Wanita hebat di balik suksesnya Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri.

KH. Abdul Karim atau Mbah Manab lahir di desa Diyangan, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah pada tahun 1856, dan wafat di Lirboyo Kediri tahun 1954. Beliau belajar ilmu Agama atau Ngaji di banyak Pesantren,
dan yang paling lama ngaji kepada Syaikhona Kholil Bangkalan Madura kurang lebih selama 23 tahun.

Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim di suruh keluar/boyong oleh Mbah kyai Kholil untuk - meneruskan pencarian ilmu di Pondok lain.
Karena Mbah Kholil merasa ilmu yang ia miliki sudah habis di ambil oleh Mbah kyai Manab atau mbah kyai Abdul Karim.

Kemudian Mbah Manab pergi ke Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jatim, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, yaitu KH. Hasyim Asy’ari.
Di pondok Tebuireng selain belajar Mbah Manab juga mengajar ilmu Nahwu-Shorof kepada santri Tebuireng selama 6 tahun.

Di waktu yang sama seorang Kyai Sepuh asal Banjar Melati Kota Kediri yang bernama mbah Kyai Sholeh datang ke Bangkalan Madura menemui Kyai Kholil,
sowan dan meminta kepada Kyai Kholil untuk mencarikan jodoh salah satu putrinya yang bernama Khodijah.
Kyai Kholil berkata kepada Kyai Sholeh bahwa calon menantunya itu sekarang berada di Tebuireng Jombang.

Segera Kyai Sholeh menyusul ke Tebuireng Jombang.
Setibanya di Tebuireng Kyai Sholeh menemui Kyai Hasyim Asy'ari guna menawarkan jodoh putrinya itu kepada Kyai Abdul Karim. Tidak ada kata lain bagi Kyai Abdul Karim ketika di jodohkan, selain kata “Enggeh” (Iya).
Akhirnya tepat tahun 1908 Kyai Abdul Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti Kyai Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh.
Selisih usia mereka memang jauh, Kyai Abdul Karim sudah berusia 50 tahun lebih dan ibu Nyai Dlamrah masih 15 tahun usianya.
Mereka tinggal di Banjar Melati (rumah Kyai Sholeh).

