Teguh Faluvie Profile picture
Nov 18, 2021 268 tweets >60 min read Read on X
MELATI

-Bagian 7.0-

HORROR(T)HREAD
Based On True Story!

“Kecantikan yang selalu disebut dengan anugerah, bisa saja menjadi sebuah musibah”

----------

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @diosetta

#bacahoror #ceritahoror #ceritahorror Image
Hai selamat malam, kembali lagi saya akan melanjutkan cerita Melati. Sepertinya kalian sudah tidak sabar cerita ini berakhir, tenang semua ada waktunya termasuk berjumpa dalam sebuah cerita, dan akhirnya malam ini bisa berlanjut ke Bagian 7.0!
Bagian 7 ini saya bagi dua bagian, karena ceritanya terlalu panjang dan jika diselsaikan malam ini juga memakan waktu yang cukup lama, semoga teman-teman mengerti, dan berbeda dengan malam biasanya saya membagikan link cerita Bagian sebelumnya.
Teman-teman bisa ke Bio saya dari Bagian 1-6 sudah ada di kolom tab like paling kanan klik, kumpulan semua cerita yang sudah saya bagikan ada disitu, lengkap.
Seperti biasanya juga cerita lainya dengan judul baru kalian bisa baca duluan di KaryaKarsa. Oh iyah, jika ada yang ingin kasih TIP juga bisa disana dan itu sangat berharga untuk saya. Klik link dibawah yah. TERSEDIA E-BOOK setiap ceritanya. 👇

karyakarsa.com/qwertyping
Dan ini cerita Baru saya, yang masih hangat dan bisa teman-teman baca terlebih dahulu.

karyakarsa.com/qwertyping/ded…
Ini Bagian 2 dan akan terus belanjut!

karyakarsa.com/qwertyping/ded…
Sebelum saya mulai, yuk sempatkan untuk bagikan cerita ini dengan cara retwett supaya semakin banyak yang baca.

Oke, tanpa berlama-lama lagi, izinkan saya melanjutkan cerita Melati, Sebuah Kisah Cantika Dewi Sukma – Bagian 7.0 selamat membaca!

***
Aku yang memperhatikan Danang, dari raut wajahnya seperti sangat berat dengan pikiranya sendiri, dari tatapan penuh kecemasan pada Cantika dan itu terlihat jelas tidak bisa disembunyikan oleh Danang.

“Semoga tidak seperti itu Nang” Ucapku perlahan.
“Ga apa Dayat sama dengan Pak Yanto?” Tanya Danang tiba-tiba.

“Maksudnya Nang? Sama gimana?” Jawabku yang tidak paham apa yang dimaksud sama oleh Danang.

“Maksudku apa Dayat juga tahu persoalan dibalik ini semua yang kita bicarakan Ga?” Ucap Danang.
Langsung saja aku berdiri dan berjalan menuju pabrik, karena dari jauh aku melihat salah satu pekerja yang sudah dua kali melihat ke arahku dan juga Danang, yang aku takutkan pekerja itu nantinya bicara sama Pak Yanto atau Mang Dayat.

“Kenapa jalan Ga?” Tanya Danang.
“Sudah cek dulu saja barang pesananmu Nang, nanti aku jawab di mobil saja sedari tadi ada memperhatikan kita, takutnya lapor sama Bapak dan Dayat” Jawabku menjelaskan sambil terus berjalan.

Danang langsung saja melihat pesanan ketika masuk kebagian penyimpanan barang,
dengan sangat teliti Danang memperhatikan dan tidak jarang memegang langsung barang yang sesuai dia pesan sebelumnya.

“ini buat kemana sih Nang?” Tanyaku.

“Buat temanya Bapak aku Ga, kebetulan satu kota dengan kota dengan tempatku pesantren sekalian aja aku yang urus, -
- lumayan buat bekal Ga” Jawab Danang.

Beberapa kali pekerja Pak Yanto menjelaskan kepada Danang bahwa barang pesanan tidak akan lama lagi dikirim sesuai alamat yang sebelumnya sudah Danang bicarakan dengan Pak Yanto.

“Sudah ayo ke rumah” Ucap Danang.
Aku langsung mengikuti langkah Danang, dan langsung masuk ke dalam mobil untuk kembali ke rumah Cantika.

“Nang soal Dayat…” Ucapku.

“Iyah bagaimana orang itu Ga, kayanya diam-diam seperti mencurigakan pada tiap omonganya loh Ga” Jawab Danang, sambil kembali menyalakan rokok,
kemudian mobil berjalan perlahan.

“Dayat orang lama Nang, dulu sama almarhum Bapak aku semua diajarkan semuanya disini, jadi wajar Dayat orang kepercayaanya Yanto, namun segala hal bisa saja dia perbuat untuk Yanto Nang” Jawabku.

Danang langsung bengong melihat ke arahku,
kemudian kembali tatapanya ke arah depan.

“Sebentar siapa Darto? Aku pernah dengar cerita dari Bapak aku Ga, katanya dulu yang ikut membesarkan namun tidak lama meninggal karena sakit yang aneh begitulah” Ucap Danang.

“Darto Bapak kandung aku Nang, Ibuku kamu ingatkan -
- masih adiknya Pak yanto” Ucapku perlahan.

Danang langsung seperti tidak enak hati mendengar jawaban dari aku.

“Ga maaf, aku tidak bermaksud, cuma beneran bapak aku pernah cerita soal almarhum bapak kamu Ga, dan seperti itu” Jawab Danang

“Tidak usah minta maaf Nang, -
- memang benar adanya seperti itu” Ucapku sambil tersenyum.

“Ini alamat pondok aku, kirimi aku surat saja soal Cantika yah Ga, kirim ke kantor pos dan aku akan cari tau juga orang yang di suruh sama pak Kiai guruku Ga” Ucap Danang sambil memberikan secarik kertas alamat.
Tidak lama mobil sudah masuk kembali ke halaman rumah Cantika, aku langsung turun dan berjalan ke dapur duluan karena Danang yang menyuruh dan mengerti keadaanku disini seperti apa.

Di dapur ternyata baru saja selesai dan orang tua Danang juga orang tua Cantika kembali ke dalam
setelah selesai makan bersama, hanya menyisakan Mang Dayat dan Cantika saja.

“Lama sekali Ga, cek genteng atau ngecek apa?” Tanya Dayat dengan nada sangat keras.

“Tidak lama dong Mang, saya pergi kesana dengan Angga hanya 40 menit, di jalan saja sudah hampir 10 menit, -
- bolak balik 20 menit dan di pabrik kalau kerjaan Amang benar seharusnya saya tidak menghabiskan waktu untuk melihat genteng-genteng yang tidak sesuai dengan apa yang saya minta! Ini pesanan kedua saya dengan jumlah yang tidak sedikit! Jika seperti ini saya bisa berhenti -
- dan tidak memesan lagi kesini, bukan begitu Pak Yanto, seperti yang bapak katakan, kepuasaan adalah milik kami pembeli” Sahut Danang sangat tegas, sambil duduk di dekat Mang Dayat.

Aku sangat kaget tiba-tiba Danang dan Pak Yanto muncul dibelakangku.
Bahkan Cantika dan Mang Dayat langsung terdiam begitu juga dengan Bi Isur yang mendengar ucapan Danang, yang cukup keras dan tegas.

Betul nak Danang, maafkan saya dan Dayat nanti akan saya perbaiki lagi yang tidak sesuainya, lebih baik sekarang makan terlebih dahulu”
Jawab Pak Yanto.

“Mana mungkin nafsu makan saya masih ada, niatan aku kesinkan untuk makan Pak Yanto, ketika hak saya untuk melihat kualitas pesanan saya di tanya seperti itu oleh kamu! Saya tidak membela Angga malah saya marahi bilang pada Angga tidak becus untuk menjelaskan -
- kenapa seperti ini, Angga bilang bukan pekerjaanya” Jawab Danang semakin tegas.

“Maafkan saya Den, saya tidak bermaksud apapun, barusan bertanya seperti itu” Ucap Mang Dayat perlahan.

“Jika tidak ada maksud nada bicara kamu yang benar saja, biasa saja, -
- tidak usah seperti menghakimi bertanya soal waktu yang lama. Saya gagalkan pesanan kali ini, malas saya berurusan dengan pekerja seperti ini Pak Yanto.” Jawab Danang sambil berdiri.

Aku yang baru tau dibalik Danang yang tenang ternyata jauh lebih berani berkata seperti itu
dan aku tau apa yang dikatakan Danang adalah cara dia membela aku.

“Jangan begitu Nak Danang, saya akan perbaiki semuanya selanjutnya saya yang khusus akan mengurus pesanan Nak Danang” Ucap Pak Yanto.

“Baik, kalau bapak mau seperti itu, lain kali bicaramu di jaga! -
- Aku tidak bisa berurusan bisnis dengan orang yang tidak punya etika bicara!” Jawab Danang, kemudian berdiri dengan memandang wajah Mang Dayat sangat tajam.

Kemudian Danang berjalan keluar melalui dapur, disusul oleh Pak Yanto berjalan cepat menyusul Danang.
“Lidah itu tajam layaknya pedang lain kali bicara biasa saja, kamu tau orang tua Danang bagaimana Yat? Bisa dibeli mulut kamu itu” Ucap Bi Isur, sambil kembali membereskan makanan di meja makan.

Aku langsung membantu Bi Isur, dan sangat kaget juga dengan pembelaan Danang padaku.
“Sangat pintar Danang tidak mau aku yang dihakimi gara-gara Dayat cari masalah malah menegur seperti itu” Ucapku dalam hati.

Cantika hanya terdiam saja tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya, sementara Mang Dayat juga sama hanya bisa terdiam, tidak lama terdengar suara mobil
Danang pergi keluar dari halaman rumah.

“Yang mana kualitasnya yang jelek Ga, malu saya baru pertama kali di marahi seperti itu, apalagi ini keluarganya Danang adalah langganan saya loh” Ucap Pak Yanto yang kembali masuk ke dapur.

“Maaf pak, Angga tidak tau apa-apa, tapi -
- ketika di pabrik yang aku dengar Mas Danang marah soal pesanan yang baru tersedia, seperti itu Angga tidak paham” Jawabku.

“Pergi ke pabrik urus semua…” Ucap Pak Yanto pada Mang Dayat
Sementara itu Cantika langsung berdiri dari duduknya dan pergi begitu saja ke dalam, sambil menatap penuh kebencian kepadaku.

***

Setelah kejadian hari itu, besok paginya aku bahkan dilarang oleh Bi Isur untuk berangkat sekolah dengan Cantika dan Mang Dayat.
“Pakai lagi saja sepeda itu yah Ga tidak apa-apakan?” Tanya Bi Isur.

“Bi awal aku datang kesini juga tidak masalah” Jawabku.

“Pagi sekali tadi Neng Cantika sama Ibunya pergi bareng Dayat Ga, jadi Bibi minta kamu paham yah” Ucap Bi Isur.
Mungkin Bi Isur ketakutan aku bakalan sakit hati, karena sudah tidak bareng lagi berangkat sekolah dengan Cantika, malah dengan begini aku merasa jauh lebih nyaman. Apalagi hari ini, mungkin aku akan menerima surat balasan dari Ibuku.
Setelah sampai di sekolah benar saja, tiga amplop aku terima dari Bayu, bahkan Bayu sangat senang bisa membantuku sebagai perantara berkirim surat dengan Ibuku di kampung.

