waKHIDun Profile picture
Sep 12, 2022 180 tweets 20 min read Read on X
KARMA | Part 3

“karena sejatinya makhluk yang hidup itu pasti akan mati, tapi aku hanya berharap semoga kami semua tidak akan mati malam ini.”

- a thread -

@ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror Image
Sebelumnya di part 2.

"ndra sakiki awakdewe metu seko kamar iki, ndang!!" ajak ridwan dengan panik dan setengah teriak.
Andre masih berdiri diatas kasur dengan tangan terikat. Ia menatap hendra dan ridwan, andre tersenyum menyeringai. Akhirnya mereka berdua keluar dari kamar dengan nafas yang sudah ngos-ngosan, bahkan saking paniknya hendra sampai terkencing dicelana.
Karma part 3.
sik wedi ojo wani-wani, yen wani rasa wedi-wedi..
yok mulai pelan-pelan..

jangan lupa berdoa ya,
"edan.. Bener-bener ngak waras si andre," gumam hendra sambil menyuruput segelas teh hangat yang barusaja diambilkan oleh budhe sri, ibunya andre.
Saat itu mereka bertiga duduk di kursi ruang tamu dengan ditemani tiga gelas teh hangat dan sepiring gorengan sebagai teman berbincang. Tatkala hendra dan ridwan dalam keadaan ngos-ngosan, membuat Pakde rus khawatir, oh iya nama dari bapaknya andre adalah Pakde rus.
"sebenere andre kenopo sih pak? Belum pernah aku liat andre ngono iku," belum menjelaskan pertanyaanku tapi ridwan pun ikut andil dalam bertanya, memang kejadian tadi bisa dibilang sangat membuat kami berduan kaget sekaget-kagetnya.
Pakde rus mengeryitkan dahi, menarik sebatang rokok dan lalu membakarnya. Beliau menghisap dengan panjang setelahnya lalu menyemburkannya, mengakibatkan kepulan asap yang begitu lebat.
"dadi ngene mas" pungkas Pakde rus sambil meletakkan batang rokok yang barusaja ia bakar diatas asbak.
Akhirnya Pakde rus menjelaskan, ternyata keadaan andre seperti ini sudah sejak kemarin, itulah alasannya andre tidak ia ijinkan untuk berangkat ke sekolah. "lah tapi katane dokter andre ngak sakit to pak?" balas hendra memotong penjelasan.
"andre iku ngak loro, tapi diganggu karo barang sik ra ketoro" ucapnya singkat sambil mengambil kembali rokok yang tadi sempat Pakde rus taruh di asbak.
Hendra dan ridwan salin beradu pandang, sorot mata mereka berdua nampak menunjukkan bahwa mereka mengerti dengan apa yang barusaja Pakde rus sampaikan.
Mendengar penjelasan dari Pakde rus, memancing pertanyaan hendra dan ridwan lainnya, pertanyaan yang menentukan apakah memang benar ini ada sangkut pautnya dengan makam yang ada di samping lapangan, atau memang hal ini adalah sebatas kebetulan belaka.
"koe wae.." tunjuk ridwan pada hendra yang sedang asyik nyemil tahu isi, "hus ngak koe wae.." balasnya sambil terus mengunyah.
Mungkin karena risih akibat perdebatan hendra dan ridwan, Pakde rus akhirnya membuka obrolan yang sempat terjeda karena melihat kedua anak kelaparan dirumahnya.
"ono opo le?"

Hendra mendengar itu langsung berhenti makan, ia menatap dengan mulut menganga kehadapan Pakde rus yang sedari tadi sebenarnya sudah memperhatikan mereka berdua.
"cok!!" ucap ridwan sambil menepuk pundak hendra, "ohh ya ya" balasnya.

"dadi ngene pakdhe, sampean pernah krungu kalau si andre ngomong opo akhir-akhir iki?"
Pakde rus kembali menghisap rokoknya, namun yang kali ini tidak sedalam yang tadi. "ngomong e si ming raiso turu"

"ada lagi ngak pak?" sambung ridwan dengan tangannya yang sembari mengambil gorengan.
Beberapa waktu Pakde rus diam sejenak sambil sesekali menghisap rokoknya, entah hisapan keberapa tiba-tiba beliau langsung meletakkan kembali putung rokok itu dan dengan posisi menunduk kedepan, ia berbisik kepada hendra dan ridwan.
"jarene andre wingi weruh kuntilanak abang"

Dyar..

Entah sebuah kebetulan atau bukan, tiba-tiba suara guntur terdengar dengan begitu kerasnya, seperti halnya hendra yang mendengar ucapan itu. "wis tenan iki mesti ada hubungane dengan makam itu" gumamnya dalam hati.
"kenopo opo le?"
"ohh mm-mboten nopo pak" ucap hendra sambil terbata-bata, sambil mentap kearah ridwan, hendra memberikan isyarat untuk mengajaknya pulang, mengingat tujuan mereka kesini sudah tercapai dan mendapatkan jawaban sekaligus penjelas dari rasa penasarannya selama beberapa hari ini.
Setelah sepiring gorengan dan segelas teh hangat sudah mereka santap, akhirnya hendra memberanikan diri untuk meminta izin pamit, mereka juga tak berani sebenarnya jikalau harus pulang terlalu larut malam, mengingat juga bahwa nampaknya sebenatar lagi akan turun hujan.
Jam sudah dinding menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Tepat saat hendra melangkahkan kaki dari rumah andre, rintik hujan perlahan mulai turun, membuat kedua anak itu langsung bergegas untuk kembali pulang kerumah masing-masing.
Ditengah rintik air hujan, hendra mengeber motornya dengan semangat, bukan karena takut hantu melainkan ia takut dikeroyok hujan.
Ditengah rasa khawatir yang ia rasakan, terlebuh ketika mendapati kawannya bertingkah seperti kesetanan, sebuah kepingan puzzle sudah berhasil ia dapatkan.
Rumah demi rumah, gang demi gang sudah hendra lewati dan tibalah ia dirumah. Ia sampai di rumah tepat sebelum hujan turun dengan deras,
beruntung saat itu hendra dengan sigap langsung tancap gas dan tak memperdulikan ajakan teman-temannya untuk gabung nongkrong di warung pertigaan dekat rumahnya.
"assalamualaikum, buk.."

