Dalam media sosialpun, hal demikian terjadi.
Ketika mengunggah postingan ataupun berkomentar bahkan sekalipun postingan atau komentar tersebut berhubungan dengan moral, ia pun masih memungkinkan memperoleh celaan.
Sebaliknya, jika telah lama berdiam karena alasan tertentu, celaan pun akan diterimanya. Ia dapat dianggap sombong, apatis, dll.
Hal ini akan terus berlanjut tanpa mengenal darimana ia berasal, beragama ataupun tidak beragama, segolongan ataupun tidak segolongan.
Alangkah indahnya jika generasi mileneal bersedia kembali kepada ajaran Leluhur sendiri tentu akan dapat menciptakan kehidupan yang harmony dan untuk kesuksesan dirinya sebagai individu.
Ajaran tersebut Tertulis dalam Wulang Reh, "Pupuh Pangkur":
"Kang Sekar Pangkur kang Winarno, Lelabuhan kang kanggo Wong Aurip,
Ala lan Becik Puniku,
Prayoga kawruhana,
Adat Waton Puniku Dipun Kadulu, Miwah Ingkang Tata krama,
Den Kaesti Siang-Ratri..."
Kain lurik merupakan salah satu dari kain Nusantara yang syarat akan makna. Kain ini berasal dari daerah solo dan jogja. Lurik tidak dapat dipisahkan dengan adat, filosofi ataupun makna dari pemakainya.
Filosofi dan makna kain lurik tercermin dari motif dan warna lurik. Motif dan warna tersebut mengandung nasehat, petunjuk, harapan, permohonan, dan bahkan kekuatan spiritual dalam kepercayaan tradisi Adat Jawa. Motif atau corak dari kain lurik beserta filosofinya sebagai berikut;
1. Corak Kluwung, Corak ini adalah berupa corak pelangi, yakni corak dengan beberapa perpaduan garis-garis lebar warna warni. Sebagaimana pelangi merupakan kejadian alam yang indah dan merupaka kebesaran Tuhan Yang Maha Pencipta.