FIDI MUHAMMAD Profile picture
Apr 7 95 tweets 13 min read
Kisah ini dialami Dharma ketika dia sedang mendaki ke gunung Lawu bersama saudara kandungnya.

Gak tau ini adalah sukma yang lepas dari tubuh atau mati suri, yang jelas itu terasa sangat nyata.
Sebelum mulai ke cerita saya ucapkan terima kasih bagi yang sudah follow akun ini.
Dharma adalah seorang karyawan pabrik yang berada di salah satu kota yang berada di Jawa Tengah, waktu itu dia mengalami berbagai macam masalah di keluarganya,
setelah beberapa bulan yang lalu ayahnya meninggal karena kecelakaan dan sekarang dia terkena PHK dari pabrik tempat dia bekerja, di tambah lagi ayahnya ini masih punya hutang piutang sama orang.
Dharma yang harus bisa membantu ibunya mencukupi kebutuhan rumah merasa sangat bingung, belum lagi dia harus membantu membiayai kuliah dan sekolah adiknya. Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara, kedua adkiknya cewek, satu masih duduk di sekolah dasar dan satu lagi SMA.
Sudah satu minggu ini Dharma berusaha mencari pekerjaan lain tapi tidak menemukan, selama satu minggu itu dia sering mengurung dirinya di dalam kamar dan hampir stres,
kerena tidak ingin terus-terusan memikirkan masalahnya dia berencana pergi mendaki gunung untuk menenangkan pikiran, karena bagi Dharma hanya gunung yang bisa membuat dirinya merasa damai.
Dia mendatangi Shefty adiknya untuk diajaknya pergi mendaki dan Shefty tidak keberatan karena sebelumnya Dharma sudah sering mengajak Shefty mendaki bersama teman-teman sependakiannya,
tanpa banyak persiapan Dharma memutuskan untuk berangkat mendaki besok ke gunung Lawu via Candi cetho dan pendakian ini hanya akan dilakukan mereka berdua.
Singkat cerita, keesokan harinya sekitar jam 9 pagi mereka mendatangi ibu untuk meminta izin mendaki, awalnya ibu keberatan karena dirumah beliau tidak ada temannya, tapi ibu juga tidak bisa memaksa dan akhirnya dengan berat hati mereka diizinkan untuk berangkat.
Berangkatlah mereka berdua dengan mengendarai motor, setelah menempuh kurang lebih satu jam perjalanan sampailah mereka di basecamp gunung lawu via Cetho,
sesampai disitu Dharma menemui salah satu temannya yang kebetulan sedang bertugas, setelah bertemu mereka ngopi-ngopi dulu di dekat basecamp karena disisi lain mereka ini sudah cukup lama tidak mendaki bareng dan tidak bertemu.
Dharma yang bukan pertama kalinya mendaki via jalur ini di persilahkan temannya untuk langsung mendaki saja,
dia juga sempat menawarkan diri untuk menemani Dharma mendaki, tapi Dharma bilang tidak perlu karena takut merepotkan, disisi lain tujuan Dharma mendaki ini adalah untuk menenangkan pikiran.
Setelah puas ngopi Dharma bersalaman dengan temannya dan pamit untuk memulai perjalanan agar nanti tidak kemalaman di jalur, setelah bersalaman temannya berpesan agar hati-hati dan semoga pendakiannya lancar.
Dharma dan Shefty bergerak menuju ke gerbang pendakian, sesampai disana dia mengajak Shefty untuk berdoa dulu setelah itu perjalanan dimulai sekitar pukul 11 siang.
Dharma meminta Shefty untuk berjalan di depan dan singkat cerita sampailah mereka di pos 1, disini Dharma mengajak Shefty untuk istirahat sekalian dia akan melaksanakan sholat dzuhur.
Shefty yang waktu itu tidak membawa mukenah tidak ikut sholat, sementara Dharma sholat dia menunggunya di bangunan pos sambil makan cemilan.