Hendra membuka pintu dengan sembari menuntun motor untuk dimasukkan kedalam rumah, maklum di tengah pedesaan seperti daerahnya masih rawan dengan yang namanya kemalingan.
Tatkala masuk kedalam rumah, kondisi lampu sudah padam dan hanya menyala di bagian teras membuat bulu kuduk hendra sedikit merinding malam itu.

"bukk..." hendra mencoba memanggil ibunya lagi, namun kembali lagi tak ada jawaban yang menyambut.
Hendra memarkirkan motornya di ruang tamu, sembari meraba-raba tembok ia berjalan menuju kearah stop kontak.

"srekk..."
"sreek..."
Terdengar suara seperti sesuatu yang sedang diseret dari arah dapur, curiga akan ada sesuatu didalam rumahnya, hendra akhirnya memilih untuk tidak menyalakan lampu saat itu, ia khawatir bahwa suara itu disebabkan oleh orang jahat yang masuk kedalam rumah.
Pelan-pelan.. Hendra berjalan dengan begitu pelan dengan harapan ia tak akan menghasilkan sedikitpun suara, dengan sikap sempurna serta membulatkan tekad apabila nanti akan ada serangan tiba-tiba, hendra sudah memperhitungkan segala kemungkinan yang ada.
"woy!!" teriak hendra sambil melompat kearah dapur dan ternyata disana tak ada siapapun.

"wehh lah terus tadi mau suara opooo?" batin hendra sambil mengaruk kepala. "ahh turu wae" ucapnya sambil berjalan menuju kamar.
Baru satu dua langkah hendra berjalan dari dapur, suara yang sama bahkan temponya juga sama, terdengar kembali dari arah depan. Jantung hendra mulai berdengup dengan kencang, ia yakin bahwa ini bukanlah manusia.

"buk.."
Hendra kembali memanggil ibunya, ia berharap suara itu berasal dari ibunya, namun kembali lagi, tak ada jawaban yang menyahut hendra. Dengan badan yang sudah bergetar, keringat dingin keluar dari jidat, hendra benar-benar ketakutan hebat.
Suara itu menghilang beberapa saat kemudian ketika hendra memanggil ibunya, "ahh semoga bukan apa-apa" harap-harap cemas hendra.
Sampailah hendra di depan pintu kamar dengan sehat wal afiat, tapi tidak semulus harapan, tiba-tiba entah dari mana ia mulai merasakan bahwa dari belakang punggungnya ia merasa diraba-raba.
"wohhhh jancok" teriak hendra dan sembari melompat karena saking kagetnya.
Kala itu ia bisa memastikan bahwa yang dia rasakan bukanlah sebatas halusinasi, hendra benar-benar bisa merasakan bahwa ada jari yang meraba punggunya walau saat itu tidak ada siapapun disana.
...
Ayam berkokok disertai aroma harum masakan membangunkan hendra dari tidur malamnya. Hari ini adalah hari kamis yang dimana adalah hari kelima setelah ia dan keempat kawannya melakukan kegiatan negatif dilapangan kemaren.
"ndra!!! Dimaem sik ini, ibuk gaweke nasi goreng"

Dengan sigap dan semangat hendra bak terbang dari tempat tidur dan langsung berjalan menuju ke dapur walau belum ada setetes air pun yang membasahi tubuhnya, kecuali air liur.
Benar saja, di atas meja dapur sudah tersaji sebakul nasi goreng buatan ibunya yang rasanya tiada dua. "buk mau bengi, ibuk turu gasik?" ucap hendra sambil mengunyah makanan.
"hoo le, ibuk rapenak awake makane turu gasik" balasnya singkat dengan terus mengemasi nasi kedalam kotak bekal.
Sebenarnya pagi itu hendra ingin menanyakan lebih lanjut mengenai kejadian yang semalam ia dapati ketika sepulang dari rumah andre, namun karena kenikmatan nasi goreng dan karena ia juga semalam belum makan banyak, alhasil hendra sudah tidak mengubris perihal semalam.
Mungkin inilah istilah "perut kenyang hati pun senang" yah mau gimana, namanya juga hendra.
Selepas sarapan, hendra lalu mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ketika ia sampai di sekolah, sebuah kabar mengejutkan datang dari farhan. Oh iya, farhan ini adalah anak kelas sebelah yang rumahnya bersebelahan dengan rumah ridwan.
Pagi itu, ketika pelajaran pertama dimulai nampak farhan berdiri di depan kelas dengan mengengam sebuah amplop putih lusuh yang ia bawa di tangan kanannya.
Tok..tok..tok assalamualaikum buk.. (farhan mengetok pintu)