Bahkan ketika istirahat Bayu sangat mengerti dan membiarkan aku membaca satu persatu surat balasan
dari Ibuku. Perlahan, tiap kalimat aku baca dengan sangat pelan, yang membuat aku langsung kaget adalah bagaimana respon Ibuku ketika Cantika kerasukan dan sampai harus sakit.

“Cantika adalah Bapak kamu Ga, sama seperti itu, dulu percis. Namun, ibu berharap dan Ibu berdoa -
- semoga bukan dan tidak akan terjadi hal yang sama pada Cantika, Ibu pikir Yanto masih punya sedikit nurani” Tulis Ibuku dalam suratnya.

Aku terus perlahan membaca surat dari Ibuku, apalagi Ibuku bilang selalu bermimpi dengan almarhum Bapakku hal itu yang membuat ibuku sangat
khawatir bahkan setiap hari selalu menunggu surat-surat selanjutnya datang.

Lalu, Ibuku dalam beberapa lembar suratnya lagi melarang aku untuk ikut campur urusan Yanto karena itu sangat berbahaya dan jangan sampai orang lain tau kelakukan Yanto mau bagaimanapun itu adalah aib.
Bahkan soal rencana pernikahan Cantika, Ibu tidak akan bisa datang karena masih belum kuat untuk berkunjung ke rumahnya Cantika, sudah terlalu banyak luka yang Ibu terima dari masa lalu di rumah itu. Ibuku juga melarang aku untuk pulang jika kondisinya tidak memungkinkan.
“Ga Insya Allah setiap doa yang ibu panjatkan dan ibu selalu meminta agar Angga selamat selalu pada Allah SWT” Tulis Ibu diakhir suratnya, setelah segala kekhawatirannya padaku, Ibu tulis semua.

“Aku selalu memahami Bu, apa yang Ibu maksud dan aku semakin tau harus bagaimana -
- selanjutnya” Ucapku dalam hati, sambil kembali melipat surat-surat dan dimasukan kembali ke dalam tas.

Akhir Tahun 2000-an

Setelah hampir satu tahun, hubunganku dengan Cantika semakin menjauh, begitu juga dengan Pak Yanto, Ibu Sri dan Mang Dayat, aku hanya membantu Bi Isur
saja setiap harinya. Dan anehnya gajih kerjaku disini sama sekali tidak berubah, mungkin itu sedikit kebijaksanaan dari Pak Yanto karena aku total selalu membantu Bi Isur.

Cantika semakin membaik, bahkan jauh lebih baik, Danang sama sekali belum lagi berjumpa denganku setelah
hampir 8 bulan lamanya, dan Wahyu sudah hampir tidak terhitung setiap hari libur sekolah pasti berkunjung untuk menemui Cantika, sementara aku sama sekali tidak pernah bertegur sapa.

Beberapa kali surat-surat sudah tidak terhitung aku kirimkan kepada Ibu bahkan akhir-akhir ini
hampir satu atau dua minggu aku dan Ibuku berkirim surat dengan Ibuku, semantara rumah dan pabrik kembali baik-baik saja, bahkan segala keanehan sudah tidak pernah lagi aku rasakan dan aku alami.

Setelah kenaikan kelas, kini aku dan Cantika sudah kelas 3 SMA bahkan di sekolah
aku sudah tidak seperti mengenal Cantika, teman-teman Cantika juga berubah sikapnya begitu saja kepadaku. Namun dengan lapang dada aku selalu mencoba untuk sadar diri. posisiku disini siapa dan tidak ada apa-apanya, selain menumpang hidup dan bekerja saja.
Hari terus berganti, minggu terus berlalu dan bulan-bulan yang sudah aku lewati selayaknya hidup biasa saja, bahkan aku jauh lebih bersyukur pada keadaan Cantika yang tidak pernah terjadi hal-hal apapun.

“Bi si mbah yang tahun lalu datang kesini itu siapa Bibi kenal?” Ucapku
ketika membantu Bi Isur sore-sore memasak.

“Sudahlah Ga, semua sudah baik-baik saja tidak perlu menanyakan hal itu lagi, anggaplah semua sudah berlalu, Cantika saja sudah sembuh bahkan tau sendiri tidak pernah ada apa-apa lagikan” Jawab Bi Isur.

“Bi bilang sama Bapak kalau -
- tanya aku pergi sekarang saja, dari pada menunggu malam” Sahut Mang Dayat di pintu dapur.

“Iyah nanti dibilangin, kalau bapak tanya” Jawab Bi Isur.

“Dayat, Dayat… seperti aku punya salah apa saja…” Ucapku.

“Tidak pernah bicara lagi dengan Dayat kamu Ga?” Tanya Bi Isur.
“Untuk apa Bi? Ibuku saja membencinya sedari lama” Jawabku singkat, dengan nada sedikit kesal.

Bi Isur yang mendengar jawabanku seperti itu tidak berani berkata lagi, melainkan hanya bisa diam dan seperti kaget dengan ucapanku.

“Mau kemana Dayat itu Bi?” Tanyaku.
“Kayanya keluar jauh Ga, tapi tidak tau juga sih Ga, bukan urusan Bibi ah” Jawab Bi Isur.

Bahkan sudah lama sekali aku juga tidak pernah lagi menggunakan mobil dan pergi ke pabrik, aku hanya biasa menghabiskan waktu dengan Bi Isur saja.

Setelah malam tiba, seperti kebiasaanku
sudah lama ini langsung saja masuk ke dalam kamar, karena aku tidak mau membuat Ibu Sri dan Cantika atau Pak Yanto merasa tidak nyaman dengan keberadaanku di dapur ketika mereka makan malam.

“Sabar Ga, sebentar lagi beres sekolah kita pergi dari sini” Ucapku pada diri sendiri.
Ibu Sri juga sudah jauh-jauh hari mendengar kabar dari Bi Isur akan segera perlahan menyiapkan untuk pernikahan Cantika dengan Wahyu, dan aku sangat senang yang artinya aku tidak perlu merasa khawatir lagi pada Cantika dan amanah dari tugas Ibuku bakal segera selesai.
Terdengar banyak suara orang-orang yang berisik sekali di dapur, karena pintu kamarku yang masih terbuka sedikit.

“Rame apaan tumben” Ucapku penasaran.

Namun tetap saja badan ini sangat berat untuk aku ajak bangun dari kasur, sampai perlahan suara orang-orang itu tidak ada.
“Apa aku bangun saja” Ucapku dan langsung berdiri berjalan ke menuju dapur.

Terlihat Mang Dayat sedang dibersihkan lukanya di bagian lengan dan dada oleh Bi Isur, sementara Ibu Sri dan Cantika silih berganti juga membersihkan luka-luka lainya.

“Kenapa? Kecelakaan?” Ucapku
dalam hati, sambil mendekat.

“Ga, tolong gantiin air ini” Ucap Bi Isur

Segera saja aku menganti air dalam wadah, dan melihat ke arah Mang Dayat yang sedang meringis kesakitan, namun aku juga tidak berani untuk berkata apapun, karena pasti Cantika dan Ibu Sri bersikap yang sama.
“Kamu sih Yat, untung yang parah mobilnya saja sampai hancur, segini kamu masih selamat” Ucap Ibu Sri.

“Sumpah Bu aku kayanya mengantuk atau apa, tiba-tiba ada orang didepanku perempuan dan aku banting kemudi, setelah itu tau-tau sudah di dalam mobil lain dalam perjalan kesini”
Jawab Mang Dayat menjelaskan.

“Yaudah yang penting ini sembuh dulu” Ucap Bi Isur, sambil mengelap luka yang dalam dibagian lengan Mang Dayat, yang aku pahami seperti goresan kaca mobil.

“Mudah-mudahan Bapak tidak ribet urusan nya sama polisi, kalau mobil -
- tidak apa-apa Bu bisa digantikan” Sahut Cantika.

“Oh Bapak langsung yang mengurusnya” Ucapku dalam hati.

Pantas saja aku tidak melihat Pak Yanto dari tadi, ternyata langsung mengurus semuanya. Melihat kondisi mang Dayat seperti ini ada sedikit rasa kasihan,
namun tertutupi oleh sikapnya kepadaku, membuat rasa kasihan itu kembali menjadi tidak ada.

Sudah hampir satu jam, baru Pak Yanto datang dan menjelaskan keadaan mobil hancur parah, akibat kecelakaan Mang Dayat.

“Mobil bisa diganti tenang saja Yat, tapi untungnya -
- kamu sudah sampai kesana” Ucap Pak Yanto.

“Oh sudah melaksanakan tugas” Ucapku, mulai timbul kecurigaan yang begitu saja hadir dalam pikiranku tidak tau kenapa.

“Ayo Sur, Ga bantu Dayat berdiri biar Bapak saja yang mengantarnya ke rumahnya” Ucap Pak Yanto.
Setelah membantunya berdiri dan berjalan sampai halaman depan rumah dan masuk kedalam mobil Bapak, aku dan Bi Isur langsung berjalan kembali menuju dapur.

“Alasan kecelakaanya begitu yah Bi?” Tanyaku perlahan.

“Iyah aneh Ga, apalagi sebelum kamu ke dapur orang-orang yang antar-
- Dayat bilangnya untung tidak sampai meninggal Dayat karena ancur banget mobil dan beruntungnya kecelakaan tunggal Ga” Jawab Bi Isur menjelaskan.

“Iyah Bi, sudah didapur jangan bahas, aku mau langsung ke kamar” Jawabku perlahan.
Benar saja tidak ada satu katapun padaku dari Ibu Sri dan Cantika kepadaku, yang membuatku langsung menuju kamar.

“aneh kenapa pikiranku jadi berpikir hal yang tidak-tidak segala sih” Ucapku sambil kembali badan terbaring.

***
Sudah hampir satu minggu, Cantika terus saja setiap pagi diantar dan dijemput oleh Pak Yanto untuk sekolah, bahkan tidak ada sama sekali tugas atau Pak Yanto menyuruhku.

Terdengar kabar juga dari Bi Isur kalau Mang Dayat susah kering luka di bagian lengan nya, namun kondisinya
semakin memburuk, beberapa kali Pak Yanto dan Ibu Sri menjenguk Mang Dayat sambil mengantarkan beberapa obat yang bagus dan mahal.

“Yang kasian pasti anak dan istrinya Ga” Ucap Bi Isur, sewaktu aku baru saja pulang sekolah.

“Ya mau bagaimana lagi Bi, lukanya gimana sih Bi -
- yang susah keringnya?” Tanyaku penasaran.

“Itu Ga bagian lengan nya, kata Ibu itu kena luka pecahan kaca, tapi semakin di obati malah semakin parah” Jawab Bi Isur.

Pikiran aneh yang berada dalam otaku semakin di aminkan oleh informasi yang diberikan oleh Bi Isur padaku.
“Tapi semoga bukan karena hal-hal itu Ga?” Ucap Bi Isur

Aku yang paham maksud perkataan Bi Isur hanya diam saja tanpa menjawab apapun, karena aku juga tau pasti berhubungan dengan hal-hal yang sebelumnya dilakukan bersama Pak Yanto.

***
Kabar soal kesembuhan Mang Dayat tidak pernah aku dengar lagi, mobil baru pengganti mobil yang dipakai sebelumnya kecelakaan oleh Mang Dayat sudah ada bahkan jauh lebih bagus.