Setelah sholat Dharma mengadu sama yang di atas semoga di beri jalan keluar dari masalah yang sedang dia hadapi saat ini,
sambil berdoa tanpa disengaja air matanya menetes. Karena tidak ingin Shefty tau dia segera mengusap air matanya itu dan setelah selesai berdoa dia menghampiri Shefty.
Sepertinya Shefty tau kalau Dharma habis nangis, dia bertanya,

“Mas, kenapa?”
“Gpp dek, hanis kelilipan tadi”, jawab Dharma.
“Ooh kirain habis nangis”, lanjut Shefty.
Shefty membagi cemilan dengan Dharma, setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan.

Sambil berjalan Dharma tidak bicara apapun karena dia terus kepikiran tentang problem yang tengah dia alami, lalu dari depan Shefty membuka obrolan,
“Mas, diem aja ntar kesambet loh”,
“Udah gpp, kalo kesambet ntar aku suruh nyambet kamu juga”. Jawab Dharma dengan bercanda.

Mereka berdua memang saudara tapi juga teman, umur mereka tidak berselang jauh, hanya sekitar 2-3 tahunan.
Kali ini mereka berjalan sambil sesekali bercanda dan tidak terasa sampailah mereka di pos 2, disini mereka istirahat lagi dan setelah cukup istirahat perjalanan kembali di lanjutkan.
Selama perjalanan dari pos 2 mereka tidak ada kendala apapun dan singkat cerita sampailah mereka di pos 5 Bulak peperangan sekitar pukul 6, terlihat malam itu cukup banyak pendaki lain yang sedang camp dan disini Dharma memutuskan untuk bermalam.
Setelah tenda di dirikan dia lanjut masak dan makan di depan tenda, setelah itu mereka lanjut santai-santai di depan tenda sambil melihat pemandangan langit yang tampak cerah.
Karena suhu semakin dingin Dharma mengajak Shefty untuk lekas tidur agar besok summitnya tidak kesiangan.