"ya mas, masuk.. " jawab bu reni, guru mata pelajaran bahasa indonesia yang pagi itu menjadi mata pelajaran pertama hendra dan 27 kawan lainnya dikelas.
Farhan berjalan dengan langkah yang tak begitu cepat namun dari cara ia berjalan hendra bisa melihat bahwa sebenarnya ia sedang gugup ketika masuk kedalam kelasku saat ini.
Bukan tanpa sebab, karena bu reni ini bisa dibilang guru favorit bagi kaum pria, tak terkecuali hendra. Beliau masih berumur sekitar 25 tahunan,
dengan postur tubuh tinggi nan putih, ditambah lagi dengan senyumnya yang luar biasa memukau yang membuat para siswa smk laki-laki seperti hendra dan farhan jatuh hati padanya.
"bu ini ada surat dari ridwan" ucap farhan sambil memberikan amplop pada bu rina, lantas tanpa fafifu ia langsung balik badan dan kembali masuk ke kelas, mungkin karena saking gugupnya ia sampai lupa mengucapkan salam.
Yah benar sekali, setelah kemarin yang pertama tidak berangkat adalah andre, disusul trisna dan sekarang di hari kamis yang tidak datang adalah ridwan.
Jadi saat itu geng hendra hanya menyisakan hendra sendiri dan rio si yang ngak tau diri. Karena apa hendra menyebut rio anak yang.
Ngak tau diri? Tah karena sudah ada kejadian seperti ini namun matanya belum juga menyadari bahwasanya ada hal yang kurang beres tengah terjadi menimpa mereka berlima semenjak malam itu.
Pada hari itu pelajaran demi pelajaran sudah berlangsung, namun sama sekali hendra tak bisa mengikutinya karena sedari pagi,
pikirannya hanya terfokus dengan kejadian-kejadian yang selama ini mulai ia pahami bahwa apa yang menimpa dirinya dan ketiga teman-temannya bukanlah sebuah kebetulan belaka.
"iki raiso tak biarke, kudu tak rampungke" ucap hendra llirih saat itu, dan tanpa ia sadari kebetulan sintya juga mendengar ucapannya.
Jam pulang sekolah pun tiba, hendra dengan sigap langsung menuju ke parkiran bersama reno, sebelumnya ia juga sudah memberitahu kepada reno bahwa nanti siang ini ia mengajaknya untuk datang ke rumah pak lurah.
"iki beneran langsungan kerumah e andre ndra?" tanya reno sambil mengenakan helm.

"hoo"
Dengan menggunakan dua sepeda motor hendra dan reno bersiap untuk berangkat, namun di gerbang sekolah, tanpa mereka duga disana sudah berdiri sesosok perempuan dengan rambut hitam panjang yang dikucir memberhentikan hendra.
"ngapain sin?" ucpa hendra pada sintya.

Sintya tatkala mendengar pembahasan hendra didalam kelas tadi menjadi penasaran dengan masalah yang sebenarnya disembunyikan oleh hendra.
"mau kemana si buru-buru banget" ucap sintya dengan menahan motor hendra, ia berupaya untuk mencegah hendra kabur dari pembicaraan.
Sementara itu dibelakang reno sudah memberikan kode untuk segera berangkat, namun apa boleh buat, hendra tak bisa karena ada sintya didepannya.
"sin aku buru-buru tenan ini, nanti wae tak jelaske" hendra coba memberikan pengertian, berharap sintya bisa melepaskannya sehingga ia bisa langsung bergegas menyelesaikan rencananya sore itu.
Namun bukan perempuan namanya jika tidak ribet dan menanyakan hal yang berbelit-belit. Akhirnya dengan berat hati, hendra mengajak sintya untuk ikut dengannya sore itu.
"yowes ayo ndang" ucapnya sambil mempersilahkan sintya untuk naik ke motornya.
"nahhh gitu dong, yuk gas pak bos" balasnya sambil nyengir kegirangan, berbeda dengan reno yang dibelakang nampak masam sekali wajahnya, mungkin ia iri dengan hendra yang bisa memboncengkan salah satu wanita unggulan di angkatan mereka.
"sik sabar ren, rejeki wis ono sik ngatur" ucap hendra sambil menoleh kearah belakang, membuat reno semakin terbakar amarahnya.

"pak iki anake dibawa ke orang pinter aja po?" suara lirih bu sri sambil mengelus kepala anak semata wayangnya yang tengah terbaring lemas diatas kasur.
Sementara itu Pakde rus hanya berjalan kesana kemari sambil terus menghisap rokok yang entah ini batang ke berapa. Ia berpikir dengan begitu keras, sambil mengira apakah yang sampai bisa membuat anaknya menjadi seperti ini.
Ditengah obrolan suami istri itu, tiba-tiba terdengar suara beberapa motor yang memarkirkan kendaraannya didepan rumah mereka. Tak perlu mereka menajamkan telinga, suara riweh didepan sana sudah bisa mereka kira bahwa itu adalah suara teman-teman dari anaknya.
Tok..tok..tokkk

