MEMAKNAI UNIVERSALITAS NABI SAW DALAM SATU BAIT BURDAH
محمد سيد الكونين و الثقلين و الفريقين من عرب و من عجم
Salah satu cara memeringati secara intelektual kelahiran Nabi Muhammad Saw adalah dengan menggali nilai universal kenabiannya.
Salah satu nilai menakjubkan yang dapat digali dari Nabi Muhammad Saw terkandung dalam Al-Burdah. Konon ada pengalaman spiritual di balik nama Al-Burdah yang secara etimologis bermakna ‘selendang’.
Di Indonesia, Al-Burdah yang sering dilantunkan terutama oleh kaum Nahdliyin adalah salah satu magnum opus Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri, seorang sufi keturunan Berber yang lahir di Maroko.
Al-Burdah telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Indonesia/Melayu, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia.
Salah satu bait dalam bunga rampai kasidah Al-Burdah berbunyi “Muhammad adalah pemimpin dua alam dan pusaka berat serta pemimpin dua kelompok manusia, ras Arab dan Ajam (non-Arab).
Bait ini dipahami secara denotatif sebagai pujian kepada Nabi teragung Muhammad Saw. Beliaulah pemimpin universal lintas ruang dan waktu serta ras.
Tapi boleh jadi, bait tersebut adalah pernyataan yang konotasinya mengisyaratkan fakta unik Nabi, yang tidak dipahami oleh banyak orang. Universalitas kepemimpinannya tak terlepas dari fakta universalitas dirinya secara geneologis.
Secara geneologis garis nasab Nabi Saw berasal dari pasangan suami non-Arab dan istri Arab. Faktanya, dia lahir dalam keluarga besar Abdul-Mutthalib, ayah Abdullah dan Abu Talib.
Fakta kedua, Bani Abdul-Mutthalib adalah salah satu cabang Bani Hasyim yang merupakan klan terbesar dalam suku Quraisy bersama Bani Umayyah.
Fakta ketiga, Quraisy adalah suku yang diarabkan (musta’rib) karena pernikahan kedua Nabi Ibrahim As yang datang dari Babilonia dengan Hajar, perempuan Arab penduduk asli Mekkah yang melahirkan Nabi Ismail As.
Atas dasar itulah, bila ditelusuri nasabnya berasal dari Nabi Ibrahim yang bukan dari ras Arab, Nabi Muhammad bukan dari Arab asli alias musta’rib.
Bila dilihat dari Hajar, neneknya yang merupakan anak perempuan seorang raja Maghrib yang masih keturunan Nabi Shaleh, maka Nabi Muhammad Saw adalah orang Arab. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Hajar bukan dari ras Arab tapi puteri dari seorang fir’aun (penguasa Mesir).
Pesan utama di balik bait “Muhammad adalah pemimpin kaum Arab dan Ajam” adalah pernyataan yang menyampaikan pesan universalitas dan kesetaraan.
Kita patut bangga dengan budaya khas bangsa Indonesia tanpa mencemooh budaya Arab dan bangsa mana pun. Tak semua budaya Arab adalah budaya Islam, dan tak semua budaya Islam adalah budaya Arab.
Budaya Arab adalah budaya yang hanya relevan dalam masyarakat Arab sedangkan budaya Islam, termasuk maulid, berlaku dalam semua masyarakat Muslim di manapun dan suku apa pun.
Tanpa peran orang-orang ajam, seperti Persia dan Nusantara, Islam tak akan mendunia. Tanpa Islam yang mendunia, Arab juga tak dihormati oleh bangsa-bangaa lain.
Terlepas apakah kita setuju atau tidak terhadap universalitas geneologis Nabi Muhammad Saw yang disarikan dari bait Al-Burdah di atas, Islam adalah agama universal lintas ruang dan waktu juga lintas etnis serta budaya.