Sebelum tidur, di dalam tenda Dharma sempat bilanng ke Shefty,
“Dek, nanti kalau udah lulus SMA lanjut kerja aja ya gak usah kuliah?”
“Gak mau mas, teman-temanku banyak yang lanjut kuliah”, jawab Shefty.
“Tapi kuliah kan butuh biaya banyak dek”, ucap Dharma.
“Gpp mas, ntar kuliahnya sambil kerja aja biar bs cari biaya sendiri”. Jawab Shefty.
Beruntungnya Shefty bisa mengerti keadaan keluarganya sekarang, setelah obrolan singkat itu mereka pun tertidur dan sekitar pukul 3 dini hari mereka bangun dan bersiap-siap akan summit.
Peralatan yang tidak di perlukan mereka tinggal di pos 5, setelah itu mereka lanjut berjalan summit dan singkat cerita sampailah mereka di puncak kurang lebih pukul 6 pagi, di puncak mereka tidak lama, hanya sekdar menikmati pemandangan kemudian kembali turun ke Hargo dalem.
Di Hargo dalem Dharma mengajak Shefty untuk mampir di warung untuk sarapan setelah itu dia berniat untuk ziarah ke petilasan Prabu Brawijaya dan meminta pada Shefty untuk menunggunya di warung.
Nah, ketika sedang khusuk mengirimkan doa pada sang prabu tiba-tiba Dharma merasakan ada hawa yang berbeda didalam ruangan ini, seperi ada yang memperhatikannya dari belakang, beberapa kali dia menoleh ke belakang dan sekilas ada sebuah bayangan yang melintas melewati pintu.
Merasa kurang nyaman di tempat ini dia lekas menyelesaikan doanya dan kembali ke warung dan mengajak Shefty untuk kembali turun ke tempat camp.
Di perjalanan turun dari Hargo dalem dia masih merasakan hal yang sama, seakan-akan ada sesuatu yang sedang mengikuti perjalanannya. Seringkali dia melihat kesana kemari tapi tidak terlihat ada siapapun yang mengikuti,
“Nyari apa mas?”, tanya Shefty.
“Eh, enggak kok tempatnya beda banget kaya dulu”, jawab Dharma menutupi apa yang sedang dia rasakan.
Singkat cerita,s ampailah mereka kembali di tempat camp, dia mengajak Shefty untuk istirahat dulu dan berencana turun nanti setelah dhuhur, karena merasa ngantuk dia masuk kedalam tenda dan merebahkan badannya diatas matras sedangkan Shefty diluar sedang membuat minuman hangat.
Nah, disinilah kejadian itu dialami oleh Dharma.
Entah apa yang sedang terjadi, ketika sedang tiduran di dalam tenda itu tiba-tiba badannya kedinginan, sampai-sampai susah untuk bergerak, seluruh tubuhnya terasa kaku dan pandangannya tiba-tiba buram,
tidak berselang lama terasa jelas seperti ada sesuatu yang jatuh dari atas dan menindihnya, “Blekkk!!”. Dan tiba-tiba dia sedang berada di sebuah tempat yang sebelumnya belum pernah dia datangi.
Tempatnya itu adalah hutan dan terdapat beberapa bangunan kayu seperti gubuk, suasanya sangat sejuk, sepi dan tenang. Dia berjalan menyusuri hutan ini, lalu sayup-sayup dari depan terdengar seperti ada suara orang.
Dia berjalan menuju ke sumber suara itu dan tidak lama berjalan ternyata benar, di depan tampak ada beberapa orang yang sedang berjalan mondar-mandir. Sepertinya itu adalah sebuah perkampungan.
Dia terus berjalan dan orang-orang yang ada disitu mengucapkan salam pada Dharma, tapi anehnya... mereka mengucapkan salam itu tanpa melihat kearah Dharma. Ada yang sambil menunduk, ada yang membelakanginya, dan ada juga yang sambil mendongak keatas.
“Orang-orang ini pada kenapa ya?”, pikir Dharma.

Dia terus berjalan menyusuri jalan yang ada sambil menjawab orang-orang yang memberinya salam, meskipun orang-orang ini tampak aneh.
Setelah cukup jauh berjalan dia berhenti di sebuah bangunan gubuk untuk istirahat, dan disini dia merasa haus.
Tidak lama istirahat di gubuk itu dia didatangi oleh satu orang laki-laki yang cukup tua, dia mengenakan pakaian adat jawa dan memakai sorban yang menutupi kedua pundaknya. Orang tua itu mengucap salam ke Dharma dan dia pun menjawabnya, lalu orang itu lanjut bilang,
“Aku tau masalahmu nak, aku kesini mau membantu”.

Seketika itu Dharma ingat dengan masalah yang tengah dia hadapi, lalu dia menjawab,

“Panjenengan ini siapa?”.

(Panjenengan berarti “Kamu” sebagai sebutan untuk orang tua)
“Nanti kamu akan tau sendiri, sekarang ayo ikut aku”, jawab orang tua.
“Kalau saya ikut panjenengan, nanti saya pulangnya gimana?”, tanya Dharma.
“Tidak usah pulang, tinggal aja sama aku dan semua masalahmu sudah selesai”, jawabnya.
Orang itu melepas sorban yang dipakainya dan di pakaikan ke kedua pundaknya Dharma, kemudian dia meminta Dharma untuk ikut berjalan bersamanya.
Dharma lekas turun dari gubuk dan ikut berjalan dengan orang itu, sambil berjalan orang itu menggandeng pundaknya Dharma.