Meski sudah menjadi menantu Kyai Sholeh, Mbah Abdul Karim masih tetap pulang pergi mengajar di Tebuireng.
Kemudian Kyai Sholeh berinisiatif membeli sebuah tanah di daerah Lirboyo lalu membuatkan gubuk kecil seukuran 3x4 meter dengan dinding terbuat dari anyaman bambu dan atap dari daun lamtoro, guna diperuntukkan menantunya itu untuk tempat mengajar santrinya.
Waktu itu sudah ada 2 santri dari Magelang yang ikut kyai Abdul Karim.
Dua tahun kemudian Kyai Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke tempat baru, di sebuah desa yang bernama Lirboyo, tahun 1910 M.
Pergi ke Lirboyo diantar oleh sang mertua dengan mengendarai Delman (dokar) dan membawa 2 orang santrinya tadi. Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren Lirboyo.
Perkembangan selanjutnya gubuk yang terbuat dari dinding anyaman bambu kemudian di ganti dengan kayu jati,
dan di bangunlah Masjid untuk belajar santri. Kelak masjid ini di kenal dengan sebutan Masjid "Lawang Songo" karena jumlah pintunya ada sembilan.
Ketika santrinya semakin banyak, Kyai Abdul Karim didatangi oleh utusan dari Magelang tempat kelahiran beliau yang
memintanya untuk pulang ke Magelang dan mendirikan pesantren di sana serta disediakan Masjid, Rumah dan tanah yang bisa menunjang kehidupan beliau.
Kemudian Kyai Abdul Karim menyerahkan keputusan itu kepada Nyai Dlomroh untuk menjawabnya.
Nyai Dlomroh pun menjawab dengan ucapan yang ditujukan kepada Kyai Abdul Karim :
“Kyai, kalau njenengan pulang ke Magelang silahkan, tapi pulangkan saya ke bapak saya. Tapi bila njenengan tetap di sini maka njenengan Fokus Ngaji dan ngopeni santri mawon,
sementara untuk urusan ma’isyah (kebutuhan hidup sehari-hari) saya yang memenuhi dan menyanggupi.”
Demikianlah, akhirnya Kyai Abdul Karim tetap berada di Lirboyo dan Nyai Dlomroh setiap harinya berangkat ke pasar Bandar untuk berjualan kebutuhan dapur,
lalu kulakan ( membeli ) dari daerah pegunungan Besuki kemudian di jual lagi di kota, dan juga usaha jualan kain batik yang langsung dibatik dengan tangan beliau sendiri kemudian di kirim ke beberapa daerah di Solo dan Pekalongan yang memang daerah sentra industri batik.
Seiring waktu, beliau mulai menyewa sawah yang ternyata sukses sehingga bisa untuk modal membeli sawah sendiri bahkan bisa membeli tanah yang berada di sekitar tempat tinggal beliau.
Alhasil, semua tanah komplek Asrama Santri Pondok Pesantren Lirboyo yang lama dan yang kemudian
ditinggali oleh putri-putri dan cucu beliau di Lirboyo adalah hasil dari jerih payah ibu Nyai Dlomroh.
Dari pernikahan Kyai Abdul Karim dengan Nyai Dlomroh di karuniai 8 orang putera-puteri, diantaranya :
1. Hannah (istri Kyai Abdulloh Sirodj)
2. Nawawi (meninggal sejak kecil )
3. Salamah (istri Kyai Manshur Anwar)
4. Abdulloh (meninggal sejak kecil)
5. Aisyah (istri Kyai Jauhari Fadhil)
6. Maryam (istri Kyai Marzuqi Dahlan)
7. Zainab (istri Kyai Mahrus Ali)
8. Qomariyah (istri Kyai Zaini Munawwir)
Semoga amal jariyah beliau Diterima oleh Allah SWT dan
kita mendapatkan berkah dari pancaran keikhlasan dan ilmu dari KH. Abdul Karim dan istrinya serta para putera dan cucu penerusnya.
Aamiin Aamiin yaa Rabbal'alamin...
Sumber cerita dari:
Almaghfurlah KH. Abdul Aziz Manshur (cucu Kyai Abdul Karim dan Nyai Dlomroh),
disampaikan pada tahun 2013, di Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyi'in Paculgowang, Diwek, Jombang.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Sejarah Ulama

Sejarah Ulama Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @SejarahUlama

14 Oct
[Utas] Jenazah Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik naik ke atas dan berjalan sendiri tanpa ada yang mengangkat

Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik adalah sosok Wali Qutub yang luar biasa. Beliau khalwat kurang lebih 15 tahun. Image
Haul beliau menjadi salah satu haul terbesar di Indonesia. Makamnya diziarahi para habaib sedunia. Menurut Guru Sekumpul, ada 3 orang auliya Allah yang nama dan maqomnya sama yaitu, Habib Abu Bakar bin Abdullah Alaydrus, Habib Abu Bakar bin Abdullah aL-Atthos,
Habib Abu Bakar bin Muhammad Asseghaf Gresik.

Ada cerita sangat menakjubkan tentang beliau. Saat semua penduduk Kota Gresik sepi mensholati jenazah beliau, ada seseorang bapak membeli daging kambing di Pasar Gresik. Kemudian bapak itu tanya kepada penjual daging,
Read 8 tweets
14 Oct
[utas] ADAB MBAH DULLAH KEPADA GURUNYA

Mbah Dullah (KH Abdullah Salam) Sewaktu akan memberi sambutan, tiba2 turun dari panggung, padahal didepan panggung sudah duduk para kiai, pejabat pusat maupun daerah dan ribuan santri maupun tamu undangan, Image
Mbah Dullah turun dan ngeloyor pergi menemui penjual dawet dipinggir jalan. Mbah Dullah dg ta’dzim menyapa penjual dawet dan mencium tangannya.