"A-assalamualaikum budee" suara pintu diketuk bersambut dengan ucapan salam dari arah luar.
"walaikumsalam, masuk o ndra.." sahut Pakde rus sambil mempersilahkan hendra beserta kedua temannya untuk masuk kedalam rumah, sedangnkan istrinya beranjak dari dipan dan menuju kearah dapur ketika mendengar ucapan salam tadi.
"bu gawekno wedang, itu teman e andre podo teko" (buk ini buatkan minuman, itu temannya andre pada datang) begitulah perintah pak rus sebelum berjalan kearah pintu.
Sore itu pembicaraan Pakde rus dan istrinya terpaksa mereka jeda, tak mungkin jika mereka tetap memaksakan untuk membahas ditengah kedatangan anak-anak ini.
Beberapa pertanyaan mulai Pakde rus terima, terutama dari hendra. Mulai dari pertanyaan keadaan andre sampai kondisi andre saat ini sudah benar-benar ia kantongi.
Pertanyaan yang hendra sampaikan sebenarnya tidak terlalu panjang, namun dengan apa yang ia tanyakan kala itu entah mengapa membuat pak rus berpikir keras untuk menjawabnya.
Ia takut jikalau anak-anak ini tau keadaan andre yang sebenarnya, mereka akan takut dan dikhawatirkan mereka juga akan menyebarkan berita ini.
Sementara mulutnya yang hanya menyedot dan menyebulkan asap rokok, didalam benaknya pak rus mulai memutar kembali adegan-adegan yang selama beberapa malam ini membuatnya tak bisa tertidur dengan nyenyak.
Bayangan dikepalanya tatkala mendapati anak satu-satunya berdiri diatas dipan sembari melotot dengan tatapan kosong kearahnya, sungguh menyayat hati.
Tak hanya sampai disana, setiap lontaran kalimat tanya hanya dijawab oleh anaknya dengan sebuah jawaban yang sama, mau kapan pun ia bertanya, jawabannya sama.

"aku raiso turu e pak"
Kalimat itulah yang hanya disampaikan oleh anaknya, dengan tatapan kosong namun seolah ingin menyampaikan sebuah pesan.
Kejadian demi kejadian aneh juga mulai terjadi dirumah mereka, mulai dari terdengar suara seperti orang berjalan hingga rintihan suara perempuan sudah beberapa hari ini ia dengarkan.
Namun kembali lagi, ia hanya memutar semua kejadian ini dalam ingatan, dengan kondisi yang sok tegar dan kuat, rusmawan harus menyembunyikan kejadian demi kejadian yang ada dirumahnya ini dari ketiga bocah yang ada didepannya saat ini.
"nahh ini wedangnya diminum dulu, buk ambilno kue nang kulkas sisan yo" Pakde rus menurunkan beberapa gelas dari atas baki yang istrinya pegang. Segelas susu hangat ia harap dapat sedikit menghangatkan suasana ditengah sore yang dingin itu.
...
"gimana ini ren, pakdhe cuma bengong tok" bisik hendra lirih pada kawannya, reno. Ia merasa geram setengah mati ketika kedatangan mereka bertiga kerumah ini hanya disuruh untuk menonton orang merokok yang sama sekali tak bisa diajak ngobrol.
"sabar..." ucap sintya dengan menepuk pundak hendra. Kali ini bukan hanya hendra yang dibikin geram, namun reno juga semakin geram ketika melihat keuwuan hendra dan sintya.
Hendra hanya bisa duduk termenung sambil memikirkan apakah pertanyaannya tadi tidak terlalu kebablasan untuk sebuah kalimat pembuka. Namun kembali lagi, ia harus berani demi terselaikannya masalah ini.
Pakdhe rin pun masih tetap hanya diam sambil menghembuskan asap keudara, sampai dimana tatkala dari belakang muncul sesosok perempuan dengan perawakan yang tak terlalu tinggi dengan membawa baki berjalan kearah mereka.
"pak iki wedange" ucap sosok itu sambil berdiri mematung disamping pakdhe, beliau ini adalah bu sri, yang tak lain dan tak bukan adalah ibunya andre.
Mendengar itu pakdhe pun langung tersadar dari lamunannya yang sudah membuat hendra bahkan sampai naik darah. Setelah beberapa gelas susu dihidangkan dihadapan hendra dan kedua temannya, pak rus akhirnya mulai angkat bicara.

"pie mas hendra?"
Hendra kaget ketika mendengar kalimat pertama yang keluar, ia mengira bahwa ia akan mendapatkan penjelasan dari pertanyaan-pertanyaannya tadi, namun kenyataanya tak demikian.
"jadi gini pakde, maksud kedatangan saya ini mau tanya mengenai kabar dari andre, udah beberapa hari juga ngak berangkat sekolah, saya khawatir andre kenapa-kenapa" ucap hendra pelan dengan sesekali mengambil jeda supaya kalimatnya bisa diterima.
"bener pak, udah mau semingguan jugak" sambung sintya, sementara reno hanya mengangguk tanda setuju dengan ucapan hendra.
Pakdhe menatap hendra tajam lalu memalingkan pandangannya kearah pintu kamar yang tak lain dan tak bukan itu adalah kamar andre.
Pikiran hendra sudah kemana-mana ketika mendapatkan tatapan barusan, ia tahu bahwa dibalik diam pakdhe rus tengah menyembunyikan sesuatu yang memang sengaja tak ingin ia sampaikan.
Sampai dimana, beliau menarik nafas panjang sambil sesekali menghisap rokok, pakdhe rin akhirnya mulai bercerita.

"jadi gini mas mbak, sebelume pakde mau tanya dulu, kalian-kalian ini bisa to jaga rahasia?"