Tidak lama berjalan mereka masuk ke sebuah perkampungan lagi dengan orang-orang sama seperti tadi,
orang-orang yang ada disitu pun sama, memberi salam pada Dharma tanpa melihat kearahnya, lalu orang tua itu berkata pada Dharma,

“Apapun yang terjadi, jangan pernah noleh ke kanan kiri, apalagi ke belakang”.
Dharma hanya menurut dan orang itu menggandeng pundaknya Dharma dengan sangat erat sambil menahan kepalanya agar tidak melihat kearah belakang.
Sambil terus berjalan sesekai Dharma melirik ke kiri kanan untuk melihat orang-orang yang memberinya salam, tidak berselang lama, sayup-sayup dari belakang dia mendengar ada suara banyak orang yang memanggilnya, termasuk Shefty adiknya.
“Mas, mas Dharma, mas”.

Mendengar itu Dharma ingin melihat kearah belakang tapi tidak bisa karena orang itu menahan Dharma agar tidak menoleh kebelakang.
Suara Shefty terus terdengar, Dharma sudah berusaha menoleh kebelakang tapi tidak bisa, lalu orang itu kembali berkata pada Dharma,

“Jangan noleh kebelakang, kalau noleh kebelakang kamu akan tinggal bersama mereka disini”.
Suara orang-orang itu terus terdengar memanggilnya dari belakang, seperti sedang butuh sesuatu dan semakin lama hanya suara Shefty yang terdengar semakin dekat sambil sesekali menangis.
Sampai disini Dharma benar-benar bimbang, tapi karena merasa takut kali ini dia berusaha mengabaikannya.

Orang tua itu terus menahan kepala Dharma dan tidak berselang lama ada seseorang yang berjalan dari depan dan menawarkan minum di dalam kendi,
karena sejak tadi Dharma memang sedang haus dia menerima kendi itu, tapi belum sampai dia menerima kendi itu, tangannya Dharma di tepis sama orang tua itu sambil berucap,
“Jangan di terima, apalagi diminum!”
“Kenapa mbah, saya haus pengen minum”, ucap Dharma.
“Kalau kamu minum air itu kamu akan tinggal disini bersamanya, nanti aku beri minum kalau sudah sampai di rumah”, jawab orang tua itu.
Mendengar itu Dharma tidak jadi menerima kendi pemberian orang itu, mereka terus berjalan dan mengabaikannya.

Semakin jauh berjalan suara yang memanggil namanya semakin terdengar jelas dari belakang,
tapi orang tua ini tetap tidak memperbolehkan Dharma menoleh kebelakang dengan alasan yang sama, sampai disini Dharma menaruh curiga terhadap orang ini,

“Jangan-jangan orang ini ingin mencelakakan aku?”, ucapnya dalam hati.
Karena tidak bisa berbuat banyak dia hanya bisa pasrah, lalu dia membaca ayat suci Al-Quran yang dia bisa, mendengar Dharma membaca ayat suci orang tua itu berucap,

“Gpp, baca aja terus, doa yang kamu baca juga yang aku baca”.
Mendengar itu Dharma kager, “Berarti gak ada gunanya aku baca ayat suci?”, ucapnya dalam hati.
Di sela-sela suara Shefty yang masih terus memanggil, sayup-sayup terdengar juga suara adzan, orang tua ini memberhentikan langkahnya hingga suara adzan selesai, setelah itu dia mengajak Dharma untuk berjalan lagi.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di sebuah tempat yang cukup gersang, di depan terlihat ada sebuah bukit yang cukup tinggi,
orang tua itu menggandeng Dharma berjalan menaiki bukit itu dan anehnya, jalan yang di lewati ini sangat menanjak tapi Dharma tidak merasakan lelah sama sekali, kedua kakinya terasa ringan seperti tidak sedang berjalan diatas tanah.
Cukup jauh menaiki bukit terlihat ada dua buah telaga yang airnya sangat jernih dan berwarna kebiru-biruan di sebelah kiri dan kanan. Melihat air itu Dharma berkata,

