Sebisa mungkin, twitter jadi ajang latihan menulis.
Menulis penggalan-penggalan di twitter meski sebuah utas, bukanlah tulisan yang utuh.
Menulis opini secara utuh, butuh koherensi per paragraf. Dari paragraf pertama ke paragraf kedua sampai paragraf akhir (kesimpulan), perlu menjaga alur agar ide tetap terjaga, ide utama.
Paragraf pertama, paragraf pembuka. Paragraf pertama menegaskan ide utama dari tulisan kita. Paragraf pertama juga harus "wah", untuk menarik pembaca bertahan sampai akhir. Paragraf pertama dan akhir, harus ada sinergi.
Saya kasih contoh lagi tulisan saya di @hariankompas usai @jokowi menang Pilgub DKI 2012.
Paragraf pertama, harus mampu menyedot perhatian pembaca hingga tak beranjak sampai akhir tulisan. Per paragraf harus ada kata kunci masuk ke paragraf berikutnya.
Tak semua wartawan bisa menulis opini, apalagi menulis opini atau esai di koran sekelas @hariankompas. Wartawan bisa saja menulis berita tapi belum tentu bisa menulis opini atau esai. Ini fakta. Fakta banyak wartawan yang masih kedodoran dalam menulis opini, esai atau features.
Bagi adik-adik mahasiswa (saya tembus koran Kompas pas semester 4) dan kawan-kawan yang ingin tulisannya tembus koran nasional seperti @hariankompas, jangan terjebak stigma lama, bahwa menulis di media massa harus sesuai dengan ideologi media tersebut. Gak 100 % benar.
Jangan beranggapan bahwa koran @hariankompas milik orang Katolik atau sering ada olok-olok, Kompas itu Komando Pastor.
Saya menulis sastra Islam, tembus juga. Waktu itu halaman pertama ada opini Cak Nur, di dalam ada tulisan saya dan cerpen Umar Kayam.
Waktu di Media Grup, ada pelatihan menulis editorial selama tiga hari di Pelabuhan Ratu. Hari terakhir lomba menulis editorial Alhamdulillah saya juara dan jadi penulis editorial, yang disiarkan Metro TV.
Dia @henrysubiakto gak terlatih menulis. Logika bahasanya berantakan.
Menulis itu seperti orang latihan silat dan sepak bola. Semakin rajin latihan, semakin bagus gerakannya. David Beckham, konon latihan free kick, bisa 500 kali dalam sehari.
Mari membaca dan menulis. 60 % membaca, 40 % menulis.
Saya sangat sadar, utas seperti di atas, akan sepi komentar. Tak apa. Niatnya berbagi tips menulis. Kalau nulis utas politik, kritik @jokowi, akan banjir komen.
Bertwitter itu sebisa mungkin, berbagi pengetahuan bukan berbagi ghibah dan fitnah.
Orang yang sering mengaku jago matematika, mengaku pelahap eksakta, tak jaminan kalau menulis opini, esai, features, jago juga logika bahasanya.
Menulis itu gampang, kata Arswendo. Tapi sebenarnya, gak gampang-gampang juga.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Hari ini ada tiga jamaah masjid ke rumah. Persoalan gak jauh dari soal ekonomi.
Sore ini, Kang Acep ini setiap hari cari rongsokan.
Kang Acep ini cari rongsokan pakai karung. Minta dibantu beli gerobak dll Rp500 ribu. Insya Allah saya bantu. Dua minggu penghasilannya cuma Ro150 ribu.
Hampir setiap hari, ada saja yang mau pinjam uang. Mereka pikir saya orang kaya. Padahal saya orang tak punya.
Istri malah ngledekin pas orang-orang kampung pulang.
Orang yang sudah berjumpa Rasulullah SAW dalam mimpi tidurnya, tentu akan merasakan rimbunan getar cahayanya, merasakan kelembutan tutur katanya, merasakan dekapan kasih sayangnya, merasakan kerinduan yang dalam untuk selalu bertemu sosok manusia yang amat mulia itu.
Rasulullah kadang menjenguk kita dalam rakaat sembahyang. Ketika kita melafalkan sholawat, kadang Rasulullah menjawab sambil tersenyum, sambil mendekap jasad kita. Senyuman dan dekapan Rasulullah, terasa teduh dan meneduhkan, menembus tulang sumsum kita, merayap dalam jiwa.
Hakikat bacaan tahiyat di dalam sholat adalah dialog Rasulullah SAW dengan Allah SWT. Sebuah percakapan agung antara Sang Khalik dengan hamba pilihan. Sebaik-baik penciptaan adalah Nabi Muhammad SAW. Resapi, betapa Allah menjawab salam Rasulullah dengan kalimat amat mulia itu 👇
1. Dua akun @syam_she @sarjan_tbn yang fitnah saya, sy minta klarifikasi, langsung block saya. Saya akan lawan para penyebar fitnah. Gampang sekali sebar fitnah. Dulu kasus TKW Saudi, yang VCS mesum, pun bukan saya, tapi saya dituduh. Saya tak saling follow dengan @Mikhamikha21
2. Kali ini tak bisa didiamkan. Jumat ada santunan, Sabtu antar istri, Ahad ada kajian anak yatim, proses laporan @HarryRidwan_Ay yang fitnah saya, baru lusa, Senin. Para pemaki dan pemfitnah, tak bisa dibiarkan.
Jika @syam_she @sarjan_tbn jantan, pertanggungjawabkan fitnahnya
3. Penuturan TKW Saudi ke @logic_editor yang VCS mesum, cluenya orang yang suka bikin tagar. Tapi kenapa saya yang dituduh?
Kali ini, para pemfitnah, tak bisa didiamkan. Apa gak takut dosa?
Check and recheck, itu dibutuhkan ketika menyerap informasi.
Jika Si A dituduh korupsi oleh Si B, kita harus menyerap informasi juga dari Si A.
Jangan ambil kesimpulan bahwa Si B benar jika belum melakukan wawancara dengan Si A.
Check and recheck, cover both side, itu harus dilakukan bagi para pewarta. Salah besar jika menyebarkan informasi hanya dari satu pihak.
Kalau gak punya pengalaman soal saluran informasi, ya harus belajar.
Sekelas tokoh publik, kiai masyhur atau habaib, jika melakukan statemen tentang orang yang terkena masalah hukum, harus dikonfirmasi kepada pihak yang dikomentari. Gak boleh sepihak.