"wohh reno ahline pakde"
Pada akhirnya setelah hendra mencoba dengan sabar menanti jawaban dari pakdhe dan pada akhirnya sore itu hendra yang sedari tadi telah bersabar dalam menunggu,
akhirnya ia mendapatkan informasi yang ia inginkan walau sebenarnya dengan informasi itu malah menambah beban dalam benaknya.
Sudah berjam-jam waktu berlalu, semburat merah sudah mulai nampak dicakrawala yang membuat hendra dan kedua temannya memutuskan untuk kembali pulang ketika adzan magrib selesai berkumandang.
"mbok nginep sini saja mas hendra, nemenin andre" seru bu sri, ia sepertinya ingin sekali jika ada yang membantu menemani anaknya itu, mengingat kejadian aneh yang selalu andre alami adalah ketika malam hari.
Hendra bangkit dari kursi dan berjalan kearah pintu depan, disusul sintya dan reno di barisan paling belakang.
"besok malam tak nginep sini bude, sekarang malam jumat e, ngak wani aku" terang hendra dengan melanjutkan langkah kakinya menuju ke motor yang sudah siap menemaninya pulang.

part 3 lanjut besok malam ya, sekarang istirahat duluu..

sampai ketemu :)
yok lanjut sekarang aja..

bismillah,
yen wedi rasah wani-wani
yen wani raudah wedi-wedi.

Karma Part 3 - Lanjut
Keesokan harinya telah tiba, sore itu ketika hendra pulang sekolah ia berhenti di warung dan keluar dengan membawa beberapa kantung plastik berisikan cemilan dan minuman kaleng.
"wakeh banget ndra lehmu tuku" ucap roni, tetangga hendra yang dengan kebetulan berpapasan didepan warung lek rohmat.

”hooh ron" balas hendra singkat.
Rencananya malam hendra dengan ditemani reno, trisna dan ridwan berangkat kerumah andre. Oh iya, jadi trisna dan ridwan hari ini sudah berangkat ke sekolah dan mereka juga sudah terlihat segar dan sehat,
akhirnya siang tadi hendra mengajak mereka semua untuk menginap dirumah andre, mengingat andre sampai hari ini juga belum berangkat sekolah. Mereka pun sepakat.
Namun tatkala mereka berangkat sekolah tadi pagi, entah mengapa setiap pertanyaan hendra dan reno mengenai alasan mereka tidak berangkat sekolah selalu diputarkan dan malah mereka semua hampir tidak mau menjawabnya. Aneh.
Sekitar pukul setengah tujuh malam, hendra sudah siap berangkat untuk kerumah andre, memang mereka berempat janjian untuk datang kerumah andre namun ketemuan langsung disana tanpa mendatangi rumah masing-masing.
Baru saja hendra hendak berangkat, kilatan guntur menyambar-nyambar dan disusul dengan derasnya air hujan, tiba-tiba turun dan dengan sigap ia langsung mengambil ponsel gengam dan mengirimkan beberapa pesan kepada teman-temannya.
"kepie ini, hujan e.. Sido nang rumahe andre ora?"

Sembari menunggu balasan, hendra beranjak kedapur dan menemui ibunya yang tengah memasak untuk acara besok pagi di kantor desa.
"buk udan e lama ngak yo?" tanya hendra sambil mengambil gelas kosong yang ingin ia isi dengan teh hangat.
"loh yo ibuk ngak tau to ndra..."

"kamu katane mau kerumah e andre to, lah kenopo ngak berangkat" sambungnya.
"udan buk" balas hendra singkat dengan sesekali meniup segelas teh hangat yang ia bawa.

"cah lanang kok takut karo udan, ada mantol kae!"
Belum sempat hendra menjawab, tiba-tiba ponsel disakunya berdering. "sik buk" hendra lalu menaruh gelas dan mengambil ponsel di sakunya.

"halo ndra"

"gimana tris?"
"ini ibuke andre barusan nelpon ibukku, katane aku disuruh dateng kerumah e malam ini e, padahal ujan ngene kan ya" jelas trisna.
"yowes abis ini tak langsung otw, urusan nanti nangkono ada yang lain opo ndak itu urusan nanti"

"oke ndra, aku yo tak siap-siap"
"okee" balas hendra kemudian menutup telepon dan kembali memasukannya kedalam saku.

Ditengah hujan deras malam itu, hendra memberanikan diri untuk tetap datang kerumah temannya, andre.
...
Tok tok tok.
Assalamualaikum bude..
Hendra mengetuk pintu, ditengah hujan nan deras serta beberapa kali kilat menyambar ia akhirnya sampai juga dirumah andre.
Tak berapa lama, terlihat anak seumurannya dengan menggunakan baju hitam lengkap dengan sarung yang tersampir dilehernya membukakan pintu dan menyambut kedatangan hendra.
"kok bisa koe sampe sini duluan tris?" ucap hendra ketika melihat yang membuka pintu adalah temannya sendiri, trisna.

"aku kan dianter, dadi cepet.. Wis masuk o dulu" balasnya sambil mengajak hendra untuk masuk kedalam rumah.
Ternyata malam itu di kediaman andre diluar dugaan hendra, disana sudah ada kedua temannya yang lain, reno dan ridwan. Mereka berdua nampak tengah asyik sekali nyemil keripik singkong sambil menonton pertandingan bola.
"lohh bocah loro kui kapan tekan kene?"

"ohh iku mau dijemput bapake andre, sekalian kon ngancani andre wengi iki" sambung trisna.
Malam itu mereka berempat saling ngobrol kesana dan kemari, namun yang aneh adalah ketika hendra dirumah ini, ia sama sekali belum bertemu dengan bude sri ataupun pakdhe rus, bahkan andre juga tak terdengar suaranya.
Kala itu hendra memberanikan diri untuk bertanya secara diam-diam pada trisna, nah katanya malam itu sebenarnya kedatangan mereka kerumah ini bukan hanya untuk menamani andre saja, melainkan ketika mereka pergi hendra dan keempat kawannya lah yang diminta untuk menjaga rumah ini.
"lah podo lungo nandi tris?"