“Mbah, ini tempat dimana? Kok ada air sejernih ini?”
“ini tempatku, air di telaga itu adalah air suci”, jawabnya.
Mereka melewati telaga tersebut, karena sejak tadi merasa haus Dharma minta ijin untuk minum air di telaga tersebut,

“Mbah, saya haus, saya mau minum”, ucap Dharma.
“Nanti saja, nanti aku ambilkan air dari telaga itu”, jawabnya.
Setelah melewati telaga tersebut, di ujung bukit Dharma melihat ada sebuah istana yang sangat megah, seluruh bangunannya berwarna putih dan di lapisi cahaya, orang itu menggandeng Dharma menuju ke istana tersebut, sesampainya di depan pintu gerbang istana Dharma bertanya,
“Mbah, ini tempat apa, besar sekali?”
“Ini adalah rumahku, aku tinggal disini”, jawabnya.

Dharma benar-benar takjub melihat istana sebesar dan se-megah ini, lalu orang tua itu lanjut berucap,

“Setelah ini kamu juga akan tinggal disini dan semua masalahmu akan selesai”.
Mendengar itu Dharma berfikir, “Kalau aku tinggal disini berarti aku gak bisa ketemu sama ibu dan adik-adikku dong?”. Dia bertanya,
“Tapi mbah, kalau saya tinggal disini apa boleh saya ajak ibu dan adik-adik saya?”
“Tidak, kamu akan mulai hidup baru disini”, jawabnya.
“Kalau begitu, apa saya masih bisa bertemu dengan mereka?”, tanya Dharma.
“Bisa, tapi hanya bertemu, tidak bisa berkomunikasi”, jawabnya.
Spontan Dharma berfikir, “Kalau begitu, sama halnya aku sudah mati dong?”

Disini Dharma membolak-balikan otaknya, “Bagaimana kalau tinggal disini? Bagaimana dengan ibu dan adik-adiku?”.
Tidak lama kemudian ada dua dua wanita yang menghampiri mereka, dua wanita ini mengenakan kemben dan berselendang merah, sepertinya dua wanita ini adalah dayang.
Kedua wanita itu menunduk dan memberi salam pada mereka berdua, lalu orang tua ini meminta tolong pada dua dayang itu untuk membukakan pintu istana, tapi mereka tidak bisa karena pintunya ini terkunci dan yang memegang kuncinya adalah orang tua ini.
Kedua dayang itu berniat untuk mengambilkan kunci yang yang ada di dalam saku orang tua itu, tapi dia tidak mengizinkan dengan alasan bukan muhrim.
Suara Shefty masih terus menerus memanggil nama Dharma dari belakang, lalu orang tua itu melepaskan tangannya dari pundak Dharma untuk mengambil kunci yang ada di sakunya.
Dharma memanfaatkan kesempatan itu untuk melihat adiknya di belakang dengan niatan dia ingin menarik adiknya untuk diajak tinggal disini.
Nah, pas dia sudah melihat kebelakang, bukan Shefty yang dia lihat melainkan sebuah cahaya yang sangat terang hingga menyilaukan penglihatan Dharma, dan anehnya merasa silau dengan cahaya itu Dharma tidak bisa memejamkan matanya,
dia hanya menghalangi cahaya itu dengak kedua tangannya, tidak berselang lama cahaya itu meredup dan terlihat Shefty sedang menangis sambil memanggil-manggil nama Dharma dan beberapa pendaki lain yang terlihat panik.
Dharma segera bangun dari posisi tidurnya, seluruh badannya di basahi oleh keringat dan merasa sangat haus, dia minta tolong pada Shefty untuk mengambilkan botol air kemudian diminumnya, setelah minum beberapa teguk air salah satu pendaki lain yang ada disitu bertanya,
“Mas, kamu gapapa?”
“Gapapa mas, emangnya saya kenapa?”, tanya Dharma balik.
“Kamu tadi kayak orang hipo mas, badanmu dingin dan matamu terus melotot”. Jelas pendaki itu.
“Tenang mas, saya gapapa kok, terima kasih ya sudah mau nolongin saya”, jawab Dharma.
Dharma menjelaskan pada beberpa pendaki yang ada di tendanya kalau dirinya tidak apa-apa, lalu satu persatu pendaki yang ada disitu keluar dan kembali ke tendanya masing-masing, setelah semuanya sudah keluar Dharma bertanya pada Shefty,
“Dek, emangnya aku tadi kenapa?”
“Kamu tadi menggigil kedinginan mas, matanya melotot terus kayak orang kesurupan”. Jelas Shefty.
Mendengar penjelasan dari Shefty dia mengucap tasbih, “Subhanallah”, sambil mengingat-ingat kejadian barusan.