Namun tidak pernah lagi ada suruhan atau tugas untuk aku yang mengemudi, aku tetap saja memakai sepeda
ke sekolah dan Cantika selalu diantar jemput oleh Pak Yanto.

Bahkan sama sekali aku tidak ingin menjenguk Mang Dayat, apalagi sama sekali juga tidak ada yang menyuruhku bahkan sudah hampir 6 bulan lamanya kabar soal Mang Dayat hilang begitu saja.
“Dayat semakin buruk Ga keadaanya, lukanya semakin basah dan menyebar” Ucap Bi Isur.

“Sudah hampir 6 bulan Bi, aku bukan tidak mau menjenguk, lagian siapa aku Bi” Jawabku perlahan.

Bi Isur hanya dan selalu merasa kasihan sama istri dan anaknya saja, selalu hal itu yang menjadi
bagian akhir obrolan ketika membahas soal keadaan Mang Dayat.

Pertengahan Tahun 2001-an

Dua bulan sebelum ujian kelulusan sekolah, di rumah Cantika sudah sangat sibuk untuk mempersiapkan pernikahan Cantika, sudah sering sekali orang tua Wahyu juga berkunjung datang ke rumah ini
,bahkan soal bisnis bersama orang tua Wahyu dan Pak Yanto semakin terdengar, sementara Cantika lebih dekat dengan Pak Yanto, terus menerus dan sering datang ke pabrik juga.

“Beruntung Cantika” Ucapku yang timbul perasaan iri sewajarnya manusia biasa.

Sampai waktu dimana ujian
sekolah selesai, bahkan sebelumnya surat-surat pada Ibuku sudah tidak ada lagi jawaban, apalagi surat terakhirku soal waktu kepulanganku setelah pernikahan Cantika dan meminta doa akan ujian sekalipun sudah tidak terbalas, hingga perasaan ingin pulang datang kepadaku.
Sampai pada suatu malam setelah ujian selesai dan tinggal satu bulan aku menunggu hasil kelulusan.

“Bi tidak tau kenapa rasanya aku ingin pulang sekarang-sekarang” Ucapku perlahan.

Bi Isur langsung menengok ke arahku, dimana Bi Isur sedang mencuci piring.

“Jangan dulu Ga, -
- kan sebentar lagi juga Neng Cantika mau menikah, pasti butuh orang Ga” Jawab Bi Isur.

“Tapi Bi aku bukan sudah tidak betah tinggal disini, melainkan aku sudah tidak ada kerjaan lagi, bahkan sudah hampir satu tahun kan Bi” Ucapku.

“Bibi juga paham apalagi, mungkin sikap dari -
- keluarga Cantika yang seperti itu sama kamu Ga, tapi maksud Bibi takutnya nanti malah jadi salah sangka saja dengan kepulangan kamu malah Ibu Sri dan Pak Yanto atau Cantika berpikirnya kamu tidak mau membantu pernikahan Cantika atau berpikir yang tidak-tidak, -
- coba deh pikirin dulu perkataan Bibi ini pelan-pelan” Ucap Bi Isur sambil mengelus kepalaku berkali-kali.

Langsung saja aku setuju dengan ucapan Bi Isur bahkan tidak perlu berpikir terlebih dahulu karena sangat masuk akal.

“Belum tentu Bibi juga diposisi seperti kamu -
- bisa bertahan lama sejauh ini Ga, tapi mungkin karena Ibumu Fatma juga yah yang buat kamu seperti ini” Ucap Bi Isur sambil terus mengelus kepalaku.

Setelah obrolan malam itu dengan Bi Isur, akhirnya aku kembali membuang dulu sementara niat ku untuk pulang,
dan lebih menuruti perkataan Bi Isur.

***

Sampai pada hari kelulusan dimana sangat wajib surat kelulusan di ambil oleh orang tua, sementara aku yakin Ibu Sri tidak akan mau untuk menjadi wali mengambil surat kelulusan itu.

Benar saja ketika selesai acara, dan semua orang tua
senang bisa melihat surat kelulusan, sementara aku masih menunggu apakah Ibu Sri akan datang ke kelas aku atau tidak.

Dari jauh Ibu Sri dan beberapa Ibu-ibu yang lain temanya Cantika malah berjalan keluar sekolah yang artinya Ibu Sri tidak akan mengambilkan surat kelulusanku.
“Bahkan sampai harus seperti ini, tega sekali kamu Sri” Ucapku kesal sambil berjalan ke ruangan kepala sekolah.

Setelah menjelaskan semuanya pada Ibu Kepala tentang bagaimana keadaanku sejujurnya tinggal bersama keluarga Cantika dan ketidakmungkinan Ibuku di kampung datang
karena perihal jarak dan keadaan akhirnya Ibu Kepala memberikan kebijaksanaan, karena sebelumnya juga sudah pernah bicara denganku tempo hari mengantarkan surat dari Pak Yanto ketika Cantika sakit.

Di dalam perjalanan pulang mengayuh sepeda, aku sangat senang dengan
hasil lulusnya sekolah disini walaupun nilai yang terbilang tidak bagus hanya cukup.

“Akhirnya bisa memuaskan Ibuku, bisa lulus sekolah” Ucapku.

Benar saja hari-hari selanjutnya di rumah Cantika satu persatu saudara dari Ibunya Cantika berdatangan bahkan beberapa hari menginap,
suasana rumah menjadi ramai sekali tidak seperti biasanya, apalagi waktu dan tempat untuk menggelar pernikahan Cantika sudah ditentukan.

Pernikahanya akan berlangsung bulan depan tahun ini, tempat yang dipilih sangat dekat dengan kakaknya Ibu Sri, di pertengahan kampung ini
dekat Desa dan lapangan sepak bola yang akan disulap untuk melaksanakan pernikahan.

Tidak jarang orang-orang yang berjumpa denganku menanyakan kabar Mang Dayat yang sampai hari ini belum dan tidak pernah sama sekali terlihat setelah kecelakaan malam itu.
Aku hanya sibuk membagikan undangan kepada rekan-rekan bisnis Pak Yanto dan teman-teman Ibu Sri, namun tetap saja Cantika maupun orang tuanya sudah tidak pernah berbicara lagi denganku, pasti setiap pekerjaan untuk aku disampaikan melalui Bi Isur.
Sontak kabar pernikahan anak semata wayangnya Pak Yanto menjadi kabar yang paling hangat dibicarakan apalagi mendengar bahwa keluarga calon suami Cantika adalah orang terpandang bahkan orang penting mempunyai jabatan di negeri ini, walaupun itu adalah kakak dari Bapaknya Wahyu.
Satu minggu menuju hari pernikahan Cantika, beberapa kali aku melihat lapangan bola sudah mulai disiapkan untuk menggelar acara, setiap jalan di kampung dibersihkan dan semua orang-orang penting di kampung ini juga terlibat.

“Sempurna untuk ukuran Cantika dan segala kekayaan -
- yang dimilikiki oleh Pak Yanto” Ucapku, ketika melihat persiapan di rumah sangat sibuk.

Sampai suatu malam, dimana besok adalah hari pernikahan Cantika, aku kembali melihat si Mbah yang sebelumnya menyembuhkan Cantika datang,
malah yang membuat aku kaget kedatangan nya bersama Mang Dayat.

“Kecil sekali badan Mang Dayat, tanganya masih memakai perban” Ucapku sambil memperhatikan tangan bekas lukanya bagian kanan masih memakai perban sebagai penutup.

Bahkan aku yang awalnya berniat untuk menghampiri
namun aku urungkan, karena tidak memungkinkan apalagi sedang bersama Mbah, Pak Yanto, Ibu Sri dan Cantika.

Segera aku bergegas ke dapur dan melihat Bi Isur sedang menyiapkan sesuatu di halaman belakang, posisinya tepat sekali ketika satu tahun setengah kebelakang Pak Yanto
melakukan ritual pemotongan kepala kambing hitam bahkan bersama si Mbah.

“Bi ini buat apa?” Tanyaku ketika Bi Isur masuk ke dalam dapur.

“Bapak dan Ibu yang nyuruh, bantu Bibi biar cepat selesai Ga, bawa semua itu” Jawab Bi Isur.
Segera aku membawa semua tambir yang diatas sudah ada sesajen dari mulai bunga-bunga, telor bebek, air, garam dan masih banyak lagi bahkan yang baru pertama kali aku lihat.

Bahkan, aku harus bolak balik sampai empat kali untuk membawa semua tambir yang sudah disediakan oleh
Bi Isur dan Bi Isur yang merapihkanya dihalaman belakang.

“Untuk apa ini semua” Ucapku sangat heran.

Hingga bagian terakhir dari persiapan ini, aku dan Bi Isur menyimpan beberapa coet tanah liat yang sudah berisikan kemenyan di setiap sudut yang Bi Isur suruh.
“Sudah Ga ayo…” Ucap Bi Isur.

Seketika bulu pundakku berdiri begitu saja, merasakan ketakutan dan keanehan yang sudah lama tidak pernah aku rasakan lagi. Dalam langkahku berjalan menuju dapur, sesekali aku menengok ke bagian halaman belakang.

“Tumben tidak seperti biasanya”
Ucapku, apalagi baru aku menyadari bahwa bunga-bunga melati begitu sangat tumbuh banyak, dan beberapa bunga yang berjatuhan menumpuk diatas rumput hijau halaman belakang.

“Bunga itu tidak pernah disapu lagi Bi?” Tanyaku.

“Lupa Bibi sudah beberapa hari, empat atau lima hari Ibu-
- sengaja menyuruh Bibi tidak boleh menyampunya” Jawab Bi Isr, sambil kelelahan sama sepertiku.

Aku melihat si Mbah dan Mang Dayat juga Cantika sedang berbincang seru sambil tertawa-tawa di ruangan tengah,
sementara Bapak dan Ibu menerima tamu-tamu yang datang saja di ruangan depan rumah.

“hah siapa itu?” Ucapku sambil langsung berdiri, ketika aku sedang duduk dan menghadap ke halaman belakang rumah.

Tiba-tiba rasa takut semakin datang menghampiri diriku,
apalagi yang aku lihat sekarang seorang wanita yang sedang duduk di atas samak yang sebelumnya Bi Isur sudah siapkan, samak yang sama sebelumnya biasa digunakan oleh Pak Yanto dan Ibu Sri yaitu samak yang biasa dipakai membungkus mayat.
Langsung saja aku berdiri dengan badan yang sangat lemas, perempuan yang mengenakan baju putih kecoklatan yang sudah lusuh itu sedang duduk bersimpuh diatas samak.

“Bukan, bukan itu bukan Cantika…” Ucapku perlahan dengan badan yang semakin lemas dan bergetar.

“heh liat apa Ga”
“Bibi…” Ucapku, sambil melihat ke arah belakang.

“Liat kesana Bi” Ucapku perlahan.

Namun tiba-tiba saja apa yang barusan aku lihat sudah tidak ada.

“Iyah, Iyah Bibi paham sudah, masuk kamar gih istirahat besok pagi sekali sudah harus bangun Ga.” Jawab Bi Isur.
“Bi sumpah, liat badanku masih lemas”Jawabku bergetar.

“Bibi tau dan pasti seperti itu, dulu juga sama kelahiran Cantika bibi melihatnya Cuma Bibi tidak mau ikut campur Ga, bukan urusan Bibi” Ucap Bi Isur perlahan.

