangan ini diiklankan secara gencar di televisi.
Kisah Bule Australia Masuk Islam karena Maulid Nabi
✍Gus Nadirsyah Hosen
Tanggal 5 Februari 2000, Mr. Ian Cameron Robertson saya bimbing mengucapkan dua kalimah syahadat di Masjid UNE (University of New England).
Ini salah satu peristiwa unik dalam hidup saya bertemu dengan Robo, begitu ia biasa dipanggil.
Robo merupakan kawan lama Mr Ian Lewis (Pak Usman), yang terlebih dahulu memeluk agama Islam dengan menikahi Mbak Ratna Wijayanti (Rina).
Suatu saat Robo berkunjung ke kediaman Pak Usman dan Mbak Rina di Uralla satu kota kecil di dekat Armidale, NSW. Karena merupakan sahabat lama, Robo sudah hafal betul sikap dan sifat Pak Usman dulunya.
Ada seorang pemuda datang menemui salah satu seorang Waliyullah yang hidup fakir miskin.
Pemuda itu bertanya:
"Wahai tuanku, tolong beritahu aku bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui bahwa diriku tergolong orang yang beruntung atau orang yang celaka?"
Beliau menjawab:
"Wahai putraku, tanda yang membedakan antara kelompok orang yang beruntung dan orang yang celaka adalah shalawatnya kepada Baginda Nabi SAW."
"Koreksilah dirimu sendiri, jika engkau istiqamah bershalawat kepada Nabi SAW, ketahuilah bahwa engkau tergolong orang yang beruntung di dunia dan akhirat.