Kejadian tadi terasa benar-benar nyata, bahkan dia masih sangat ingat setiap detail kejadiannya.
“Kamu tadi kenapa mas? Aku khawatir lo”, tanya Shefty.
“Enggak dek aku gapapa, tadi aku cuma mimpi buruk”, jawab Dharma menutupi.
“Mimpi apa sih mas kok sampai melotot gitu?”, tanya Shefty.
“Gapapa, udah ah gak usah dibahas, sekarang udah jam berapa?”, tanya Dharma.
“Jam setengah 11 lebih seperempat”, jawab Shefty sambil melihat jam tangannya.
Melihat kalau sekarang masih jam 11 dia kaget, karena seingat Dharma, dia tadi beranjak tidur itu tepat jam 11 sedangkan kejadian yang dialaminnya barusan itu lebih dari 15 menit.
Karena tidak tahu apa yang sudah terjadi barisan Dharma menganggpanya mungkin itu hanyalah mimpi, dia lekas keluar tenda untuk membuat kopi setelah itu dia berkemas untuk kembali turun.
Perjalanan turun dimulai sekitar pukul 12 siang, sebelum beranjak turun Dharma bersalaman dengan pendaki yang ada disitu untuk berterima kasih karena sudah mau peduli dengan keadaannya tadi,
beberapa kali para pendaki yang ada disitu menanyakan kondisi Dharma dan dia bilang tidak apa-apa.

Singkat cerita, sampailah mereka kembali di pos 4, disitu Dharma mengajak Dhefty untuk berhenti karena dia mau melaksanakan sholat Dhuhur,
dia menggelar matras di dalam bangunan pos untuk sholat dan setelah selesai sholat ada seekor burung jalak gading yang datang dan hinggap di ranting pohon depan bangunan pos.
Tanpa lama-lama lagi Dharma mengajak Shefty untuk melanjutkan perjalanan turun, dan... burung jalak ini mengikuti perjalanan mereka dan, tapi yang aneh dengan burung ini, selama mengikuti itu burung ini tidak terbang melainkan jalan melompat-lompat di belakang mereka,
setiap mereka berhenti di pos burung itu juga berhenti dan kalau mereka lanjut jalan burung itu juga melompat jalan, hingga sampai di pos 1 tiba-tiba burung jalak itu sudah tidak terlihat mengikuti lagi.
Singkat cerita, sampailah mereka kembali di basecamp sekitar pukul 5 sore, sesampai disutu Dharma mencari temannya kemarin untuk pamit, tapi sepertinya temannya itu tidak sedang berada disini, dia mengambil motor di parkiran kemudian lanjut berkendara pulang dengan selamat.
Selesai.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with FIDI MUHAMMAD

FIDI MUHAMMAD Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @fidimuhammad_

Mar 10
"SUSTRINI" Kuntilanak Gunung Sumbing

A #Thread By @fidimuhammad_
Tag :
@IDN_Horor @bacahorror @ceritaht
#bacahoror #bacahoror #threadhorror Image
Sebuah tembang jawa yang dinyanyikan mbak kunti kurang lebih seperti ini ilustrasinya...
Read 115 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(