اعلم، أن القلب كالبيت، ان حل فيه الحال عمره، وان لم يحل فيه احد خرب، والذكر والطاعة للقلب عمارة، والغفلة والمعصية للقلب خراب، ومن ازداد ذكره وطاعته، ازدادت حياة قلبه، ومن ازداد غفلة وقلة ذكر، مات قلبه.
"Ketahuilah bahwasanya hati itu ibarat seperti rumah. Kalau ada yang menempati nya, maka akan di makmurkan, dan kalau tidak ada yg menempati nya, maka akan rusak.
Dan dzikir serta keta'atan merupakan kemakmuran bagi hati, dan kelalaian (kepada Allah) serta kemaksiatan merupakan kerusakan bagi hati. Barang siapa yang bertambah dzikir dan keta'atan nya, maka akan bertambah pula kehidupan hati nya,
Kaum Muslimin diajarkan mengawali segala aktivitasnya dengan menyebut nama Allah. Itulah yang membuat mereka sepakat tentang kemuliaan Basmalah. Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahmanirrahim, perbuatan mubah menjadi ibadah dan pelakunya pun beroleh pahala.
Basmalah bukan hanya kalimat yang diucapkan tapi sekaligus deklarasi kesadaran bahwa Kasih Tuhan adalah dasar bagi semua aktivitas manusia.
Tapi sadarkah kita ada yang sengaja membuang Bismillah, (password semua perbuatan baik) dari Alfatihah seraya menganggapnya bukan bagian dari wahyu suci dan memasukkan kata dari luar Alfatihah ke dalamnya?
Seorang Arif selama 30 tahun selalu membaca dzikir Astagfirullah!
Seseorang murid yang memperhatikannya berkata kepadanya:
"mengapa anda begitu banyak beristighfar, padahal kami tidak pernah melihat anda bermaksiat.?"
Beliau menjawab: "30 tahun istighfarku untuk ucapan "Alhamdulillah" yang tidak pada tempatnya!! ."
"suatu hari diberitakan bahwa pasar Bashrah telah terbakar. Kemudian saya bertanya: "bagaimana dengan ruanganku?"
Mereka menjawab: "milikmu tidak terbakar"
Saya pun berkata: "Alhamdulillah"
"Artinya yang penting milikku tidak terbakar, adapun milik masyarakat maka tidak penting.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata nyaman adalah segar. Arti lainnya dari nyaman adalah sehat. Contoh: badannya berasa nyaman disinari matahari pagi.
Rasa nyaman seringkali menyebabkan kita berusaha sangat keras untuk mendapatkannya, pengorbanan terus dilakukan karena sebagian besar manusia sudah menetapkan bahwa rasa nyaman ini adalah tujuan utama hidup kita semua, sehingga setiap fokus pikiran dan langkah kita,
kita arahkan untuk mendapatkan tujuan ini, tetapi kita tetap perlu berhati-hati karena rasa nyaman ini justru bisa menjerumuskan kita bila kita tidak menyikapi rasa nyaman ini dengan bijak dan tegas.
Pesan Penting Dalai Lama di Hadapan Muslim Suni dan Syiah
20Jun 2019
“Semua agama menyerukan pesan cinta,” kata Dalai Lama. “Seorang imam di Turtuk, desa paling utara di India, mengatakan kepada saya bahwa seorang muslim harus mencintai setiap makhluk Allah.”
Ucapan itu disampaikan Dalai Lama XIV di hadapan 350 muslim suni dan Syiah dalam konferensi bertajuk Celebrating Diversity in the Muslim World pada medio Juni 2019 di New Delhi, India.
Meski tidak pernah mendengar perselisihan antara muslim suni dan Syiah di India,
Dalai Lama tahu bahwa di belahan bumi lain pengikut kedua kelompok ini saling membunuh. Dalai Lama merasa terpukul bagaimana hal itu bisa terjadi di antara orang-orang beriman, menyembah Tuhan, membaca kitab suci, dan menjalankan salat lima waktu yang sama.