“Bapak, Ibu, Dayat, Cantika dan Mbah sebentar lagi mau kesini,-
-lihat sudah jam 12 malam, dari pada kenapa-kenapa Angga masuk kamar, Bibi sudah bilang semua yang menyiapkan di halaman belakang Bibi sendirian, mending sekarang masuk kamar, harus kasian sama Bibi” Ucap Bi Isur perlahan, yang tidak tau kenapa tiba-tiba
air matanya keluar begitu saja.

“Baik Bi Angga paham” Ucapku, sambil berjalan menuju kamar dan duduk diatas kasur.

Setelah dari kamar mandi, dan aku sudah terbaring diatas kasur, masih saja aku memikirkan siapa wanita barusan yang berada dihalaman belakang.
“Mungkin itu sosok yang sama dengan apa yang sebelumnya sudah pernah aku lihat, mengerikan” Ucapku, kembali teringat kejadian aku melihat sosok wanita didalam mobil dua tahun kebelakang.

Tidak lama terdengar langkah lebih dari satu orang berjalan melewati kamarku.
“Oh itu, baru pada ke belakang” Ucapku dalam hati.

Langsung saja aku memejamkan mata dan tidak mau memikirkan apa yang akan mereka perbuat dihalaman belakang.

“Aku yakin Cantika tidak tau sebelumnya untuk kesembuhan dirinya tahun lalu, disitu dipotong kepala kambing hitam”
Ucapku dalam hati sambil mata terus terpejam.

***

Hari dimana pernikahan Cantika dan Wahyu datang sedari bangun dari tidurku pagi ini, seisi rumah sudah ramai oleh orang-orang yang akan berangkat ke lokasi pernikahan, tapi hanya Bi Isur yang berpakain seperti biasanya
sama dengan aku.

“Sana jadilah saksi hari bahagia saudaramu Ga” Ucap Bi Isur perlahan sedang duduk melamun di dapur.

“Tidak mungkin Bi, masa perasaanku malah takut bukan bahagia” Ucapku sambil duduk di dekat Bi Isur.

“Semalam... dan ritual semalam semoga akhir semua ini, -
- tidak lama lagi Cantika sah menjadi istri lelaki pilihannya dan pilihan kedua orang tuanya, semoga saja tingkah Yanto setelah ini tidak aneh-aneh lagi” Jawab Bi Isur perlahan.

“Memangnya kenapa Bi, ada apa dengan semalam?” Tanyaku.

“Semalam Cantika dimandikan disana, -
- itu bukan tradisi pernikahan seperti itu, Bibi tidak tau itu tradisi apa yang dilakukan Yanto yang sudah gila mungkin, dan Bibi tidak tega langsung masuk kedalam kamar” Jawab Bi Isur.

Aku yang mendengar ucapan Bi Isur sangat kaget.

“Sudah salin sana ganti sama pakaian rapi.”
Jawab Bi Isur.

“Bibi tidak akan kesana?” Tanyaku.

“Semalam sudah Bibi titip semua pesan Bibi pada Neng Cantika, semua pesan rasa sayang Bibi padanya. Bibi cukup bahagia walau dengan cara yang salah oleh orang tuanya” Jawab Bi Isur sambil meneteskan air mata.
Rombongan sekitar jam 7 pagi ini sudah berangkat, aku untuk pertama kali melihat Cantika sangat Cantik dengan pakaian pengantinnya, apalagi ketika keluar dari rumah dan akan menaiki mobil pengantin yang sudah dihias begitu megah dan indah.
“Padahal kalau sakit orang itu tidak perlu ikut” Ucapku dalam hati, sambil melihat ke salah satu perempuan yang tidak aku kenal, berjalan dibelakang Ibu Sri dan Pak Yanto sambil tertunduk dengan wajah yang pucat.

Karena saking banyaknya orang-orang yang mengantar Cantika
bahkan aku tidak mengenalnya satu persatu.

“Ayo bareng Ga…”

“Woy Nang!” Ucapku kaget, tiba-tiba.

“Tadinya aku mau ke dapur, cuma tidak enak banyak orang dan aku harus mengucapkan selamat duluan pada Cantika” Jawab Danang.
“Nang maaf…”

Belum selesai aku bicara, Danang langsung menarik tanganku.

“Ayo masuk satu mobil denganku, Ibu dan Bapak sudah didepan beda mobil” Jawab Danang, sambil berjalan menuju mobilnya.

“Aku malah tidak pernah menunggu surat dari kamu datang Ga, kalau surat datang -
- berarti kondisi disini sedang tidak baik-baik bukan begitu” Ucap Danang sambil perlahan mengemudi mobil mengikuti rombongan pengantin.

Padahal jika menghitung jarak, mungkin jika kosong jalanan tidak memakan waktu 15 menit sudah bakalan sampai ke lokasi pernikahan Cantika.
“Iyah Nang, alhamdulillah membaik terus keadaan Cantika walau perubahan padaku saja yang semakin memburuk, tapi tidak apa-apa karena memang harus seperti itu kali, sehabis acara ini mungkin dua atau tiga hari lagi aku pulang ke kampung Nang” Ucapku perlahan.
Dan tidak lupa aku menjelaskan alamat dimana rumahku berada, agar kelak Danang bisa berkunjung ke rumahku di kampung, namun seperti ada yang ditahan dari mulut Danang untuk mengatakan sesuatu padaku.

“Setelah acara ijab kabul Cantika ada hal penting Ga yang harus kita obrolan,-
- waktunya Cuma sekarang ini yang tepat, nanti aku yang cari kamu dan kita ngobrol dibelakang mobil ini parkir” Ucap Danang dengan sangat tegang.

Tidak lama mobil sudah terparkir di halaman sebelah lapang sepakbola yang sekarang malah sama sekali tidak terlihat lapangan,
tenda yang membentang dengan segala kemewahannya, benar-benar keluarga Cantika ingin menunjukan harga dirinya dengan menggelar hajat semewah ini.

“Tadi siapa yah Nang, aku lihat keluar dari rumah ada wanita pucat yang tertunduk, kamu lihat di dalam?” Tanyaku perlahan,
sambil jalan di belakang rombongan.

“Lah, masa iyah wanita pucat mau datang ke acara begini Ga, orang sakit biasanya diam di rumah saja Ga” Jawab Danang.

Setelah hampir 10 menit dan melakukan persiapan didalam, tidak lama rombongan dari calon pengantin yaitu keluarga Wahyu
datang, dan tidak kalah banyaknya dengan keluarga Cantika bahkan jauh terlihat mewah dengan mobil-mobil yang mereka gunakan.

Aku sudah terpisah dengan Danang, aku duduk berbaur tepat disebelah kiri dimana aku duduk bersama bapak-bapak yang lain yang bahkan tidak aku kenal.
“Ada lagi, aku liat lagi” Ucapku perlahan, sambil melihat ke arah kanan depan.

Dimana wanita yang sebelumnya itu duduk tepat di samping Ibu Sri yang bangku sebelahnya masih kosong.

Seketika semua tamu dari pihak rombongan Cantika berdiri semua, dan rombongan keluarga
Wahyu masuk, dengan orang tua Wahyu yang paling depan dan anaknya.

“Lah sekarang malah tidak ada! Kemana wanita barusan” Ucapku dalam hati, yang masih ingat dengan wajah pucatnya dan selalu tertunduk, bahkan terakhir aku melihat wanita itu sama sekali tidak bergerak.
Acara pernikahan berjalan sangat lancar, bahkan benar-benar acara pernikahan semewah ini, mungkin baru pertama kali yang di gelar hanya oleh keluarga Cantika saja.

Setelah kalimat “Sah” terdengar sontak membuat hatiku bukan malah senang
melainkan seperti ada yang menusuk sangat dalam dan itu benar-benar sakit sekali.

“Ada apa aku ini, harusnya aku bahagia kenapa malah sangat sakit hati ini” Ucapku dalam hati.

Sementara satu persatu tamu dari kedua belah pihak keluarga bersalaman dengan pengantin baru yaitu
Cantika dan Wahyu, dari raut wajah Pak Yanto dan Ibu Sri sangat terlihat bahagia sekali begitu juga dari keluarga Wahyu.

“Ga sini…”

“Eh Nang kaget aku” Ucapku, langsung mengikuti Danang.

“Sialan didalem banyak sekali tamunya, aku tidak bisa merokok” Ucap Danang, sambil terus
berjalan ke belakang mobil yang tepat di dekatnya ada pohon.

“Disana aja Nang jauh lebih teduh” Ucapku.

“Ga langsung saja, aku sudah menemui orang yang sebelumnya disuruh oleh Pak Kiai Guruku, ingat terakhir kita bertemu tahun kemarin?” Ucap Danang perlahan.
“Ingat sekali Nang, lalu?” Jawabku, yang mengambil satu batang rokok karena tidak enak sedari tadi Danang terus menyodorkan rokok itu padaku.

“Ga dia ternyata tukang cukur rambut, hampir tiga bulan aku mendekatinya akhirnya aku bilang minta bantuan padanya, namanya A Andi”
Ucap Danang.

“Maksudnya Ga A Andi itu tukang cukur gimana?” Jawabku, mulai tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Danang.

“Iyah dia kerjanya mencukur Ga, tempat dimana pondok pesantrenku berada, A Andi buka pangkas rambut begitu, tapi dibalik semua itu dia suka -
- mengobati hal-hal yang berkaitan dengan alam lain” Jawab Danang perlahan menjelaskan.

“Oh iyah iyah aku paham, lah kok bisa Nang, kan biasa maaf yah ngomong Nang…” Ucapku perlahan,.

“Iyah aku paham yang ingin kamu sampaikan Ga, nah makanya setelah itu A Andi ini sering aku -
- kunjungi Ga, selain untuk merapikan rambut dan membicarakan soal Cantika” Jawab Danang.

Sementara tamu-tamu undangan silih berganti berdatangan, bahkan warga-warga sekitar kampung pun sama. Apalagi makanan yang disediakan cukup banyak dan tentunya pasti enak.
“iyah Nang aku mulai paham barusan aku bingung maksudnya emang ada yah orang begitu, aneh juga sih, lalu gimana Nang?” Tanyaku.

“Nah iya jika bicara aneh memang aneh Ga, apalagi belum terlalu tua dan gayanya yah biasa saja, Pak Kia guruku bilang dia pintar -
- bersembunyi dalam terangnya makanya seperti itu yang A Andi lakukan. Intinya A Andi sangat khawatir dengan keadaan Cantika, tapi semoga atas kuasa Allah insyaallah baik-baik saja, A Andi bilang begitu. Cuma jika ada apa-apa, setelah aku paksa dan bertanggung jawab mengantarnya-
-kesini dan menjelaskan semuanya jika nanti ada hal-hal seperti sakitnya Cantika tahun kemarin, kabari saja aku lewat surat, itu yang ingin aku sampaikan.” Ucap Danang menjelaskan dengan sangat serius.

“Baik-baik Nang sekarang aku paham, apa A Andi pernah bilang soal rumah -
- dan pabrik juga Cantika Nang?” Tanyaku.

“Panjang Ga, cuma A Andi hanya bilang, kasihkan saja ini pada Angga dan bacaan setelah sholat, jaga solatnya, biaskan mulai sedekah dengan niat untuk keselamatan dan kelancaran kerjanya” Ucap Danang,
sambil mengambil kertas yang sudah terlipat.