"mau si aku denger e katane meh nang omahe mbah joyo”
"hah mbah joyo?” sontak hendra kaget tatkala mendengar ucapan itu, mbah rejo adalah orang pintar yang terkenal di daerahnya, tak hanya itu.. Bahkan mbah rejo juga merupakan salah seorang kuncen yang menjaga sumur pitu yang tak jauh dari rumah hendra.
Wajar saja ketika mendengar bahwa andre dibawa kerumah mbah rejo membuat wajah hendra menjadi pucat karena saking terkejutnya.
Namun wajah khawatir hendra kini semakin menjadi, ia merasa bahwa kejadian yang menimpa hendra dan teman-temannya, jangan-jangan memang disebabkan karena adanya gangguan makhluk yang tak kasat mata.
Hendra akhirnya mulai bisa menangkap maksud dari diamnya pakde rin kemarin tatkala ia menanyakan berbagai hal mengenai andre, menurutnya ini juga merupakan langkah yang tak salah.
Keempat pemuda pada malam itu ditengah derasnya hujan tetap memutuskan untuk singgah dirumah andre walau sudah hampi jam sebelas malam, andre beserta bapak ibuknya tak kunjung terlihat.
"iki nek ngak podo mulih, awakdewe bali wae yo?" usul reno disambut dengan anggukan trisna dan ridwan.

"ojoo" sanggah hendra, "delo meneh mesti adre muleh" ucap hendra menenangkan ketiga temannya yang nampak sudah mulai gusar terlalu lama didalam rumah milik orang.
Bukan karena tak enakan dengan pakdhe rus, melainkan entah mengapa rumah ini semakin malam hawanya semakin tidak mengenakan. Padahal diluar hujan turun dengan begitu derasnya, namun entah mengapa didalam terasa begitu singup.
Sekitar 30 menit berlalu, tiba-tiba terdengar suara petir menyambar dengan sangat keras, akibatnya listrik pun padam.

"wooh jancokkkk, delo meneh MU main ikiii" teriak trisna geram.
"lilin nang sebelah ndi yo?" hendra beranjak dari tempatnya lalu dengan dibantu penerangan dari hp, ia mencoba mencari dimana letak budhe sri menyimpan lilin dirumah ini.
Mulai dari lemari depan hingga beranjak kearah dapur sudah hendra cari, namun sayangnya tak ada hasil. "wan bantu golek lilin" teriak hendra dari arah dapur, dan tak lama ia disusul oleh ridwan untuk membantu mencari lilin.
Beberapa lama hendra mencoba mencari llilin dirumah itu, bahkan walaupun dibantu oleh ridwan, benda itu tak kunjung ia temukan. Setengah frustasi karena tak mendapati lilin untuk penerangan, sayup-sayup terdengar suara kendaraan berhenti didepan rumah.
Tok tok tok..

Terdengar suara pintu diketuk dari luar, mendngar itu hendra langsung berlari kedepan, setelah pintu dibuka terlihat sorang pria paruh baya dengan membawa bungkusan berwarna putih di tangan, ia masuk kedalam rumah.
"walah ngapunten malah mati listrik barang yo mas" ucap pria itu, beliau adalah pakde rin, ayahnya andre.

Tak lama setelahnya disusul andre dan ibunya di barisan belankang masuk kedalam rumah. "ngapunten yo mas hendra" katanya.
Hendra hanya tersenyum ditengah gelapan, entah senyumnya terlihat atau tidak. "bude lilin e ngak ada e" ucap hendra dengan sedikit canggung.
"ini mas, lagi wae mau tuku" budhe sri mengeluarkan sebungkus lilin dari plastik yang tengah ia bawa. Pantesan ngak ono, batin hendra saat itu.
"koe enakan durung ndre" tanya ridwan. Namun sebaliknya, andre hanya nampak diam seribu bahasa, dengan tatapan mata kosong dan wajah yang pucat ditengah terang api lilin.
Mendapati hari yang sudah larut malam dan juga listrik yang masih padam, pakdhe rus meminta hendra, trisna dan yang lainnya untuk segera tidur setelah menyantap beberapa bungkus sate kambing, oleh-oleh mereka malam itu.
Jam dinding berdentang dengan lantang, menandakan sudah tengah malam. Kempat anak muda itu akhirnya memutuskan untuk segera masuk kedalam kamar menyusul andre yang sedari tadi sudah masuk terlebih dahulu.
"pokoke aku nangkene, gah pindah" reno langsung lompat ke kasur, ia langsung membuat kawasan teritorial tepat disamping tembok.

"wohh kui aku" ridwan tak mau kalah, namun ia tak bisa menyanggah, reno lebih kuat sehingga apa mau dikata, reno lah pemenangnya.
...
Malam semakin larut nan sunyi, membuat keempat anak muda itu akhirnya memilih opsi terakhirnya, yaitu tidur. Setelah pertarungan antara hidup dan mati hanya untuk merebutkan tempat tidur tentunya.
Saat-saat seperti ini adalah momen langka bagi mereka berlima merasakan tidur bersama, terakhir yang hendra ingat adalah tatkala pesta miras pekan lalu di lapangan, tertidur lebih tepatnya.
Dalam hati hendra, sebenarnya ia sangat senang sekali ketika ia bisa bersama dengan para sahabatnya seperti ini, namun kali ini lain, ada sebuah perasaan mengganjal yang membuat suasana hangat ini terasa begitu asing dan dingin.
Entah pukul berapa hendra akhirnya terlelap kedalam tidurnya, bahkan ia tak ingat obrolan yang ia dengar dari trisna dan reno yang seolah menjadi dongeng pengantar tidurnya kala itu, yang hendra ingat dalam benaknya saat itu adalah, "akan ada kejadian apa malam ini".
Yah malam itu memang terasa sangat aneh dikediaman pakde rin, entah hanya perasaan hendra saja matau sebenarnya teman-temannya yang lain juga merasakan.
Kejadian yang paling aneh dan tak masuk diakal adalah ketika tadi hendra masuk kedalam kamar ini, yah kamar andre. Mungkin kalian tadi sempat mengingat bahwa suasana ketika berada di ruangan tengah terasa singup, nah kali ini didalam kamar andre, perasaan itu kiat kuat dan pekat.
Waktu itu jam menunjukkan sekitar pukul 2 dini hari, hendra terpaksa bangun karena tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil.