Ribuan pasang mata menyaksikan peristiwa itu, mereka bertanya-tanya siapakah penjual dawet ini, sampai mbah Dullah seorang kiai sepuh
dan kesohor waliyullah dari Kajen-Margoyoso, Pati, Jwa Tengah ini mencium tangannya. Setelah mencium tangan penjual dawet, mbah Dullah kembali lagi ke panggung dan berpidato dg singkat :

” Tawasul itu penting untuk nggandengkan taline gusti Allah,” sembari mensitir ayat .
Read 8 tweets
13 Oct
G u s , adalah istilah Pesantren untuk menyebut anak kiai yang belum pantas dipanggil k i a i (walau sudah tua sekalipun, seperti halnya gus mus).

Boleh jadi setelah fenomena Gus Mik (KH. Hamim Jazuli) dan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), rahimahumãLlãh, Image
istilah/ sebutan itu menjadi berubah atau kacau. G u s menjadi semacam gelar yang sering dianggap lebih tinggi ketimbang k i a i . Maka hingga dukun pun --yang dulu suka menyebut diri sebagai Kiai atau Ki-- kemudian lebih suka dipanggil Gus. 😅
Dalam gambar: gus mus sedang nggedobos, membual, di hadapan putra-putra kiai yang mulai 'membingungkan' panggilan mereka (dipanggil g u s atau k i a i): Yahya Cholil Staquf bin KH. Cholil Bisri (PP. Leteh Rembang); Ahmad Sa'id bin KH. Asrori Ahmad (PP. Wonosari Magelang);
Read 4 tweets
13 Oct
Jangan Tegang Soal Pemilihan Pimpinan Di NU

Kepemimpinan di NU itu sangat unik, tidak bisa ditebak. Mari perhatikan perjalanannya:

1. Saat Kiai Wahab sudah sepuh para Muktamirin memilih KH Bisri Syansuri, namun beliau
mengundurkan diri dan tidak mau menjadi Rais Am selama Kiai Wahab masih sugeng (hidup).

2. Pada Muktamar 27 di Situbondo sebenarnya pr kiai sepuh sudah saling tunjuk antara Kiai As'ad, Kiai Mahrus & lainnya. Semua saling menolak sambil bercanda dengan membawa2 Malaikat segala.
Para kiai sudah menghendaki Kiai Sahal Mahfudz sebagai Rais Am, tetapi Kiai As'ad lebih condong kepada Kiai Ahmad Siddiq, akhirnya beliau terpilih bersama Gus Dur pada tahun 1984.

3. Muktamar di Cipasung 1994 yang paling 'menegangkan',
Read 11 tweets
1 Oct
[utas] AMALAN BARANG YANG HILANG AGAR BISA KEMBALI

(Ijazah Kyai Ma'shum Ahmad Lasem)

Jika kehilangan barang lekaslah membaca amalan dari mbah ma'shum ahmad yang insyaa Allah mujarab, Sudah banyak orang yang membuktikannya.
Buktikan sendri keajaiban dalam hidupmu setelah mengamalkan amalan dari beliau.

Barang yang hilang entah sekian lama sekian bulan atas izin Allah SWT tiba2 kembali.

Dengan membaca penggalan ayat dari surat ad'dhuha.

"WA WAJADAKA DHOOOLAN FA HADAA."
(Dan dia mendapatimu seseorang yg bingung lalu DIA memberikan petunjuk).

Ayat tersebut dibaca 8x.

Dengan membaca surah ayat tsb insyaa Allah barang kita yg hilang akan kembali, setidaknya Allah SWT akan mengganti barang yang sesuai persis dengan barang yang hilang.
Read 4 tweets
14 May
Cara Gus Dur Merangkul Papua
.
Cara K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menangani Papua saat jadi presiden ke-4 RI kerap dipuji banyak pihak bahkan warga Papua sendiri. Pada masanya, tak ada gejolak berarti di bumi cenderawasih.

Lanjut... Image
Dinukil dari buku berjudul Gus Durku, Gus Durmu, Gus Dur Kita karya Muhammad AS Hikam, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Wiranto melaporkan pada Gus Dur tentang pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) Bintang Kejora.
.
Gus Dur saat itu kemudian bertanya pada Wiranto, apakah dalam pengibaran tersebut, juga ada Bendera Merah Putih yang dikibarkan? “Ada hanya satu, tinggi,” sebut Wiranto. Gus Dur kemudian meminta Wiranto untuk membiarkan saja bendera Bintang Kejora berkibar.
Read 10 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(