Setelah paham semua apa yang dimaksud Danang aku langsung menyimpan kertas yang Danang berikan kedalam saku celanaku.

“Nang bukan apa-apa aku takutnya ada yang melihat kita bicara seperti ini, mendingan kita ke dalam saja” Ucapku.
“Aku juga berpikiran sama dengan kamu Ga” Jawab Danang, sambil mematikan rokoknya dengan cara diinjak, akupun mengikuti cara tersebut.

Segera aku kembali ke dalam dan berpisah dengan Danang begitu saja, karena jika bersama dengan Danang terus takutnya ada orang yang melihat
dan terjadi hal yang tidak aku inginkan.

Sampai siang hari waktu istirahat tamu-tamu makin banyak yang datang, apalagi acara pernikahan hanya akan berlangsung sampai sore hari saja, padahal andai kata sampai tiga hari tiga malam pun, aku rasa orang-orang masih akan berdatangan.
Cantika Dewi Sukma & Wahyu Aryo Wiguna tertulis nama itu di salah satu bunga yang cukup besar dan indah, namun tidak tau kenapa aku malah semakin sakit yang tanpa alasan, setiap melihat senyum dari Cantika apalagi kedua orang tuanya.

“Hanya perasaan saja…” Ucapku perlahan
sambil duduk.

“Ada lagi?” Ucapku sambil melihat wanita yang sebelumnya sudah tidak ada dan sedang berada tepat di samping pelaminan.

“Apa orang-orang itu tidak melihatnya” Ucapku, sambil merasakan sebuah keanehan perlahan menghampiriku lagi.

Namun aku coba tidak memperhatikan
pada wanita yang berwajah pucat sedang berdiri dan tertunduk itu.

Malah setiap pesan ibuku sendiri yang sekarang datang dalam pikiranku, bagaimana teganya Yanto pada suami adiknya sendiri yaitu almarhum Bapaku yang sekarang sedang aku ingat.

“Gak bakal bener, aku harus pulang-
-yang ada aku akan lebih sakit hati” Ucapku, sambil berdiri dan berjalan keluar dari tenda yang mewah ini.

Terlihat dari jauh Mang Dayat sedang berkumpul dengan beberapa pekerja Pak Yanto di belakang tenda, ketika tepat sekali aku melihat ke arahnya, Mang Dayat juga melihat ke
arahku, dengan lengan yang masih terbungkus perban yang besar.

Seketika Mang Dayat melangkah seperti akan berjalan ke arahku namun aku percepat langkah kakiku juga, karena tidak ingin bertegur sapa denganya, apalagi perasaanku sedang berkecamuk.
Setiap rumah-rumah perkampungan yang biasa aku lewati menggunakan sepeda dan sudah lama sekali tidak melewatinya menggunakan mobil, sekarang aku sedang berjalan kaki menuju rumah Cantika.

“Bi, Bibi…” Ucapku sambil masuk ke dalam dapur.

Ternyata Bi Isur sedang duduk di dekat
meja yang biasa digunakan menyiapkan bahan masakan.

Seketika aku berlari pada Bi Isur, dan tidak tau kenapa aku langsung memeluk Bi Isur, sambil meneteskan air mata.

“Sudah Bibi paham Ga…” Jawab Bi Isur perlahan.

“Sakit hati Bi aku, tidak tau kenapa… Bapak aku ingat Bapak -
- aku dan Ibuku Bi juga adik tiriku Bi…” Ucapku sambil menangis.

“Sudah-sudah wajar, lelaki harus lebih kuat Ga… Bapak kamu pasti bangga sejauh ini kamu berhasil menjaga Cantika dan menyelesaikan tugas dari Ibu kamu Fatma dan Bibi loh” Ucap Bi Isur.
Setelah ucapan yang aku dengarkan dari Bi Isur, perlahan aku mengelap air mataku.

“Aku sedang terbawa suasana saja Bi, maafkan” Jawabku perlahan

Bi Isur hanya tersenyum dan mengusap kepalaku berkali-kali seperti biasa hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan Bi Isur kepadaku.
Sepanjang hari aku hanya membicarakan tentang pernikahan Cantika saja, bahkan Bi Isur beberapa kali membahas soal kecantikan Cantika ketika memakai gaun pengantin.

Ingin sekali rasanya aku memberitau soal barusan apa yang aku lihat, nanum aku juga menghargai bagaimana sedang
bahagianya Bi Isur, walaupun aku tidak tau betul bagaimana perasaan Bi Isur yang sebenarnya.

Sampai pada sore hari tiba, beberapa rombongan yang sebelumnya mengantarkan ke tempat pernikahan Cantika sebagian kembali lagi ke rumah Cantika, terutama keluarga dari Ibu Sri.
Aku melihat juga satu kali Cantika dan Wahyu turun dari mobil pengantin dan langsung bergegas ke lantai dua rumah, di ikuti oleh teman-teman Cantika dan keluarga dari Wahyu.

“Senang Tik melihat seperti itu rasanya” Ucapku dalam hati, yang kembali duduk sendirian di dapur.
Sial kenapa aku harus masih ingat wanita pucat itu sih” Ucapku kesal.

Sampai pada malam hari, satu persatu tamu ada yang baru datang dan ada juga yang pulang silih bergantian di rumah ini, ramainya halaman depan rumah bahkan berbalik jauh berbeda dengan halaman belakang rumah,
dimana apa yang aku lihat sekarang jauh sekali menakutkan. Apalagi angin yang berhembus menabrak bunga-bunga yang berjajar indah itu malah menimbulkan suasana yang jauh berbeda sekali daripada seharusnya.

Satu minggu pertama aku terus melakukan hal yang sebelumnya
sudah di amanahkan oleh Danang untuk aku, membaca isi dalam kertas yang diberikan Danang dan juga terus memperbaiki ibadahku. Namun aku makin penasaran dengan sosok A Andi yang pernah Danang ceritakan.

Setelah pernikahan Cantika dan Wahyu memutuskan untuk tinggal
di rumah Cantika, apalagi Wahyu sudah beberapa kali bertegur sapa denganku. Sementara Cantika sudah sibuk mengurus pabrik dengan Pak Yanto dan tidak jarang Cantika dan Wahyu selalu kelihatan mesra, mungkin jika ada orang yang melihatnya bisa membuat iri begitu saja,
apalagi Cantika semakin dan benar-benar sangat cantik.

“Sudah saatnya aku pamit” Ucapku dalam hati.

Sampai pada sore hari tiba aku lihat Pak Yanto baru saja masuk ke dapur dan langsung disuguhkan air putih dan kopi oleh Bi Isur.

“Maaf Pak Angga mau ada yang dibicarakan -
- dengan Bapak” Ucapku, sambil berdiri didekat Pak Yanto.

“Duduk Ga” Jawab Pak Yanto.

Segera aku duduk bersebelahan dengan Pak Yanto.

“Gimana, gimana Ga?” Tanya Pak Yanto perlahan sambil menghisap rokoknya.

“Kiranya sudah tidak ada lagi pekerjaan Pak, dan alhamdulillah -
- sekarang urusan sekolah sudah lulus, Angga izin pamit pulang saja” Jawabku perlahan.

“Lah, kenapa Ga, Wahyu belum bilang memangnya?” Tanya Pak Yanto heran.

“belum Pak, Pak Wahyu beberapa kali bertegur sapa saja dengan Angga” Jawabku.

“Eh lupa kali Wahyu itu, kemarin bilang-
- minta kamu jadi supirnya saja, mengantar segala urusannya dan Bapak otomatis lah bolehkan, Wahyu sama kok keluarga kita sekarang” Jawab Pak Yanto.

Setelah obrolan sore itu dengan Pak Yanto, malamnya baru aku dengan Wahyu bicara panjang soal pekerjaanku dan menaikan gajiku,
apalagi urusan Wahyu tidak hanya soal pabrik saja banyak urusan dan kesibukannya. Dan aku sudah setuju dan kembali membuang niatku untuk pulang.

Langsung saja hari itu juga aku kembali mengirimkan surat pada Ibuku di kampung, setiap surat yang aku kirim memang selalu
aku selipkan uang untuk Ibuku walau tidak banyak tapi semoga selalu cukup. Bahkan kali ini surat dikirim oleh salah satu teman Bi Isur yang bersedia dan orangnya sudah terjamin aman.

***
Tahun 2002 - 2003

Sudah hampir enam bulan aku menjadi supir Wahyu, orangnya jauh lebih baik dan jauh lebih senang bicara, banyak sekali obrolan Wahyu bagaimana bersyukurnya memiliki istri seperti Cantika. Aku hanya selalu merespon dengan ucapan-ucapan syukur saja
dan aku sangat tertutup kepada Wahyu.

Karena mau bagaimanapun Istrinya sekarang Cantika jauh sebelum hari ini adalah Cantika yang sudah melalui banyak kejadian yang mungkin jika aku bicarakan kepada Wahyu saat itu bisa menjadi pertimbanganya, namun aku sama sekali tidak memiliki
niatan seperti itu.

Ibu Sri, Cantika dan Mang Dayat semakin dekat sekali, bahkan kadang membuat aku iri tidak bisa mengobrol sambil bercanda dengan Cantika saudaraku sendiri, namun di sisi lain, tujuanku sekarang bekerja disini sampai tabunganku cukup dan pulang ke kampung
untuk kembali membuka warung Ibuku saja.

“Orang-orang di kampung ramai Ga, nanyain soal kenapa Neng Cantika belum hamil-hamil” Ucap Bi Isur.

“Wahyu saja selalu bilang berusaha dan meminta doa Bi, namanya juga pengantin baru wajarlah Bi” Jawabku.

Ada yang berubah dari Wahyu,
setelah beberapa bulan ke delapan pernikahanya dengan Cantika, setiap di jalan bersamaku yang mengendarai mobilnya, Wahyu lebih banyak melamun dan diam.

“Ga, dulu di rumah Cantika istriku, pernah ada kejadian apa yah?” Tanya Wahyu perlahan.

“Kejadian bagaimana Pak maksudnya?”
Tanyaku perlahan.

“Gimana yah, maksudnya Ga pernah ada apa gitu saya bingung mau bertanya gimana” Jawab Wahyu terlihat kebingungan.

“Pak, Angga kesini kelas satu SMA dan sampai sekarang baru 3 mau ke 4 tahun jadi soal dulu-dulu tidak tau Pak” Jawabku perlahan.
Setelah pertanyaan itu di dalam mobil, hari-hari selanjutnya Wahyu menjadi sosok orang pendiam, bahkan jarang lagi obrolan bersamaku didalam mobil, apalagi jika berada di halaman belakang rumah sedang duduk bersama Cantika, beberapa kali tidak jarang aku dan Bi Isur
melihatnya melamun dengan tatapan kosong.

“Cantika pernah cerita sama Bibi kenapa dan ada apa dengan Wahyu Bi?” Ucapku, ketika makan malam paling terakhir dengan Bi Isur.

“Hanya bilang; Aneh sudah tidak ada lagi Ga, bahkan Cantika juga merasa khawatir dengan keadaanmu”
Jawab Bi Isur.

“Bibi tau tidak alasanya sampai saat ini Cantika seperti ini padaku, sama sekali seperti tidak menganggap aku ada disini” Ucapku perlahan.

“Tidak Ga, sudah lupakan soal itu biarkan saja mungkin ada pengaruh Ibu Sri, -
- Wahyu pernah cerita apa sama kamu Ga siapa tau kamu ingat” Tanya Bi Isur.