"wan.. Kancani nang wc" bisik hendra sambil mengoyang-goyangnkan badan temannya, ridwan yang saat itu tidur berjejeran dengannya di kasur lantai.
"wan.. Bangun o wan.. Kebelet aku" belum menyerah hendra masih mencoba membangunkan ridwan yang nampaknya tertidur dengan sangat pulas.

Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya hendra berhasil membangkitkan temannya itu dari alam mimpi, dengan sedikit rasa bersalah tentunya.
"argh.. Apaan to ndra" ucap ridwan dengan suara serak, mungkin ia tadi mimpi berbicara dengan koloni katak.

"wan temenin aku nang kamar mandi.. Ngak wani aku" terang hendra dengan mencoba terus menggoyangkan badan temannya itu, mengantisipasi ridwan akan kembali tidur lagi.
Akhirnya mereka berdua berjalan beriringan menuju kamar mandi yang jaraknya hanya tersekat beberapa ruangan saja dari tempat mereka tidur.
Setelah selsai buang hajat, hendra dan ridwan kembali kedalam kamar. Untung tak ada hal menyeramkan sesuai dengan apa yang ada dipikiran hendra.
Setelah mereka berdua kembali ke kamar, hendra putuskan untuk tak langsung tidur, walau badannya berbaring namun entah mengapa seperti ada hal menganjal yang membuatnya sulit sekali untuk terlelap lagi.
"wan urung turu po?" bisik hendra memastikan temannya itu apakah sudah kembali terlelap ataukah belum.

Pada dini hari itu, akhirnya hendra benar-benar tak bisa terlelap lagi, tak hanya itu, ternyata ridwan juga sedari tadi hanya memiringkan badan namun tak juga tertidur.
"durung" ucapnya singkat sambil merubah posisi yang tadinya rebahan kini ridwan berganti menjadi duduk dan bersender di lemari baju milik andre.

"koe ngoroso ono sing aneh ra sih wan"

"aneh gimana?"
Hendra pun akhirnya menceritakan apa yang sedari tadi mengganjal dibenak, mulai menjelaskan apa-apa saja hal janggal yang mulai ia rasakan tatkala malam itu ia mulai datang kerumah ini.
Namun entah mengapa respon yang ridwan sampaikan tak sesuai ekpektasinya, ia mengirah ridwan akan kaget tatkala mendengar penjelasan dari hendra, namun kenyataanya ridwan hanya diam dan hanya menatapnya dengan tatapan nanar.
Malam itu hujan masih turun dengan deras, apalagi listrik juga masih belum menyala sejak tadi padam. Ditengah derasnya air hujan saat itu, hendra terperanjat kaget tatkala telinganya mendengar suara gamelan dari arah halaman.
"wan..." hendra menatap ridwan yang kebetulan saat itu juga dengan spontan menatapnya juga, ditengah tatapan itu hendra bisa sadar bahwa ridwan juga mendengar apa yang ia dengar.
Ridwan tak mengatakan apapun dari mulutnya. Ia hanya menatap kearah jendela yang tertutup gorden berwarna putih keabuan yang saat itu kebetulan tepat sekali berada didepan mereka berdua.
Suara gamelan itu makin lama semakin terdengar dengan jelas, ia tak tahu asalnya darimana, yang jelas suara itu terasa mengelilingi rumah.
Tiba-tiba suara guntur begitu keras terdengar, membuat trisna dan reno akhirnya bangun dan menanyakan ada apa. Bukannya hendra tak mau menjelaskan, kala itu ia masih berusaha menelaah dan menajamkan telinganya untuk mendengarkan alunan gamelan.
Ia penasaran, apakah hanya ia dan ridwan saja yang mendengarnya ataukah jangan-jangan memang ini bisa dideangar oleh semuanya.
"tanggung jawab.."

Ditengah derasnya air hujan dan gending gamelan, suara perempuan itu terdengar lagi. Suara yang sudah tak asing ditelinga hendra, namun siapakah sosok dibalik suara itu? Hendra masih termangu.
"heh! Kalian denger suara itu ngak" ucap hendra sambil menunjuk kearah jendela.

"iyo ndra" ucap trisnya menyambut dari atas dipan, sementara reno masih saja dengan tatapan tajamnya, ia mencoba mencari apa yang sebenarnya hendra tunjukkan.
Ternyata tak sampai disitu saja hal ganjil yang terjadi malam itu, "ndra aku wegah mati sakiki ndra" rintih ridwan disampingnya, dan ternyata tanpa hendra sadari, ridwan ternyata sudah menangis menjadi-jadi.
Malam itu, entah mengapa hendra merasa bahwa ini adalah malam terakhir mereka, apalagi bukan hanya suara bisikan wanita, kali ini dengan begitu jelas mereka semua mendengar bahwa sayup-sayup ada suara gemerincing kereta kuda yang sangat jelas suaranya.
Dan yang membuat hendra lebih takut lagi adalah tatkala suara kereta kencana itu berhenti tepat di depan rumah andre.