“Hanya pernah tanya dulu ada kejadian apa di rumah ini, hanya itu Bi dan Angga bilang yah tidak tau” jawabku.

Bi Isur seperti kaget dengan apa yang aku ucapkan,
dan langsung begitu saja berjalan dengan cepat masuk ke dalam rumah, aku yang tidak tau apa-apa menganggap hal itu biasa saja.

***

Setelah obrolan malam itu dengan Bi Isur, aku bahkan sudah 3 hari tidak mengantarkan Wahyu untuk aktivitasnya, Wahyu memilih mengendarai mobilnya
sendiri tanpa ada omongan sama sekali sebelumnya kepada aku.

“Ada apa lagi ini” Ucapku.

Sementara aku juga terus mendengar kabar dari warga kampung yang sering membicarakan Cantika soal kehamilanya dan soal Cantika yang terus menerus datang ke pabrik dengan Mang Dayat,
walaupun lenganya masih saja menggunakan perban dan Bi Isur pernah bilang kalau lukanya menjijikan itulah alasan Mang Dayat selalu menutupnya.

Sampai pada 2 bulan sebelum tahun ini berakhir, pagi sekali aku di kejutkan oleh kabar percerain Cantika dan Wahyu dari Bi Isur,
bahkan siangnya hari ini juga kedua keluarga akan berjumpa.

“Serius Bi?” Tanyaku pada Bi Isur.

“Siang ini Wahyu dan keluarganya datang Ga” Ucap Bi Isur.

“Apa masalahnya memang tidak ada jalan lain selain perceraian?” Tanyaku.
“Cantika tidak bicara apa masalahnya, Yanto malam marah besar dan adu mulut dengan Wahyu, setelah itu Wahyu pergi dan Cantika bilang keluarganya hari ini akan datang” Ucap Bi Isur menjelaskan.

“Bi apa mungkin tentang pertanyaan Wahyu soal bagaimana dulu rumah ini -
- jadi masalahnya?” Tanyaku perlahan.

“Tidak mungkin Ga, masa iyah alasan yang seperti itu, sangat disayangkan” Jawab Bi Isur.

Bi Isur terus saja bolak-balik kamar Cantika, terdengar juga pertengkaran Pak Yanto dan Ibu Sri yang membahas kabar buruk pagi ini,
sementara pikiranku malah liar berpikir ke hal-hal yang sebenarnya tidak baik aku pikirkan.

“Apa ini akibat ulah Yanto…” Ucapku perlahan.

“Dimana Neng Cantika Ga?” Ucap Mang Dayat yang datang tiba-tiba sambil terlihat buru-buru.

“Kamar mungkin” Jawabku singkat yang
sedang duduk di dapur.

Suara pertengkaran Pak Yanto dan Ibu Sri bahkan terus-terus terdengar olehku yang masih saja duduk dan tidak tau harus berbuat apa, semakin pikiranku untuk tidak memikirkan hal aneh, malah pikiran itu semakin datang.

“Ga…” Ucap Bi Isur sambil duduk
di dekatku.

“Gimana Bi?” Jawabku

“Kacau Ga, Cantika hanya menangis dan tidak bisa diajak bicara bahkan sama Dayat juga, coba yuk sama kamu ajak bicara dulu” Jawab Bi Isur.

Segera aku berdiri dan berjalan bareng Bi Isur tergesa-gesa menuju kamar Cantika.
“Mau kemana heh kamu Angga!” Ucap Ibu Sri membentakku dengan suara keras yang sedang duduk dengan Pak Yanto.

“Itu Bu mau ke kamar Tika, kata Bibi Tika tidak bisa diajak bicara malah menangis” Jawabku perlahan.

“Hebat, hebat kamu ini! Semenjak Wahyu terus bersama kamu -
- tiba-tiba Wahyu menceraikan Cantika! Gara-gara kamu ini semua! Sudah bicara apa kamu sama Wahyu hah anak sialan sama seperti bapak kamu tidak pernah berguna!” Ucap Ibu Sri.

Aku langsung diam dan kaget dengan apa yang Ibu Sri katakan pagi ini kepadaku.

“Aku Bu, gara-gara aku -
- semua ini? Demi Allah berani saya sumpah apapun, saya tidak pernah Bu sama sekali bicara apapun sama Wahyu dan satu lagi jangan bawa-bawa Bapak saya! Bapak saya memang tidak berguna, tapi tidak pernah menghalalkan cara apapun untuk hidupnya!” Ucapku sambil emosi.
Bahkan Pak Yanto langsung berdiri mendengar apa yang aku ucapkan, begitu juga dengan Ibu Sri yang langsung terdiam.

“Sudah! Bu masuk kamar!” Ucap Pak Yanto dengan nada yang keras.

Bahkan baru pertama kali selama aku tinggal disini mendengar bentakan dari Pak Yanto,
terlihat dari atas juga Mang Dayat melihat ke lantai satu, akibat suara Pak Yanto.

Segera Pak Yanto kembali duduk.

“Sudah jangan jadi ke kamar Cantika, ikut Bibi” Ucap Bi Isur sambil menarik lenganku dengan kencang.

Di dapur aku langsung duduk kembali dengan emosi yang masih
berapi-api, kemudian disusul oleh Bi Isur yang duduk disebelahku.

“Sudah puas Ga…” Tanya Bi Isur

“Bi berapa kali aku harus berapa kali sakit hati oleh Pak yanto dan Ibu Sri padaku, barusan aku benar-benar tidak bisa menahan, apalagi membawa almarhum Bapak aku” Ucapku
sambil melihat ke wajah Bi Isur.

Bi Isur hanya tersenyum, lalu seperti biasa mengusap kepalaku.

“Maafin Bibi yah Ga, kondisi rumah lagi seperti ini kamu juga Bibi tau berhati lapang, baik banget, bibi maaf belum bisa berbuat apa-apa jika kondisinya seperti barusan” Ucap Bi Isur
sambil meneteskan air matanya.

Benar juga yang dikatakan Bi Isur, sejak pagi tadi suasana rumah sangat kacau, apalagi mendengar kabar perceraian Cantika bukan hal mudah diterima begitu saja.

Bahkan aku urungkan niatku menjumpai Cantika di kamarnya,
apalagi emosiku belum benar-benar surut.

Selang waktu beberapa jam sudah terdengar suara mobil masuk ke dalam rumah Cantika, dan aku yakin itu adalah keluarganya Wahyu, setelah aku lihat dan pastikan, hanya orang tuanya saja tanpa Wahyu yang datang.

“Semoga ada jalan keluar -
- yang terbaik, apalagi masa perceraian kaya mudah banget seperti itu” Ucapku.

Mang Dayat tiba-tiba saja duduk di sebelahku dan tidak biasanya menggunakan baju lengan panjang.

“Kasian Neng Tika, ternyata talak sudah Wahyu berikan” Ucap Mang Dayat, sambil membakar rokok.
“Secepat itu?” Jawabku, yang cukup kaget dengan apa yang dikatakan Mang Dayat.

“Cepat dan tanpa alasan yang jelas, Neng Cantika tidak bicara lagi” Ucap Mang Dayat perlahan, sambil tanganya terus mengusap lengannya yang mungkin bekas luka kecelakaan itu masih terasa.
Bahkan sangat berselang tidak lama waktu kedatangan keluarga Wahyu sudah terdengar kembali mobil yang digunakan orang tua Wahyu keluar dari halaman rumah.

“Benar, sudah, berarti tidak ada jalan keluar” Jawab Mang Dayat, yang langsung berdiri pergi keluar dapur.
Aku tidak paham dengan tidak jalan keluar yang Mang Dayat maksud, karena Mang Dayat langsung keluar begitu saja.

Tidak lama Bi Isur datang, sambil membawa makanan yang sebelumnya disuguhkan kepada orang tua Wahyu.

“Tidak menyangka nasib Neng Cantika seperti ini, -
- Cantika menjanda sekarang Ga kasian” Jawab Bi Isur.

“Alasanya apa Bi?” Tanyaku penasaran.

“orang tua Wahyu tidak memberi alasan dan malah menyalahakan Pak Yanto dan Ibu Sri yang tidak becus menjadi penengah rumah tangga anak-anaknya, lalu mereka mengikuti kemauan Wahyu -
- yang dipikir adalah jalan terbaik, walaupun alasan lainya tidak dijelaskan” Jawab Bi Isur perlahan.

“Pak Yanto sama sekali tidak membelanya Bi?” Tanyaku, dan tidak percaya hal itu yang menjadikan Cantika hari ini menjadi seorang janda.

“Diam dan diam hanya itu Ga”
Jawab Bi Isur.

Hari ini, adalah hari dimana benar-benar keadaan di rumah serba salah, aku hanya bisa diam, dan tidak bisa berbuat apapun, yang artinya kepulanganku ke kampung tinggal menghitung hari.

***
Sampai malam hari tiba, tidak ada yang berubah sama sekali, hanya Pak Yanto dan Ibu Sri saja yang berada di kamar Cantika sesuai informasi yang Bi Isur berikan.

“Lah Bi bunga buat apa banyak sekali” Ucapku, ketika akan pergi ke kamar berbareng dengan Bi Isur yang baru kembali
dari halaman belakang.

“Tidak tau, terakhir Cantika sepertinya kerasukan tapi sadar Ga, bisa bicara dengan Ibu, namun selepas Magrib sudah dua kali Bibi disuruh membawa bunga melati ini ke kamarnya, dan Bibi tidak boleh masuk sama Ibu” Jawab Bi Isur.

“Serius Bi?” Tanyaku,
kaget mendengar hal itu.

“Iyah Ga, sudah kamu istirahat saja ke kamar, kalau ada apa-apa Bibi panggil” Jawab Bi Isur, yang langsung kembali berjalan.

“Tidak mungkin bunga itu kembali dimakan Cantika” Ucapku spontan, karena ingat kejadian beberapa tahun silam ketika Cantika
memakan bunga melati itu dihalaman belakang.

Dengan cepat aku mengambil wudhu, walaupun sudah melaksanakan sholat isya, aku langsung membaca isi kertas yang dulu di kasih oleh Danang, dan semakin kesini bahkan aku sudah hapal.

“Danang, aku harus segera buat surat pada Danang”
Ucapku.

“Ga… Angga…” Ucap Bi Isur, sambil membuka pintu kamar dengan sangat keras.

“Bi kenapa?” Tanyaku.

“Ayo cepet bantu Ga… Bantu kasian Bapak!” Jawab Bi Isur.

Segera aku bangun dan berdiri, kemudian mengikuti langkah kaki Bi Isur dengan perlahan.
“Pak Yanto…” Ucapku, sambil mengangkat badanya yang sangat berat dibantu oleh Bi Isur, dari lantai dua terlihat ibu sedang berjalan menuju aku dan Bi Isur.

Badanya sudah tergeletak begitu saja di kursi ruangan tengah rumah, dengan sekujur badan yang sudah sangat dingin,
bahkan dari mulutnya keluar bau yang sangat tidak enak.

“Sur jangan bawa ke kamar! Bawa saja ke kamar tamu!” Ucap Ibu dengan terburu-buru.

“Hahahahaha… sakittttt ampunnn….”

Tiba-tiba suara Cantika terdengar dari kamarnya sangat keras sekali, bahkan ketawanya yang menyeramkan
berkali-kali aku dengar.

“Sur kamu urus dulu Bapak” Ucap Ibu yang langsung berjalan dengan cepat kembali menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar Cantika.

Dengan sekuat tenaga, aku dan Isur langsung memindahkan Pak Yanto agar terbaring diatas kasur.

“Kenapa bisa -
- begini Bi?” Tanyaku, sambil mengatur nafas yang tidak teratur karena berat badan Pak Yanto.

Tiba-tiba suasana rumah sangat mencekam, apalagi hanya aku sendirian disini laki-laki setelah melihat Pak Yanto masih terpejam matanya.

Baru saja selesai Bi Isur dan aku membenarkan
posisi tidur Pak Yanto, tiba-tiba Ibu Sri berteriak meminta tolong dengan sangat keras, berkali-kali.

“Sur kesini Sur… tolong….”

Dan disusul dengan suara tertawa Cantika yang kembali terdengar sangat keras.

“Kerasukan atau apalagi ini Bi Cantika” Tanyaku,
sambil berjalan dengan cepat mengikuti langkah Bi Isur menaiki satu persatu anak tangga.

“Iyah Ga, tidak akan salah lagi” Ucap Bi Isur.

Setelah sampai dan masuk untuk yang pertama kalinya lagi setelah sangat lama tidak menginjakan kaki ke kamar Cantika,
terlihat Cantika sedang duduk diatas kasur dengan wajah yang sangat pucat, rambut berantakan sekali dan matanya terus melotot ke arah Ibu Sri.

“Hahaha…” ketawa Cantika, sambil menatap ke arahku diikuti dengan tanganya yang terus menerus melambai-lambaikan
agar aku mendekat pada Cantika.

“Bi gimana?” Ucapku, yang masih berdiri mematung di depan pintu.

“jangan Ga! Itu bukan Cantika sudah biarkan saja” Sahut Ibu.

“Anjinggggg… hihihi…” Ucap Cantika sambil berteriak dan langsung memakan bunga melati yang berada di sebelahnya,
kemudian wadahnya kaca dilempar ke arah Ibu Sri dengan sangat kencang, sampai pecah dan wadah yang berbahan kaca itu langsung pecah.

Langsung saja Bi Isur mendekat perlahan ke arah Cantika, sambil mulutnya terus menerus seperti membacakan sesuatu.

“Tidak akan mempan, tidak!”
Ucap Cantika berteriak.

“Dayat lama sekali menjemput si Mbah lagi, kamu bantu Bi Isur pegang tanganya Ga cepat” Ucap Ibu Sri yang masih kaget akibat lemparan wadah oleh Cantika ke arahnya.

“Kapan Dayat perginya Bu?” Tanyaku, sambil berjalan ke arah Bi Isur yang sudah memeluk
bagian belakang badan Cantika.

Bahkan dalam kondisi seperti ini Ibu Sri sama sekali tidak berubah sikapnya kepadaku, pertanyaanku sama sekali tidak di jawab.

"Tik ini Angga… sudah yah Tik” Ucapku perlahan sambil memegang tanganya.

Mulut Cantika masih saja mengunyah
bunga melati yang sangat banyak didalam mulutnya, dan dengan sangat cepat tiba-tiba Cantika menyemburkan semua yang ada dalam mulutnya kebagian wajahku sekuat tenaga.

“Kamu… jangan ganggu, jangan ikut campur, kamu tidak tau apa-apa anak ini sudah jadi milik aku…” Ucap Cantika
dengan perlahan dan wajahnya menatap ke arahku, lalu menyenburkan isi dalam mulutnya.

Ludah dan bunga melati yang berada di wajahku, aku singkirkan dengan perlahan, walaupun sangat kaget dengan tingkah Cantika yang seperti ini.
Bahkan ucapan Cantika tidak aku pedulikan sama sekali.

Ibu tiba-tiba berdiri dan keluar kamar begitu saja.

“Itu Dayat sudah datang dengan Mbah, kalian jaga dulu Cantika” Ucap Ibu Sri kemudian aku yakin turun ke bawah menuju kemana Pak Yanto sedang tergeletak di kamar tamu.
Kemudian Cantika sama sekali tidak pernah berpaling tatapannya selalu ke arahku dengan mata yang melotot bahkan urat-urat matanya sangat jelas terlihat, sesekali aku melihat Bi Isur hanya air matanya yang terus menerus mengalir membasahi kulit pipinya.

Tidak tau kenapa,
besar sekali dorongan dalam diriku untuk membacakan isi kertas yang sebelumnya Danang berikan padaku. Yang Danang dapatkan dari A Andi.

“Bismilah…” Ucapku meneruskan bacaan dalam hati.

Seketika diluar dugaanku, badan Cantika langsung berontak begitu saja, bahkan Bi Isur yang
sedang memegangnya pun ikut kaget dan semakin erat memegang tangan badan Cantika.

“Cuihhh…”

Tiba-tiba saja Cantika meludahi wajahku, apalagi jarak yang begitu dekat, anehnya ludahnya benar-benar sangat panas ketika sampai pada kulit wajahku,
yang cukup membuat aku sangat heran dan kaget.

“Dengarrrr… dulu bapak kamu… sekarang kamu anaknya…” Ucap Cantika perlahan dengan suara yang sangat pelan dan sangat serak sekali, seperti suaranya akan habis.

Tiba-tiba badan Cantika berontak sejadi-jadinya dengan tenaga yang
sangat besar, aku dan Bi Isur langsung terpental dan jatuh dari atas kasur akibat rontaan badan Cantika.

“Sudah kalian mundur! Mundur cepat!” Ucap Mang Dayat, dan ternyata sudah bersama Mbah dan Ibu Sri.

Ternyata merontanya badan Cantika akibat mengetahui dibelakangku sudah
ada Mbah dan Ibu Sri juga Mang Dayat, sambil mundur setelah membantu Bi Isur yang sama terpentalnya seperti aku.

Cantika tiba-tiba berdiri dan menari-menari diatas kasurnya, beberapa bagian bajunya bahkan sudah ada yang sobek akibat gerakan tarianya itu, aku yang hanya bisa diam
melihat Cantika seperti itu.

“Makhluk apa yang masuk dalam badan Cantika itu” Ucapku dalam hati.

Tertawa Cantika semakin menjadi-jadi apalagi gerakan tarianya semakin liar dan menakutkan, sambil terus kembali memakan bunga melati yang tersisa dan memakan kembali bunga melati
yang sebelumnya sudah di muntakan kepada wajahku.

Si Mbah kemudian berjalan mendekat, dan mengeluarkan wadah dari sakunya, kemudian mengeluarkan kantong plastik yang sudah terisi seperti darah, setelah dituangkan air berwarna merah itu, si Mbah mendekat perlahan.
Cantika langsung diam berdiri dan wajahnya tertunduk dengan sangat pucat, seketika aku ingat dengan wajah perempuan yang sebelumnya pernah aku lihat di acara pernikahan Cantika.

“Kenapa sangat mirip sekali, apa jangan-jangan…” Ucapku dalam hati.

Langsung saja Cantika meminum
air merah dari wadah yang si Mbah berikan, namun di luar dugaanku, Cantika malah menyemburkan ke wajah si Mbah berkali-kali.

“Cepat bantu pegang! Pengang! Cepat!” teriak si Mbah

Seketika Mang Dayat, dan Ibu Sri langsung mendekat ke arah Cantika di ikuti oleh aku dan Bi Isur.
“Pegang! Sebentar!” seketika si Mbah mengeluarkan tali dari tas selendang yang si Mbah gunakan.

“Ini harus di ikat bahaya” Ucap Si Mbah yang langsung mengingakat kedua tangan Cantika dan mengikatkan tali ujungnya di dua ujung ranjang tempat tidur Cantika,
sambil dibantu oleh Mang Dayat dan juga Ibu Sri.

Cantika hanya diam saja ketika tanganya di ikat, dan badanya langsung melemas juga tatapanya matanya terlelap begitu saja.

“Bu mau tidak mau, ini Cantika harus di ikat seperti ini, sebelum Ibu dan Bapak datang ke gunung itu”
Ucap si Mbah, yang sepertinya keceplosan.

Karena baru menyadari keberadaanku dengan Bi Isur.

“Gunung apa si Mbah saya tidak paham, kalau ngomong suka ngelantur” Jawab Ibu Sri.

“Ga, Bibi silahkan keluar terlebih dahulu” Sahut Mang Dayat.

Aku dan Bi Isur langsung saja keluar
dari kamar Cantika dan Bi Isur, walaupun perkataan dari si Mbah barusan langsung saja aku simpan baik-baik dalam kepalaku.

Bahkan aku baru menyadari seisi rumah sudah sangat bau kemenyan, di setiap sudut ruangan sudah banyak sekali coet yang berisikan kemenyan.
“Paling Dayat yang menaro semuanya Ga” Ucap Bi Isur yang masuk ke dalam kamar dimana Pak Yanto berada.

“Astagfirullah” Ucap Bi Isur ketika masuk ke kamar.

“Lah sudah kaya apa aja Bi?” Tanyaku yang heran dan kaget dengan isi kamar tamu, yang sedang ditempati Pak Yanto.
Pak Yanto masih terbaring diatas kasur, sementara dibawah ranjang di atas keramik marmer sudah banyak sekali sesajen yang biasa digunakan Pak Yanto dan Ibu dihalaman belakang.

“Sudah biarkan jangan ikut campur” Ucap Bi Isur

Aku hanya menggelengkan kepala berkali-kali,
dan benar-benar sangat tidak percaya dengan apa yang aku lihat di kamar ini.

“Bibi lihat?” Tanyaku bergetar, sambil berjalan mengikuti langkah Bi Isur menuju dapur.

“Liat sudah biarkan saja” Jawab Bi Isur.
Dipojokan kamar sebelah lemari besar dekat dengan jendela adalah hal yang menyesal mataku aku harus melihat ke arah sana, di luar jendela dan di dekat lemari aku melihat sosok yang sedang duduk berjongkok, dengan rambut yang sangat rontok,
benar-benar wujudnya sangat jelas aku lihat. Sementara di luar jendela, sosok berbadan gemuk dengan lidah yang sangat panjang terus menerus menjulurkan lidahnya, dan air liurnya membasahi kaca.

“Bi apa itu nyata?” Tanyaku.

“Bagaimana tidak Ga, lihat saja sesajen dan kemenyan -
- malam ini di rumah ini bukan sedikit, wajar, kalau kamu lemas minum air ini” Ucap Bi Isur sambil menyodorkan air dalam gelas.

Keringat yang mulai mengucur membasahi badanku, ditambah kaki yang benar-benar lemas setelah melihat sosok di kamar tamu itu, membuatku terus menerus
membaca surat yang sama didalam hati.

“Danang, malam ini juga harus aku buat surat itu dan besok aku antar ke kantor pos di kota” Ucapku dalam hati.

Bahkan tidak terasa sudah sampai jam 12 lebih kejadian barusan, sementara Si Mbah dan Mang Dayat juga Ibu belum sama sekali
turun dari kamar Cantika.

“Gunung… iya sekalian aku harus kirim surat sama Ibuku” Ucapku dalam hati.

“Sur, Ga, bantu memetik bunga melati disuruh Ibu” Ucap Mang Dayat.

“Petik saja Yat, aku sama Angga baru istirahat ini, apa tidak lihat masih kecapean seperti ini” Jawab
Bi Isur perlahan.