"cokkk andre ngopo iki.." teriak reno.
Karena pandangan hendra dan yang lain terlalu fokus dengan apa yang terjadi diluar rumah, tanpa mereka sadari ternyata andre sudah berdiri, menghadap tembok dengan posisi tangan seperti mencubit dan terus mencubit tembok.
Tanggung jawab..

Tanggung jawab koe poro bocah wingi sore..
Dengan posisi yang sama, andre mengucapkan kalimat itu berkali-kali. Sementara suara gending gamelan diluar semakin lama terdengar semakin jelas walau ditengah derasnya hujan.

"mati kayane awakdewe mbengi iki ndra.." rintih ridwan pasrah.

lanjut part 4.
sampai berjumpa di #malamselasa minggu depan.

buat yang mau baca duluan, part 4 sudah ada di karyakarsa ya..

karyakarsa.com/wakhidnurrokhi…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with waKHIDun

waKHIDun Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @Wakhidnurrokhim

Sep 1, 2023
“Tragedi Perkemahan Jogja tahun 2016”

A thread.

#bacahorror Image
“Mik pie? Meh sido dilekasi kapan?” (Mik gimana? Jadinya mau dimulai kapan?)

tiba-tiba dari belakang sosok laki-laki berbadan kekar mendekat. Dia adalah Candra.
Miko menarik nafasnya dalam, sembari menajamkan telinganya, memastikan bahwa adzan sudah berkumandang..

Entah kenapa malam itu seperti tidak ada angin yg berhembus sama sekali, hal itu berimbas suara adzan dari pemukiman yang jauh dibawah bukit ini menjadi samar terdengar.
Read 122 tweets
Oct 11, 2022
"TUMBAL KEMAH "

kisah viral yang menceritakan sebuah kegiatan perkemahan akhir tahun oleh salah satu SMK di Sleman. Pada umumnya perkemahan akan meninggalkan kisah menyenangkan, tapi pada cerita ini justru sebaliknya.

Sebab urusannya dengan NYAWA!

#threadhorror @bacahorror_id Image
dengerin ini dulu ya..
7 april 2016

Sore itu nampak tengah berbaris dengan rapi anak kelas 10 dan 11, mereka adalah siswa dari salah satu smk kenamaan yang ada di kota Jogja.
Read 138 tweets
Oct 4, 2022
KARMA | PART 6 [ TAMAT ]

part ini adalah part terakhir dari rangkaian cerita karma, pada part ini kalian akan menemukan alasan mengapa hendra dkk mengalami gangguan yang selama ini menimpa mereka.

selamat membaca.

#threadhorror #bacahorror Image
Sebelumnya di part 5.

Tepat sekitar jam 2 dini hari, akhirnya hendra sudah sampai dirumah. Dengan mengendap-endap, hendra mencoba masuk melalui jendela kamarnya. Sebab ibunya tak tau menau perihal kepergiannya malam ini.
Ia masuk dengan mengendap, membersihkan kakinya di kain yang tergeletak di lantai lalu hendra mulai memejamkan mata dengan hati yang sudah tenang tentunya, "akhire masalah ini selesai juga" ucapnya.
Read 265 tweets
Sep 30, 2022
"Teror Hotel Lembang"

(bagaimana jadinya jika tujuan kalian menginap untuk beristirahat namun karena kehadiran mereka, justru sebaliknya, kengerian, ketakutan dan kepanikan justru menyelimuti malam)

- a thread -

#threadhorror #bacahorror Image
halo lur..

mumpung ujan-ujan gini, wakhid jadi pengen bagiin cerita horor nih hehehe..

ini cerita singat, ya semoga bisa menghibur ya.
sambil menunggu hari selasa uploud part terakhir "KARMA", kalian bisa baca ini dulu.
kisah ini terjadi pada tahun 2016, dialami sendiri oleh kakak saya yang bernama andi.

seperti apa kisah lengkapnya?

"yen wedi ojo wani-wani, yen wani rasah wedi-wedi"

selamat membaca..
Read 186 tweets
Sep 27, 2022
KARMA | Part 5
“karena sejatinya makhluk yang hidup itu pasti akan mati, tapi aku hanya berharap semoga kami semua tidak akan mati malam ini.”

- a thread -

@ceritaht @bacahorror_id
#bacahorror #threadhorror Image
sudah selasa malam nih, saatnya update cerita..

part 5 ini adalah pintu menuju ke penyelesaian masalah yang sudah dihadapi oleh hendra dkk.

bismillah..
yen wedi ojo wani-wani, yen wani rasah wedi-wedi.
Sebelumnya di part 4.

"ndra.. Nanti malam awakdewe diajak bapakku moro nang omahe mbah joyo, gelem yo" (ndra nanti malam kita diajak ke rumahe mbah joyo, mau ya) ucap andre sambil mengupas kuaci.
Read 130 tweets
Sep 19, 2022
KARMA | Part 4

“karena sejatinya makhluk yang hidup itu pasti akan mati, tapi aku hanya berharap semoga kami semua tidak akan mati malam ini.”

- a thread -

@ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror #threadhorror Image
Sebelumnya di part 3.
"cokkk andre ngopo iki.." teriak reno.
Karena pandangan hendra dan yang lain terlalu fokus dengan apa yang terjadi diluar rumah,
tanpa mereka sadari ternyata andre sudah berdiri, menghadap tembok dengan posisi tangan seperti mencubit dan terus mencubit tembok.

Tanggung jawab..

Tanggung jawab koe poro bocah wingi sore..
Read 182 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(