Tanpa menjawab Mang Dayat keluar dan menuju halaman belakang dimana bunga-bunga itu semakin terlihat lebat sekali.

“Apa hubunganya dan kenapa harus bunga itu?” Tanyaku perlahan.

“Seharusnya ada, tapi Bibi tidak tau Ga” Jawab Bi Isur perlahan.
Terlihat dari tempat aku duduk dan Bi Isur, Mang Dayat terus menerus memasukan bunga melati ke dalam wadahnya.

“Memang beberapa tahun kebelakang Ga, semenjak kedatangan Angga kesini tidak tau kenapa Bibi merasakan hal aneh dengan bunga itu” Ucap Bi Isur perlahan.
Aku tidak menjawab perkataan Bi Isur karena teralihkan oleh suara teriakan Cantika yang sampai dapur pun masih terdengar.

“Bi…” Ucapku.

“Sudah mau bagaimana lagi…” Jawab Bi Isur.

Sudah hampir 2 jam setelah Mang Dayat kembali ke dalam ruangan rumah, tidak pernah ada teriakan
Cantika dan si Mbah ataupun Mang Dayat sama sekali belum juga beres.

Segera aku pamit pada Bi Isur untuk istirahat dan masuk kedalam kamar dengan segala perasaan yang berkecamuk yang sedang aku rasakan, rasa tidak tega dengan keadaan Cantika dan juga perasaan yang terus
mengikuti segala keanehan yang sekarang terjadi.

Setelah surat untuk Danang selesai aku tulis mengabari kondisi Cantika dan perceraian hari kemarin yang baru saja berpindah hari dengan sekarang, kemudian aku memberi kabar Ibuku di kampung semua kondisi disini sama halnya
seperti pada Danang, namun aku menambahkan satu pertanyaan yang sedari tadi mengganggu pikiranku.

“apa Ibu tau soal Gunung, soalnya tadi tepat sekali si Mbah keceplosan menyebutkan Gunung, si Mbah nyuruh Yanto dan Sri untuk datang kembali kesana” tulisku dalam surat untuk Ibu.
Tidak lama setelah menyiapkan segala hal untuk besok mengirimkan surat, tiba-tiba teriakan Cantika terdengar lagi, apalagi benar-benar teriakan yang sekarang seperti menahan sakit yang amat sangat sakit.

“Pasti itu kesakitan, tapi Tik Maaf aku tidak bisa apa-apa” Ucapku perlahan
“Apa Bi Isur mendengar juga yah?” Ucapku dalam hati.

Sudah hampir tiga kali setelah aku memaksakan mata untuk terpejam hanya teriakan-teriakan dari Cantika yang aku dengar, segala rasa kasihan pada Cantika terhalang oleh keadaanku yang bukan siapa-siapa di rumah ini.
Setelah pagi datang aku terbangun sangat siang, tapi untuk saat ini aku sadar pasti setelah melihat dan mengalami hal-hal aneh pasti saja badan butuh istirahat lebih banyak, walaupun tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi. Bahkan sekarang aku mulai merasa bersalah jika waktu
ibadahku masih saja bolong-bolong perasaan itu perlahan aku rasakan.

Setelah selesai Mandi segera aku menuju dapur, Bi Isur hanya terlihat sedang duduk.

“Ga Cantika harus sampai di pasung” Ucap Bi Isur dengan perlahan dan terlihat sangat sedih sekali.

“Maksudnya Bi? Kenapa-
- harus seperti itu?” Tanyaku.

“Pagi sekali Yanto bangun dan langsung bersama Dayat juga si Mbah tiba-tiba menurunkan pasung kayu dari mobil nya, karena Cantika terus menerus berontak dengan tenaga yang kuat, kata Yanto hal itu terbaik” Jawab Bi Isur.

“Sampai segitunya Bi?”
Tanyaku.

“Mereka sudah tidak punya hati Ga!” Jawab Bi Isur perlahan.

Tanpa berlama-lama lagi, aku segera pamit pada Bi Isur untuk ke sekolah mengambil ijazah ku padahal itu hanya alasan saja, walaupun benar ijazahku belum sama sekali aku ambil. Tapi tujuanku adalah rumah Bayu,
walaupun jaraknya lumayan jauh dua kali lipat menuju sekolah, namun aku tempuh dengan sepeda, agar mengurangi rasa curiga Pak Yanto dan Ibu Sri saja.

Setelah hampir satu jam kurang aku sudah berada di rumah Bayu, walau ini pertama kalinya setelah bertanya-tanya akhirnya aku
sampai dan bisa langsung berjumpa dengan Bayu.

Setelah menjelaskan aku butuh bantuan padanya dengan tergesa-gesa akhirnya Bayu setuju dan paham, walaupun Bayu tetap saja bertanya soal Cantika, dan ternyata kabar pernikahan Cantika waktu itu sampai pada kampung Bayu berada.
Namun akhirnya Bayu paham, bahwa satu surat antarkan ke rumah Ibuku di kampung seperti biasa yang satunya lagi ke kantor pos dengan alamat yang aku berikan. Setelah Bayu perkirakan surat pada alamat Danang, akan sampai kira-kira 4 sampai 6 hari.
Ingin sekali rasanya berlama-lama di rumah Bayu, namun malah Bayu sendiri yang menyuruhku untuk kembali pulang, karena Bayu ternyata jauh lebih mengerti keadaanku yang dia sangka aku sedang sibuk bekerja.

Setelah semua selesai, aku kembali ke rumah Cantika tepat sekali
pada saat adzan dzuhur berkumandang di kampung ini. Aku tidak habis pikir andai semua warga tau soal percerain Cantika dan keadaan Cantika saat ini pasti orang tua Cantika benar-benar malu dibuatnya.

Setelah sampai benar saja Ibu Sri sudah menunggu aku duduk di dapur.
“Sudah Ga ambil izasahnya?” Tanya Ibu Sri dengan perlahan.

“Sudah Bu, cuma wali kelasku tidak ada akhirnya niat mau bayar tapi tidak ada guru yang mau aku titipkan besok atau lusa di suruh kembali lagi” Jawabku menjelaskan dengan berbohong
dan jawaban ini juga sudah aku persiapkan dengan matang.

“Ibu pengen tidak ada orang di kampung ini yang tau soal perceraian Cantika dan keadaanya Ga kamu harus tutup mulut” Ucap Ibu Sri dengan serius.

“Bu maaf, pertama Angga jarang kemana mana hanya di sini di dapur, -
- apalagi setelah Wahyu ataupun Bapak tidak pernah lagi memberikan tugas menyetir hanya bantu Bibi sajakan?” Tanyaku perlahan.

Tiba-tiba Ibu Sri hanya melamun dengan tatapan kosong melihat ke arah halaman belakang karena tepat duduknya dengan arah menuju halaman belakang.
“Iyah benar yang kamu katakan, berarti Dayat dalangnya kalau sampai saja!” Ucap Ibu Sri.

Aku tidak mengerti dengan ucapan Ibu Sri, karena Ibu Sri langsung berdiri dan pergi begitu saja.

“Semoga Danang cepat tau dan punya solusi...” Ucapku dalam hati.

***
Bagaimana cara tuhan bekerja untuk bagian akhir ini benar-benar terjadi lewat sebuah perantara yang tidak diduga sama sekali, pembalasan yang mungkin diinginkan oleh Angga atau doa dari Ibunya Fatma yang dikabulkan.

Tragis! Tega dan diluar dari sangkaan Angga, kenapa keadaan
membawanya jauh dalam kondisi seperti ini, luka masa lalu bukan lagi sekedar luka karena ada kesakitan yang dirasakannya sekarang. Apa pembalasan ini cukup untuk sebuah nama dendam? Dan bagaimana tentang melati semakin menjadi!
Nyawa yang harus terbayar, janji yang harus ditepati habis termakan waktu yang sudah menanti oleh semerbak bau bunga melati. Selanjutnya Bagian 7.1 adalah akhir dari cerita ini.
Untuk yang ingin memberika TIP bisa klik link dibawah sebagai bentuk apresiasi kepada saya dan itu sangat berharga sekali.

karyakarsa.com/qwertyping
Melati – Bagian 7 (Tamat) Lengkap, untuk memenuhi rasa penasaran kalian bisa baca terlebih dahulu, dengan klik link dibawah.

karyakarsa.com/qwertyping/mel…
Untuk Kalian yang masih bingung baca CERITA BARU BULAN NOVEMBER - DEDEMIT BUAYA PUTIH – SEBUAH KISAH BERSEMBUNYI DALAM TERANG bisa klik link dibawah dengan membaca terlebih dahulu, dan memberikan dukungan.

Bagian 1

karyakarsa.com/qwertyping/ded…
Saya ucapkan terimakasih banyak yang sudah memberikan dukungan di KaryaKarsa dan yang sudah membaca cerita ini sampai selsai.

“Typing to give you a horror thread! You give me support!”

Terimakasih.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Teguh Faluvie

Teguh Faluvie Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

Jul 4
KAMPUNG KASARUNG

Diatas tanah kampung Jayamati, semua dipertaruhkan. Terdapat harga setimpal untuk kesepakatan, sekalipun itu kesesatan dan kematian.

"A THREAD"

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahoror Image
[PROLOG]

Diatas tanah kampung yang mempunyai nama Jayamati dengan segala campur tangan sang pencipta sedang menampakan keberkahan luar biasa. Hasil bumi yang melimpah, ladang peternakan, hingga perkebunan telah menyelimuti kampung itu setidaknya dalam kurun 10 tahun kebelakang.
Hal itu terjadi setelah dapat mengusir monyet-monyet yang kerap turun dari bukit Jayamati yang selalu memakan hasil bumi adalah awal tombak kesejahteraan tertancap, dimana para petani dan orang-orang luar kampung bahkan tidak jarang menaruhkan nasib pada tanah kampung Jayamati.
Read 130 tweets
May 29
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 9 Tamat – Tangkal Mayit ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut bagian akhir! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par (1) Janur Kematian

Part (2) Tapak Sasar

Part (3) Juru Keramat

Part (4) Selendang Mayat



Read 226 tweets
May 23
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 8 – Kesumat Rasa ]

@IDN_Horor @bacahorror
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut!

Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan thread dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Part (1) - (4)

Part (1) Janur Kematian


Part (2) Tapak Sasar


Part (3) Juru Keramat


Part (4) Selendang Mayat



Read 135 tweets
May 15
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 7 – Tanah Pagelaran ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.

Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..
Read 164 tweets
May 5
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 6 – Dalang Pagelaran ]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.

Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada thread yah..
Read 156 tweets
Apr 26
PAGELARAN SAREBU LELEMBUT

Lekuk indah tubuh, suara merdu dan senyuman teramat cantik adalah malapetaka yang harus ditebus oleh nyawa. Manakala panggelaran sarebu lemlembut berlangsung.

[ Part 5 – Kunci Nyawa ]

@bacahorror @IDN_Horor @diosetta
#bacahorror Image
Selamat datang kembali di Pagelaran Sarebu Lelembut! Untuk teman-teman yang belum baca part sebelumnya, silahkan klik tautan dibawah.
Bantu tinggalkan qoute, repost, dan like pada threadnya yah..

Par 1 – Janur Kematian


Part 2 – Tapak Sasar


Part 3 – Juru Keramat


Part 4 – Selendang Mayat



Read 172 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(